perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Olahraga adalah sebuah aktivitas olah tubuh yang memiliki banyak sisi positif. Selain bermanfaat untuk kesehatan jasmani, olahraga juga merupakan tempat atau wadah untuk berprestasi. Prestasi olahraga diperoleh dengan cara mengikuti
kompetisi-kompetisi atau pertandingan. Tingkatan kompetisi dari
tingkat daerah, provinsi, sampai tingkat internasional, sedangkan untuk dapat mengikuti kompetisi seseorang harus melakukan persiapan latihan serta mengikuti seleksi. Seseorang dengan prestasi olahraga yang baik tentunya akan membawa dampak positif bagi dirinya dan bagi lingkungan disekitarnya, seperti mendapatkan bonus. Bonus biasanya diberikan pada atlet berdasarkan tingkatan prestasi yang diperoleh dan jumlah yang diterima akan berbeda-beda setiap daerah menyesuaikan dengan anggaran tiap-tiap daerah. Keuntungan lain yang diperoleh dari prestasi olahraga adalah atlet bisa mendapatkan pekerjaan sebagai PNS di bagian olahraga, hal seperti itu biasanya diberikan kepada atlet yang mendapatkan prestasi minimal pada event PON dengan prestasi juara I dan juara III pada event internasional. Prestasi yang baik dalam bidang olahraga tentunya akan ikut mengangkat derajat serta mengharumkan nama daerah dan bangsa. Dengan diadakannya kompetisi-kompetisi, atlet akan berlomba-lomba memperlihatkan kemampuannya 1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
karena setiap atlet pasti ingin memperoleh hasil yang terbaik untuk dapat tampil secara maksimal guna memperoleh prestasi tertinggi. Oleh sebab itu, atlet memiliki tuntutan-tuntutan tersendiri dalam bertanding baik dari diri sendiri maupun dari lingkungan. Tuntutan dari dalam diri sendiri misalnya, harus menjadi juara satu, menang KO dari lawan, menjadi atlet terbaik, sedangkan tuntutan dari lingkungan misalnya, target perolehan kemenangan dari pelatih atau dari KONI. Adanya tuntutan dari dalam dan dari lingkungan terkadang membuat atlet menjadi terbebani. Lebih lanjut Gunarsa (2004) menjelaskan, bahwa tuntutan kemenangan dari diri sendiri dan dari lingkungan dapat menyebabkan atlet mengalami keraguan untuk memenuhi tuntutan tersebut dan kebingungan untuk menentukan penampilannya, bahkan kehilangan kepercayaan diri. Atlet diharapkan dapat memberikan sumbangan prestasi yang baik bagi cabang olahraga yang diikuti serta mencapai target yang diharapkan oleh pelatih. Pada dasarnya seorang pelatih pasti mengharapkan atletnya dapat memberikan hasil yang maksimal. Tuntutan inilah yang terkadang membuat atlet merasa terbebani dan merasa takut menghadapi sesuatu. Dalam menghadapi sesuatu, sangat wajar apabila seseorang merasa takut menghadapi apa yang ingin dicapai. Kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dan hasil yang akan diterima nantinya terkadang membuat seseorang menjadi cemas. Kecemasan yang wajar akan membuat atlet merasa terpacu untuk mendapatkan hasil yang terbaik, namun kecemasan yang berlebihan dapat membuat penampilan atlet menjadi menurun. Gunarsa (2004) menjelaskan, bahwa masalah kecemasan pada atlet adalah masalah yang sangat penting untuk diatasi karena banyak atlet berbakat yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
mengalami kegagalan hanya karena tidak mampu mengatur porsi ketegangan atau kecemasan pada tingkat yang stabil. Lebih lanjut, pada penelitian yang dilakukan oleh Sukadiyanto (2006) ditemukan, bahwa kecemasan bertanding terjadi lebih tinggi pada atlet muda dalam olahraga individual dibandingkan dengan olahraga tim dan lebih tinggi pada olahraga individual kontak dibandingkan dengan olahraga non kontak. Atlet muda cenderung lebih pencemas karena dipengaruhi emosi yang masih labil, namun pada atlet dengan olahraga yang langsung kontak khusus memang diperlukan mental yang tinggi karena sangat dekat dengan cedera dan berhadapan langsung dengan lawannya. Salah satunya adalah olahraga beladiri taekwondo. Taekwondo merupakan olahraga beladiri yang berasal dari Korea dan sudah sangat populer di Indonesia. Olahraga taekwondo termasuk dalam jenis olahraga yang dipertandingkan. Ada dua jenis kategori yang dipertandingkan yaitu poomsae atau jurus dan kyoruki atau bertarung. Pada kategori kyoruki sistemnya adalah satu lawan satu, atlet mempunyai berat badan relatif sama, yang ditentukan oleh peraturan tertentu (Suryadi, 2003). Dalam bertanding, atlet dilengkapi dengan pelindung dari kaki sampai kepala untuk mengurangi adanya cedera karena pertandingannya adalah saling serang dengan tendangan dan pukulan untuk memperoleh nilai, sehingga mendapatkan kemenangan. Dalam olahraga taekwondo, faktor mental menjadi lebih dominan, karena jenis pertandingannya adalah pertarungan artinya seorang atlet taekwondo harus memiliki keberanian yang lebih saat bertanding.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
Untuk bisa tampil maksimal, atlet harus siap menghadapi segala sesuatu yang terjadi di lapangan, seperti mendapat lawan yang lebih bagus, mengalami cedera, serta teriakan-teriakan dari penonton dan hal inilah yang terkadang dapat menjatuhkan mental atlet saat bertanding dan membuat atlet takut menghadapi pertandingan. Sesuai dengan wawancara awal pada empat atlet taekwondo di tempat pemusatan latihan PMS (Perkumpulan Masyarakat Surakarta) pada tanggal 19 Januari 2014, yang mengatakan bahwa mereka merasakan jantung berdebardebar ketika menjelang pertandingan, apalagi saat memasuki lapangan pertandingan jantung semakin berdegup kencang, mereka juga sering gelisah membayangkan lawan yang dihadapi, dan membayangkan hasil yang akan diperoleh. Selain itu, pelatih di sana juga mengutarakan hal yang sama, saat pertandingan banyak atletnya yang kurang dapat tampil maksimal dan performanya berbeda saat atlet latihan. Beberapa hari sebelum bertanding atlet juga mengeluh tidak siap bertanding dan merasa takut menghadapi pertandingan. Ketakutan akan hal-hal yang belum terjadi dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan sering kali dialami ketika atlet menghadapi kegiatankegiatan penting, seperti seleksi untuk suatu pertandingan atau menghadapi pertandingan. Kecemasan yang ada tentunya berbeda-beda pada setiap atlet, dan berada pada rentang waktu tertentu, namun ada juga yang menetap karena pribadinya yang pencemas (Gunarsa, 2000). Kecemasan merupakan perasaan campuran berisikan ketakutan dan berisi keprihatinan mengenai masa-masa yang akan datang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut (Chaplin, 2006). Gunarsa (2004) menambahkan, kecemasan merupakan sesuatu yang sering terjadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
pada diri atlet sebelum bertanding, karena dianggap sebagai waktu yang sangat rentan terhadap munculnya reaksi somatik akibat memuncaknya ketegangan. Kecemasan dapat mempengaruhi penampilan atlet saat bertanding, Harsono (1988) mengungkapkan, bahwa penampilan puncak seorang atlet 80% dipengaruhi oleh aspek mental ini dan hanya 20% oleh aspek yang lainnya, sehingga aspek mental ini harus dikelola dengan sengaja, sistematik dan berencana. Akan tetapi, di Indonesia aspek psikologis belum banyak dipelajari dan diteliti sedangkan aspek fisik atlet telah banyak dipelajari (Gunarsa, 2000). Pada kenyataannya sering kita lihat bahwa kebanyakan pelatih hanya mementingkan latihan fisik yang tinggi tanpa memperhatikan pentingnya melatih mental atlet sehingga kebanyakan atlet yang ada mempunyai kemampuan yang bagus tanpa diimbangi dengan mental sebagai seorang atlet. Dari uraian sebelumnya dapat dilihat bahwa kecemasan atlet saat bertanding merupakan faktor yang penting untuk menjadi perhatian yang lebih dalam melakukan pembinaan atlet. Menurut Husdarta (2010), situasi tegang yang melewati batas normal akan kurang menguntungkan bagi atlet, karena pada akhirnya ketegangan ini akan mengganggu penampilan atlet. Oleh karena itu untuk dapat tampil maksimal atlet perlu memiliki kepercayaan diri yang baik. Kepercayaan diri adalah keyakinan tentang kemampuan yang kita miliki. Pada atlet, tingkat kepercayaan diri yang tinggi cenderung akan membuat seorang atlet lebih mudah mengatasi kecemasan yang muncul dibandingkan atlet yang tingkat kepercayaan dirinya rendah. Komarudin (2013) menjelaskan, bahwa atlet yang tidak mempunyai kepercayaan diri akan meragukan kemampuan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
dimilikinya, sehingga atlet menjadi tegang dan putus asa dalam menghadapi tugas-tugasnya. Keadaan ini akan merugikan atlet untuk menampilkan penampilan terbaiknya. Lauster (2002) menjelaskan, kepercayaan diri adalah suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Kepercayaan diri seorang atlet dibangun melalui latihan dan pengalaman mengikuti pertandingan. Ketika pengalaman itu baik, artinya atlet mendapatkan kemenangan dan prestasi yang baik maka atlet cenderung meningkat kepercayaan dirinya karena atlet telah merasa mampu mencapai tujuannya dan bisa mengalahkan lawan-lawannya, namun ketika pengalaman bertanding buruk atau mengalami kekalahan atlet cenderung akan sulit mengembalikan kepercayaan dirinya dan performanya menurun. Atlet yang percaya diri akan berpikir bahwa mereka bisa dan yakin akan kemampuan yang dimilikinya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa kepercayaan diri yang baik dapat mengurangi adanya kecemasan bertanding pada atlet. Selain kepercayaan diri, kecemasan juga bisa disebabkan dari lingkungan sekitar atlet. Hardy dkk. (dalam Gunarsa, 1996) menjelaskan, bahwa sumber kecemasan bertanding pada atlet adalah permasalahan kesiapan dan penampilan, permasalahan hubungan interpersonal dengan pelatih dan teman satu tim, keterbatasan finansial dan waktu, prosedur seleksi, dan kurangnya dukungan sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Pate dkk. (1993) mengatakan, bahwa sumber kecemasan yang utama bagi atlet adalah pelatih, karena pelatih merupakan sumber utama pujian dan hukuman. Kecemasan juga akan muncul apabila atlet tersebut bertanding untuk pelatih yang tidak mempercayainya. Apabila pelatih memberikan dorongan yang kuat dalam mencapai tujuan dan memberikan keyakinan bahwa mereka bisa mencapai tujuan tersebut serta mempersiapkan atletnya dengan baik, maka atlet tersebut akan menunjukkan emosi yang positif sebelum bertanding. Sebaliknya apabila pelatih mencoba menekan atlet untuk mencapai tujuan yang tidak dapat dicapainya, maka atlet akan menunjukkan reaksi emosi yang negatif sebelum pertandingan. Lorimer dan Jowett (2010) menjelaskan, pelatih adalah orang yang memiliki peran penting dalam menentukan penampilan dan keberhasilan atlet. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelatih bisa menjadi sumber motivator yang dapat meningkatkan kepercayaan diri atlet untuk menghadapi pertandingan dan bisa juga sebagai sumber tekanan karena adanya tuntutan dari pelatih yang menekan atlet untuk mencapai tujuan yang tidak bisa dicapai atau di luar kemampuan atlet. Pada dasarnya atlet akan terdorong dan merasa mendapat dukungan apabila pelatih mengetahui sejauh mana kemampuan atlet dan atlet juga mempercayai pelatih dalam membantunya menghadapi pertandingan. Dari sinilah, maka akan tercipta suatu kedekatan atau intimasi pelatih dengan atlet. Intimasi adalah kedekatan atau keakraban dengan orang lain. Menurut Desmita (2007), intimasi atau keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan dan berbagi pengalaman dengan orang lain. Lebih lanjut Gunarsa (1996) menjelaskan, intimasi pelatih dengan atlet adalah hubungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
yang harus ada jarak karena pelatih merupakan pendidik atau guru, artinya kedekatan pelatih dengan atlet adalah sebatas untuk perkembangan atlet, bukan berdasarkan adanya perasaan kasih sayang satu sama lain. Kedekatan pelatih dengan atlet akan terlihat dari keterbukaan atlet membagi permasalahannya dengan pelatih begitu juga sebaliknya, pelatih mau mendengarkan dan berbagi pengalaman untuk membantu menyelesaikan permasalahan atlet dalam hal latihan dan menghadapi pertandingan. Pentingnya intimasi dalam hubungan pelatih dengan atlet dapat dilihat dari wawancara dengan atlet taekwondo Karanganyar. Ketika atlet tersebut melakukan persiapan pertandingan PORPROV (Pekan Olahraga Provinsi) di tahun 2009, dua minggu sebelum pertandingan atlet tersebut mengalami cedera retak pada kaki dan harus di gips sehingga tidak dapat menjalani latihan. Perasaan tidak yakin pada diri sendiri mulai timbul, dan mulai cemas karena lawan-lawan serta teman satu timnya terus berlatih mempersiapkan pertandingan, sedangkan lama waktu yang diberikan dokter untuk melepas gips kaki adalah tiga minggu. Atlet tersebut merasa sudah tidak mungkin lagi bisa mengikuti pertandingan, namun pada akhirnya pelatih meminta gips hanya dipakai selama satu minggu dan satu minggu berikutnya digunakan untuk latihan. Perasaan trauma dan takut sakit membuat atlet tersebut tidak bisa memanfaatkan sisa waktu menjelang pertandingan untuk melatih kaki agar tidak kaku, namun dengan adanya dorongan dan dukungan yang diberikan pelatih, atlet tersebut mampu melewati pertandingan dengan baik walaupun hasilnya kurang maksimal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Berdasarkan uraian di atas, kecemasan bertanding dapat dipengaruhi faktor dari dalam diri atlet yaitu kepercayaan diri dan faktor dari luar yaitu intimasi pelatih dengan atlet, maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian: -Atlet dengan Kecemasan Bertanding pada Atlet Taekwondo di Dojang Perkumpulan
B. Rumusan Masalah Permasalahan yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan antara kepercayaan diri dan intimasi pelatih-atlet dengan kecemasan bertanding pada atlet taekwondo di Dojang Perkumpulan Masyarakat Surakarta? 2. Apakah terdapat hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan bertanding pada atlet taekwondo di Dojang Perkumpulan Masyarakat Surakarta? 3. Apakah terdapat hubungan antara intimasi pelatih-atlet dengan kecemasan bertanding pada atlet taekwondo di Dojang Perkumpulan Masyarakat Surakarta?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan antara kepercayaan diri dan intimasi pelatih-atlet dengan kecemasan bertanding pada atlet taekwondo di Dojang Perkumpulan Masyarakat Surakarta. 2. Mengetahui hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan bertanding pada atlet taekwondo di Dojang Perkumpulan Masyarakat Surakarta. 3. Mengetahui hubungan antara intimasi pelatih-atlet dengan kecemasan bertanding pada atlet taekwondo di Dojang Perkumpulan Masyarakat Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis Memberikan sumbangan pemikiran ilmiah, khususnya dalam bidang psikologi yang berkaitan dengan hubungan kepercayaan diri dan intimasi pelatih-atlet dengan kecemasan bertanding pada atlet taekwondo. 2. Manfaat Praktis a. Bagi atlet taekwondo Memberikan masukan kepada atlet taekwondo tentang pentingnya kepercayaan diri dan intimasi atau kedekatan dengan pelatih untuk meningkatkan prestasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
b. Bagi pelatih Digunakan sebagai pertimbangan untuk lebih memperhatikan faktor mental para atlet dalam mempersiapkan pertandingan, sehingga tercipta keseimbangan antara kemampuan fisik dan kesiapan mental bertanding atlet. c. Bagi peneliti lain Menambah informasi dalam melakukan penelitian-penelitian berikutnya, terutama yang berkaitan dengan kecemasan bertanding pada atlet taekwondo.
commit to user