BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang dibedakan dengan makhluk hidup lainnya karena memiliki akal. Manusia mempelajari dan meneliti tentang tindakan adalah suatu hal yang selalu menarik karena manusia bersifat dinamis, hal ini juga yang menempatkan manusia sebagai bahan kajian filsafat manusia. Pandangan tentang manusia dalam perkembangannya memiliki banyak pengertian. Manusia beralasan mengenai dunia, mempertimbangkan kerugian dan keuntungan dari alternatif-alternatif perbuatan, dan berperilaku yang berdasarkan pada perhitungan rasional. Sudut pandang lain memandang bahwa manusia adalah hewan (Cervone, 2011: 27). Penjelasan yang megatakan bahwa manusia adalah hewan, memberikan gambaran tentang manusia yang lebih banyak dipengaruhi oleh insting kehewanan yang sangat kuat. Dorongan seksual yang dimiliki manusia adalah bagian dari insting kehewanan yang ada pada dirinya. Kebutuhan seksual merupakan kebutuhan vital bagi semua makhluk hidup di muka bumi. Sappho, filsuf perempuan abad ke-6 SM melalui puisi yang ditulisnya hanya ingin menyatakan seksualitas adalah bagian dari kehidupan manusia. Perbincangan soal seksualitas
jarang sekali
diangkat. Persoalan seksual dan pembahasannya pasti tidak jauh-jauh dari ranah moralitas. Padahal, semua ahli filsafat dan ahli biologi seia-sekata, bahwa tali-
1
2
sekse itu adalah faktor terpenting, salah satu motor yang terpenting dari kehidupan manusia (Soekarno, 2014: 18). Banyak tesis yang menggambarkan manusia. Salah satunya, manusia adalah homo recentis. Tesis ini memandang manusia dengan landasan utama “kepekaan rasa yang nampak pada kejernihan layar angan-angan seseorang”. Tesis ini menitikberatkan pada unsur rasa manusia (Siswanto, 2005: 45). Akal dan rasa yang ada pada manusia membentuk substansi manusia semakin bulat sebagai makhluk yang memiliki pribadi. Manusia dikaruniai kebebasan dalam bertindak. Semua tindakan manusia berdasarkan akal dan rasa tidak ubahnya membuat suatu pengalaman yang telah lampau sebagai referensi tindakan manusia berikutnya. Manusia adalah makhluk yang terdiri dari banyak aspek. Salah satu aspek yang paling menentukan adalah hasrat. Hasrat menampakkan dirinya dalam emosi manusia. Kedua hal ini, yakni hasrat dan emosi, menurut Thomas Aquinas, filsuf Eropa Abad Pertengahan, pada dasarnya adalah sesuatu yang baik. Keduanya ada dalam diri manusia secara alamiah, dan membantu manusia untuk mencapai kebaikan (Wattimena, 2005: -). Rasa keterpisahan dan kehilangan pada diri manusia atau yang disebut oleh Lacan sebagai kekosongan, mengidentifikasi manusia dalam suatu bentuk keinginan dalam persatuan. Manusia mencari sesuatu yang dapat menjadikan dirinya utuh dari kekosongan tersebut. “These considerations seem to indicate that both tendencies are present in human beings: the one, to have—to possess—that owes its strength in the last analysis to the biological factor of the desire for survival; the other to be—to share, to give, to sacrifice—that owes its strength to the specific conditions of human existence and the inherent need to overcome one's isolation by oneness with others”(Fromm, 2008: 86).
3
(Pertimbangan ini tampaknya menunjukkan bahwa keduanya memiliki kecenderungan yang ada pada manusia: satu, untuk memiliki –untuk mendapatkannya –yang bergantung dalam analisis terakhir untuk faktor biologis keinginan adalah untuk bertahan hidup; yang lain menjadi – berbagi, memberi, berkorban –yang bergantung dengan kondisi spesifik eksistensi manusia dan kebutuhan yang melekat dalam mengatasi isolasi seseorang dengan kesatuan dengan yang lainnya (Fromm, 2008: 86)). Hasrat memiliki (to have) dan hasrat menjadi (to be) yang ada pada diri manusia yang tercermin pada segala perilaku, baik dalam lingkup kehidupan sosial maupun individu, mempunyai dampak pada hubungan antara manusia lainnya dan kehidupan pribadinya. Interaksi sosial, hukum, peraturan kadang menjadi penghalang dan membuat manusia tidak merasa tidak bebas. Film garapan Adrian Lyne yang berjudul Lolita (1997) mengangkat sifat manusia yang selalu ingin memiliki hingga melampaui segala batasan yang ada. Hal itu masih relevan dalam memandang problematika kemanusiaan saat ini, yaitu tamak. Novel berjudul Lolita karya Vladimir Nabokov yang merupakan novel yang kontroversial pada tahunnya karena mengangkat cerita yang tidak biasa. Hal ini juga yang menjadi dasar film Lolita penuh menuai kritik karena telah mengangkat cerita yang penuh dengan skandal seks. Film Lolita memberikan pengetahuan baru pada ranah yang cukup sensitif untuk dibicarakan yaitu tentang ‘hubungan seksual’. Selain itu, ada juga tren fashion yang diberi nama ‘Lolita Fashion’ di Jepang. Tren fashion yang terinspirasi dari daya tarik tokoh Lolita dalam film. Fashion busana yang menonjolkan renda dan kerut pada baju untuk mengekspresikan busana anak perempuan yang penuh dengan hiasan. Istilah Lolicon (LolitaComplex) juga banyak digunakan komikus asal Jepang untuk membentuk karakter anime yang tokohnya mempunyai wajah kekanak-kanakkan.
4
Film Lolita merupakan sebuah film yang memberikan banyak pengaruh pada film lainnya. Budaya yang dibawa dalam film Lolita misalnya, memberikan warna tersendiri pada judul-judul film berikutnya yang memiliki keterkaitan dari film Lolita, contohnya dalam film American Beauty (1999), tokoh Lester Burnham , seorang lelaki paruh baya yang menyukai teman baik putrinya. Tokoh protagonis Lester Burnham merupakan anagram dari “Humbert”. Nama panggilannya teman putrinya tersebut adalah Hays, atau Haze, mirip dengan salah satu tokoh dalam film Lolita. Baik novel maupun film Lolita mempunyai banyak pengaruh terhadap perkembangan budaya film dan tren fashion seperti yang dijelaskan di atas, yang menarik dalam film Lolita (1997) karya Adrian Lyne adalah karakter utama Humbert yang diceritakan sebagai seorang pedofil. Karakter Humbert dapat dikaji dari berbagai sisi kehidupan sosialnya maupun individu. Masa lalu menjadi dasar tindakan seseorang dalam memandang masa depan, hal ini terdapat dalam film Lolita karya Adrian Lyne (1997) yang merupakan penggarapan film kedua dari judul yang sama. Film Lolita (1997) karya Adrian Lyne adalah film ke dua setelah sebelumnya pernah disutradarai oleh Stanley Kubrick dengan judul yang sama, Lolita, pada tahun 1962. Berangkat dari sebuah novel kontroversial karya Vladimir Nabokov yang menceritakan tentang sebuah penyimpangan seksual, dengan sudut pandang orang pertama sebagai tokoh pedofil. Secara umum, baik film Lolita (1997) maupun novel Lolita mempunyai cerita yang berfokus pada obsesi Humbert secara seksual kepada
5
Lolita. Melalui peran utamanya Humbert merangkap sebagai narator sekaligus dalam film sehingga mempermudah penonton untuk mempermudah alur cerita. Terkurung dalam kenangan masa lalu membuat Humbert tidak bisa terlepas dari sosok kekasih di masa kecilnya sehingga terjalinlah sebuah hubungan terlarang dengan Dolores/Lolita (anak tiri) yang mengingatkan dia dengan sosok kekasih di masa lalu. Sebuah pengalaman seseorang tentang suatu peristiwa akan memunculkan sebuah proyeksi yang bisa menjadi dasar dari tindakan selanjutnya. Hal ini jelas terlihat dari alur maju mundur cerita di bagian awal film. Film Lolita karya Adrian Lyne (1997) mengangkat tema besar tentang sebuah hasrat dan kebebasan manusia. Film ini memandang pedofilia (aktivitas seksual orang dewasa terhadap anak-anak) sebagai jeruji kebebasan manusia. Hasrat yang digambarkan sebagai lubang dalam diri manusia menuntut untuk dipenuhi. Proyeksi Humbert tentang seorang wanita adalah tidak terlepas dari bayangan kekasih di masa lalunya, Anabel, yang mengalami kematian di usianya yang masih muda. Pengalaman Humbert yang mengalami kisah percintaan yang gagal dengan kekasihnya, Anabel. Hasrat atau keinginan dalam buku yang ditulis oleh Philip Hill (2002: 67) adalah satu kemungkinan bagi si subjek, sesuatu yang dicapai oleh si subjek. Secara garis besar, subjek menurut Jacques Lacan, dibagi menjadi tiga bagian pokok. Yaitu: pertama, hasrat yang melampaui ideologi. Kedua, jauh dari ego cogito. Ketiga, hasrat dipacu oleh kodrat manusia sebagai makhluk yang berkekurangan secara eksistensial (Shahab, 2009: 21).
6
Kekurangan eksistensial yang dipaparkan oleh Jacques Lacan dalam teori subjek memicu dua jenis hasrat, yaitu: hasrat memiliki dan hasrat menjadi. Pembentukan subjek yang utuh hasrat menempati ruang yang cukup besar. Hasrat bekerja di ranah masing-masing. Lacan memberikan pembahasan mengenai subjektivitas dan psikoanalisis. Lacan dianggap mampu untuk mengkaji secara kritis pembentukan subjek dilihat dari tahap-tahap perkembangan terkenal Lacan; real, imajiner, dan tatanan simbolik. Demikianlah subjek adalah sesuatu yang sebenarnya ilusif. Subjek kabur bagi dirinya sendiri. Hanya hasrat yang sebenarnya membentuk subjek (Shahab, 2009: 22). Penelitian ini, sedikit banyaknya menggunakan istilah psikologi yang dikemukakan oleh Jacques Lacan. Filsafat dan psikoanalisis mempunyai konvergensi dalam topik-topik tertentu, seperti: cinta, hasrat, kematian, afeksi, tubuh, derita, seksualitas, feminitas-maskulinitas dan seterusnya (Rosyidi, 2004: 11). Penulis mencoba untuk mengkaji Film Lolita (1997) karya Adrian Lyne dari pandangan Jacques Lacan, yang akan membahas mengenai hasrat karakter tokoh utama dalam film ini, yaitu Humbert. 1. Rumusan Masalah a. Apa yang dimaksud dengan konsep hasrat menurut Jacques Lacan? b. Bagaimana orientasi seksual tokoh Humbert dalam Film Lolita (1997) Adrian Lyne? c. Bagaimana pandangan konsep hasrat Jacques Lacan dalam tokoh Humbert di Film Lolita (1997) karya Adrian Lyne?
7
2. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran penulis dalam proses penelitian telah ditemukan sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menggunakan objek material film Lolita (1997). Penelitian tersebut antara lain: a. Ambivalensi tokoh Lolita dalam Film Lolita (1997): sebuah kajian berperspektif feminis oleh Rina saraswati, 2011, program studi ilmu sastra, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indoenesia. Penelitian tersebut menganalisis tentang peran Lolita yang ada dalam novel dengan film. Kesinambungan antara cerita dalam novel dan film menjadi fokus pembahasan penelitian ini. Hal tersebut bisa menjadi acuan untuk mengambangkan penelitian tentang hasrat manusia dalam Film Lolita (1997) karya Adrian Lyne studi kasus: Pedofilia. b. Artikel berjudul
“Lolita” yang ditulis oleh David Nursair, 1998,
menganalisis kesalahan perhitungan dalam film Lolita (1997) garapan Anderian Lyne dan juga memberi ulasan terkait kesinambungan antara novel dan film, menurut David Nursair perlu ada garis besar tentang apa harus diadaptasi untuk layar dan apa yang tidak. c. Jurnal berjudul “Novel to Film, Frame to Windows: The Case of Lolita as Text and Image” yang ditulis oleh Ken Bruke, 2003, Penn State University Press. Mendeskripsikan pengangkatan cerita dari novel ke dalam sebuah film. Dalam tulisannya Bruke banyak menyinggung perbedaan antara film Lolita karya Stanley Kubrick (1962) dengan karya Adrian Lyne (1997).
8
Selain melakukan penelusuran terkait objek material, peneliti juga melakukan penelusuran terhadap objek formal yang dipakai sebagai pisau analisis penelitian ini yaitu teori hasrat yang dikemukakan Lacan, dengan hasil sebagai berikut: a. Hasrat Yang Tak Terpenuhi Kajian Psikoanalisis Jacques Lacan dalam Novel Lolita karya Vladimir Nabokov oleh Nur Innayah Ganjarjati, 2014, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Tesis ini memberikan deskripsi tentang hasrat seorang penulis yang menggunakan pengalaman pribadi sebagai acuan dalam karyanya. Letak hasrat yang tidak terpenuhi oleh penulis dijadikan dasar kepenulisan karyanya untuk terpenuhinya hasrat penulis tersebut. b. Jurnal dengan judul Analisis SubjekLacanian Tokoh Roman Moderato Cantabile Karya Marguerite Darus yang disusun oleh Ali Shahab, 2009, Jurusan Roman, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Jurnal ini mendeskripsikan fenomena perubahan subjek dalam karya sastra postmodenisme dari sudut pandang Lacan dengan teori subjek yang dikembangkannya. Manusia menjadi fokus yang diteliti dalam penelitian ini dan manusia digambarkan sebagai individu yang mempunyai kepribadian yang cair. c. Skripsi dengan judul Pembentukan Aku Perspektif Filsafat Psikoanalisis Jacques Lacanyang disusun oleh Aqib Rosyidi, 2004, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi yang menjelaskan tentang konsepsi humanisme yang menganggap “aku” sebagai pusat identitas manusia
9
dengan keinginan, pemikiran, dan kesadarannya sebagai sesuatu yang fundamental dengan menggunakan pemikiran Jacques Lacan sebagai pisau analisa. Sejauh Penelusuran dan pengamatan mengenai karya-karya ilmiah, belum ada yang membahas dan mengkaji tentang tokoh Humbert dalam Film Lolita (1997) karya Adrian Lyne yang ditinjau dari konsep hasrat Jacques Lacan. Penulis hanya menemukan penelitian yang membahas tentang pembentukan “aku” dalam perspektif Jacques Lacan yang orientasinya pada identitas manusia, adapun perbedaaan penelitian ini yaitu, pertama penggunaan objek material yang berbeda. Kedua, penelitian ini dianalisis menggunakan konsephasrat Jacques Lacan. 3. Manfaat Penelitian Sebuah penelitian kefilsafatan diharapkan dapat menghasilkan manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung, bagi: a. Ilmu dan Pengetahuan. Penelitian ini memberi corak baru dalam mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Proses belajar tidak melulu berkutat dengan keadaan formal sekolah atau perkuliahan. Sebagai hasil karya manusia film bisa menjadi acuan untuk mendapat ilmu dan pengetahuan. Film notabenemengangkat fenomena kehidupan manusia secara kompleks dalam sebuah miniatur. Film tersendiri memiliki nilai-nilai kehidupan yang diangkat dan memiliki unsur ilmiah di dalamnya, dari sanalah ilmu dan pengetahuan baru didapatkan.
10
b. Perkembangan
Bidang
Ilmu
Filsafat.
Manfaat
penelitian
dalam
perkembangan bidang ilmu filsafat adalah dapat memperluas kajian ilmu filsafat. Hasil penelitian ini bisa menjadi tambahan literatur dalam konteks yang sama dan menjadi bahan untuk diskusi yang menarik tentang persoalan hasrat dalam kehidupan manusia melalui sudut pandang Lacan. Memberikan tambahan materi terkait dengan bidang ilmu filsafati manusia. Kepribadian yang melekat pada tokoh-tokoh dalam Film Lolita dapat dikaji melalui sudut pandang berbeda dalam penelitian ini. c. Pembaca atau Masyarakat Luas. Penelitian ini memberikan perspektif baru kepada pembaca atau masyarakat umum dalam memandang seksualitas; sebuah kegiatan yang tidak bisa dilepaskan oleh manusia. Selama ini perbincangan mengenai seks yang selalu dianggap tabu dan selalu mengaitkan kegiatan seks dengan masalah moralitas. Penelitian ini bagi pembaca dapat mengetahui sudut pandang baru dalam memandang persoalan terkait manusia dan orientasi seksualnya, serta mengetahui bagaimana hasrat manusia bekerja. Hasrat yang dikemukakan oleh Lacan dalam penelitian ini tentunya memberikan informasi baru kepada pembaca karena menggunakan objek material yang berbeda dengan penelitian lainnya.
B. Tujuan Penelitian Sebagai suatu penelitian ilmiah, penelitian ini mempunyai tujuan untuk menjawab rumusan masalah, yaitu:
11
1. Mendeskripsikan teori hasrat Jacques Lacan. 2. Mendeskripsikan orientasi seksual tokoh Humbert dalam Film Lolita (1997) karya Adrian Lyne. 3. Menganalisis orientasi seksual tokoh Humbert dalam Film Lolita (1997) dan merelevansikannya dengan teori hasrat Jacques Lacan.
C. Tinjauan Pustaka Karya sastra merupakan salah satu hasil seni. Karya sastra dihasilkan oleh seorang pengarang dengan pengangkatan topik untuk hasil karyanya. Topik yang diangkat adalah sekitar masalah masyarakat pada umumnya. Biasanya menceritakan seorang tokoh, suatu tempat kejadian tertentu dan dengan sendirinya melalui bahasa pengarang, tetapi yang diacu adalah manusia, kejadian, dan bahasa sebagaimana dipahami oleh manusia pada umumnya (Ratna, 2004: 329). Film merupakan salah satu karya sastra yang mampu membawa emosi penonton masuk ke dalam cerita dengan melalui impresi subjek. Gabungan audiovisual dalam film mampu mengolah emosi. Seperti dinyatakan Sumarno (1996), film adalah medium komunikasi massa, yaitu alat penyampai berbagai jenis pesan dalam peradaban modern ini. Film menarik untuk dikaji dibanding dengan karya sastra lainnya. Hal ini terkait dengan adanya anggapan yang menilai film sebagai pop culture yang tidak sebanding dengan puisi atau novel yang dianggap sebagai high culture (Beatie dalam Suwastini dalam Saraswati, 2011: 11).
12
Novel Lolita (1955) karya Vladimir Nabokov merupakan karya yang dianggap kontroversial dalam kesusastraan abad ke-20 karena mengangkat permasalahan tabu, yakni pedofilia (aktivitas seksual orang dewasa terhadap anakanak) (Saraswati, 2011: 1). Bahkan dalam beberapa kamus, seperti Cambridge Advanced Learner’s Dictionary, ’Lolita’ didefinisikan sebagai ’a young girl who has a very sexual appearance or behaves in a very sexual way’. Mengingat ada dua versi terkenal Film Lolita dengan judul sama yang dikenalkan pada publik, yang pertama karya Kubrick dan kedua karya Lyne. Penelitian ini mengkaji Film Lolita (1997) karya Adrian Lyne. “Ada yang berpendapat bahwa Lolita Kubrick lebih memfokuskan pada konflik antara Humbert dengan Quilty (tokoh pendukung dalam novel yang menjadi pria idaman lain Lolita) dibandingkan Humbert dengan Lolita. Berbeda dengan versi Kubrick, film adaptasi Lolita yang kedua (1997) oleh sutradara Adrian Lyne cenderung lebih ’setia’ dengan sumber pertamanya. Hampir seluruh peristiwa, alur, penokohan, dan latarnya sesuai dengan yang digambarkan dalam novelnya, termasuk adegan intim antara Lolita dan Humbert” (Saraswati, 2011: 7). Baik dalam novel maupun film yang pernah dibuat, cerita di dalam kedua media seni tersebut tidak lepas dari benang merah terkait dengan masalah orientasi seksual Humbert. Tulisan yang pernah dibuat oleh Fanny Masrizal yang menjelaskan bahwa trauma masa lalu Humbert memberikan pengaruh dalam perilakunya. “Humbert's traumatic experience really had an effect in his behavior. It makes his personality pent up in his childhood. Humbert becomes a pedophile; a kind of psychosexual disorder or mental disorder where an adult has sexual fantasies about or engages in sexual act with a prepubescent child of the same or the opposite sex”(Masrizal, 2010:40). (Pengalaman traumatis Humbert benar-benar memiliki efek dalam perilakunya.Hal itu membuat kepribadiannya terpendam di masa kecilnya. Humbert menjadi pedofil; jenis gangguan psikoseksual atau gangguan
13
mental di mana orang dewasa memiliki fantasi seksual tentang atau terlibat dalam tindakan seksual dengan anak praremaja yang sama atau lawan jenis (Masrizal, 2010: 40)). Kekosongan (lack) manusia dan identitas yang dicerminkan oleh tokoh Humbert dalam Film Lolita (1997). “Humbert subordinates everything around him to his private vision - it is argued that he empties not only people, but also object and even landscape of their individual identities, seeing them instead in whatever manner best suit his needs”(Haegert, 138 dalam Quayle, 2009:3). (Humbert mengesampingkan segala sesuatu di sekitarnya dengan visi pribadinya - ia berpendapat bahwa ia mengosongkan tidak hanya orang, tetapi juga obyek dan bahkan gamabaran identitas masing-masing, melihat mereka bukan dengan cara apa pun yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya(Haegert, 138 dalam Quayle, 2009:3)).
D. Landasan Teori Sebagai makhluk yang berkehendak atau berkemauan, manusia sering mengalami godaan atau percobaan. Oleh karena itu, masalah godaan adalah masalah otonomi martabat manusia sebagai subjek yang utuh, karena yang dipertaruhkan di sana (di dalam godaan itu) adalah keutuhan otonomi subjektivitas manusia itu sendiri sebagai makhluk yang berkehendak. Muncul permasalahan, yakni bahwa manusia tidak jarang terbawa atau tergoda untuk mengikuti apa saja kehendaknya (Borgias, 2013: 75-77). Bagi Lacan, ego tidak mampu membedakan hasratnya dan hasrat orang lain serta cenderung kehilangan dirinya dalam samudra objek-objek (manusia dan citraan). Manusia memiliki dimensi imajiner dalam dimensi psikisnya, yaitu kecenderungan untuk mengidentifikasi diri dengan diri-diri ideal (Shahab, 2009: 17).
14
Hasrat sebagai motor penggerak manusia, merupakan hal yang penting untuk menjadikan manusia tetap merasa hidup. Manusia yang digambarkan oleh Lacan dalam kondisi lackness yang merupakan kondisi di mana manusia harus bisa memiliki sesuatu yang bisa menutup kekosongannya tersebut. “Hasrat pada dasarnya merupakan keinginan akan kepemilikan identitas. Pada tataran simbolik, bayi berkeinginan untuk memiliki identitas lengkap yang disebut “aku”. Ketika tercebur ke dalam dunia bahasa, bayi mau tidak mau harus tunduk pada aturan sistem penandaan di ruang bahasa. Bentuk lain dari hasrat adalah “keinginan untuk menjadi” sebuah subjek yang utuh, tidak terbelah dan tanpa kekurangan (lack) dan penuh dengan pemenuhan. Hasrat ini berarti hasrat kembali pada yang real, yang telah menghilang saat akuisisi bahasa. Hasrat untuk kembali pada sesuatu yang tidak mungkin lagi dijelajahi oleh bahasa dan simbol” (Iriani, -: 4-5). Individu menurut Lacan, tidak hanya kehilangan kejernihan atas perbedaannya dengan yang lain, tetapi juga mencampur adukkan antara hasratnya dengan hasrat orang lain. Lacan mengatakan bahwa manusia selalu berada dalam kondisi Lack/berkekurangan, dan hanya hasrat yang dapat memenuhi kekurangan (lackness) tersebut (Ganjarjati, 2014: 12). Proses pergeseran dari kebutuhan menjadi permintaan dan kemudian menjadi keinginan harus
dipahami
dalam arti simbolik. Keinginan dengan
demikian adalah bagian dari wilayah simbolis, keinginan individu
selalu
berkaitan dengan apa yang diingini oleh orang lain, sebab keinginan adalah milik penanda-penanda dan penanda-penanda milik semua pemakai bahasa, “as desire of Other that man’s desire finds form” (Lacan dalam Rosyidi, 2004:60). Pengalaman perkembangan diri manusia oleh Lacan dijelaskan menjadi tiga tahapan, yaitu: yang nyata, yang imajiner dan yang simbolik. Ketiga tahapan
15
tersebut
dihubungkan
oleh
konsep
kebutuhan,
permintaan
dan
keinginan.keinginan disebut juga dengan hasrat oleh Lacan. “Keinginan atau hasrat adalah gagasan yang sukar, dan, Lacan mengatakan, bersifat manusiawi secara unik, sebab keinginan adalah milik bahasa. Bahasa adalah milik bersama, bukan milik individu siapa pun, maka setiap keinginan individual merupakan bagaian bahasa. Hasrat seksual seorang individu, misalnya, kerap kali dapat dibangkitkan oleh suatu bentuk khusus kata-kata seorang pecinta potensial yang menjadi penanda hasratnya” (Hill, 2002: 65). Pengertian bahwa “pikiran” akan selalu dibatasi atau diresapi dorongandorongan naristik, hasrat tidak sadar, dan kekuatan-kekuatan terrepresi, walaupun di permukaan kelihatan sebagai aksi-aksi dan maksud-maksud yang bebas atau alami. Contoh yang paling jelas adalah fenomena seksualitas (Rosyidi, 2004: 1112). E. Metode Penelitian 1. Bahan dan materi penelitian A. Pustaka Primer a. Pustaka primer objek material 1. Film Lolita (1997) karya Adrian Lyne (diadaptasi dari novel Nabokov) 2. Novel Lolita karya Vladimir Nobokov 3. Resensi Film Lolita (1997) karya Adrian Lyne b. Pustaka primer objek formal Buku Lacan yang berjudul Ecrits: A Selection (1997), The Seminar of Jacques Lacan Book XV The psychoanalytic act (1967-1968).
16
B. Pustaka Sekunder a. Skripsi yang mengangkat tema yang sama dan menggunakan objek material maupun objek formal yang sama dengan penelitian. b. Buku, artikel, jurnal, karya ilmiah dan media jenis lain yang mengulas tentang film Lolita. 2. Analisis Data Pengumpulan data dalam penelitian ini merupakan refleksi filsafat dalam ilmu psikologi terkait dengan objek material dan objek formal. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan studi kepustakaan sebagai pemenuhan kriteria dari metode penelitian ilmiah. Unsur-unsur metodis yang digunakan untuk analisis hasil, antara lain: a. Deskripsi Seluruh penelitian harus dibahasakan. Ada kesatuan mutlak antara bahasa dan pikiran seperti antara badan dan jiwa. Pemahaman baru dapat
menjadi
mantap,
kalau
dibahasakan.
Hanya
dengan
dieksplisitkan, suatu pengalaman tak sadar dapat mulai berfungsi dalam pemahaman (Bakker, 1990: 54). Deskripsi dilakukan untuk menjelaskan permasalahan yang dialami tokoh utama dalam film, yaitu Humbert dengan menggunakan pisau analisis pemikiran Lacan. b. Interpretasi Interpretasi memuat hubungan-hubungan atau lingkaran-lingkaran yang beraneka ragam, yang merupakan satuan unsur-unsur metodis.
17
Unsur-unsur itu menunjukan dan menjamin, bahwa interpretasi bukan semata-mata merupakan kegiatan manasuka, menurut selera orang yang mengadakan interpretasi, melainkan bertumpu pada evidensi objektif, dan mencapai kebenaran objektif (Bakker, 1990:42-43). Peneliti melalui data-data dan hasil penelitian tentang tokoh Humbet dalam Film Lolita (1997) karya Adrian Lyne dengan menggunakan konsep hasrat Jacques Lacan dan mencoba memahami peristiwa problematis dan mencari filsafat tersembunyi, yakni hasrat dalam pemikiran psikoanalisis Lacan mendasari perilaku manusia. Kemudian atas dasar pemahaman tersebut peneliti memberikan evaluasi kritis dan menyajikan filsafat yang lebih lengkap dan sesuai. c. Kesinambungan Historis Metode ini dibagi menjadi dua, yaitu: pertama, dalam objek penelitian sendiri. Perkembangan pribadi itu harus dapat dipahami suatu kesinambungan. Kedua, objek lampau dan peneliti aktual. Subjek saat sekarang ini menjelaskan objek penelitian yang lampau; tetapi sebaliknya yang lampau menjelaskan situasi subjek bagi dirinya sendiri juga (Bakker, 1990: 47-48). Penelitian ini menggunakan pendekatan kesinambungan historis untuk dapat menyelidiki pemikiran tokoh yang diambil sebagai objek formal dan tema yang diambil dalam penelitian ini menjadi sebuah solusi yang bisa diterapkan pada problematika dewasa ini.
18
F. Hasil Yang Akan Dicapai 1. Memperoleh pemahaman tentang hasrat Jacques Lacan. 2. Memperoleh gambaran mengenai orientasi seksual tokoh Humbert dalam film Lolita (1997) Adrian Lyne sebagai alternatif dalam memahami perilaku manusia terkait hasrat dan pembentukan kepribadian. 3. Memperoleh pandangan dan pemahaman kritis tentang tindakan seksual tokoh Humbert dalam film Lolita (1997) dari sudut pandang hasrat Jacques Lacan.
G. Sistematika Penulisan BAB I :
berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang akan dicapai, dan sistematika penulisan.
BAB II :
berisi riwayat hidup Jacques Lacan dan garis besar uraian teori hasrat Jacques Lacan.
BAB III :
berisi pembahasan terkait objek material penelitian yang diangkat, meliputi: penokohan, setting, alur, dan konflik dalam Film Lolita (1997) karya Adrian Lyne.
BAB IV:
berisi analisis teori hasrat Jacques Lacan pada tokoh Humbert dalam Film Lolita (1997) karya Adrian Lyne.
19
BAB V:
berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran terkait dengan film tentang hasrat, orientasi seksual dan perilaku manusia.