BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Toddler atau yang dikenal sebagai anak usia batita (bawah 3 tahun) merupakan usia yang efektif untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak, mencakup perkembangan fisik, motorik, kognitif, perkembangan sosial emosional, dan perkembangan bahasa (Reed, 2007). Salah satu tugas perkembangan anak adalah keterampilan toileting atau yang disebut keterampilan buang air kecil dan buang air besar. Keterampilan toileting terdiri dari keterampilan mengontrol buang air kecil (bladder control) dan mengontrol buang air besar (bowel control). Keterampilan buang air kecil dan buang air besar diperoleh dengan cara toilet training (Soetjiningsih & Ranuh, 2013). Toilet training pada dasarnya merupakan proses natural dan kompleks pada perkembangan anak (Kiddoo, 2011). Toilet training merupakan bagian penting dalam perkembangan batita karena mampu memberikan kepercayaan diri dan kemandirian anak (Connell-Carrick, 2006). Rata-rata usia toilet training anak adalah 24-36 bulan dan keterampilan ini tercapai pada fase batita (Hodges et al., 2014). Keterampilan buang air kecil dan buang air besar yang gagal diperoleh dalam rentang waktu toilet training, yaitu usia batita, menimbulkan masalah berupa dysfunctional voiding atau disebut juga gangguan berkemih berupa enuresis, infeksi saluran kencing, sembelit, enkopresis dan penolakan untuk pergi ke toilet (Hodges et al., 2014 ; Mota & Barros, 2008). Kegagalan toilet training
1
2
yang berlanjut hingga anak berusia remaja, belum mampu dalam nocturnal bladder control akan berdampak pada masalah psikopatologi dan perilaku bunuh diri (Liu & Sun, 2005). Prevalensi enuresis di dunia berkisar antara 11.4% - 45%. Penelitian di USA menunjukkan dari
dari 112 anak usia 3-10 tahun, 45% di antaranya
mengalami daytime wetting atau mengompol di siang hari (Hodges et al., 2014). Penelitian serupa di USA menyatakan bahwa kejadian nocturnal enuresis sebanyak 10.960 anak, 33% di antaranya berusia 5 tahun, 18% 8 tahun, dan 7% 11 tahun (Byrd et al., 1996 cit. Liu & Sun, 2005). Di Kinshasa, Congo, 109 anak dari 415 anak usia 6-12 tahun mengalami nocturnal enuresis yang terdiri dari 50 anak laki-laki dan 59 anak perempuan (Aloni et al., 2012). Di Qena, Mesir, sebanyak 1065 (11.4%) anak usia sekolah mengalami enuresis (Ismail et al., 2013). Di Afrika Selatan, sebanyak 16% dari 4700 anak usia 5-10 mengalami nocturnal enuresis (Fockema et al., 2012). Di Baghdad, dari 610 anak ditemukan 127 (20.8%) mengalami enuresis (Salih, 2012). Penelitian serupa di Indonesia diwakili oleh Denpasar yang menunjukkan bahwa prevalensi enuresis pada anak TK sebesar 10.9% (Windiani & Soetjiningsih, 2008). Teknik toilet training yang sering digunakan adalah teknik lisan dan model video. Teknik lisan merupakan teknik menggunakan istruksi pada anak dengan kata-kata sebelum dan sesudah buang air kecil dan buang air besar, sedangkan teknik model video adalah usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar dan air kecil dengan cara memberi contoh untuk ditiru melalui media berupa video (Hidayat, 2005). Sebuah studi menemukan bahwa dalam
3
melakukan toilet training orangtua merangsang anak berkemih dengan beberapa cara, yaitu 13% dengan menekan anak, 26% membuka keran air dan 43% dengan membentak anak. Beberapa orangtua mencoba 2 atau 3 cara yang berbeda secara bersamaan untuk merangsang berkemih (Bakker et al., 2002). Penekanan saat toilet training merupakan pengalaman negatif bagi anak. Pengalaman negatif yang diterima oleh batita selama proses toilet training membuat anak merasa malu dan ragu-ragu. Rasa malu menurut Erikson merupakan upaya anak untuk menyembunyikan kegiatan yang dia rasa tidak pantas, sehingga anak yang gagal dalam toilet training akan mengalami masalah terus-menerus dengan konstipasi (Baum et al., 2013; Tandry , 2011). Toilet training memiliki tantangan tersendiri, sehingga membuat orangtua melakukan kekerasan pada anak (Connell-carrick, 2006). Penelitian menunjukkan bahwa upaya toilet training yang salah merupakan faktor penyebab terjadinya persistent urinary symptomps seperti inkonintensia, enuresis, infeksi saluran kemih berulang, dan konstipasi (D.Schmitt, 2004). Penelitian mengenai pengembangan media dan metode pada anak autis lebih banyak ditemukan. Pada tahun 1999 dikembangkan metode priming, yaitu metode penyediaan informasi untuk mempersiapkan dampak aktivitas atau tugas tertentu dengan cara mengeksplorasi dengan durasi pendek dan menggunakan presentasi bahan tugas yang memungkinkan anak nantinya membiasakan diri dengan tugas atau aktivitas tersebut (Bainbridge & Smith Myles, 1999). Di Canada dikembangkan model functional behavior skills training untuk melatih keterampilan buang air kecil dan buang air besar anak autis. metode ini merupakan program pelatihan untuk meningkatkan kinerja ketrampilan fungsional
4
dan komunikasi, mengurangi masalah perilaku, dan meningkatkan kompetensi serta pengetahuan tentang applied behavior analysis (ABA) (Reitzel et al., 2013). Metode rapid toilet training
juga dikembangkan dengan dimodifikasi serta
diajarkan pada orangtua anak dengan disabilitas. Metode ini dikembangkan oleh Azrin dan Fox pada 1971 yang merupakan metode toilet training dengan cara: penjadwalan, peningkatan asupan cairan, penguatan positif, penggunaan bimbingan untuk self initiation, dan hukuman (Rinald & Mirenda, 2012). Media terkini yang digunakan untuk toilet training pada anak autis adalah dengan video. Penelitian menunjukkan bahwa video modeling berpengaruh positif terhadap keterampilan buang air kecil dan buang air besar anak autis (Keen et al., 2007; Mason et al,. 2012). Di Indonesia, peneltian mengenai media toileting berupa gambar dan penguatan positif menunjukkan pengaruh positif terhadap keberhasilan toilet training anak autis (Rohmah, 2014). Media toilet training pada anak sehat atau tanpa disabilitas yang sudah dikembangkan adalah dengan gambar dan booklet. Lee juga mengembangkan toilet training kit dengan karakter kartun (Lee, 1998). Media gambar untuk toilet training di antaranya adalah visual aids for learning version 1.0 (Anon, 2013). Metode dengan video untuk toilet training saat ini mulai dikembangkan. Video merupakan salah satu media yang dianjurkan untuk toilet training (American Academy of Pediatric, 2004). Berdasarkan teori perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Piaget, batita
berada
pada
tahap
praoperasional.
Batita
belum
mampu
mengoperasionalkan yang dipikirkan melalui tidakan dalam pikiran anak,
5
sehingga akan kurang memahami instruksi orangtua dan cenderung egosentris yang berarti bahwa mereka hanya mampu mempertimbangkan sesuatu dari sudut pandang mereka sendiri (Soetjiningsih & Ranuh, 2013). Dalam social cognitive theory, video menjadi model dalam pembelajaran observasional (Bandura, 1989). Video merupakan media yang efektif karena dapat memberi gambaran konkret terhadap batita mengenai cara melakukan buang air kecil dan buang air besar. Batita yang diberi pembelajaran melalui media video berkarakter dapat belajar dengan lebih baik. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan memberikan video karakter tertentu pada batita, mengakibatkan mereka akan lebih mampu mempersonalisasikan karakter tersebut (Calvert et al., 2014). Model video mempromosikan kemandirian melalui pengembangan ketrampilan yang sesuai dengan interaksi sosial dengan teman sebaya dan orang dewasa (Feldewerth, 2014). Dari 48 toddler, 16 anak diberikan video berkarakter personal, 16 diberikan video non karakter personal, dan 16 anak sebagai kelompok kontrol menunjukkan
bahwa
anak
yang
diberikan
video
berkarakter
personal
menunjukkan keterampilan belajar yang lebih signifikan dibandingkan dengan kelompok yang lain (Calvert et al., 2014). Perawat profesional memiliki peran sebagai edukator. Dalam keperawatan anak, perawat berperan melakukan upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak. Optimalisasi tumbuh kembang anak adalah salah satu area promosi kesehatan dalam keperawatan anak. Optimalisasi keterampilan buang air kecil dan buang air besar merupakan upaya yang dapat dilakukan karena melewati fase toilet training dan memperoleh keterampilan buang air kecil dan buang air
6
besar merupakan tugas perkembangan anak pada masa batita yang harus dicapai dengan baik (Damayanti, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Magaretha (2012) tentang video self modeling di Banyumas, menjelaskan bahwa masih perlu penelitian lanjutan mengenai penggunaan video modeling untuk keterampilan spesifik seperti buang air kecil dan buang air besar. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas pada tanggal 16 Januri 2015 menjelaskan bahwa program deteksi tumbuh kembang anak sudah dilakukan namun tidak termasuk pada keterampilan buang air kecil dan buang air besar. Deteksi tersebut sejauh ini sebatas untuk skrining apabila ada yang mengalami penyimpangan untuk dirujuk ke pelayanan kesehatan. Belum ada upaya promosi kesehatan terkait dengan keterampilan buang air kecil dan buang air besar di Kabupaten Banyumas. Upaya promosi terkait dengan keterampilan buang air kecil dan buang air besar semestinya masuk ke dalam program stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK), karena keterampilan buang air kecil dan buang air besar merupakan salah satu tugas perkembagan anak yang penting. Purwokerto Barat merupakan kecamatan dengan hasil program stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) tidak mencapai target. Pencapaian SDIDTK Balita Puskesmas Purwokerto Barat menempati peringkat 5 terendah, yaitu sebesar 36.93% dari target Dinas Kesehatan Banyumas sebesar 95% (Dinas Kesehatan Banyumas, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas pada 13 Januari 2015, pada dasarnya toilet training telah masuk ke dalam kurikulum pendidikan anak usia dini di Kabupaten
7
Banyumas. Implementasi toilet training tersebut masih sebatas cara konvensional yang telah dilakukan oleh guru, yaitu dengan teknik lisan, karena belum dilakukan pengembangan materi dan media toilet training. Taman Penitipan Anak (TPA) dan Playgroup Putra Harapan Purwokerto merupakan lembaga pendidikan terpadu yang terdaftar di Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas yang berbasis pada pendidikan agama dan teknologi. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di TPA dan Playgroup Terpadu Putra Harapan Purwokerto, memiliki 66 siswa, yang terdiri dari siswa TPA sebanyak 40 anak dan playgroup sebanyak 26 anak. Dari jumlah tersebut, anak yang berusia 24-36 bulan sebanyak 21 anak. Informasi dari kepala sekolah playgroup dan TPA menyatakan bahwa kebanyakan anak yang masuk ke TPA belum memiliki keterampilan buang air kecil dan buang air besar dan masih menggunakan diapers. Sering dijumpai anak yang masih mengompol saat pembelajaran berlangsung, baik di playgroup maupun TPA. Para guru dan pengasuh berupaya melatih dengan melepas diapers dan mengajak anak untuk buang air kecil dan buang air besar di toilet. Belum ada metode khusus untuk melatih keterampilan buang air kecil dan buang air besar anak, selama ini hanya berdasarkan pengalaman guru dan pengasuh dengan teknik lisan. TPA dan Playgroup Generasi Nusantara juga terletak di wilayah Purwokerto yang memiliki karakter serupa dengan TPA dan Playgroup Putra Harapan, yaitu berada di wilayah Kota Purwokerto, telah terdaftar di Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, serta merupakan lembaga pendidikan terpadu antara TPA dengan playgroup. TPA dan Playgroup Generasi Nusantara memiliki jumlah peserta didik sebanyak 80 anak dengan jumlah anak usia 2-3 tahun sebanyak 19 anak.
8
Pelaksanaan toilet training di TPA dan playgroup Generasi Nusantara tidak jauh berbedan dengan pelaksanaan di TPA dan Playgroup Putra Harapan, yaitu menggunakan teknik lisan. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh model video terhadap keterampilan buang air kecil dan buang air besar pada anak usia batita.
B. Rumusan Masalah Keterampilan buang air kecil dan buang air besar merupakan keterampilan yang harus dipenuhi pada fase batita dalam rangka memenuhi tugas perkembangan anak. Berbagai metode dan pengembangan media telah dilakukan dalam rangka optimalisasi perkembangan anak dalam keterampilan buang air kecil dan buang air besar. Metode terbaru yang dianggap efektif untuk toilet training adalah dengan model video. Namun, penelitian mengenai model video masih terbatas pada anak autis dan belum dikembangkan untuk pencapaian keterampilan buang air kecil dan buang air besar pada anak normal. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh model video terhadap keterampilan buang air kecil dan buang air besar pada anak usia batita?
9
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model video terhadap keterampilan buang air kecil dan buang air besar pada anak usia batita. 2. Tujuan khusus: a.
Mengidentifikasi perbedaan keterampilan buang air kecil dan buang air besar anak usia batita sebelum dan sesudah diberikan toilet training dengan teknik model video dan dengan teknik lisan.
b.
Membandingkan peningkatan keterampilan buang air kecil dan buang air besar anak usia batita pada masing-masing kelompok dengan model video dan teknik lisan
c.
Mengidentifikasi pengaruh faktor usia anak, jenis kelamin, penggunaan diapers, pendidikan orangtua, keadaan sosial ekonomi orangtua, serta teknik asuhan orangtua terhadap peningkatan keterampilan buang air kecil dan buang air besar anak usia batita.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan terkait dengan penggunaan model video dalam keterampilan buang air kecil dan buang air besar anak usia batita serta dapat menjadi referensi keilmuan dalam pengembangan metode toilet training.
10
2.
Manfaat praktis a. Keperawatan Hasil penelitian berupa model video diharapkan dapat digunakan dalam keperawatan sebagai upaya promosi untuk optimalisasi tumbuh kembang terutama anak usia batita pada aspek keterampilan buang air kecil dan buang air besar, sehingga perawat dapat memenuhi salah satu perannya sebagai edukator. b. Peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan penelitian mengenai pengembangan metode dan media toilet training pada anak usia batita. c. Masyarakat dan keluarga Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada orangtua bahwa dalam memberikan toilet training pada anak usia batita dapat dilakukan dengan model video. d. Lembaga pendidikan usia dini dan daycare Sebagai referensi untuk memberikan pembelajaran toilet training di sekolah dengan menggunakan model video.
E. Keaslian Penelitian 1. Keen et al. (2007) meneliti penggunaan model video toilet training untuk melatih kontrol buang air kecil pada 5 anak laki-laki dengan autisme. Sebagian anak diberi perlakuan dengan diajarkan keterampilan buang air kecil
11
menggunakan model video dan strategi operant conditioning, sedangkan kelompok kontrol hanya diberi strategi operant conditioning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi berkemih di kamar mandi pada kelompok dengan perlakuan model video dan strategi operant conditioning lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi strategi operant conditioning. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian model video berdampak positif terhadap keterampilan buang air kecil anak autis. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan terdapat pada variabel terikat berupa keterampilan buang air kecil, salah satu variabel bebas berupa model video, serta merupakan penelitian intervensi dengan menggunakan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Perbedaannya terletak pada subjek penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Keen et al. menggunakan subjek penelitian anak autis, sedangkan pada usulan penelitian ini, subjek penelitian adalah anak usia batita (Keen et al., 2007). 2. Nikopoulos & Canavan pada tahun 2009 melakukan penelitian mengenai dampak model video sebagai stimulus bagi anak autis untuk melakukan keterampilan menjalankan perintah sederhana seperti membersihkan mainan. Hasilnya menunjukkan bahwa anak mampu mengembangkan keterampilan menjalankan perintah sederhana. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel bebas yang digunakan yaitu model video dan variabel terikat yang diharapkan berupa skill atau keterampilan yang diperoleh dari proses belajar observasi. Perbedaannya terletak pada subjek penelitian yang digunakan, yaitu menggunakan anak autis, sementara pada penelitian ini
12
menggunakan anak usia batita. Selain itu, perbedaan terletak pada keterampilan spesifik yang diukur. Pada penelitian tersebut keterampilan yang diukur adalah keterampilan menjalankan perintah sederhana secara umum, sementara pada penelitian ini keterampilan yang diukur adalah keterampilan buang air kecil dan buang air besar (Nikopoulos & Canavan, 2009). 3. Margaretha pada tahun 2012 meneliti efektivitas video self modeling terhadap keterampilan menggosok gigi pada anak autis di Karesidenan Banyumas. Penelitian tersebut menggunakan disain kuantitatif dengan single subjek. Sampel pada penelitian tersebut adalah 3 orang anak autis yang diberi perlakuan edukasi menggosok gigi dengan menggunakan video self modeling. Peneliti menggunakan satu kelompok perlakukan tanpa kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan video self modeling, keterampilan menggosok gigi pada anak autis lebih baik. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel terikat berupa pembelajaran dengan menggunakan model video. Persamaan lain terletak pada hasil yang diharapkan adalah keterampilan anak dengan menggunakan model video. Perbedaan penelitian terdapat pada subjek penelitian, variabel terikat yang diukur, serta penggunaan kelompok kontrol. Subjek pada penelitian yang dilakukan oleh Margaretha adalah anak autis, sementara subjek pada penelitian ini adalah anak usia batita. Margaretha mengukur keterampilan anak autis dalam menggosok gigi, sementara pada penelitian ini adalah keterampilan buang air kecil dan buang air besar Margaretha menggunakan kelompok tunggal dalam intervensi, sementara penelitian ini
13
merupakan penelitian intervensi dengan kelompok kontrol (Margaretha, 2012). 4. Calvert et al. (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian video berkarakter personal terhadap keterampilan anak dalam karakteristik interaktif personal. Hasilnya menunjukkan bahwa toddler yang diberi intervensi memiliki keterampilan belajar dalam karakter interaktif lebih baik. Penelitian tersebut melibatkan 48 anak toddler yang dibagi ke dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakukan. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan terletak pada disain penelitian yang merupakan penelitian intervensi dengan kelompok kontrol, menggunakan anak usia toddler atau batita sebagai subjek penelitian, serta memiliki variabel bebas berupa intervensi dengan menggunakan video. Perbedaan penelitian terletak pada variabel terikat atau hasil yang diharapkan. Calvert menggunakan variabel terikat karakter interaktif anak, sedangkan variabel terikat pada rancangan penelitian ini adalah keterampilan buang air kecil dan buang air besar. Persamaan dan perbedaan beberapa penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dijelaskan dalam Tabel 1.
14
Tabel 1. Keaslian Penelitian Nama peneliti/ tahun Keen et al. (2007)
Nikopoulos & Canavan (2009)
Judul penelitian
Toilet Training for Children with Autism: The Effects of Video Modeling
Generalized Effects of Video Modeling on Establishing Instructional Stimulus Control in Children With Autism Results of a Preliminary Study
Disain penelitian
Hasil
Persamaan
Multiple baseline Frekuensi 1. Variabel design between berkemih di penelitian model and across kamar mandi video groups pada kelompok 2. Menggunakan perlakuan lebih kelompok kontrol tinggi 3. Outcome yang dibandingkan diukur berupa kelompok keterampilan kontrol BAK Multiple baseline Model video Variabel penelitian across subjects mampu model video design meningkatkan keterampilan menjalankan perintah sederhana
Perbedaan
1. Disain penelitian 2. Sampel penelitian adalah anak lakilaki autis dengan berbagai usia 3. Jumlah sampel 5 orang
1. Disain penelitian 2. Subjek penelitian anak autis 3. Jumlah sampel 4. Keterampilan spesifik yang diukur adalah keterampilan anak dalam melaksanakan perintah sederhana 5. Waktu follow up responden 1 bulan 6. Kelompok kontrol
15
Nama peneliti/ tahun Margaretha (2012)
Calvert et al. (2014)
Judul penelitian
Disain penelitian
Hasil
Persamaan
Perbedaan
Efektivitas video self modelling terhadap keterampilan menggosok gigi pada anak dengan autisme spectrum disorders di Karsidenan Banyumas
Subjek tunggal (single sunject experimental design)
video self 1. Media modelling menggunakan meningkatkan model video keterampilan 2. Tempat penelitian gosok gigi pada anak dengan autisme spectrum disorders
Personalized Interactive Characters for Toddlers' Learning of Seriation from A Video Presentation
Quasi experimental with pretest and post test control group design
Video 1. Subjek penelitian 1. Disain penelitian berkarakter anak usia batita 2. Hasil belajar yang personal mampu Media video diukur adalah meningkakan 2. Disain penelitian karakter interaktif keterampilan belajar dalam karakter interaktif anak usia toddler
1. Disain penelitian 2. Subjek penelitian anak autis 3. Jumlah sampel 4. Keterampilan spesifik yang diukur adalah keterampilan menggosok gigi