BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar produk farmasi secara keseluruhan merupakan salah satu pasar yang cukup besar. Total belanja kesehatan di Indonesia sendiri diperkirakan hingga akhir 2015 mencapai USD 21,7 miliar tumbuh sekitar 6% dari tahun 2014 (Binfar, 2014). Pada acara public expose perseroan tahun 2014 dipaparkan bahwa tahun 2014 pasar farmasi nasional sekitar USD 6,61 miliar dan diperkirakan tumbuh sekitar 13% per tahun pada 2011-2015. Obat resep (ethical) mendominasi sekitar 60% pasar farmasi nasional dan sisanya sekitar 40% merupakan obat OTC (over the counter) atau obat bebas dan bebas terbatas (Kimia Farma, 2014). Tingginya angka ini merupakan indikator bahwa bisnis farmasi merupakan salah satu bidang yang cukup tinggi aktivitasnya. Banyak sekali variasi produk obat bebas yang dapat ditemukan di Indonesia, mulai dari suplemen makanan hingga obat untuk gejala-gejala penyakit ringan. Swamedikasi merupakan salah satu elemen penting dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat. Swamedikasi menurut Departemen Kesehatan (1993) didefinisikan sebagai upaya seseorang dalam mengobatipenyakit tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan, dan biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit mag, cacingan, diare, penyakit kulit, dan lain-lain (Muchid dkk.,2006).
1
2
Swamedikasi yang baik dan bertanggungjawab dapat memberikan banyak manfaat bagi pasien. Selain dari efek produk obat yang digunakan, pasien akan mendapatkan ketersediaan obat dan perawatan kesehatan yang lebih luas. Peran aktif pasien dalam perawatan kesehatannya juga akan meningkat. Secara ekonomi, petunjuk atau guideline dari World Health Organization (WHO) tahun 2000 menyatakan bahwa swamedikasi juga memberikan manfaat, karena dapat mengurangi biaya konsultasi medis pasien. Biaya medis pasien dapat lebih difokuskan kepada produk farmasi yang digunakan untuk merawat kesehatannya. Salah satu praktek swamedikasi yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia adalah pengobatan gastritis atau biasa disebut sebagai penyakit mag. Gastritis merupakan nyeri epigastrium yang hilang timbul/menetap dapat disertai dengan mual/muntah. Penyebab utama gastritis adalah iritasi lambung misalnya oleh makanan yang merangsang asam lambung, alkohol, obat atau stres. Pada keadaan ini, terjadi ketidakseimbangan antara produksi asam lambung dan daya tahan mukosa. Penyakit sistemik, kebiasaan merokok, infeksi bakteri Helicobacter pillory juga berperan dalam penyakit ini. Gambaran klinis yang dapat dilihat antara lain penderita mengeluh perih atau tidak enak di uluh hati, gastritis erosif akibat obat sering disertai pendarahan, nyeri epigastrum, perut kembung, mual, muntah tidak selalu ada (Departemen Kesehatan RI, 2008). Terdapat banyak jenis obat mag di Indonesia. Menurut MIMS periode 2012/2013 terdapat sekitar 150 obat yang di klasifikasikan sebagai antasida, obat anti refluks & anti ulserasi. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi sektor industri farmasi karena kompetisi yang dihadapi sangat banyak hanya untuk pasar obat
3
mag ini. Semua kompetitor dalam industri farmasi dapat memproduksi obat dengan kandungan dan efek yang sama, dimana perbedaannya hanya terletak pada merek yang digunakan saja (Kartajaya dkk.,2011). Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis. Kepuasan pelanggan berkontribusi dalam sejumlah aspek krusial, seperti terciptanya loyalitas pelanggan, berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan, dan meningkatnya efisiensi dan produktifitas pelanggan (Anderson, et al., 1997). Untuk menghadapi kompetisi ini, diperlukan terobosan dalam hal pengembangan jenis obat-obatan baru atau dalam hal pemasaran obat-obat yang sudah ada. Terobosan yang dilakukan produsen produk obat mag antara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pemasaran produk mereka. Untuk meningkatkan kualitas pemasaran tersebut, produsen produk obat akan mengembangkan suatu rumusan strategi pemasaran yang disebut dengan marketing mix atau bauran pemasaran. Bauran pemasaran dirumuskan oleh masing-masing produsen sesuai dengan kemampuannya untuk mencapai target penjualan produk. Kecamatan Sewon merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari data yang didapat, jumlah apotek di Kecamatan Sewon berjumlah 10 apotek. Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran awal kepuasan, loyalitas dan pemasaran obat mag di Kabupaten Bantul.
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah merek produk obat penyakit mag OTC yang paling banyak dipilih oleh konsumen di Apotek Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta ? 2. Bagaimana bauran pemasaran produk obat penyakit mag OTC yang menjadi pilihan konsumen di Apotek Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta ? 3. Bagaimana keterkaitan antara bauran pemasaran dengan kepuasan dan Loyalitas konsumen terhadap produk obat mag OTC yang dipilih? 4. Bagaimana kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap produk yang dipilih?
C. Batasan Masalah Untuk lebih memfokuskan pembahasan dan kejelasan data yang akan dibahas dan dikumpulkan, maka penulis mengkhususkan penelitian dalam hal-hal sebagai berikut : 1. Pemilihan merek produk obat penyakit mag OTC oleh masyarakat. 2. Bauran pemasaran obat penyakit mag OTC tersebut, yang terdiri dari 4P: Product, Price, Place, dan Promotion. 3. Keterkaitan bauran pemasaran dengan Kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap produk yang dipilih. 4. Untuk mengetahui kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap produk yang dipilih.
5
D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui merek produk obat penyakit mag OTC yang paling banyak dikonsumsi oleh konsumen di Apotek Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui bauran pemasaran produk obat penyakit mag OTC yang menjadi pilihan konsumen di Apotek Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Untuk mengetahui keterkaitan bauran pemasaran dengan kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap produk obat penyakit mag OTC. 4. Untuk mengetahui kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap produk yang dipilih.
E. Manfaat Penelitian Saat ini terdapat banyak merek obat yang di pasaran dengan komposisi bahan aktif yang sama. Proses pendistribusian produk obat kepada pasien / konsumen, produsen farmasi harus memiliki faktor pembeda yang membuatnya unggul dibanding dengan produk lain yang sejenis. Perbedaan yang dapat diimplementasikan pada produk-produk tersebut terletak pada berbagai hal, antara lain kadar zat aktif, kemasan, promosi dan iklan, nama merek produk, atau harga dari produk. Adanya penelitian ini diharapkan akan menemukan suatu faktor yang paling diperhatikan para konsumen dalam memilih produk obat yang akan mereka gunakan, sehingga produsen farmasi dapat memberi perhatian khusus pada faktor tersebut untuk dimaksimalkan dalam pemasaran.
6
Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan yang baik untuk mengetahui berbagai macam pendapat mengenai obat-obat bebas yang digunakan oleh masyarakat. Latar belakang masyarakat yang berbeda-beda akan menambah wawasan dari penulis untuk lebih mendalami pemasaran suatu produk obat di masyarakat. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi pembaca dan dapat memberikan informasi bagi penelitian lain yang berkaitan dengan bidang pemasaran obat OTC.
F. Tinjauan Pustaka 1. Swamedikasi Swamedikasi merupakan suatu upaya seseorang dalam mengobati gejala penyakit tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu (Depkes, 1993), sehingga seseorang tersebut, dalam hal ini adalah pasien penyakit, menggunakan obat yang dibeli tanpa menggunakan resep dokter. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit mag, cacingan, diare, penyakit kulit, dan lainnya (Muchid dkk.,2006). Swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan atau medication error karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya. Apoteker dituntut untuk dapat memberi informasi yang tepat kepada masyarakat guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti penyalahgunaan obat (Muchid dkk., 2006).
7
Menurut Permenkes Nomor 919 Tahun 1993, kriteria obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter adalah sebagai berikut : a. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun, b. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit, c. penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan, d. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia, dan e. obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Melihat kriteria tersebut, golongan obat yang dapat digunakan dalam proses swamedikasi adalah obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat tradisional, dan suplemen. 2. OTC (Over the Counter) Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan (IAI, 2010) : a. Obat Bebas
8
b. Obat Bebas Terbatas c. Obat Keras dan Psikotropika d. Obat Narkotika Pembahasan kali ini difokuskan pada golongan pertama dan kedua. Obat Bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter, yang ditandai khusus dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam pada kemasan dan etiket obatnya. Obat Bebas Terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan dan ditandai lingkaran biru bergaris tepi hitam (Muchid dkk.,2006). Obat Over The Counter atau OTC adalah obat selain obat keras yang dapat diperoleh di apotek atau toko obat tanpa resep dokter. Sehingga, menurut definisi ini, yang dapat digolongkan sebagai obat OTC adalah golongan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Obat-obat seperti ini dapat diserahkan kepada masyarakat tanpa resep dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat tersebut dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan (Depkes RI, 1993). Pada umumnya obat OTC ditujukan untuk mengatasi gejala penyakit ringan, contohnya menurunkan panas karena demam, meredakan batuk, atau meredakan hidung tersumbat. Peringatan tetap ada pada golongan obat bebas terbatas walaupun obat tersebut aman digunakan untuk pengobatan sendiri, karena keamanan obat tersebut tergantung dari takaran spesifik yang sudah ditentukan.
9
3. Antasida Menurut Departemen kesehatan (2008) antasida merupakam senyawa yang memiliki kemampuan untuk menetralkan asam lambung atau mengikatnya. Antasida merupakan salah satu Gastro Protective agent, suatu agen atau obat yag mampu menekan faktor agresif atau memperkuat faktor defensif mukosa lambung duodenum untuk mencegah kerusakan mukosa lambung akibat ulserogenik (Setiawati, 1992). Kemampuan antasida untuk menetralkan asam lambung tergantung pada kapasitasnya untuk menetralkan HCl lambung. Makanan yang memperlambat pengosongan lambung memungkinkan antasida bekerja dengan waktu yang lebih lama. keberadaan makanan dapat meningkatkan pH lambung dan memperpanjang efek netralisasi antasida. Antasida
mempunyai
fungsi
untuk
mengurangi
gejala
yang
berhubungan dengan kelebihan asam lambung, tukak lambung, gastritis, tukak usus dua belas jari, dengan gejala seperti mual, nyeri lambung, nyeri uluh hati, dan perasaan penuh pada lambung (Departemen Kesehatan, 2007). Antasida paling baik digunakan saat muncul gejala atau diperkirakan akan muncul gejala. Lazimnya digunakan sebelum atau sesudah makan dan sebelum tidur. Pemilihan sediaan antasida tergantung pada kapasitas penetralan, kandungan ion natrium, efek samping, palatabilitas, dan kemudahan pengguanaannya. Pemberian antasida dengan natrium tinggi (misal campuran magnesium trisilikat) harus dihindari pada pasien yang
10
memerlukan pembatasan masukan natrium. Demikian pula pada kondisi gagal ginjal dan jantung atau kehamilan. Hipermagnesia mungkin terjadi bila antasida yang mengandung magnesium diberikan pasien yang mengalami gagal ginjal. Pemberian antasida bersama obat lain sebaiknya dihindari karena mungkin dapat mengganggu absorbsi obat lain. Selain itu, antasida mungkin dapat merusak salut enterik yang dirancang untuk mencegah pelarutan obat di lambung (Departemen Kesehatan RI, 2008) Menurut Departemen Kesehatan (2008) Sediaan antasida dapat digolongkan dalam 4 golongan, yaitu: a. Antasida dengan kandungan alumunium dan magnesium Antasida yang mengandung magnesium atau alumunium yang relatif tidak larut dalam air seperti magnesium karbonat, hidroksida, trisilikat serta alumunium glisinat dan hidroksida bekerja lama bila berada dalam lambung, sehingga sebagian besar tujuan antasida tercapai. Sediaan yang mengandung magnesium mungkin dapat menyebabkan diare sedangakan alumunium menyebabkan konstipasi, antasida yang mengandung magnesium dan alumunium dapat mengurangi efek samping pada usus besar. Akumulasi alumunium tampaknya tidak akan menjadi risiko apabila fungsi ginjal masih normal. b. Antasida dengan kandungan natrium bikarbonat Natrium bikarbonat merupakan senyawa yang mudah larut dalam air dan bekerja cepat sebagai antasida dan dapat melepaskan karbondioksida sehingga menyebabkan sendawa. Namun dalam dosis
11
yang berlebih akan menyebabkan alkalosis, yaitu suatu keadaan dimana plasma darah menjadi lebih basa. Pemberian natrium bikarbonat dan antasida yang mengandung natrium tinggi, seperti campuran magnesium trisilikat, sebaiknya dihindari pada pasien dengan gangguan ginjal, hati dan jantung. c. Antasida dengan kandungan Bismuth dan Kalium Antasida dengan kandungan bismuth (kecuali kelat) sebaiknya dihindari karena bismuth yang terabsorbsi akan bersifat neurotoksik, menyebabkan enselophati, dan cenderung menyebabkan konstipasi. Antasida yang mengandung kalsium dapat menginduksi sekresi asam lambung. Pada dosis rendah manfaat klinisnya diragukan, sedangkan padapenggunaan dosis besar jangka panjang dapat menyebabkan hiperkalsemia dan alkalosis, serta memperburuk sindrom susu-alkalis. d. Antasida dengan simetikon Simetikon (bentuk aktif dimetikon) digunakan sebagai anti buih untuk mengurangi kembung (flatulen), dapat mengatasi cegukan. 4.Bauran Pemasaran Bauran pemasaran atau marketing mix adalah variabel-variabel yang dapat dikendalikan oleh suatu perusahaan untuk memuaskan kelompok konsumen yang menjadi pasar target (Perreault dan McCarthy, 2002). Istilah bauran pemasaran sendiri pada awalnya diperkenalkan oleh Profesor James Culliton pada tahun 1948 yang menggambarkan seorang eksekutif bisnis sebagai pengambil keputusan, seniman, serta ‘peracik bumbu’ yang secara
12
kontinyu terlibat dalam usaha pengembangan prosedur dan kebijakan pemasaran (Borden, 1964). Istilah marketing mix ini selanjutnya diberikan untuk mendefinisikan elemen-elemen dari program pemasaran (perencanaan produk, pengaturan harga, merek/branding, kanal distribusi, personal selling, periklanan, promosi, pengemasan, jasa, perawatan fisik dari barang, dan pencarian fakta/fact-finding) dan hal-hal yang mempengaruhi program tersebut, seperti sikap konsumen, persaingan, dan peraturan pemerintah. McCarthy mempopulerkan pembagian ini menjadi empat faktor yang disebut empat P: produk, harga (price), tempat/distribusi (place), dan promosi (Kotler, 1995). Empat elemen tersebut merupakan faktor terkendali yang harus diatur dan dikendalikan dalam lingkungan yang diisi oleh faktor-faktor yang tidak terkendali (Perreault dan McCarthy, 2002). Konsep bauran pemasaran sudah banyak dikembangkan dan saat ini memiliki banyak sekali versi menurut jenis usaha serta produk yang dipasarkan (Goi, 2009). Beberapa kritik yang ditujukan kepada konsep 4P dari McCarthy antara lain menunjukkan bahwa konsep tersebut terlalu berorientasi pada produsen dan tidak berorientasi pada konsumen (Popovic, 2006). Konsep 4P tetap dianggap relevan untuk pemasaran pada tingkat awal (introductory marketing) serta consumer marketing meskipun konsep tersebut memiliki kelemahan dalam orientasinya (Rafiq dan Ahmed, 1995).
13
Gambar 1. Konsep 4P dari Mc Carthy (1960)
a. Product Produk merupakan variabel yang menyangkut tentang barang atau jasa yang tepat untuk pasar target (Perreault dan McCarthy, 2002). Selain barang fisik dari produk itu sendiri, banyak elemen dari produk yang mungkin akan menarik perhatian dari konsumen, seperti kemasan, fitur, variasi pilihan produk, garansi, serta nama merek (Ehmke dkk, 2005). Produk merupakan kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan pada pasar sasaran untuk diperhatikan, diperoleh, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen. Dalam merencanakan penawaran produk, pemasar harus memikirkan lima tingkat produk. Tingkat tersebut antara lain: 1) produk utama (core benefit) atau manfaat sebenarnya yang akan dibutuhkan atau dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk 2) produk generik, yaitu produk dasar yang mampu memenuhi fungsi produk yang paling besar (rancangan produk minimal yang harus berfungsi).
14
3) produk harapan (expected product), merupakan produk formal yang ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisinya secara normal (layak) diharapkan dan disepakati untuk dibeli. 4) produk pelengkap, yakni berbagai atribut produk yang dilengkapi atau ditambahi berbaga manfaat atau layanan, sehingga memberikan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan produk pesaing. 5) produk potensial, yaitu segala macam tambahan dan perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk di masa mendatang. b. Harga (Price) Menurut Swastha (2008), definisi harga merupakan suatu jumlah uang yang ditambah beberapa barang kalau mungkin yang dibutuhkan untuk mendapatkan dari barang pelayanannya. Pengaturan harga harus mempertimbangkan kompetisi pada pasar target dan juga biaya dari semua bauran pemasaran yang sudah dilakukan (Perreault dan McCarthy, 2008). Harga suatu produk seharusnya menggambarkan posisi yang tepat produk tersebut di pasar dan juga dapat menutupi biaya tiap unit barang serta keuntungan yang diharapkan (Ehmke dkk., 2005). Harga merupakan satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi peusahaan, sedangkan
ketiga
unsur
lainnya
(produk,
distribusi,
promosi)
menyebabkan timbulnya biaya(pengeluaran). Disamping itu, harga merupakan unsur bauran pemasaran yang bersifat fleksibel, artinya, dapat diubah dengan cepat. Berbeda halnya dengan karakteristik produk atau
15
komitmen terhadap saluran distribusi. Kedua hal ini tidak dapat diubah/disesuaikan
dengan
mudah
dan
cepat,
karena
biasanya
menyangkit keputusan jangka panjang. Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan. Tingkat harga yang ditetapkan mempengaruhi kualitas yang terjual. Selain itu, secara tidak langsung harga juga mempengaruhi biaya, karena kuantitas yang terjual pada biaya yang ditimbulkan dalam kaitannya dengan efisiensi produksi. Oleh karena itu, penetapan harga mempengaruhi pendapatan total dan biaya total, maka keputusan dan strategi penetapan harga memegang peranan penting dalam setiap perusahaan. c. Distribusi (Place) Place merupakan variabel yang menyangkut tentang hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan tempat distribusi produk (Perreault dan McCarthy, 2008). Produk dapat didistribusikan secara intensif, selektif, atau eksklusif tergantung dari karakteristik produk yang akan didistribusikan (Ehmke dkk.,2005). Sebuah produk tidak dapat dikatakan baik apabila produk tersebut tidak tersedia pada waktu atau lokasi yang tepat (Perreault dan McCarthy, 2008). Distribusi menunjukkan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk menjadikan produk dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan.Sasaran yang lebih dikenal dengan distribusi, terdapat dua aspek yang disebut saluran distribusi dan distribusi fisik.
16
1) Saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produksi dari produsen ke konsumen. 2) distribusi fisik adalah segala kegiatan untuk memindahkan barang dalam jumlah tertentu. Perpindahan fisik ini dapat berupa perpindahan dari jalur produksi ke konsumen akhir. d. Promosi Promotion merupakan variabel yang menyangkut usaha untuk menyebarkan informasi pada pasar target mengenai produk yang ditawarkan (Perreault dan McCarthy, 2008). Tujuan dari aktivitas promosi adalah untuk memberitahu konsumen apa produk yang dipasarkan, apa yang bisa dilakukan dengan produk tersebut, dan mengapa konsumen harus menggunakannya (Ehmke dkk., 2005). Promosi merupakan faktor penentu keberhasilan pemasaran suatu produk yang telah dihasilkan perusahaan. Promosi dapat didefinisikan sebagai suatu arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan
seseorang
atau
organisasi
kepada
tindakan
yang
mencipatakan pertukaran dalam pemasaran (Swastha, 2008). Adapun kegiatan promosi (promotional mix) antara lain: 1) Periklanan Periklanan merupakan tiap bentuk presentasi dan promosi ide, barang, jasa yang bersifat non pribadi dengan pembayaran, yang dilakukan oleh sponsor 7% diketahui (Radiosunu, 1986). Adapun
17
media masa yang digunakan adalah surat kabar, majalah, TV, radio, katalog, dan sebagainya. 2) Personal selling Personal selling merupakan komunikasi langsung (tatap muka) antara penjual dengan calon pelanggan untuk memperkenalkan suatu produk kepada calon pelangan dan membentuk pemahaman pelanggan terhadap produk sehingga mereka kemudian akan mencoba dan membelinya (Tjiptono, 2007) 3) Publisitas Publisitas merupakan stimulasi permintaan terhadap suatu produk servis atau business unit yang bersifat non pribadi, dengan cara menempatkan berita tentang produk atau servis tesebut di surat kabar, majalah, radio, atau TV tanpa pembayaran dari sponsor (Radiosunu, 1986). 4) Promosi penjualan Promosi penjualan merupakan persuasi langsung menggunakan berbagai intensif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk dengan segera dan atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli dengan pelanggan (Tjiptono, 2007). Perusahaan
harus
menyiapkan
bauran
penawaran
produk,
pelayanan dan harga, serta menggunakan bauran promosi berupa promosi penjualan, iklan, wiraniaga, hubungan masyarakat, pemasaran
18
lewat pos dan telefon untuk sampai pada saluran distribusi dan konsumen sasaran. 5. Keputusan Pembelian Pengambilan keputusan pembelian dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal timbulnya dari dalam diri konsumen itu sendiri dalam melakukan pembelian, sedangkan eksternal lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar seperti pengaruh lingkungan, situasi maupun program-program pemasaran yang dilaksanakan oleh pesaing. Pada dasarnya perilaku itu timbul dikarenakan oleh adanya interaksi antara individu dengan faktor lingkungan. Interaksi antara kedua faktor tersebut mengakibatkan adanya perilaku konsumen ke dalam bentuk nyata yaitu melakukan pembelian. Menurut Kotler (1995), terdapat lima peran yang dimainkan dalam suatu keputusan pembelian, yaitu: a. Pencetus ide (initiator) merupakan seseorang yang pertama kali mengusulkan ide untuk membeli suatu produk atau jasa tertentu. b. pemberi pengaruh (influencer) merupakan seseorang yang pandangan atau pendapatnya mempengaruhi keputusan pembelian. c. pengambil keputusan (decider) merupakan seseorang yang memutuskan setiap komponen dalam keputusan pembelian seperti: apakah membeli, apa yang dibeli, bagaimana membeli atau dimana membeli dan kapan membelinya
19
d. pembeli (buyer) merupakan seseorang yang melakukan tindakan pembelian yang sebenarnya. e. pemakai (user) merupakan seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa yang dibeli. Perusahaan perlu mengidentifikasikan peran-peran tersebut karena mempunyai implikasi dalam merancang produk, menentukan pesan-pesan dan mengalokasikan anggaran promosi serta penggunaan pedagang antara. Proses pengambilan keputusan oleh konsumen merupakan salah satu pendekatan dalam usaha mengamati perilaku dan pola pembelian konsumen. Pendekatan ini menitikberatkan pada pandangan bahwa dalam mencapai sesuatu proses ada tahapan tertentu. Menurut Engel & Blakwell (1992) pendekatan proses pembelian terdiri dari lima tahapan, yaitu: a. Problem recognition Langkah pertama dari setiap proses pengambilan keputusan adalah problem recognition yang sering terjadi bila konsumen merasakan perbedaan antara keadaan sesungguhnya/realita dengan keadaan yang diarapkan. Masalah ini timbul karena adanya dorongan dari luar/ekstern, adapun keadaan ini karena adanya dua komunikasi pemasaran yang mempengaruhinya,
yaitu
komunikasi
pemasaran
personal
dan
komunikasi pemasaran interpersonal dan dapat berupa rangsangan yang timbul bukan karena pengaruh orang lain. Sedangkan komunikasi pemasaran personal karena adanya rangsangan dari orang lain.
20
b. Information research Timbulnya kebutuhan, maka tahapan berikutnya adalah mencari informasi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang dirasakan. Pencarian informasi dapat bersifat aktif maupun pasif, tergantung sejauh mana dorongan yang ada untuk memenuhi kebutuhannya, semakin tinggi dorongan yang timbul dari dirinya semakin aktif dia mencari informasi. Sedangkan pencarian yang bersifat pasif yaitu dengan cara melihat iklan atau penawaran di majalah atau media informasi lainnya. Sumber informasi dapat bersifat internal maupun eksternal, sumber informasi yang bersifat internal dapat diperoleh dari komunikasi pemasaran internal dan sumber informasi eksternal dapat diperoleh dari sumber komunikasi impersonal. Hal yang penting bagi pemasar adalah bagaimana harus mengetahui sumber-sumber manakah yang paling efektif dalam usaha mempengaruhi konsumen. c. Alternative evaluation Dengan bantuan informasi yang tersedia, maka akan memudahkan konsumen untuk melakukan pengamatan pengamatan alternatif. Terdapat beberapa konsep dasar yang dapat membantu konsumen dalam proses penilaian yang berkaitan dengan sifat produk, antara lain: 1) konsumen akan membandingkan dan mempertimbangkan sifat-sifat suatu produk yang berkaitan dengan kebutuhannya. 2) konsumen akan membandingkan sifat-sifat suatu produk dengan perbedaan derajat kegunaan produk tersebut bagi konsumen.
21
3) konsumen akan mengembangkan persepsi tentang bagaimana setiap merek dari produk mempunyai sifat-sifat yang melekat di dalamnya. Sikap konsumen dapat terbentuk melalui beberapa pilihan merek melalui prosedur penilaian yang berbeda untuk membuat suatu pilihan dari sekian banyak produk, sehingga menghasilkan kepercayaan yang berkembang menjadi perilaku. Apabila perilaku memberikan kesan yang baik, maka dengan sendirinya akan diikuti dengan suatu keinginan untuk melakukan pembelian. d. Choice/ keputusan pembelian Setelah konsumen membentuk preferensi tentang alternatif yang ada, maka pada tahap ini konsumen akan menentukan keputusan untuk membeli. Dalam menentukan keputusan membeli, ada kecenderungan membeli pada merek yang sesuai dengan preferensinya didasarkan pada bauran pemasaran (product, price, place, promotion). Namun terdapat faktor lain yang mempengaruhi maksud pelanggan dan keputusan untuk membeli. Faktor tersebut adalah sikap atau pendirian orang lain dari situasi yang tidak terduga. Faktor sikap orang lain yang mempengaruhi adalah sejauh mana sikap orang tersebut akan mempengaruhi preferensi yang telah disusun oleh keinginan membeli dari konsumen. Pada keadaan ini, tergantung pada 2 (dua) hal yaitu: 1) intensitas negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen. Semakin kuat sikap negatif pihak lain, maka semakin
22
dekat pihak lain tersebut dengan konsumen dan konsumen semakin menyesuaikan maksud pembeliannya. 2) motivasi konsumen menurut pihak lain. Preferensi orang lain terhadap suatu merekakan meningkat apabila pihak yang disenangi juga menyukai merek tersebut. Akibat pengaruh pihak lain akan menjadi semakin kompleks bila beberapa pihak yang dekat dengan konsumen mempunyai pendapat yang saling berlawanan dan konsumen ingin menyenangi semuanya. e. Perilaku setelah pembelian Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Disini konsumen akan melakukan beberapa kegiatan setelah membeli produk, dan tidak berarti bahwa tugas pemasar telah berakhir setelah produk dibeli oleh konsumen.
Pengenalan kebutuhan
pencarian informasi
evaluasi alternatif
keputusan pembelian
perilau setelah pembelian
Gambar 2. Model Proses Pembelian 5 (lima) Tahap (Kotler, 1995)
6. Kepuasan Pelanggan Teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah the expectancy disconfirmation model, yang
23
mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan sesungguhnya yang diperoleh oleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut (Sumarwan, 2004). Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis. Kepuasan pelanggan berkontribusi dalam sejumlah aspek krusial, seperti terciptanya loyalitas pelanggan, berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan, dan meningkatnya efisiensi dan produktifitas pelanggan (Anderson dkk., 1997). Tabel 1. Alternatif Definisi Kepuasan Pelanggan
Perspektif Normative deficit definition
Definisi Kepuasan Pelanggan Perbandingan antara hasil (outcome) aktual dengan hasil yang secara kultural dapat diterima Perbandingan perolehan/keuntungan yang Equity definition didapatkan dari pertukaran social. Bila perolehan tersebut tidak sama, maka pihak yang dirugikan akan tidak puas. Normative standard definition Perbandingan antara hasil actual dan ekspektasi pelanggan (yang terbentuk dari pengalaman dan keyakinan mengenai tingkat kinerja yang seharusnya ia terima dari merek tertentu) merupakan dungsi dari Procedural Fairnes definition Kepuasan keyakinan/persepsi konsumen bahwa ia telah diperlakukan secara adil Kepuasan tidak hanya ditentukan oleh ada Attributional definition tidaknya diskonfirmasi harapan, namun juga oleh sumber penyebab diskonfirmasi Sumber: Hunt, 1991
Prinsipnya, definisi kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan kedalam 5 (lima) kategori pokok, yakni perspektif defisit normatif,
24
ekuitas/keadilan, standar normatif, keadilan prosedural, dan atribusional (Hunt, 1991). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1. 7. Loyalitas Pelanggan Perilaku pembelian ulang sering kali dihubungkan dengan loyalitas merek (brand loyalty). Akan tetapi, ada perbedaan diantara keduanya, bila loyalitas merek mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, maka perilaku pembelian ulang semata-mata menyangkut pembelian yang sama terhadap merek tertentu secara berulang kali. Pembelian ulang bisa terjadi karena dominasi pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat produknya satu-satunya alternatif yang tersedia. Konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki peluang untuk memilih. Selain itu, pembelian ulang bisa pula merupakan hasil dari upaya promosi terusmenerus dalam rangka memikat dan membujuk pelanggan untuk membeli kembali merek yang sama. Bila tidak ada dominasi pasar dan upaya promosi intensif tersebut, maka pelanggan bersangkutan sangat mungkin beralih merek. Sebaliknya, pelanggan yang setia terhadap merek tertentu cenderung ’terikat’ pada merek tersebut dan akan membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia banyak alternatif lainnya (Tjiptono, 2007).
G. Landasan Teori dan Hipotesis 1. Landasan Teori Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis. Kepuasan pelanggan berkontribusi dalam sejumlah aspek krusial, seperti
25
terciptanya loyalitas pelanggan, berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan, dan meningkatnya efisiensi dan produktifitas pelanggan (Anderson, et al., 1997). Bauran pemasaran merupakan alat utama pihak produsen untuk mendapatkan posisi yang kuat dalam pasar sasaran (Kotler dan Armstrong, 2008), sehingga hal ini akan menjadi fokus produsen dalam memasarkan produknya untuk mendapatkan kepuasan dan loyalitas konsumen. Bauran pemasaran yang berbeda dengan produk lain yang sejenis (distinctive) juga dapat digunakan sebagai indikator nilai produk di pasar (Boulding dan Lee, 1992). Produk obat mag OTC yang dipilih masyarakat tentu akan memiliki bauran pemasaran yang berbeda dibandingkan dengan produk lain, baik dalam hal produk itu sendiri, tempat distribusi, promosi yang dilakukan, atau harga yang ditetapkan. Promag® merupakan salah satu produk antasida yang ada di Indonesia dan diproduksi oleh Kalbe Farma sejak tahun 1971. Promag® mendapatkan penghargaan Diamond ICSA (Indonesian Customer Satisfaction Award) pada tahun 2000 hingga 2011, Platinum IBBA (Indonesian Best Brand Award) pada tahun 2004 hingga 2011. Sinteisa Sunarjo, Marketing Deputy Director Consumer Health Division 2 PT Kalbe Farma Tbk, dalam majalah SWA mengatakan bahwa produk Promag® memiliki market share sekitar 80% pada tahun 2013.
26
2. Kerangka Pemikiran
Kepuasan Konsumen Bauran Pemasaran
Loyalitas Konsumen
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dapat ditetapkan bahwa 1) Promag merupakan produk yang paling banyak dipilih konsumen. 2) Bauran pemasaran memiliki pengaruh terhadap pemilihan produk obat mag. 3) Terdapat keterkaitan antara bauran pemasaran dengan kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap obat mag OTC yang dipilih. 4) Konsumen loyal dan puas terhadap produk yang dipilih.