BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Dalam Undang-Undang RI
No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Kemudian fungsi dan tujuan penidikan adalah: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”1 Berdasarkan pengertian, fungsi, dan tujuan pendidikan diatas, maka sangat dibutuhkan sosok guru yang penuh dedikasi dan pengabdian yaitu guru yang professional. Ketika seorang guru dalam melakukan
proses
pembelajaran tidak mempunyai program yang jelas, tidak inovatif dan tidak kreatif maka akan menghasilkan lulusan (output) yang rendah sehingga dapat menjadikan kredibilitas sekolah citranya menjadi turun di mata masyarakat, sedangkan mereka telah mempercayakan anak-anaknya di lembaga tersebut. 1
Undang-undang RI No.20 thn 2003, tentang sistem pendidikan nasional (Sisdikanas)
1
Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional,
keberadaan lembaga
pendidikan dikelola dengan optimal oleh tenaga pengajar yang professional merupakan suatu keharusan. Pengelolaan lembaga secara profesional akan menghasilkan lembaga yang bermutu, dengan adanya pendidikan yang bermutu, maka akan menghasilkan lulusan yang berkualitas pula. Menjadikan sosok guru sebagai tenaga professional diperlukan pembinaan melalui supervisi secara terus menerus dan berkesinambungan. Pemberian motivasi dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya. Untuk menjadi guru professional tidak hanya dengan meningkatkan
kompetensinya melalui
pemberian penataran dan pelatihan, tetapi juga memperoleh kesempatan dalam peningkatan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kita dapat melihat terlebih dahulu istilah yang selalu menjadi bahan perbincangan di sekolah, yakni komitmen. Para pendidik mengindikasikan bahwa beberapa guru ada yang memiliki komitmen yang kuat dalam mengajar dan ada yang sedikit bahkan tidak memiliki komitmen. Komitmen lebih luas dari sekedar perhatian, sebab mencakup waktu dan usaha. Guru yang tidak memiliki komitmen adalah guru yang hanya memperhatikan dirinya sendiri, dan tidak mempunyai keinginan untuk berkembang serta tidak mau mengorbankan waktu dan tenaganya untuk pengembangan dirinya. Sedangkan guru yang mempunyai komitmen tinggi akan lebih adaptif dalam mengajar, fleksibel dan toleran, serta dapat menggunakan serangkaian model pembelajaran. Guru dapat dilihat mengikuti kontinum komitmen mulai dari yang rendah menuju yang tinggi.2
2
Luk-luk Nur Mufidah, 2009 Supervisi Pendidikan Teras hlm. 73
2
Tabel 1.1 KONTINUM KOMITMEN NO
LOW
HIGH
1
Sedikit memperhatikan siswa
Sangat memperhatikan siswa
2
Sedikit waktu/tenaga
Punya banyak waktu/tenaga
3
Ingin mempertahankan pekerjaan Lebih memperhatikan apa yang dan jabatan
dapat ia lakukan untuk pihak lain
Seseorang dapat dengan mudah mengidentifikasi guru di sekolah atau organisasi berdasarkan kontinum di atas. Beberapa guru mungkin berada pada lefel rendah dan sebagian pada level yang tinggi dan beberapa yang lain berada diantara dua level ini. Jika level tersebut dijadikan sebagai acuan maka pola pendekatan harus disesuaikan, namun demikian ada variable lain yang perlu diperhatikan adalah kemampuan guru untuk berfikir abstrak. Menurut penelitian Harvey (1996) dan Hunt and Joyce (1967) telah mencatat bahwa guru yang berada pada level pengembangan koknitif yang tinggi, pemikiran abstraksinya juga tinggi mampu menyesuaikan diri dengan kompleksitas kelas, intinya
bahwa guru yang berada pada lefel high
3
cenderung lebih adaptif dalam mengajar, fleksibel dan toleran, serta dapat menggunakan serangkaian model pembelajaran. 3 Dalam berbagai pandangan pengajaran guru yang berada pada level tinggi dapat mengajar lebih baik dibanding dengan teman sejawatnya yang berada pada level yang ada di bawahnya.
Bagi
supervisor
dalam
melakukan pendekatan supervisi harus mengikuti kontinium berfikir abstrak. Adapun kontinium berfikir abstrak sebagaimana tersebut di bawah ini. Tabel: 1.2 KONTINIUM BERFIKIR ABSTRAK NO 1
RENDAH
MENENGAH
Guru selalu bingung
TINGGI
Dapatmendefinisikaspon
Dapat
problem
memikirkan problem
2
Tidak
tahu
harus
berbuat apa
Mampu merespon problem
Dapat merencanakan banyak alternative
3
Punya sedikit respon
Punya kemampuan
penyelesaian.
berfikir melalui sebuah
Dapat
rencana yang luas
sebuah rancangan
memilih
dan memikirkan setiap detailnya
3
Ibid, hlm 74
4
Guru dengan tingkat abstraksi rendah tidak yakin mereka tidak mempunyai masalah di kelas, namun jika meeka sadar maka ia tentunya bingung karena menghadapi banyaknya permasalahan. Mereka tidak mengerti tentang apa yang harus ia lakukan, dan mereka membutuhkan petunjuk yang harus dilakukan. Normalnya mereka hanya memiliki alternative solusi yang sangat terbatas misalnya murid harus dipaksa banyak mengerjakan PR tanpa memperhatikan perkembangan murid dan hanya berpedoman pada buku LKS. Guru tingkat abstraksi sedang biasanya dapat mendefinisikan problem berdasarkan pada apa yang telah mereka lihat. Mereka dapat menentukan satu atau dua alternativ solusi, namun kesulitan merumuskan solusi tersebut dalam perencanaan yang komprehensif. Guru
dengan
tingkat
berfikir
abstrak
tinggi
dapat
melihat
permasalahan dalam berbagai persepektif sendiri, siswa, orang tua dan perpektif
administrator
dan
dapat
menemukan
berbagai
alternative
pemecahan. Mereka dapat memikirkan keuntungan dan kerugian dari masingmasing rencana dan memutuskan berdasrkan pemikiran. Mereka akan segera merubah rencana jika konskwensi yang diharapkan tidak terwujud. Dalam membuat perencanaan mereka dapat menetapkan problem-problem yang muncul dan menyiapkan rencana antisipatif, hal ini berbeda jauh dengan guru tingkat bstraksi sedang apalagi yang dengan guru yang tingkat abstraksi rendah. Dengan menggunakan level komitmen dan abstrak seorang supervisor dapat melakukan analisis dan dapat dipertemukan dengan dua garis kontinum yakni kontinum tingkat tinggi dan kontinum tingkat rendah. Dapat peneliti gambarkan: L Kuadran III
tinggi E
5
Penilai analitis
V
Kuadran IV
E
professional
L Rendah------------------komitmen -------------------- tinggi a kuadran I
b
Guru Dropout
kuadran II s
Guru tidak fokus
r a k s i
rendah
Kuadran I : Adalah guru yang level komitmennya rendah dan level abstraksinya juga
rendah. Dia dikategorikan sebagai guru dropout. Dia bekerja
hanya sekedar untuk menggugurkan kewajibannya saja. Dia juga kurang memiliki motivasi untuk mengembangkan kompetensinya. Lebih jauh lagi, dia tidak dapat berfikir perubahan tentang apa yang harus dilakukan dan sudah puas dengan pekerjaan rutinnya sehari-hari. Dia selalu menyalahkan orang lain dalam pandangan guru yang seperti ini yang membutuhkan bantuan. Kuadran II : Guru yang tingkat komitmennya tinggi namun tingkat abstraksinya rendah. Dia adalah guru yang antusiasaha , energik dan selalu penuh perhatian. Dia selalu berusaha untuk selalu menjadi guru yang baik dan ingin membuat kelasnya lebih menarik dan relevan dengan siswa.
6
Dia bekerja dengan keras dan biasanya membawa pekerjaan ke rumah. Sayangnya perhatian yang baik tidak didukung oleh kemampuannya untuk menyelesaikan persoalan dengan realistis. Guru seperti ini dikategorikan sebagai guru yang tidak fokus. Dia selalu terlibat banya proyek dan aktivitas organisasi yang lain, tapi ia mudah merasa bingng, berkecil hati, dan menjeburkan diri dan menceburkan diri dalam tugas yang menumpuk. Hasilnya guru seperti ini jarang dapat menyelesaikan tugasnya sebelum menerima tugas yang baru. Kuadran III: Guru yang tingkat komitmenna rendah namun tingkat abstraksinya tinggi. Dia adalah guru yang cerdas, penuh dengan ide-ide cemerlang tentang apa yang harus dilakukan di kelas maupun di dalam sekolah. Dia dapat mendiskusikan isu yang muncul secara gambling dan dapat berfikir dengan membuat tahapan-tahapan penting untuk dilaksanakan dengan baik. Guru seperti ini dikategorikan sebagai pengamat analitis. Karena
ide-idenya seringkali tidak terlaksana. Dia tahu apa yang
harus dilakukan, namun dia tidak mau mengorbankan waktu dan tenaganya serta tidak peduli pada apa yang direncanakan. Kuadran IV: Guru yang tingkat komitmen dan abtraksnya sama-sama tinggi. Dia benar-benar
guru
yang
professional
komitmen
terhadap
pengembangan diri secara terus menerus, pengembangan siswa, dan sesame guru. Dia mampu memikirkan tugasnya, mempertimbangkan alternative yang ada, mampu menentukan pilihan dengan rasional, dan mengembangkan serta melaksanakan perencanaan yang matang. Dia dianggap sebagai pimpinan
formal, dan orang lain meminta
bantuannya, tidak hanya karena memiliki banyak ide, aktivitas, dan 7
sumber daya, namun orang seperti ini selalu terlibat aktif dalam merancang perencanaan dengan sempurna. Dia adalah pemikir dan sekaligus pelaksana. Dengan memfokuskan pada dua variabel tersebut di atas, supervisor dapat
memulai
berfikir
bahwa
individu
guru
memiliki
perbedaan
perkembangan. Guru dapat diarahkan dengan berbagai cara untuk membantu mereka mengembangkan tingkat komitmen dan abstraksi kea rah yang lebih tinggi. Pertama kali supervisor harus bekerja sama dengan mereka sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Pendidikan adalah merupakan bagian yang sangat urgen dalam kehidupan, dimana manusia dapat membina kepribadian dengan jalan membina potensi – potensi pribadinya masing-masing sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat. Dengan nilai-nilai yang ada maka akan berlaku suatu proses
pendidikan
sesuai
dengan
tujuan
utama
pendidikan,
yaitu
mengembangkan kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap anak didik secara optimal.4 Dengan landasan pemikiran tersebut pendidikan nasional disusun sebagai usaha sadar untuk memugkinkan bangsa Indonesia mempertahankan kelangsungan hidupnya dan dirinya secara terus – menerus. Pembenahan dan peningkatan mutu layanan pendidikan pada hakekatnya merupakan tugas yang tidak akan pernah selesai pada sebuah satuan pendidikan. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, lembaga pendidikan dituntut harus selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan tersebut. Salah satu faktor kemunduran
Ibid, hlm 77 4 Rahayu Trisnani, Model Supervisi Pengajaran dalam Rangka Peningkatan Profesionalitas Guru ( Studi kasus di Madrasah Aliyah negeri 3 Malang), Malang, 2006.hal.1
8
pendidikan pada saat ini disebabkan karena kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh guru. Berkaitan dengan hal ini, maka harus ada peningkatan profesionalisme guru, baik di dalam kelas, saat berlangsungnya kegiatan proses belajar mengajar maupun di luar kelas. Berdasarkan Undang - Undang guru dan dosen No. 14 Tahun 2005 Bab IV pasal 10 ayat 1: seorang guru harus mempunyai empat
kompetensi, yaitu: kompetensi pedagogik,
kompetensi professional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi.5 Bahkan lebih detail dijelaskan dalam Undang – Undang RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003: bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.6 Pada dasarnya guru menyadari terhadap peningkatan profesionalisme pada bidang yang ditekuninya. Akan tetapi perlu disadari juga
bahwa
untuk
meningkatkan
mutu
profesionalitasnya
tersebut,
guru di SDN Bareng 2 mengalami permasalahan antara lain: a. Faktor sarana prasarana yaitu mushalla yang dimiki SDN Bareng 2 terlalu kecil yang luas bangunannya hanya
28 meter persegi,
sementara jumlah murid keseluruhan adalah 584 murid, sehingga guru pendidikan agama Islam tidak dapat melaksanakan shalat dhuhur secara maksimal di sekolah.Memang ada upaya untuk memperluas bangunan mushalla dengan harapan seluruh siswa atau siswa kelas 3 sampai dengan siswa kelas 6 dapat melaksanakan shalat dhuhur berjamaah secara bergiliran.
5
Undang-undang Guru dan Dosen Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). 6
9
b. SDN Bareng 2 mempunyai 18 kelas dengan jumlah siswa 584 siswa yang dibimbing oleh 2 guru pendidikan agama Islam.Hal ini antara jumlah kelas (jumlah siswa) dengan jumlah guru yang hanya 2 orang sungguh kurang memadai, sehingga membuat guru kurang maksimal dalam menjalankan tugas yaitu membimbins proses pembelajaran siswa dengan maksimal. c. Pengaruh eksternal siswa yaitu dengan adanya alat komunikasi yang semakin canggih misalnya HP dan internet membuat siswa malas belajar dan pikiran siswa ingin selalu bermain Game.Siswa kurang dapat mengambil manfaat dari kemajuan iptek yang ada.Mestinya dengan adanya kemajuan iptek ini membuat siswa maju dalam proses pembelajarannya. d. Perhatian orang tua siswa dalam hal ibadah shalat putra putrinya masih rendah.Hal ini ditunjukkan ketika guru pendidikan agama Islam mengajar di kelas 5 dan bertanya kepada siswa tentang shalat 5 waktu yang telah mereka lakukan hari itu, dari 105 siswa yang terbagi dalam 3 kelas, yang melakukan shalat subuh 8 siswa (7,6 %), shalat dhuhur 16 siswa (15,2 %), shalat Asar 24 siswa (22,8 %) shalat Magrib 72 siswa (68,5 %), shalat Isya’ 49 siswa (46,6%). Pertanyaan guru pendidikan agama Islam kepada siswa-siswinya tentang apakah orang tua menasehati atau menyuruh putra-putrinya untuk menjalankan shalat setiap waktu shalat tiba, dari 105 siswa yang menjawab “selalu” ada 16 siswa (15,2 %), yang menjawab “jarang” ada 73 siswa (69,5 %), yang menjawab “tidak pernah” ada 16 siswa (15,2 %). Seperti telah kita ketahui bersama bahwa kegiatan utama pendidikan di
sekolah
dalam
rangka
mewujudkan
10
tujuannya
adalah
kegiatan
pembelajaran. Karena itu, seluruh aktifitas tenaga kependidikan di sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi, efektifitas dan daya tarik pembelajaran. Untuk memperoleh pengajaran yang baik perlu adanya sistem supervisi yang efektif. Keefektifan tersebut dapat ditegaskan sebagai berikut: (1) supervisi merupakan usaha untuk membantu dan melayani guru dalam meningkatkan kemampuan keguruannya (2) supervisi tidak langsung diarahkan kepada murid, tetapi kepada guru yang membina (3) perlu adanya pengawasan intern baik dari pihak sekolah / kepala sekolah maupun luar sekolah/ supervisor (pengawas). Prinsip supervisi pendidikan pada umumnya mengacu kepada usaha perbaikan situasi belajar mengajar. Oleh karena itu, supervisi merupakan suatu proses yang dirancang untuk membantu dan membimbing para guru untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang ada pada guru tersebut. Bimbingan professional memberikan
kesempatan
yang dimaksud bagi
guru-guru
professional, sehingga mereka lebih senang
adalah segala usaha untuk
berkembang
yang secara
dalam melaksanakan tugas
pokoknya, yaitu memperbaiki dan meningkatkan proses belajar murid atau peserta didik.7 Kedudukan kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan sekaligus sebagai pemimpin pendidikan dalam lembaga tersebut mempunyai peranan sangat penting untuk membantu guru dan seluruh elemen yang ada di sekolah. Di dalam kepemimpinannya kepala sekolah harus dapat memahami, mengatasi dan memperbaiki kekurangan – kekurangan yang terjadi di lingkungan sekolah. Kepemimpinan suatu lembaga adalah salah satu faktor yang memiliki peranan yang sangat
penting, terutama pemimpin adalah
sebagai promotor aktivitas para partnernya, termasuk di lembaga formal
7
Ridwan (Ed), 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung :Alfabeta, hlm.313
11
seperti sekolah atau madrasah yang
salah satu bagian dari tri pusat
pendidikan dan secara sengaja di desain untuk proses transfer knowledge dan transfer values. Pada Sekolah atau Madrasah pemimpin dan manajernya adalah kepala Sekolah/ Madrasah, yang mengemban tugas utama dalam perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi Sekolah/Madrasah. Khususnya di era global yang sarat dengan segala kompetisi di bidang apapun. Kepala Sekolah/Madrasah harus mampu mengamati serta melakukan perbaikan, perubahan demi mutu Sekolah/Madrasah yang dipimpinnya. Kemampuan mengajar guru menjadi jaminan tinggi rendahnya kualitas layanan belajar. Kegiatan supervisi menaruh perhatian utama para guru, kemampuan supervisor adalah memberi bantuan kepada guru, sehingga akan terjadi perubahan prilaku akademik. Kepemimpinan seseorang dalam mempengaruhi
perkembangan
organisasi
melakukan supervisi sangat atau
lembaga
pendidikan,
khususunya pada lembaga pendidikan (sekolah), Kepala sekolah sebagai promotor dalam kepemimpinan. Berdasarkan hal tersebut di atas dan juga sesuai dengan Permendiknas No.13 Tahun 2007 Kepala Sekolah/Madrasah dalam jenjang pendidikan dasar maupun menengah harus memiliki lima dimensi kompetensi yaitu: dimensi kepribadian, manejerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial. (Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanl No. 13 tahun 2007).8 Kepala Sekolah atau Madrasah harus memiliki kompetensi sesuai dengan apa yang telah ditetapkan pada Permendiknas No.13 Tahun 2007 agar dalam menjalankan tugas sesuai dengan standar serta dapat berperan secara aktif dalam proses perencanaan, pengorganisasian, monitoring dan evaluasi
8
Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanl No. 13 tahun 2007 dalam Undang-Undang SISDIKNAS (UU RI No. 20 th.2003), Sinar Grafika;Jakarta Cet I 2008, hlm 221
12
program atau kegiatan. Diantara kompetensi yang harus diperhatikan serta dilaksanakan dengan baik oleh Kepala Sekolah/Madrasah adalah kompetensi supervisi. Supervisi menjadi hal yang sangat penting untuk meningkatkan profesionalitas guru dalam proses pembelajaran serta hasil belajar siswa, karena keduanya saling berhubungan. Pada kenyataannya, dari 192. 985 kepala sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia
dengan jumlah siswa
mencapai 43.006514 orang. belum memiliki kualifikasi sebagai kepala sekolah yang handal. Dan diakui oleh ditjen PMPTK, Kementrian Pendidikan Nasional, bahwa kepala sekolah di Indonesia belum handal dalam manajerial dan supervisi akademik.9 Khusunya pada sekolah dasar misalnya dari aspek akreditasi, yang terakreditasi pada Sekolah Dasar yang terakreditasi A hanya sebanyak 429 atau 7,6% saja.10 Walaupun permasalahan akreditasi mencakup penilaian keseluruhan lembaga, supervisi juga menjadi usaha diagnosis secara kritis terhadap aktivitas-aktivitas dan kesulitan-kesulitan belajar-mengajar, serta menolong untuk merencanakan perbaikan-perbaikan. Berdasarkan data di atas, maka supervisi akademik harus dilaksanakan secara professional. Supervisi akademik merupakan salah satu macam supervisi yang menitik beratkan pengamatan pada masalah akademik, yang langsung berkaitan dengan lingkup kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses belajar.11 Proses belajar akan dapat berjalan efektif dan efisien diantaranya dengan adalah ketepatan strategi yang digunakan oleh guru, sebab guru sebagai pembimbing serta pengawas di ruang kelas. Sedangkan kepala sekolah sebagai supervisor harus mampu melakukan
9
Harian Umum Republika, jum’at 25 Juni 2009//. Manajerial Kepala Sekolah Rendah Diskriptif Statistik Pendidikan Madrasah. Kemenag. Statistik.htm.
10
11
Suharsimi Arikunto, Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan; Aditya Media, Yogyakarta, 2008,hlm 375
13
supervisi untuk memperbaiki atau meningkatkan suatu kegiatan pembelajaran di sekolah sehingga lebih bermutu. Sehubungan dengan permasalahan – permasalahan di atas yang berhubungan dengan supervisi akademik, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan “ Aplikai Supervisi Kepala Sekolah
Dalam Peningkatkan Profesionalisme Guru Pendidikan
Agama
Islam ( Studi di SDN Bareng 2 kecamatan Klojen kota Malang).
B. Fokus Penelitian Dari konteks penelitian yang telah diuraikan diatas, penelitian adalah
maka fokus
Bagaimana Aplikasi Supervisi Kepala Sekolah dalam
peningkatan profesionalisme guru agama Islam di SDN Bareng 2. Dari fokus tersebut, maka sub fokus penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti secara mendalam dan terperinci adalah: 1. Bagaimana Perencanaan supervisi Kepala Sekolah dalam peningkatan profesionalisme
Guru Pendidikan Agama Islam di
SDN Bareng 2
kecamatan Klojen kota Malang? 2. Bagaimana peningkatan
pendekatan dan tehnik supervisi kepala sekolah dalam profesionalisme
Guru
Pendidikan
Agama
Islam
di SDN Bareng 2 kecamatan Klojen kota Malang? 3. Bagaimana aplikasi supervisi kepala sekolah dalam peningkatan profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam di SDN Bareng 2 kecamatan Klojen kota Malang?
C. Tujuan Penelitian Berangkat dari fokus penelitian di atas, penelitian ini bertujuan: 1. Mendiskripsikan
perencanaan
supervisi
Kepala
Sekolah
dalam
peningkatan profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam di SDN Bareng 2 kecamatan Klojen kota Malang 14
2. Mendiskripsikan pendekatan dan tehnik supervisi kepala sekolah dalam peningkatan profesionalisme
Guru Pendidikan Agama Islam di SDN
Bareng 2 kecamatan Klojen kota Malang. 3. Mendiskripsikan aplikasi supervisi kepala sekolah dalam peningkatan profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam di
SDN Bareng 2
kecamatan Klojen kota Malang.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat atau kegunaan dari penelitian ini, meliputi dua hal, yaitu manfaat teoritis atau akademis dan manfaat praktis. Manfaat Teoritis adalah Memberi gambaran tentang pelaksanaan supervisi yang dilakukan kepala SDN Bareng 2 kecamatan Klojen kota Malang kepada guru-guru hingga
memungkinkan
peneliti-peneliti
selanjutnya
bisa
menjadikan
penelitian ini sebagai landasan teoritik. Manfaat Praktis: Secara praktis, penelitian ini akan bermanfaat bagi Pengembangan program yang efektif baik pada rencana kegiatan Sekolah atau proses pembelajaran yang sesuai dengan standar proses yang ditentukan. Manfaat
bagi
peneliti
adalah:
Untuk
memperluas
wawasan,
pengetahuan dan ketrampilan dalam kaitannya dengan aplikasi supervisi kepala sekolah dalam peningkatan profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam. Serta melengkapai peneliti selaku praktisi pendidikan yang bergelut di bidang pendidikan
E. Penelitian Terdahulu 1. Kaharuddin (Tesis, 2012) sekolah
dengan judul Peran kepemimpinan kepala
dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMA Muhammadiyah
Tolobali kota Bima .
15
Perbedaannya: Dia menjelaskan dalam Penelitiannya bahwa perranan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan sebagai pendidik, manager, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator. Persamaannya dengan peneliti adalah tentang Upaya dalam meningkatkan profesionalisme gurudan meningkatkan mutu pendidikan Lokasi Penelitian: Lokasi penelitian dilaksanakan di SMA Muhammadiyah Tolobali kta Bima. Orisinalitas penelitian: Bahwa penelitian ini fokusnya adalah tehnik dan model pendekatan supervisi kepala sekolah terhadap guru agama Islam untuk peningkatan profesionalnya sebagai seorang guru di SDN Bareng 2. 2. Abdul Fatah (Tesis, 2012) dengan judul Perilaku Kepemimpinan Kepala Mdrasah dalam Mewujudkan Madrasah Yang Bermutu di MTs Ssurya Buana Kota Malang. Perbedaannya:
bahwa
penelitian
ini
lebih
terfokus
pada
perilaku
kepemimpinan kepala Madrasah dalam mewujudkan madrasah yang bermutu. Persamaannya:upaya meningkatkan mutu pendidikan melalui guru yang profesional. Orisinalitas penelitian: Bahwa penelitian ini fokusnya adalah tehnik dan model supervisi kepala sekolah terhadap guru agama Islam untuk peningkatan profesionalnya sebagai seorang guru di SDN Bareng 2. 3. Zainul Mukarrom (Tesis, 2006) dengan judul Studi Mdel Supervisi Kepala Madrasah di MAN 2 Madiun. Perbedaannya: bahwa penelitian ini lebih terfokus pada bagaimana fungsi supervisi kepala sekolah diterapkan di sekolah. Persamaannya : peningkatan profesionalisme guru Lokasi penelitian: MAN 2 Madiun
16
Orisinalitas penelitian: Bahwa penelitian ini fokusnya adalah tehnik dan model pendekatan supervisi kepala sekolah terhadap guru agama Islam untuk peningkatan profesionalnya sebagai seorang guru di SDN Bareng 2. Lokasi penelitian: Zainul Hasan Genggong Panjarakan Probolinggo 4. I’if Khoiru Akhmadi (Tesis, 2006) dengan judul tesis Manajemen Pengembangan Profsesionalisme Guru Madrasah Ibtidaiyah (studi kasus di Madrash Ibtidaiyah Jendral Sudirman Malang) Perbedaannya: penelitian ini hanya lebih fokus pada model rekrutmen guru dan pemberdayaan guru serta alasan dilakukan menejemen profesionalisme guru. Persamaannya: pengembangan profesionalisme guru. Lokasi penelitian: Madrasah Ibtidaiyah Jendral Sudirman Malang Orisinalitas penelitian: Bahwa penelitian ini fokusnya adalah tehnik dan model pendekatan supervisi kepala sekolah terhadap guru agama Islam untuk peningkatan profesionalnya sebagai seorang guru di SDN Bareng 2. 5. Imam Wahyudi (Tesis 2010) dengan judul Peran Kepala Madrasah Dalam Mengembangkan profesionalisme Guru (Studi Penerapan fungsi Manajemen Kepala Madrasah di Sekolah Alam Billingual MTs Surya Buana Malang). Perbedaannya:Dalam penelitiannya ia hanya berfokus pada keunggulan manajemen kepala sekolah dalam pengembangan lembaga pendidikan. Persamaannya: Upaya Pengembangan Profesionalisme guru Lokasi penelitian: MTs Surya Buana Malang Orisinalitas penelitian: Bahwa penelitian ini fokusnya adalah tehnik dan model pendekatan supervisi kepala sekolah terhadap guru agama Islam untuk peningkatan profesionalnya sebagai seorang guru di SDN Bareng 2.
17