1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan pendidikan adalah “usaha sadar dan terancam untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Sedangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sebagai pendidikan yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak usia 0-6 tahun yang sering disebut sebagai masa emas perkembangan. Disamping itu, pada usia ini anak-anak masih sangat rentan yang apabila penanganannya tidak tepat, justru dapat merugikan anak itu sendiri. Oleh karena itu penyelenggaraan PAUD harus memperhatikan dan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak. Program PAUD tidak dimaksudkan untuk mencuri start apaapa yang seharusnya diperoleh pada jenjang pendidikan dasar, melainkan untuk memberikan fasilitas pendidikan yang sesuai bagi anak, agar anak pada dasarnya 1
2
memiliki kesiapan baik secara fisik, mental, maupun sosial/emosionalnya dalam rangka memasuki pendidikan lebih lanjut. Guna memperjelas pemahaman tentang konsep pendidikan anak usia dini maka terlebih dahulu dipaparkan beberapa pengertian tentang anak usia dini (Hibana S. Rahman: 2005:3) a. Pendidikan anak usia dini adalah pelayanan kepada anak mulai lahir delapan tahun. b. Menurut undang - undang Republik Indonesi Nomor 21 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enak tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Menyadari pentingnya pendidikan sejak dini bagi anak maka melalui leputuan menteri Pendidikan Nasional Nomor 015/2001 tanggal 9 April 2001 dibentuklah direktorat jendral pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departenab Pendidikan Nasional. c. Menurut Hibana S. Rahman, maka pendidikan Anak Usia Dini adalah upaya yang terencana dan sistematis yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh anak 0-8 tahun dengan tujuan agar anak mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Menurut pada ahli psikologi, usia dini (0-8) sangat menentukan bagi anak dalam mengembangkan potensinya. Usia itu sering disebut usia emas yang hanya
3
datang sekali dan tidak dapat diulang lagi, yang sangat menentukan untuk pengembangan kualitas manusia selanjutnya. Keith Osborn, Bhurton I. White dan Benyamin S. Bloom (Linaningsih, 2013) berdasarkan hasil penelitiannya mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak terjadi sangat pesat pada tahun tahun awal kehidupan. Sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak usia 4 tahun. Peningkatan 30% selanjutnya terjadi ketika anak berusia 8 tahun, dan sisanya pada pertengahan atau dasawarsa kedua. Motorik halus sangat perlu dan salah satu aspek perkembangan anak usia dini yang perlu dikembangkan, karena motorik halus terkait pada persiapan kemandirian anak. Oleh karena itu perkembangan motorik halus anak usia dini perlu dioptimalkan dengan memberikan stimulus-stimulus yang direfleksikan melalui kegiatan-kegiatan bermain
sesuai dengan karakter anak dini yaitu
bermain sambil belajar, belajar seraya bermain. Dan kegiatan permainan untuk mengembangkan aspek motorik halus anak usia dini sangat beragam dan dapat dicipatakan sendiri (Addiyanah Aktavia, dkk:2011). Menurut Moeslichatoen (2004) motorik halus adalah “merupakan kegiatan yang menggunakan otot – otot halus pada jari dan tangan”. Sedangkan menurut Nursalam (2005) perkembangan motorik halus adalah “kemampuan untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerak yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan otot-otot kecil, memerlukan koordinasi yang cermat serta tidak memerlukan banyak tenaga”. Keterampilan motorik adalah keterampilan alami yang akan digunakan seumur hidup. Namun demikian anak dalam masa perkembangan harus difasilitasi
4
untuk
mengembangkan
keterampilan
motoriknya.
Anak
yang
memiliki
keterampilan motorik yang baik akan mudah mempelajari hal-hal baru yang sangat bermanfaat dalam dalam menjalani pendidikan. Penguasaan keterampilan motorik juga dapat memacu anak untuk menekuni bidang tertentu sejak dini seperti bermain musik, melukis, membuat kerajinan, membuat gambar desain, dan lain sebagainya. Banyak sekali anak usia muda yang menonjol bakatnya karena kemampuan motorik halus yang baik (Olvista). Kemampuan motorik halus anak di Tk Asyiyah Bustanul Athfal Gesi di kelompok B masih rendah dan belum optimal. Hal ini dilihat dari hasil penilaian anak dalam sehari hari pada saat pembelajaran kemampuan motorik halus yang diambil contoh dari rencana kegiatan harian, misalnya dalam menciptakan bentuk dari plastisin, dari 16 anak hanya ada 2 anak dengan kemapuan sudah mampu, sedangkan yang mulai muncul hanya 2 anak dan 12 anak mendapat nilai belum mampu. Dari hasil penelitian tersebut dari 20% anak dengan kemampuan baik. Penerapan media plastisin pada hakekatnya adalah aktifitas untuk mengembangkan motorik halus pada diri individu, perubahan motorik halus berkembang karena adanya usaha individu yang berangkutan baik yang mencakunp pelatihan secara rutin dan aktivitas yang sesuai dengan perkembangan dan kemampuan anak (Soelistyawati:2012). Beberapa asumsi tentang rendahnya kemampuan motorik pada anak-anak disebabkan karena pembelajaran guru masih menggunakan metode konfensional yaitu dengan kreasi dari bahan-bahan yang kurang menarik bagi anak. Sehingga anak mengalami bosan dan jenuh. Keterbatasan sarana dan prasarana dengan
5
kurangnya kreasi seorang guru dapat menyebabkan anak pasif dalam mengikuti pembelajaran yang tidak mau berperan aktif. Padahal dalam pelaksanaan pembelajaran di TK harus dilakukan menarik, bervariasi dan menyenangkan sehingga anak berperan secara aktif dan bertanggung jawab untuk mendapatkan pengalaman secara langsung. Melalui penerapan pembelajaran dengan menggunakan permainan plastisin anak usia dini akan lebih tertarik dan senang dengan pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Selain itu pembelajaran akan lebih mengena dan mudah dipahami oleh anak. Sehingga anak-anak di usia dini ini dapat mengembangkan potensi yang dimiliki dengan leluasa. Dengan demikian peneliti mencoba untuk mengembangkan kemampuan motorik halus anak usia dini dengan permainan plastisin. Melalui kegiatan tersebut akan membantu berbagai aspek perkembangan anak terutama perkembangan motorik anak, perkembangan anak akan mendorong kebutuhan untuk secara aktif. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini peneliti mengangkat judul sebagai berikut: “Pengembangan Kemampuan Motorik Halus Dengan Permainan Plastisin Pada Anak Kelompok B TK Aisyiyah Bustanul Athfal Kecamatan Gesi Kabupaten Sragen Tahun 2014/2015”.
6
B. Pembatasan Masalah Agar permasalahan dalam peneliti lebih terfokus dan jelas, maka perlu pembatasan masalah dalam penelitian. Adapun dalam penelitian ini masalah yang dibahas terbatas pada: a. Kemampuan motorik halus dibatasi dengan
membuat bentuk dari
plastisin (tema kebutuhanku dan lingkunganku). b. Permain plastisin dibatasi dengan membuat bentuk alat makan dan minum. C. Rumusan Masalah Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut:” apakah melalui permainan plastisin dapat meningkatkan motorik halus pada anak kelompok B di TK Aisyiyah Bustanul Athfal kecamatan Gesi, Kabupaten Sragen Tahun Ajaran 2014/2015?” D. Tujuan Penelitian Untuk mengembangkan motorik halus bermain dengan plastisin pada anak didik kelompok B Semester I TK Aisyiyah Bustanul Athfal kecamatan Gesi,Kabupaten Sragen, Tahun Ajaran 2014/2015.
7
E. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan kedepannya dapat memberikan banyak manfaat berbagai pihak, antara lain: a.
Bagi Siswa 1) Dengan metode permainan plastisin dapat mengembangkan kemampuan motorik halus anak dengan cara yang lebih kreaktif,menarik dan menyenangkan. 2) Anak dapat secara langsung melakukan kegiatan tersebut 3) Memotifasi anak untuk mencapai keberhasilan
b. Bagi Guru 1) Mengetahui kekurangan dan kelemahan yang terdapat selama kegiatan membentuk plastisin. 2) Menentukan cara yang benar pada kegiatan selanjutnya. 3) Mengukur keberhasilan guru dalam kegiatan membentuk plastisin c.
Bagi Sekolah 1) Mengangkat nama baik sekolah 2) Punya guru berkualitas 3) Mempunyai murid yang berkualitas. 4) Umpan balik kegiatan pembelajaran dan kurikulum sekolah