BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut antara lain, bahwa lalu lintas dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.2 Untuk menjamin adanya kepastian hukum maka pemerintah menciptakan aturan hukum yang tegas yang mengatur setiap perbuatan warga negaranya misalnya dengan menciptakan suatu Undang-Undang. Seiring kesadaran warga negara dan para pihak akan hukum, maka untuk membantu mereka yang mempunyai masalah hukum Pemerintah menciptakan pejabat hukum untuk membantu mereka yang kurang memahami akan proses dan prosedur hukum yang harus mereka jalani dalam suatu perkara. Profesi-profesi hukum dapat berupa advokat/pengacara ataupun notaris. Notaris didefinisikan sebagai pejabat umum yang berwenang
1
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar RI tahun 1945 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum Dan Etika, cetakan pertama Juni 2009, UII Press, Yogyakarta, hlm. 13 2
1
2
untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Jabatan Notaris.3 Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan seharihari dan juga usaha perdagangan. Notaris diberikan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam pembuatan akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang keperdataan. Notaris merupakan profesi yang selalu berkaitan dengan moral dan etika ketika menjalankan tugas dan jabatannya. Saat menjalankan tugas jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan terhormat karena lekatnya etika pada profesi Notaris yang kemudian disebut sebagai profesi yang mulia (officium nobile).4 Salah satu kewenangan dari notaris adalah membuat akta. Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang. 5 Dalam Pasal 1870 KUHPerdata dan Pasal 165 HIR (265 Rbg) akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian mutlak dan mengikat.
3
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris 4 Abdul Ghofur Anshori, Op.cit., hlm.6. 5 Pasal 1 angka 7 UUJN-P
3
Akta notaris merupakan bukti yang sempurna sehingga tidak lagi diperlukan pembuktian lain selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. Berdasarkan Pasal 1866 KUHPerdata dan 165 HIR, akta notaris merupakan alat bukti tulisan atau surat pembuktian yang utama sehingga dokumen ini merupakan alat bukti persidangan yang memiliki kedudukan yang sangat penting. Alat bukti didefinisikan sebagai segala apa yang menurut undang-undang dapat dipakai untuk membuktikan sesuatu.6 Paton dalam bukunya yang berjudul A Textbook of Jurisprudence, seperti yang dikutip oleh Sudikno Mertokusumo menyebutkan, bahwa alat bukti dapat bersifat oral, documentary, atau material. Alat bukti yang bersifat oral, merupakan kata-kata yang diucapkan oleh seseorang dalam persidangan. Alat bukti yang bersifat documentary, meliputi alat bukti surat atau alat bukti tertulis. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa agar suatu akta mempunyai kekuatan otentik, maka harus memenuhi beberapa syarat syarat yaitu sebagai berikut: 1. Aktanya itu harus di buat oleh atau dihadapan pejabat umum; 2. Aktanya harus dibuat didalam bentuk yang ditentukan oleh undang undang dan pejabat umum itu harus mempunyai kewenangan untuk membuat akta tersebut. Namun seiring dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 6
Pasal 1 butir 26 juncto Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
4
tentang Jabatan Notaris (UUJN-P), maka akta notaris dapat digolongkan sebagai akta di bawah tangan dalam pembuktian di pengadilan jika akta tersebut dibuat bertentangan dengan Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40, yang kemudian ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 41 UU Nomor 2 Tahun 2014 UUJN-P.7 Adapun isi dari Pasal 38 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 UUJN-P disebutkan bahwa: 1.
Setiap Akta terdiri atas: a. awal Akta atau kepala Akta; b. badan Akta; dan c. akhir atau penutup Akta.
2.
Awal Akta atau kepala Akta memuat: a. judul Akta; b. nomor Akta; c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
3.
Badan Akta memuat: a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
7
Pasal 41 UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang UUJN-P
5
c. isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. 4.
Akhir atau penutup Akta memuat: a. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7); b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan Akta jika ada; c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan,
pencoretan,
atau
penggantian
serta
jumlah
perubahannya. 5.
Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.”
Pasal 39, dijelaskan bahwa 1. Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan b. cakap melakukan perbuatan hukum.kumonline.com
6
2. Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya. 3. Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam Akta.” Pasal 40, berbunyi : 1. Setiap Akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain. 2. Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah menikah b. cakap melakukan perbuatan hukum; c. mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta; d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak. 3. Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.
7
4. Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam Akta.” Pasal 41, berbunyi : Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 mengakibatkan Akta yang hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Dengan dikeluarkannya Undang-Undnag tersebut maka notaris harus lebih berhati-hati dalam mengeluarkan akta yang dibuatnya sehingga akta tersebut tidak digolongkan sebagai akta di bawah tangan. Atas dasar latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka penulis tertarik mengangkatnya dalam tesis dengan judul, ”Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya Yang Memiliki Nilai Pembuktian Di Bawah Tangan Sesuai Pasal 41 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.” B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana tanggungjawab notaris terhadap degradasi akta otentik yang berkekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan? 2. Bagaimana mekanisme pemberian sanksi yang dapat diberikan pada Notaris, apabila akta yang dibuatnya dinyatakan turun sebagai akta dibawah tangan oleh Pengadilan Negeri? C. Keaslian Penelitian
8
Sebelum melakukan penelitian ini peneliti terlebih dahulu telah melakukan penelusuran kepustakaan kemudian ditemukan penelitian yang dilakukan oleh: 1. Bahrudin Tampubolon, Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Dilegalisasi Oleh Notaris Dalam Sengketa Perdata. Dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tanggung jawab Notaris atas kebenaran akta di bawah tangan yang dilegalisasi? 2. Bagaimana kekuatan pembuktian akta di bawah tangan notaris yang dilegalisasi apabila diajukan sebagai bukti dalam sengketa perdata di pengadilan? Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu tanggung jawab notaris atas kebenaran akta di bawah tangan yang dilegalisasi adalah mengenai kepastian tanda tangan. Artinya pasti bahwa yang tanda tangan itu memang benar para pihak dalam perjanjian, bukan orang lain, dan pembuktian akta dalam pembuktian di pengadilan terhadap akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris adalah mempunyai kekuatan pembuktian secara yuridis tidak lain merupakan pembuktian secara historis. Pembuktian yang bersifat juridis ini menetapkan apa yang telah terjadi secara konkrit, dan mempertimbangkan secara logis mengapa peristiwa tertentu dianggap benar. 2. Elva Fitriningsih, Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Notaris Apabila Terjadi Sengketa Perdata. Dengan rumusan masalah sebagai berikut :
9
1. Bagaimana kekuatan pembuktian dari akta otentik notaris apabila diajukan bukti lawan jika terjadi sengketa perdata di pengadilan? 2. Bagaimana tanggungjawab notaris? Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu akta otentik yang dibuat notaris dapat dibatalkan dengan putusan pengadilan bila dalam pembuatannya tidak memenuhi unsur formalitas sedangkan bila kesalahan terjadi pada unsur materiilnya maka yang dapat dibatalkan dengan putusan pengadilan hanya perbuatan hukum dalam akta tersebut saja sedangkan aktanya tidak dapat dibatalkan. Berdasarkan penelusuran tersebut, maka terdapat perbedaan penelitian yang akan dilakukan peneliti dengan judul tersebut di atas, dimana dalam tesis ini lebih menekankan kepada akibat hukum dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris terhadap akta notaris sehingga menjadi akta dengan kekuatan hukum di bawah tangan. D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengkaji tanggungjawab notaris terhadap degradasi akta otentik yang berkekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. 2. Untuk mengkaji mekanisme penerapan sanksi yang dapat diberikan pada Notaris, apabila akta yang dibuatnya dinyatakan turun sebagai akta di bawah tangan oleh Pengadilan Negeri.
10
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis: 1.
Secara teoritis: Hasil penelitian ini diharapkan memberi wacana dan sumbangan pemikiran bagi akademisi, serta masyarakat luas di bidang ilmu hukum, khususnya di bidang kenotariatan, serta menambah wawasan dan pengetahuan penulis.
2.
Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bagi pemerintah yang dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris untuk mengawasi notaris dalam menjalankan jabatan dan tugasnya sehingga sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. b. Notaris Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi notaris untuk mengoreksi diri atas berbagai kekurangan yang dilakukan selama ini sehingga dalam menjalankan tugas dan jabatannya lebih berhati-hati, cermat dan teliti serta jujur dan bertanggungjawab. c. Mahasiswa Kenotariatan
11
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa kenotariatan yang nantinya akan menjabat sebagai seorang notaris agar dalam menjalankan tugas dan jabatannya lebih bertanggungjawab dan jujur serta berpegang teguh pada peraturan yang berlaku.