BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Menurut data Statistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, (2009) saat ini Indonesia memiliki luas kawasan hutan seluas 133.453.366 juta Ha, yang terdiri dari luas kawasan hutan produksi seluas 81.857.776,30 juta Ha dan luas kawasan hutan lindung 31.551.088 juta Ha. (Statistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, 2009), dengan produksi kayu bulat sebesar 34,32 juta m3, kayu lapis 3 juta m3, kayu gergajian 710.208 m3, veneer 687.510 m3, chipwood 1.012.704,28 juta m3 Data resmi Kementrian Kehutanan
tersebut menyambung data dari
tahun 1970 hingga 1990-an yang memperkirakan laju kerusakan hutan antara 0,6 –1,2 juta ha per tahun. Secara khusus, pemetaan hutan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan bantuan dari World Bank selama periode 19861997 menunjukkan bahwa laju kerusakan hutan selama periode tersebut adalah sekitar 1,7 juta ha per tahun, dan telah terjadi peningkatan yang tajam sampai lebih dari 2 juta ha/tahun (FWI/GWI,2001). Pada tahun 2011, FWI melalui laporan Potret Keadaan Hutan Indonesia jilid II menjelaskan bahwa laju
1
kerusakan hutan masih tergolong tinggi, yaitu sekitar 1,5 juta ha kurun waktu tahun 2000-2009. Terjadinya eksploitasi yang meningkat setiap tahunnya terhadap sumber daya hutan menyebabkan sumber daya hutan tidak mampu memberikan manfaat yang optimal, karena kerusakan dan menurunnya produktifitas. Kebutuhan kayu tropis dari Indonesia cukup besar di pasaran. Kementrian Kehutanan memperkirakan, kebutuhan kayu nasional sebesar 80 juta m3 per tahun, sedangkan jatah produksi tahunan yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2005 sebesar 5,4 juta m3, dan sampai dengan tahun 2009 sebesar 9,1 juta m3 . Sehingga masih terdapat defisit bahan baku sebesar 71,85 juta m3 per tahun (Statistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, 2009). Salah satu alternatif pemecahannya adalah melakukan pembangunan hutan tanaman di dalam kawasan yang tidak produktif, atau pembangunan hutan rakyat. Hutan rakyat mempunyai manfaat dan fungsi dari berbagai sektor seperti peranan ekonomi hutan rakyat, ekologi, sosial. Peranan hutan rakyat secara ekonomi bagi kebutuhan masyarakat diantaranya adalah keberhasilan pembangunan hutan rakyat, sedikit banyak telah mampu mengubah kehidupan masyarakat sekitar hutan. Masyarakat telah merasakan hasil dan manfaat dari pengembangan hutan rakyat. Dengan adanya hutan rakyat, masyarakat merasa bahwa taraf kehidupan mereka jauh lebih baik dibandingkan dengan masa
2
lampau. Masyarakat menjadikan komponen produksi hutan rakyat sebagai sumber ekonomi masyarakat, yaitu kayu untuk pertukangan, maupun untuk kayu bakar, hasil hutan non kayu seperti pangan dan pakan ternak.(Widayanti dan Djuwadi, 2008) Peranan
ekonomi
hutan
rakyat
bagi
kebutuhan
masyarakat
sesungguhnya tidak hanya bersumber dari kayu, karena konsepsi hutan rakyat itu sendiri tidak identik dengan kayu. Untuk itu dapat diklasifikasikan dalam beberapa komponen hutan rakyat yang dapat dijadikan sebagai sumber ekonomi masyarakat, yaitu kayu baik kayu bakar maupun pertukangan, hasil hutan non kayu seperti pangan dan pakan ternak. Komponen-komponen itulah yang selama ini menjadi komponen wono yang memiliki peranan ekonomi dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat setempat.(Widayanti dan Djuwadi, 2008). Hutan rakyat dalam peranan ekologi diantaranya adalah keberhasilan dalam memanfaatkan lahan kritis untuk dijadikan lahan hutan yang bermanfaat. Hutan rakyat berperan untuk mencegah banjir, tanah longsor, erosi tanah, dan menjaga tata air di daerah sekitarnya. Hutan rakyat juga memberikan fungsi sosial. Hutan rakyat juga sebagai salah satu media yang dapat mendukung kegiatan sosial kemasyarakatan, ketika ada kegiatan gotong-royong/kebudayaan yang membutuhkan kayu atau hasil hutan maka hutan rakyat dapat menjadi
3
salah satu penyedianya. Serta hutan rakyat juga dapat memberikan lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar hutan (Lutfi, 2011). Pengelolaan hutan rakyat bertujuan untuk melestarikan sumber daya hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Pengelolaan hutan di Indonesia pada prinsipnya dilakukan oleh pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat (Awang, 2001). Pengelolaan hutan rakyat dapat dilakukan dengan pengorganisasian bersama yang baik. Salah satu cara pengorganisasian bersama dalam hal pengelolaan hutan rakyat adalah dengan kelembagaan pengelolaan hutan rakyat. Kelembagaan hutan rakyat dapat mewujudkan kelestarian hutan rakyat secara berkesinambungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat bersama. Kelembagaan mempunyai fungsi sangat penting dalam mewujudkan tujuan bersama dalam pengembangan pengelolaan hutan rakyat lestari. Kelembagaan hutan rakyat ini tidak cukup dibangun oleh masyarakat pemilik hutan rakyat saja, tetapi juga memerlukan dukungan dan peran dari berbagai pihak terkait. Dukungan dan peran para pihak untuk pengembangan kelembagaan hutan rakyat, juga akan menentukan kelembagaan pengelolaan hutan rakyat di suatu wilayah. Pengembangan kelembagaan dalam pengelolaan hutan rakyat merupakan hal yang penting dan prioritas agar tujuan dari
4
pembangunan hutan rakyat dapat tercapai dengan baik (Widayanti dan Djuwadi, 2008). Banyak pendapat yang menyatakan bahwa kegagalan melakukan kegiatan pembangunan yang berorientasi kepada pembangunan masyarakat disebabkan oleh lemahnya kelembagaan yang ada dalam proses pembangunan tersebut. Secara teknis dan finansial kegiatan terebut nyaris tidak ada masalah, tetapi pencapaian keberhasilan masih rendah. Kelembagaan mempunyai fungsi yang strategis dalam mendukung keberhasilan dari suatu kegiatan. Kelembagaan ini sangat penting jika dilakukan oleh banyak orang, banyak aktor, berdampak luas pada sumber daya alam, lingkungan sosial, apalagi sebuah gerakan sosial yang luas. Oleh karena itu diperlukan pengaturan, membangun tata nilai bersama, dan juga alat ukur keberhasilan yang diakui secara bersama-sama oleh setiap pihak yang terlibat. Dalam situasi seperti itulah diperlukan kelembagaan untuk mencapai tujuan bersama. Kelembagaan dimaknai sebagai satu kumpulan nilai, norma, peraturan dalam kumpulan orang, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu (Awang, 2001). Pengelolaan hutan rakyat merupakan kegiatan kehutanan yang terkait dengan pengembangan masyarakat, pengembangan ekonomi kerakyatan,
5
dengan mempertahankan dan menjamin kelestarian sumber daya alam. Untuk membangun kelembagaan pengelolaan hutan rakyat ini perlu dilakukan kajian awal yang terkait tentang beberapa hal, yaitu insentif, pilihan-pilihan dan hasil manfaat (outcome). Kajian awal ini diperlukan untuk mengidentifikasi potensi kelembagaan yang sudah terjadi di tengah masyarakat, hal ini digunakan sebagai modal untuk pengembangan kelembagaan (Awang, 2003). Penelitian ini dilakukan di Dusun Tumpak Puri, Desa Sumberjo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur. Alasan pemilihan tempat penelitian ini adalah karena Dusun Tumpak Puri cukup representatif mewakili Dusun lainnya yang ada di Desa Sumberjo yang telah memiliki kelompok tani sejak tahun 1980, menjalin kerjasama dengan beberapa stakeholder terkait pengelolaan hutan seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Blitar, BPDAS Brantas, PT SUB yang bergerak di bidang pengolahan produk kayu, dan aktifitas kelompok tani rutin dilakukan. 1.2. Rumusan Masalah Perubahan sosial dalam masyarakat yang dinamis dalam pengelolaan hutan rakyat, menuntut kelembagaan agar dapat mengarahkan pengelolaan untuk jangka panjang dan memenuhi fungsi sosial ekonomi maupun konservasi lingkungan. Maka dari itu diperlukan kelembagaan yang dapat mengakomodir
6
bentuk kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dapat menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas maka fokus permasalahan dalam penelitian ini mengenai : 1) Bagaimanakah profil dan dinamika Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) Ngudi Utomo di Dusun Tumpak Puri, Desa Sumberjo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur. 2) Bagaimanakan aktifitas KTHR dalam pengelolaan Hutan Rakyat 3) Bagaimanakah upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pengembangan kelembagaan terkait pengelolaan hutan rakyat 1.3. Tujuan Penelitian 1) Mengetahui profil dan dinamika Kelembagaan KTHR Ngudi Utomo di Dusun Tumpak Puri, Desa Sumberjo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur. 2) Mengetahui aktifitas KTHR dalam pengelolaan hutan rakyat. 3) Mengetahui upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pengembangan kelembagaan terkait pengelolaan hutan rakyat. 1.4. Manfaat Penelitian 1) Sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Blitar khususnya Dinas Kehutanan dalam
pembinaan lembaga pengelolaan hutan rakyat untuk
7
mewujudkan hutan rakyat yang lestari dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. 2) Sebagai bahan acuan bagi masyarakat di Dusun Tumpak Puri, Desa Sumberjo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur, khususnya KTHR Ngudi Utomo dalam upaya mengembangkan pengelolaan hutan rakyat yang lebih baik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
8
9