BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada alenia IV menyatakan bahwa, tujuan dibentuknya Negara Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Melindungi segenap bangsa Indonesia berarti baik laki-laki maupun perempuan, tua ataupun muda yang menjadi bagian dari bangsa Indonesia wajib mendapatkan perlindungan dari negara. Melindungi juga berarti memberikan kesempatan yang sama adilnya bagi laki laki dan perempuan, tua ataupun muda. Perlindungan berasal dari kata lindung yang artinya tempat berlindung atau hal yang melindungi. Memperlindungi berarti menjadikan atau menyebabkan berlindung, sedangkan perlindungan yakni proses, cara hukum melindungi. Obyek perlindungan hukum adalah hak-hak hukum seseorang. Hak mengandung pengertian milik, kepunyaan, wewenang atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu yang ditentukan oleh hukum. Perlindungan hukum adalah proses, perbuatan dan cara hukum melindungi hak, kepunyaan, wewenang atau kekuasaan seseorang. 1) Hak-hak ini yang dilindungi dalam Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua sebagai landasan konstitusional secara tegas telah mengatur tentang pentingnya perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk didalamnya hakhak anak, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 B ayat (2), yang menyebutkan 1) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1996, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Kedelapan, Balai Pustaka, Jakarta, hlm 595.
1
setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak-anak dilahirkan baik dan tidak berdosa, namun orang dewasa bertanggungjawab untuk secara bijaksana mendukung mereka sehingga potensi dan bakatnya tertarik keluar. Karenanya, anak-anak membutuhkan orang dewasa untuk membimbing atau membuat mereka lebih baik. Anak bergantung pada dukungan orangtua untuk tumbuh. 2) Anak-anak yang masih dependen, sudah tentu berbeda dengan orang dewasa yang pada umumnya secara teoritis dan praktis tidak lagi dikualifikasikan sebagai kelompok rentan.3) Anak-anak kerap menjadi sasaran dan korban kekerasan dengan dampak yang panjang dan permanen. Faktor budaya masyarakat dan ekonomi menjadi salah satu penyebab tingginya kekerasan terhadap anak sekaligus menjadi hambatan dalam pemenuhan hak-hak anak. Contohnya, pandangan bahwa anak yang dimiliki sebagai nilai ekonomi semata sehingga anak akan memiliki arti bila memberikan kontribusi terhadap ekonomi keluarga dan menganggap bahwa tindak kekerasan terhadap anak dianggap hal biasa atau sudah sewajarnya. Perdagangan anak, anak yang dipekerjakan, anak terlantar hingga anak jalanan bahkan anak yang berhadapan dengan hukum berkaitan erat dengan tingkat ekonomi orang tua. 4)
2) John Gray, 2001, Children Are From Heaven, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 1. 3) Dalam kontek HAM, anak masuk dalam kategori kelompok rentan (vulnerable group), yakni kelompok yang rentan/mudah dilanggar hak-haknya dengan cara eksploitasi dan penyalahgunaan. Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dikatakan, yang dimaksud dengan “kelompok masyarakat yang rentan,” antara lain adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat. 4) Hadi Supeno dkk, 2010, Potret Anak Indonesia Catatan Siluet dan Refleksi 2010, KPAI, Jakarta, hlm 31.
2
Hak asasi anak tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia yang mendapat jaminan dan perlindungan hukum baik hukum internasional maupun nasional. Secara universal hak asasi manusia dilindungi dalam Universal Declaration of Human Right (UDHR) 5). Anak terus saja menjadi korban utama konflik bersenjata. Penderitaan anak sangat beragam bentuknya. Anak dibunuh, kehilangan orangtua karena mereka tewas, dibuat cacat, diculik, kehilangan hak atas pendidikan dan kesehatan, menderita trauma batin dan emosi yang mendalam. Mereka mengungsi dan sangatlah rentan khususnya terhadap kekerasan, pengerahan, eksploitasi seksual, penyakit, kurang gizi, dan kematian. Buruknya situasi anak mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat perumusan intrumen hak anak. Perumusan hak-hak anak mengalami proses dialogis yang panjang dan melelahkan, yang kemudian pada tahun 1989 PBB berhasil mengesahkannya menjadi suatu Konvensi PBB Hak Anak (United Nation’s Convention on the Rights of the Child). Konvensi Hak Anak (KHA) yang disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan Resolusi 44/25 pada tanggal 20 November 1989, dan mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered in to force) pada tanggal 2 September 1990. Konvensi Hak Anak merupakan perjanjian internasional mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengintegrasikan hak sipil dan politik (political and civil rights), secara bersamaan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (economic, social and cultural rights). Kehadirannya 5) UDHR adalah deklarasi yang terdiri dari 30 pasal yang mengumandang seruan agar rakyat menggalakkan dan menjamin pengakuan yang efektif dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan yang telah ditetapkan dalam deklarasi. Deklarasi tersebut diterima oleh 49 negara, tidak ada yang menentang, 9 abstain dan berisikan hak-hak sipil dan politik tradisional beserta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
3
mengesampingkan dikotomisasi antara hak sipil dan politik sebagai generasi pertama HAM dengan dengan hak ekonomi, sosial dan budaya yang dikenal generasi kedua HAM. 6) Didalam pembukaan atau mukadimah Konvensi Hak Anak di kemukakan bagaimana latar belakang dan landasan filosofis hak-hak anak. Mukadimah KHA mengingatkan kembali pada prinsip-prinsip dasar PBB dan ketentuan khusus beberapa traktat dan pernyataan mengenai hak asasi manusia yang relevan. Mukadimah KHA juga menegaskan kembali fakta bahwa anak-anak, berhubung kondisi mereka yang rentan membutuhkan pengasuhan dan perlindungan khusus. Dalam sustansi atau materi KHA dideskripsikan secara detil, menyeluruh (holistik) dan maju (progresif) mengenai apa saja yang merupakan hak-hak anak. Konvensi Hak Anak terdiri atas 54 pasal yang berdasarkan materi hukumnya mengatur mengenai hak-hak anak dan mekanisme implementasi hak anak oleh negara peserta. Materi substantif hak anak dalam Konvensi Hak Anak dikelompokkan dalam empat kategori 7), yaitu: 1) Hak terhadap Kelangsungan Hidup (survival rights), yaitu hak-hak anak dalam Kovensi Hak Anak yang meliputi hak-hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the rights of life) dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya (the rights to higest standart of health and medical care attaniable).
6) Muhammad Joni, 1999, Hak-hak Anak Dalam UU Perlindungan Anak dan Konvensi PBB Tentang Hak Anak : Beberapa Isu Hukum Keluarga, MakalahKomisi Nasional Perlindungan Anak, Jakarta, hlm 2. 7) Rachel Hodgkin and Peter Newell, 1998, Implementation Hand Book for The Convention on The Rights of The Child, First edition, UNICEF, New York, hlm 4.
4
2) Hak terhadap Perlindungan (protection rights), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan penelantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga bagi anak-anak pengungsi. 3) Hak untuk Tumbuh Kembang (development rights), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spritual, moral dan sosial anak. 4) Hak untuk Berpatisipasi (participation rights), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal mempengaruhi anak (the rights of a child to express her/ his views in all metter affecting that child). Materi yang terkandung dalam Konvensi Hak Anak dapat dikualifikasi kepada8): 1. Penegasan hak-hak anak, yakni menegaskan apa yang merupakan hak-hak anak seperti hak hidup, hak atas pendidikan, hak atas perlindungan, dan lain-lain. 2. Perlindungan
anak
oleh
negara,
yakni
menegaskan
kewajiban
dan
tanggungjawab negara menjamin, menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak anak. 3. Peran serta berbagai pihak (pemerintah, masyarakat, orangtua, dan swasta) dalam menjamin, menghormati, memajukan, memenuhi, dan melindungi hakhak anak.
8) Paulus Hadisuprapto, 1996, Peranan Orangtua dalam Pengimplementasian Hak-hak Anak dan kebijakan Penanganan anak bermasalah,Jurnal Pembangunan Kesejahteraan Sosial DNIKS No. 7 Mater, hlm 35.
5
Kemajuan
ratifikasi
Konvensi
Hak
Anak
(KHA)
hingga
kini
menggembirakan, karena jika dibandingkan dengan instrumen HAM lainnya, KHA telah di ratifikasi oleh paling banyak anggota PBB. Menurut informasi mutahir, kini KHA telah diratifikasi 191 negara. Indonesia sebagai negara peserta anggota PBB telah mengikatkan dirinya secara hukum (legally binding) dengan meratifikasi KHA pada tahun 1990. 9) Jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, Indonesia termasuk negara peserta yang progresif dengan meratifikasi KHA pada tahap awal, kendatipun dengan melakukan reservasi atas 7 (tujuh) pasal yang dinilai hak yang dasar bagi anak. Langkah hukum ratifikasi ini dilakukan dengan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Peratifikasian Konvensi Hak Anak. 10) Oleh karena itu sejak tahun 1990, dengan segala konsekwensinya maka Indonesia terikat secara hukum untuk melaksanakan hak-hak anak. Berdasarkan
hal
tersebut,
untuk
mewujudkan
perlindungan
dan
kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundangundangan yang dapat menjamin pelaksanaannya, maka ditetapkan Undangundang tentang perlindungan anak yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dikatakan 9) Indonesia meratifikasi KHA namun melakukan reservasi melalaui perryataan (declaration) atas 7 (tujuh) pasal KHA, yakni Pasal 1, 1, 16, 17, 21, 22, dan 29. 10) Pada saat KHA diratifikasi, di Indonesia masih berlaku Surat Presiden RI Nomor 2826/HK/1960
tanggal 22 Agustus 1960 tentang Pembuatan Perjanjian-perjanjian dengan Negara Lain, yang selama ini dipergunakan sebagai pedoman dalam membuat dan mengesahkan perjanjian internasional. Saat ini, dengan disahkannya UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, yang mencabut Surat Presiden RI Nomor 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960. Menurut pasal 9 ayat 2 UU No. 24 Tahun 2000, pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan Undangundang atau Keputusan Presiden.
6
bahwa yang dimaksud dengan (1) anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, (2) perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 11) Hak-hak anak tersebut dapat dikatakan merupakan primary laws (norma hukum utama), yang menjadi inspirasi bagi norma hukum dalam pasal lainnya, yang secara teoritis dapat disebut sebagai secondary laws. Hak hidup sebagai hak yang tidak dapat diabaikan dalam keadaan apapun, termasuk situasi darurat (emergency) juga diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 12) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia juga merumuskan norma hukum yang menjamin hak anak atas hidup, kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan perlindungan. Pasal 1 ayat (12) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 menyebutkan hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Selaras dengan Pasal 1 ayat (12) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, ketentuan Undang-undang Perkawinan juga mewajibkan orangtua untuk 11) Bandingkan dengan Pasal 2 UU No. 23 Tahun 2002, dimana Pasal 28 B ayat 2 UUD 1945, tidak memasukkan hak atas partisipasi (participation rights) sebagai hak anak, sedangkan Konvensi Hak Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 lebih maju dari Pasal 28 B ayat 2 UUD 1945 yang memasukkan hak partisipasi anak. 12) Muhammad Joni, 2004, Menelaah Undang-undang Perlindungan Anak : Tekstual dan Kontekstual dalamMengenal Lebih Dekat UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Cetakan Pertama, Komnas Perlindungan Anak dan Save the Children, Jakarta, hlm 40.
7
melindungi anaknya hingga ia mencapai usia dewasa yang cukup. Dalam Pasal 45 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan juga disebutkan kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Dengan demikian maka keluarga sangat dibutuhkan oleh setiap anak karena dalam keluarga anak akan tumbuh dan berkembang secara baik. Anak-anak akan mendapatkan kasih sayang dan perlindungan yang sepenuhnya dari orangtua mereka. Satu hal yang menjadi ketakutan besar bagi seorang anak adalah perceraian orang tua. Ketika perceraian terjadi, anak akan menjadi korban utama. Pasangan yang akan bercerai sibuk mencari pembenaran akan keputusan mereka untuk berpisah. Mereka tidak lagi mempertimbangkan bahwa ada pihak yang bakal sangat menderita dengan keputusan tersebut, yaitu anak. 13) Perceraian selalu saja merupakan rentetan goncangan-goncangan yang menggoreskan luka batin yang dalam bagi anggota kelurga yang terlibat, terutama anak. Sekalipun perceraian tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan damai oleh orangtuanya, hal itu tetap saja menimbulkan masalah bagi anak-anak mereka. Reaksi anak akan berbeda-beda terhadap perceraian orangtuanya. Semua tergantung pada umur, intensitas serta lamanya konflik yang berlangsung sebelum terjadi perceraian. Setiap anak menanggung penderitaan dan kesusahan dengan kadar yang berbeda-beda. Anak-anak yang orangtuanya bercerai, terutama yang
13) Rahmadi Indra Tektona, 2012, Kepastian Hukum Terhadap Perlindungan Hak Anak Korban Perceraian, Jurnal Muwazah Vol.4 No.1, hlm 22.
8
sudah berusia sekolah atau remaja, biasanya akan merasa ikut bersalah dan bertanggung jawab atas kejadian itu. Anak-anak juga merasa khawatir terhadap akibat buruk yang akan menimpa dirinya. Adakalanya bagi sebagian anak, perceraian merupakan kehancuran keluarga yang akan mengacaukan kehidupan mereka. Paling tidak perceraian tersebut menyebabkan munculnya rasa cemas terhadap kehidupan mereka di masa kini dan di masa depan. Anak-anak yang orang tuanya bercerai sangat menderita, dan mungkin lebih menderita daripada orangtuanya sendiri. Orangtua yang bercerai harus tetap memikirkan bagaimana membantu anak untuk mengatasi penderitaan akibat perpisahan orang tuanya. 14) Perlindungan anak merupakan salah satu bidang dalam pembangunan nasional. Melindungi anak adalah melindungi manusia, dan membangun manusia seutuh mungkin. Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berbudi luhur. Mengabaikan masalah perlindungan anak berarti tidak akan memantapkan pembangunan nasional. Akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang dapat mengganggu penegakan hukum, ketertiban, keamanan, dan pembangunan nasional. Perlindungan anak penting untuk memantapkan pembangunan nasional. 15) Keterlibatan pemerintah dan negara sangat diperlukan untuk memberikan solusi terbaik terhadap anak-anak korban perceraian untuk memastikan hak-hak mereka selaku anak bisa dipertahankan. Anak memiliki hak yang sama seperti pada saat, ketika orang tua belum bercerai antara lain 1) Kasih sayang, meskipun 14) International Development Law Organization, Mempertahankan Hak Anak Setelah Orangtua Bercerai, Serambi Indonesia, Banda Aceh, hlm 73. 15) Retnowulan Sutantio, “Hukum Acara Peradilan Anak”, dalam Atmasasmita Romli, 2007, Peradilan Anak di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hlm 166.
9
orangtua sudah bercerai, 2) Pendidikan, 3) Perhatian kesehatan, 4) Tempat tinggal yang layak. Keempat unsur dasar di atas harus dipenuhi oleh orangtua terhadap anak, jika orangtua mengambil konsekuensi untuk bercerai.16) Seperti halnya konvensi Hak Asasi Manusia lainnya, jika ditilik substansi yang tercakup di dalam Konvensi Hak Anak, bukan saja menegaskan apa yang merupakan hak-hak anak, namun juga bagaimana tanggungjawab negara menjalankan kewajibannya. Dalam Guide to Convention on the Rights of the Child disebutkan beberapa kewajiban negara peserta (state party) dalam konteks melaksanakan Konvensi Hak Anak
17)
yaitu :
1) Membentuk Komisi Nasional Hak Anak (form a National Committee); 2) Membuat tujuan dan sasaran-sasaran (sets goal and objectives); 3) Membuat, memperbaiki dan menyelaraskan peraturan hukum nasional yang berdasarkan kepada Konvensi Hak Anak (passes laws conforming to CRC); 4) Membawa atau mengusakan beberapa program dan kegiatan mengenai implementasi hak anak (carries out pogram and activities). Alternatif
lainnya yang dapat dilakukan negara bagi perlindungan
terhadap anak adalah dengan membuat aturan yang lebih ketat dalam proses perceraian di pengadilan. Salah satunya menerapkan hak intervensi anak
dalam
proses
perceraian
(intervention)
adalah
ikut
orangtuanya
sertanya
pihak
di
pengadilan.
ketiga
untuk
Intervensi
ikut
dalam
16) Rahmadi Indra Tektona, op.cit, hlm 22. 17) Rachel Hodgkin and Peter Newell, op.cit, hlm 3.
10
proses perkara itu atas alasan ada kepentingannya yang terganggu. 18) Hak intervensi anak memberikan ruang untuk anak mempunyai kedudukan untuk membela kepentingannya dalam kasus perceraian orangtuanya. Ada dua alasan mengapa hak intervensi anak diperlukan dalam proses perceraian di pengadilan : 1. Sebuah fakta tetapi sering terlupakan, bahwa bubarnya pernikahan terjadi dalam sistem keluarga yang di dalamnya termasuk anak-anak. Secara sosiologis dan psikologis anak-anak adalah peserta aktif dalam sistem keluarga, bukan pelengkap pasif yang tidak memiliki pengaruh di dalamnya. 2. Alasan kedua adalah bahwa anak-anak memiliki hak untuk melindungi diri terhadap konflik keluarga yang terjadi, hak untuk membantu mencegah perceraian orangtuanya, hak untuk memberikan pendapat pada apa yang mereka lihat sebagai penyebab masalah dan tentang apa yang terbaik bagi mereka dalam proses perceraian. Hak intervensi anak ini sangat terkait dengan prinsip-prinsip dalam Konvensi Hak Anak Dalam KHA, ada 4 (empat) prinsip dasar yang kemudian dirumuskan utuh dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002. Prinsipprinsip umum (general principles) KHA yang diserap sebagai prinsip-prinsip dasar dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tersebut, yakni: a. Non diskriminasi b. Kepentingan terbaik bagi anak 18) Mahkamah Agung RI, 2007, Buku II - Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Cetakan Kesembilan, Balitbang Diklat Kumdil MARI, Jakarta, hlm 73.
11
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan d. Penghargaan terhadap pendapat anak. Alinea pertama dari Pasal 2 KHA menciptakan kewajiban fundamental negara peserta (fundamental obligations of state parties) yang mengikatkan diri dengan Konvensi Hak Anak, untuk menghormati dan menjamin (to respect and ensure) seluruh hak-hak anak dalam konvensi ini kepada semua anak dalam semua jurisdiksi nasional dengan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun. Prinsip kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child) yang diadopsi dari Pasal 3 ayat (1) Konvensi Hak Anak, dimana prinsip ini diletakkan sebagai pertimbangan utama (a primary consideration) dalam semua tindakan untuk anak, baik oleh institusi kesejahteraan sosial pada sektor publik ataupun privat, pengadilan, otoritas administratif, ataupun badan legislatif. Pasal 3 ayat (1) Konvensi Hak Anak meminta negara dan pemerintah, serta badan-badan publik dan privat memastikan dampak terhadap anak-anak atas semua tindakan mereka, yang tentunya menjamin bahwa prinsip the best interest of the child menjadi pertimbangkan utama, memberikan prioritas yang lebih baik bagi anak-anak dan membangun masyarakat yang ramah anak (child friendly-society). 19) Guna menjalankan prinsip the best interest of the child ini, dalam rumusan Pasal 3 ayat (2) Konvensi Hak Anak ditegaskan bahwa negara peserta menjamin perlindungan anak dan memberikan kepedulian pada anak dalam wilayah yurisdiksinya. Negara mengambil peran untuk memungkinkan orangtua
19) Rachel Hodgkin and Peter Newell, op.cit, hlm 19&39.
12
bertanggungjawab terhadap anaknya, demikian pula lembaga-lembaga hukum lainnya. Dengan mengedepankan the best interest of the child, adalah pertimbangan utama yang diberikan untuk anak. Prinsip hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, merupakan implementasi dari Pasal 6 Konvensi Hak Anak, yang kemudian secara eksplisit dianut sebagai prinsip-prinsip dasar dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002. Selanjutnya, prinsip ini dituangkan dalam norma hukum Pasal 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002. Jika dibandingkan, norma hukum Pasal 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 mengacu dan bersumber kepada Pasal 28 B ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Sementara itu, ketentuan perundang-undangan lainnya seperti Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 juga mengatur hak hidup ini yang merupakan asas-asas dasar dalam Pasal 4 dan 9 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999. Hak hidup ini, dalam wacana instrumen/ konvensi internasional merupakan hak asasi yang universal, dan dikenali sebagai hak yang utama (supreme right). Sebelum disahkannya Konvensi Hak Anak, beberapa instrumen/ konvensi internasional juga sudah menjamin hak hidup sebagai hak dasar seperti Universal Declaration of Human Rights (Pasal 2), International Covenant on Civil and Political Rights – ICCPR (Pasal 6). Bahkan, dalam General Commentnya pada tahun 1982, The Human Rights Committee, menyebutkan hak hidup sebagai hak yang tidak dapat diabaikan termasuk dalamwaktu darurat (rights to life … is the supreme right from which no derogation is permitted even in time of emergency). 20)
20) Rachel Hodgkin and Peter Newell, op.cit, hlm 89.
13
Prinsip Penghargaan terhadap Pendapat Anak merupakan wujud dari hak partisipasi anak yang diserap dari Pasal 12 Konvensi Hak Anak. Mengacu kepada Pasal 12 ayat (1) Konvensi Hak Anak, diakui bahwa anak dapat dan mampu membentuk atau mengemukakan pendapatnya dalam pandangannya sendiri yang merupakan hak berekspresi secara bebas (capable of forming his or her own views the rights toexpress those views freely). Jaminan perlindungan atas hak mengemukakan pendapat terhadap semua hal tersebut, mesti dipertimbangkan sesuai usia dan kematangan anak. Sejalan dengan itu, negara peserta wajib menjamin bahwa anak diberikan kesempatan untuk menyatakan pendapatnya pada setiap proses peradilan ataupun administrasi yang mempengaruhi hak anak, baik secara langsung ataupun tidak langsung. 21) Anak, disisi lain dalam sistem hukum dan praktek hukum di Indonesia, tatkala kedua orangtuanya berperkara di pengadilan (gugat cerai atau permohonan thalak), tidak pernah dimintakan pendapatnya oleh kedua orangtuanya. Demikian pula hakim yang mengadilinya, tidak pula meminta pendapat anak, ataupun mendalami bagaimana kehendak anak. Padahal, dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, dan Konvensi PBB tentang Hak Anak (KHA) dikenal prinsip penghargaan pendapat anak (respect view of the child). Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 menegaskan penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar konvensi hak-hak anak meliputi: a) Non diskriminasi, b) Kepentingan terbaik bagi anak, c) Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
21) Rachel Hodgkin and Peter Newell, op.cit, hlm 164-165.
14
perkembangan, d) Penghargaan terhadap pendapat anak. Dalam Pasal 3 Undangundang Nomor 23 Tahun 2002, prinsip penghargaan terhadap pendapat anak ini juga secara eksplisit diadopsi sebagai prinsip dasar, bersamaan dengan Pancasila sebagai asas dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan penyelenggaraan perlindungan anak. Diperoleh fakta dalam praktek hukum, pendapat anak ini diabaikan. Hampir semua kasus perceraian tidak meminta pendapat anak. Misalnya hakim dan para pihak yang berperkara, jika menghargai pendapat anak, perlu menelusuri pendapatnya (walaupun bukan dengan pertanyaan kaku dan formal seperti keterangan orang dewasa). Tidak pernah anak diminta pendapatnya: Apakah dia setuju dengan perceraian, atau tidak? Apakah dia memiliki pandangan khusus mengenai hak pemeliharaannya? Mau mengikuti siapa? Alimentasi atas kebutuhan hidupnya? 22) Anak memiliki hak untuk bersama (unifikasi) dengan keluarganya. Anak juga memiliki hak privat untuk bisa bermain, berhati nurani, dan memperoleh informasi, serta hak mengakses informasi. Termasuk tentang proses hukum perceraian kedua orangtuanya di Pengadilan. Ketua Komnas Perlindungan Anak, menegaskan pentingnya penghargaan terhadap pendapat anak, antara lain mengatakan, ” Anak-anak itu berhak dimintai pendapatnya berkaitan dengan nasib dan masa depannya. Partisipasi ini hak dasar, harus diberikan kepada anak dalam setiap situasi.” Berbagai kasus/ perkara perebutan
(hak
pemeliharaan)
anak,
yang
dilaporkan
kepada
Komnas
Perlindungan Anak, sepertinya berbasis pada pandangan salah tentang superioritas 22) Muhammad Joni, 2006, Hak Pemeliharaan Anak, Superioritas Orangtua vs Evolving Capacity Anak, Komisi Nasional Perlindungan Anak, Tabloid AYOM Edisi No. 02, Jakarta, hlm 12.
15
orangtua menguasai anak. Integritas anak seakan hanya bisa dikukuhkan secara subyektif hanya oleh ayah atau hanya ibunya, padahal konsep perlindungan, pengasuhan, dan pemeliharaan anak, dikembangkan lewat basis yang kuat yakni kepentingan terbaik bagi anak. Integritas pertumbuhan dan perkembangan anak, bukan hanya sekadar fisik biologisnya saja, akan tetapi mencakup fisik, psikologis/ mental, pikiran anak. Perebutan pemeliharaan anak, dalam tensi apa dan bentuk yang bagaimanapun, akan merusak integritas anak, apalagi perebutan anak yang bermuara pada pertikaian, sengketa, dan perbuatan pidana.23) Negara Australia, dalam Hukum Keluarga (Family Law Act) secara implisit menyebutkan kesempatan anak untuk menyatakan pendapatnya pada setiap proses peradilan. Australia menerapkan mediasi yang merupakan bagian yang diterima sebagai resolusi perceraian. Serta mediasi menjadi cara untuk memfokuskan perhatian orang tua pada anak-anak mereka, melibatkan anak-anak secara langsung dalam proses mediasi. Mediator independen bekerja dengan orang tua untuk penyelesaian masalah keuangan mereka, pengaturan untuk anakanak, dan masalah-masalah perceraian lainnya. Umpan balik dari mediator untuk orang tua pada pandangan anak-anak dinilai mengarah ke pemahaman yang lebih baik antara orang tua dan anak-anak.24)
23) Muhammad Joni, 2006, Hak Pemeliharaan Anak, Piala Bergilir? Superior Orang Tua Vs Evolving Capacity Anak, Majalah TEMPO Edisi 6-12, hlm 40. 24) Don Edgar and Margaret Harrison, 1983, Children’s Participation in Divorce, Australian Institute of Family Studies, Discussion paper no. 10, Canberra, hlm 6-7.
16
Partisipasi anak ini merupakan hal yang penting dan selayaknya dipertimbangkan dalam penyelesaian masalah yang terjadi dikeluarga, dalam hal ini pada proses perceraian orang tuanya di pengadilan dan dapat secara implisit diatur dalam perundang-undangan. Diharapkan dengan penerapan hak intervensi anak dalam proses perceraian dapat menurunkan angka perceraian di Indonesia. Seperti dijelaskan sebelumnya, Indonesia sebagai negara peserta Konvensi Hak Anak wajib menjamin bahwa anak diberikan kesempatan untuk menyatakan pendapatnya
pada
setiap
proses
peradilan
ataupun
administrasi
yang
mempengaruhi hak anak, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Penulis berdasarkan latar belakang tersebut, dalam penulisan hukum (tesis) ini mengambil judul penelitian dengan judul “Hak Intervensi Anak pada Proses Perceraian di Pengadilan”
B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Hak Intervensi Anak dalam perkara Perceraian di Pengadilan ? 2. Apakah Hak Intervensi Anak diatur dalam Undang-Undang di Indonesia ? 3. Apa saja hak-hak anak yang dituntut dalam intervensi tersebut dan siapakah yang mewakili anak (dibawah umur) apabila seorang anak menuntut hak intervensi di pengadilan ? 4. Bagaimana prosedur pengajuan intervensi anak dan cara pelaksanaan (eksekusi) putusan pengadilan tersebut ?
17
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengkaji perlindungan hukum terhadap hak intervensi anak dalam perkara perceraian di Pengadilan. 2. Untuk mengkaji hak intervensi anak dalam Undang-Undang di Indonesia. 3. Untuk mengkaji hak-hak anak yang dituntut dalam intervensi tersebut dan siapa yang mewakili anak (dibawah umur) apabila seorang anak menuntut hak intervensi di pengadilan. 4. Untuk mengkaji prosedur pengajuan intervensi anak dan cara pelaksanaan (eksekusi) putusan pengadilan tersebut.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut : 1.
Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, terutama di bidang perlindungan terhadap hak asasi anak. Yang dapat memberikan sumbangan teori dalam mendukung penerapan atau implementasi hak intervensi anak dalam proses perceraian di pengadilan.
2.
Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai pegangan dan sumbangan pemikiran bagi: a. Badan Legislatif, yang bertanggung jawab untuk mewakili kepentingankepentingan semua lapisan masyarakat termasuk anak-anak. Badan
18
legistatif memiliki kapasitas untuk mempengaruhi keputusan dan tindakan pemerintah, menghubungkan komunitas dan konstitutennya untuk mempengaruhi berbagai pendapat dan tindakan di tingkat nasional dan internasional, dan peran advokasi yang meningkatkan kesadaran mengenai perlindungan anak dalam masyarakat serta menjamin bahwa standar perundang-undangan nasional menawarkan perlindungan seluasluasnya dari kekerasan dan pemenuhan hak-hak anak, termasuk hak intervensi anak yang orangtuanya bercerai di Pengadilan. b.
Pemerintah, yang dilakukan oleh berbagai sektor terkait perlindungan terhadap
anak
seperti
Kementerian
Sosial
RI,
Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan lain sebagainya termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dapat menjamin setiap anak Indonesia mendapat kepastian perlindungan untuk mengakses kebutuhan dasar,
perlindungan
dari
kekerasan,
diskriminasi,
keterlantaran,
eksploitasi serta terjamin hak-hak perdatanya ternasuk hak intervensi anak yang orangtuanya bercerai di pengadilan. Dalam hal penyusunan APBN, persolan negara yang terkait dengan perlindungan anak hendaknya dapat menjadi skala prioritas. c.
Aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa dan Penasihat Hukum). Dapat menjadi masukan dan diterapkan oleh aparat penegak hukum dalam menangani masalah perceraian yang melibatkan anak sehingga hak anak terkait dengan prinsip penghargaan terhadap pendapat anak
19
(intervensi) dapat terjamin, terlindungi dan memperoleh kepastian hukum. d.
Lembaga Swadaya Masyarakat/ Organisasi Non Pemerintah, terkait dengan
peningkatan
efektifitas
dan
pengawasan
terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak sampai seluruh pelosok Indonesia. LSM yang bekerja dan bertindak dengan mengutamakan pelaksanaan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, dapat mengedepankan juga pentingnya hak intervensi anak yang orangtuanya bercerai di Pengadilan.
V. Keaslian Penelitian Sehubungan
dengan
keaslian
penelitian,
berdasarkan
penelusuran
kepustakaan yang telah penulis lakukan di perpustakaan fakultas hukum Universitas Gajah Mada dan beberapa Universitas maka tesis dengan judul “Hak Intervensi Anak dalam Proses Perceraian di Pengadilan”, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya.
20