BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Media sosial bukanlah media yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Data terbaru dari we are social, sebuah agensi marketing social pada Januari 2015 lalu menunjukkan adanya 72 juta akun media sosial yang aktif di Indonesia. Jumlah ini naik 16% dari data pada Januari 2014.1 Data tersebut menunjukkan penggunaan media sosial yang terus berkembang di Indonesia dari waktu ke waktu. Maraknya penggunaan media sosial oleh masyarakat Indonesia ini dilirik oleh pemilik bisnis atau perusahaan untuk memasarkan produk atau jasanya. Iklan yang dulunya hanya kita lihat di media konvensional seperti televisi, radio, surat kabar atau majalah sekarang telah menyebar ke dunia media sosial. Media sosial saat ini telah dijadikan platform untuk memasarkan produk dan telah digunakan oleh brand brand terkemuka di dunia seperti Starbucks, Nike, Dell dan lain sebagainya. Pemasaran melalui media sosial ini disebut social media marketing. Berdasar Optima Web2, social media marketing adalah upaya pemasaran online dengan menciptakan visibilitas, eksistensi dan keberadaan sebuah situs web pada social media network (jaringan media sosial) seperti Facebook, Twitter, Digg, Web 2.0, social bookmarking dan lain-lain. Singkatnya social media marketing adalah upaya pemasaran yang menggunakan media sosial sebagai salurannya. Salah satu media sosial yang populer digunakan dalam social media marketing adalah Instagram. Instagram merupakan aplikasi photo-sharing yang
1
Ketut Krisna Wijaya, Berapa jumlah pengguna website, mobile, dan media sosial di Indonesia?, http://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-indonesia/, 2015, diakses tanggal 25 Maret 2015. 2 Romel Tea, Pemasaran Media Sosial-Social Media Marketing, http://www.romelteamedia.com/2014/09/pemasaran-media-sosial-social-mediamarketing.html, 2014, diakses tanggal 31 maret 2015.
1
sedang digandrungi belakangan ini.3 Instagram memiliki kekuatan di bidang visual. Kelebihan Instagram sebagai alat pemasaran adalah Instagram dapat menyampaikan pesan dari suatu brand melalui foto/gambar atau video berdurasi 15 detik. Instagram kini tidak lagi hadir sebagai selfie-platform atau media bersosialita dunia maya semata, akan tetapi telah menjadi alternatif baru dalam melancarkan aksi pemasaran. Meskipun Facebook masih menjadi media sosial dengan pengguna dan aktivasi terbesar di dunia, tapi Instagram mampu menawarkan hal yang lebih dari itu. Hasil studi Forrester Research menunjukkan bahwa popularitas Instagram sebagai platform pemasaran melebihi kepopuleran Facebook.4 Forbes bahkan menggambarkan Instagram sebagai perangkat penjualan yang sangat kuat.5 Instagram sebagai media visual dapat memancing perhatian, apalagi untuk usaha atau brand yang berbentuk fisik. Tidak hanya brand yang menjual produk saja yang menggunakan Instagram, brand yang menawarkan jasa seperti kuliner pun merambah ke dunia media Instagram. Salah satu contohnya adalah Roaster and Bear, sebuah coffee lounge and kitchen yang berlokasi di Hotel Harper, Jalan Mangkubumi no. 52 Yogyakarta. Roaster and Bear hanya menggunakan media sosial Twitter dan Instagram sebagai saluran pemasarannnya. Coffee lounge and kitchen ini dibuka untuk publik tepat pada tahun baru 2015. Pada saat itu mereka bahkan belum memasang banner di lokasi mereka. Akan tetapi, uniknya kafe ini dapat menarik pengunjung begitu cepat, bahkan berdasar keterangan dari Pak Nanang selaku Operational Manager Roaster and Bear, pada Sabtu malam tak jarang ada antrian waiting list. Satu-satunya alat pemasaran yang mereka gunakan hingga saat ini adalah media sosial. Keterangan dari pihak Roaster and Bear ini yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti fenomena ini. Apakah efek social media marketing
3
Anonim, Kevin Systrom ~ Pendiri Instagram, Aplikasi Photo Sharing Terpopuler di Dunia, https://www.maxmanroe.com/kevin-systrom-pendiri-instagram-aplikasi-photo-sharingterpopuler-di-dunia.html diakses 12 April 2015. 4 Putri Sekar, Dulang Sukses Pemasaran Instagram ? Ini Strateginya, http://www.marketing.co.id/dulang-sukses-pemasaran-instagram-ini-strateginya/, 2014, diakses tanggal 30 Maret 2015 pukul 22.37. 5 Ibid
2
yang mereka gunakan benar-benar dapat memberikan pengaruh begitu kuat kepada target konsumennya. Roaster and Bear sendiri saat ini menjadi tempat nongkrong yang cukup populer di Yogyakarta, kehadirannya di blog blog makanan dan majalah online seperti ceritamakan.com, javavoodie.com, mymagz hingga kompasiana.com. Coffee lounge & kitchen ini pun mendapat ulasan dan rating yang bagus yaitu 4 dari 5 di website travel tripadvisor, di website yang sama Roaster and Bear juga menduduki peringkat nomor 28 dari 670 pada kategori „Restaurants in Yogyakarta‟ dan peringkat 30 dari 743 pada kategori „Places to Eat in Yogyakarta‟.6 Pada dua media sosial yang digunakan oleh Roaster and Bear, peneliti melihat media sosial Instagram lebih populer dan optimal penggunaannya daripada Twitter. Akun media sosial Instagram @roasterandbear telah mengunggah 113 foto dan memiliki 2622 pengikut (followers).7 Sedangkan akun twitter-nya dengan username yang sama telah mengunggah 1843 tweets dengan 218 pengikut (followers).8 Dilihat dari jumlah followers-nya saja, Instagram lebih populer di masyarakat, tweet yang diunggah twitter Roaster and Bear juga kebanyakan hanya re-tweet dari unggahan orang-orang yang memberi mention akun @roasterandbear saja. Maka dalam penelitian ini, peneliti berfokus hanya pada social media marketing melalui media sosial Instagram saja. Alasan lain peneliti memfokuskan penelitian ini pada media sosial Instagram saja juga didasari sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian yang membahas social media marketing yang berfokus pada platform Instagram, kebanyakan berfokus kepada media sosial Twitter maupun Facebok saja. Selain itu, Roaster and Bear menjual kuliner atau berupa makanan yang memiliki daya tarik visual, sehingga media sosial Instagram lebih relevan digunakan daripada Twitter.
6
Anonim, Roaster and Bear, http://www.tripadvisor.com/Restaurant_Review-g294230d7906438-Reviews-Roaster_Bear-Yogyakarta_Java.html , diakses tanggal 10 Januari 2016 pukul 22.21. 7 https://instagram.com/roasteranbear/, diakses tanggal 28 November 2015 pukul 04.37. 8 https://twitter.com/roasterandbear, diakses tanggal 28 November 2015 pukul 04.38.
3
Sebagai kafe yang terbilang baru, mengingat usianya yang baru 1 tahun, Roaster and Bear perlu untuk meningkatkan brand awareness atau kesadaran merek di target konsumen. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat sejauh mana social media marketing melalui Instagram, memengaruhi tingkat brand awareness Roaster and Bear di kalangan masyarakat. Apakah memang social media marketing yang dilakukan oleh Roaster and Bear yang memengaruhi tingkat brand awareness Roaster and Bear? Penelitian ini dibutuhkan untuk mengkaji apakah hanya dengan menggunakan social media marketing, suatu brand dapat meningkatkan brand awareness di target pasarnya. Terutama melalui Instagram yang digunakan secara optimal oleh Roaster and Bear, yang belum peneliti temukan di penelitian lain. Selanjutnya, walaupun dengan social media marketing Instagram yang dilakukan oleh Roaster and Bear, intensitas khalayak atau masyarakat dalam menggunakan media sosial Instagram pasti juga sedikit banyak memengaruhi tingkat brand awareness Roaster and Bear. Efek yang ditimbulkan dari social media marketing Instagram bagi orang yang sering menggunakan media sosial Instagram dan yang tidak mungkin saja berbeda. Peneliti ingin melihat sejauh mana intensitas
penggunaan media sosial
Instagram
ini
memengaruhi
keberhasilan social media marketing Instagram dalam meningkatkan brand awareness.
B. Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh social media marketing melalui Instagram terhadap tingkat brand awareness Roaster and Bear ?
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh social media marketing melalui Instagram yang digunakan Roaster and Bear terhadap tingkat brand awareness Roaster and Bear.
4
D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu komunikasi dan menambah kajian ilmu komunikasi tentang social media marketing khususnya melalui media sosial Instagram dan pengaruhnya terhadap tingkat brand awareness. 2. Praktis Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak Roaster and Bear dalam menggunakan atau mengelola saluran media sosial Instagram nya. Juga dapat menjadi panduan atau rekomendasi bagi para pengelola restoran, kafe atau bisnis sejenis dalam mengelola media sosial Instagram nya, sehingga nantinya pengelola dapat menjalankan bisnisnya dengan lebih baik. Serta bagi pihak lain penelitian ini juga diharapkan dapat membantu dalam penyajian informasi untuk mengadakan penelitian yang serupa. 3. Sosial Bermanfaat untuk menambah wawasan masyarakat luas tentang social media marketing Instagram yang digunakan oleh Roaster and Bear serta pengaruhnya terhadap tingkat brand awareness.
E. Kerangka Teori 1.
Teori Efek Media Teori yang tepat dalam menganalisis kasus ini adalah Teori S-O-R oleh Hovland, et al (1953) sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response.9 Asumsi dasar dari teori ini adalah komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Artinya teori ini mengasumsi bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbolsimbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu.10
9
Hovland, I L. Janis., H Kelley, 1953, Communication and Persuation, New Heaven: Jale University Press. 10 Onong Uchjana Effendy, 2003, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 253-254.
5
Hovland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari: 1. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabla stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif memengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif. 2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya 3. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (sikap) 4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perlaku). Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting. Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perbahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Pada penelitian ini yang bertindak sebagai stimulus adalah social media marketing yang dijalankan oleh Roaster and Bear, dan mendapat response berupa tingkat brand awareness Roaster and Bear Coffee Lounge & Kichen melalui organism, followers akun Instagram Roaster and Bear, yang diukur dengan intensitas penggunaan media sosial Instagram nya.
2.
Social Media Marketing Social media marketing adalah salah satu bentuk marketing yang menggunakan media sosial untuk memasarkan suatu produk, jasa, brand atau isu 6
dengan memanfaatkan khalayak yang berpartisipasi di media sosial tersebut.11 Sedangkan pendapat Trattne dalam jurnalnya yang berjudul “Social Stream Marketing on Facebook: A Case Study” mendefinisikan social media marketing sebagai “process of gaining website traffic or attention through social media sites.”12 Social media marketing atau disingkat SMM dipusatkan pada usaha menciptakan konten (posting, tulisan, gambar, video) yang menarik perhatian dan mendorong pembaca untuk membagi (share) konten tersebut melalui jaringan sosial mereka. Singkatnya, SMM adalah usaha bagian pemasaran perusahaan atau humas instansi untuk membuat tulisan, gambar, video, grafik, atau posting di akun media sosial lembaga guna mempromosikan produk/jasa. Keuntungan dalam menggunakan Social Media Marketing menurut Demers, antara lain:13
a. Increased brand recognition Social media marketing membuka kesempatan bagi brand untuk menunjukkan konten dan meningkatkan visibilitasnya. Hal ini penting, karena social media marketing membuat brand lebih mudah diraih atau diakses oleh konsumen baru dan membuat brand lebih familiar dan dikenal oleh konsumen yang sudah ada dalam waktu yang bersamaan. Contohnya: seorang pengguna aktif Twitter mendengar nama suatu brand untuk pertama kali hanya dengan tidak sengaja melihatnya di newsfeed atau seorang konsumen lama sebuah brand merasa lebih mengenal brand tersebut setelah melihat keberadaan brand di beberapa jaringan media sosial. 11
Fikri Rasyid, Social Media Marketing: Definisi, Konsep dan Aplikasinya, http://fikrirasyid.com/social-media-marketing-definisi-konsep-dan-aplikasnya/, 2009, diakses tanggal 22 Maret 2015. 12 Christoph Trattner, Kappe, F., Social Stream Marketing on Facebook: A Case Study International Journal of Social and Humanistic Computing (IJSHC) 2 (1/2), http://www.christophtrattner.info/pubs/trattner_kappe.pdf, 2013,diakses tanggal 27 Maret 2015. 13 Jayson DeMers, The Top 10 Benefits of Social Media Marketing, http://www.forbes.com/sites/jaysondemers/2014/08/11/the-top-10-benefits-of-social-mediamarketing/, 2014, diakses tanggal 29 Maret 2015.
7
b. Improved brand loyalty Berdasar sebuah report dari Texas Tech University, brand yang menggunakan media sosial mendapat loyalitas yang lebih tinggi dari konsumennya. Dalam report yang sama juga dikatakan “Perusahaan seharusnya mengambil keuntungan dari media sosial jika itu berkaitan dengan hubungan dengan konsumennya”. Sebuah studi lain dari Convince&Convert juga menemukan fakta bahwa 53% orang Amerika yang mengikuti (follow) akun suatu brand di media sosial lebih loyal terhadap brand tersebut. c. More Opportunities to Convert. Setiap unggahan yang diciptakan oleh brand dalam media sosial adalah kesempatan bagi konsumen untuk berubah (convert). Ketika sebuah brand membangun following, brand tersebut mendapatkan akses pada konsumen baru, konsumen yang ada sekarang dan konsumen lama, dan brand dapat berinteraksi dengan keseluruhannya. Setiap posting, gambar, video atau komentar yang brand unggah adalah sebuah kesempatan bagi orang untuk bereaksi, dan reaksi dapat merujuk pada site visit, bahkan hingga pertukaran (conversion). Memang tidak semua interaksi akan berujung pada pertukaran, tapi setiap interaksi positif meningkatkan kemungkinan pertukaran (conversion). Walaupun jika tingkat clickthrough brand rendah, tapi banyaknya kesempatan yang diperoleh di media sosial akan signifikan. d. Higher conversion rates. SMM meningkatkan angka pertukaran (conversion) melalui beberapa cara. Mungkin yang paling signifikan adalah elemen humanisasi nya; fakta bahwa brand menjadi lebih humanized dengan berinteraksi di saluran media sosial. Media sosial menjadi tempat bagi brand untuk bersikap seperti orang atau manusia; hal ini penting karena orang suka melakukan bisnis dengan orang lain; bukan dengan perusahaan. Sebuah studi menyatakan, bahwa media sosial memiliki 100% kemungkinan lebih tinggi untuk close rate dibanding outbond marketing, dan semakin banyak pengikut (followers) media sosial sebuah brand cenderung meningkatkan
kepercayaan
dan
kredibilitas 8
brand
tersebut,
karena
merepresentasikan bukti sosial. Dengan demikiran, membangun audies di media sosial dapat meningkatkan tingkat pertukaran (conversion) pada brand traffic yang sudah ada. e. Higher Brand Authority. Berinteraksi dengan konsumen secara rutin di media sosial menunjukkan niatan baik untuk konsumen yang lain. Ketika orang akan memuji atau memamerkan suatu produk atau servis, mereka akan menunjukannya di media sosial. Dan ketika mereka mengunggah suatu nama brand, audiens baru akan ingin untuk mengikuti (follow) brand tersebut. Semakin banyak orang yang membicarakan tentang sebuah brand di media sosial, akan semakin bernilai dan dipercaya brand tersebut di mata audiens atau konsumen baru. Apalagi jika sebuah brand dapat berinteraksi dengan pemberi pengaruh besar (contoh: celebgram) dalam suatu media sosial. f.
Increased Inbound Traffic Tanpa media sosial, inbound traffic sebuah brand terbatas hanya pada orang yang telah mengenal brand atau individu yang mencari dengan keyword yang cocok dengan brand. Setiap profil media sosial yang ditambahkan oleh brand adalah jalan lain untuk membimbing ke brand site, dan setiap konten yang brand unggah dalam profil tersebut adalah kesempatan untuk pengunjung baru. Semakin berkualitas konten yang brand tunjukkan di media sosial, semakin tinggi inbound traffic yang brand hasilkan dan makin banyak traffic mengarah ke lebih banyak pertukaran (conversion).
g. Decreased Marketing Costs. Berdasar Hubspot, sebuah penyedia jasa platform perangkat lunak pemasaran, 84% marketers merasa 6 jam usaha per minggu cukup untuk meningkatkan traffic brand. 6 jam bukanlah investasi yang signifikan untuk saluran sebesar media sosial. Jika brand dapat menyisihkan 1 jam saja untuk mengembangkan konten dan strategi , akan segera terlihat hasil dari usaha yang dikerjakan. Bahkan iklan berbayar melalui Facebook dan Twitter relatif lebih murah (tergantung dari tujuan).
9
h. Better search engine Rankings Keaktifan sebuah brand di media sosial dapat dilihat sebagai “brand signal” untuk search engine yang membuktikan bahwa brand tersebut sah, kredibel dan dapat dipercaya. Jika sebuah brand ingin memiliki ranking tinggi dalam suatu keyword tertentu maka keberadaan di media sosial menjadi salah satu kunci utama. i. Richer Customer Experiences Media sosial adalah saluran komunikasi seperti email atau telepon. Setiap konsumen yang dimiliki oleh brand adalah kesempatan untuk mendemonstrasikan atau menunjukkan level customer service dan meningkatkan hubungan dengan konsumen secara publik. Contohnya jika seorang konsumen mengeluh mengenai produk sebuah brand, brand tersebut dapat langsung meminta maaf secara mengambil langkah untuk memperbaikinya, dan dapat dilihat secara publik. Begitu juga ketika seorang konsumen memuji suatu brand, brand dapat berterimakasih dan merekomendasikan produk lain dari brand tersebut, juga secara publik. Hubungan brand dan konsumen di media sosial merupakan pengalaman personal tersendiri yang membuat konsumen merasa sebuah brand benar-benar memberi perhatian kepada konsumen nya. j. Improve Customer Insights Media sosial juga membuka kesempatan bagi brand untuk mendapatkan informasi penting mengenai customer insight, apa yang menarik bagi konsumen dan bagaimana mereka bersikap, melalui social listening. Contohnya, dengan memonitor komentar yang diunggah oleh konsumen, sebuah brand dapat mengetahui apa yang kosumen pikir atau rasa tentang brand tersebut. Brand dapat melihat konten atau topik apa yang dapat menarik perhatian paling banyak-dan menyesuaikan konten yang akan datang berdasar topik atau konten yang paling menarik tersebut.
Selain kelebihan, tentunya media sosial memiliki kelemahan dalam menjadi saluran pemasaran, salah satunya berkaitan dengan poin kelebihan social media marketing diatas yaitu brand authority, jika seseorang puas dengan barang atau 10
jasa yang diperoleh nya, mereka akan dengan mudah memuji brand tersebut di media sosial, tetapi begitu juga sebaliknya, jika mereka merasa produk atau jasa yang mereka peroleh tidak memuaskan maka dengan mudah pula mereka akan menyebar pesan jelek tentang brand tersebut di media sosial. Indikator social media marketing yang akan digunakan pada penelitian ini berdasar pada dimensi social media marketing menurut As‟ad dan Alhadid yaitu: online communities,
interaction,
sharing of content,
accessibility, dan
14
credibility.
1. Online Communities Online communities atau komunitas online digambarkan sebagai komunitas disekitar minat pada produk atau bisnis yang sama yang dibangun melalui penggunaan media sosial.15 Kesamaan minat membantu para anggota nya untuk saling berbagi informasi penting. Dan yang lebih penting, komunitas mengedepankan tujuan berbagi informasi dibanding komersial, yang dipengaruhi oleh opini anggota. Partisipasi followers yang aktif pada media sosial dapat membantu dalam meningkatkan konten. 2. Interaction Interaksi
mengacu
pada
kemampuan
untuk
menambahkan
atau
mengundang teman-teman atau kolega/rekan ke jaringan, dimana followers dapat terhubung, berbagi dan berkomunikasi satu sama lain secara real-time16. Interaksi pada media sosial menjadi penting karena interaksi tersebut memungkinkan terjadinya komunikasi, dimana media sosial sendiri dikatakan sebagai alat komunikasi untuk meningkatkan pengalaman pengguna. 3. Sharing of content Sharing of content berbicara mengenai lingkup dalam pertukaran individual, distribusi dan menerima konten dalam aturan media sosial, dimana
14
H. A.-R As’ad & A.Y. Alhadid, 2014, The Impact of Social Media Marketing on Brand Equity: An Empirical Study on Mobile Service Providers in Jordan. Review of Integrative Business & Economics Research, 3(1), 315-326. 15 V Taprial & P. Kanwar, 2012, Understanding Social Media, United States: Ventus Publishing 16 Ibid
11
konten yang memungkinkan dapat dalam bentuk gambar, video atau status update. 4. Accessibility Accessibility mengacu pada kemudahan untuk mengakses dan biaya minimal untuk menggunakan media sosial yang dapat membuat pengguna dengan akses online dapat memulai atau berpartisipasi dalam percakapan media sosial. 5. Credibility Dimensi terakhir adalah credibility. Credibility digambarkan sebagai pengiriman pesan yang jelas mengartikulasikan merek untuk membangun kredibilitas atas apa yang dikatakan atau dilakukan yang berhubungan secara emosional dengan target audiens.
Elemen-elemen diatas inilah yang nantinya menjadi dasar atau indikator pengukuran dalam penelitian ini.
3.
Instagram sebagai Saluran Pemasaran Tak ayal lagi Instagram merupakan media sosial yang masuk dalam jajaran media sosial populer di dunia. Data terakhir pada Desember 2014, Instagram telah tembus lebih dari 300 juta user aktif yang berbagi sekitar 70 juta foto setiap harinya.17 Tingkat user engagement nya juga telah 15 kali lipat dari Facebook dan 25 kali lipat dari Twitter. 18 Dengan kepopuleran Instagram tersebut, platform ini dilirik oleh brand dan pemasar. Saat ini Instagram tidak hanya hadir sebagai media bersosialita di dunia maya akan tetapi juga bisa dijadikan alternatif dalam melancarkan aksi bisnis, seperti pemasaran. Instagram menyediakan platform dimana pengguna dan perusahaan dapat berkomunikasi secara umum (publicly) dan langsung (directly),
17
Fino Yurio Kristo, Tembus300 juta Pengguna, Instagram Salip Twitter, http://inet.detik.com/read/2014/12/11/084614/2774031/398/tembus-300-juta-penggunainstagram-salip-twitter, 2014, diakses tanggal 28 Maret 2015. 18 Michael Estrin, 10 huge marketing wins on Instagram, http://www.imediaconnection.com/content/36444.asp#multiview, 2014, diakses tanggal 21 Maret 2015.
12
membuat Instagram menjadi platform ideal bagi perusahaan atau brand untuk berhubungan dengan konsumen dan target konsumen.19 Menurut Scott Galloway, pendiri L2 dan professor pemasaran di Universitas Stern School of Business New York, studi terakhir memperkirakan 93% dari prestige brands aktif dalam media sosial Instagram dan bahkan memasukannya dalam marketing mix mereka.20 Tujuan dari penggunaan instagram oleh brand adalah untuk membantu perusahaan untuk menggapai audiens nya melalui gambar yang menarik dalam lingkungan yang kaya visual. Saat ini, bermunculan brand yang menggunakan Instagram untuk meningkatkan strategi marketing visual mereka. Instagram dapat digunakan untuk menangkap perhatian dari segmen market yang tertarik pada produk atau jasa yang ditawarkan. Instagram yang didukung oleh Apple dan sistem Android dapat diakses dengan mudah bagi pengguna smartphone, dan juga melalui internet. Maka, marketers melihat platform ini sebagai platform yang potensial untuk meningkatkan brand exposure mereka ke publik, khususnya pada kelompok umur yang lebih muda. Marketers atau pemasar tidak hanya menggunakan media sosial untuk internet advertising yang tradisional, tapi mereka juga mendorong pengguna untuk membuat perhatian untuk brand tertentu. Keadaan ini menciptakan kesempatan untuk brand exposure yang lebih besar. Lebih jauh, marketers menggunakan Instagram untuk mendorong online shopping dan menginspirasi orang-orang untuk mengoleksi dan membagi gambar dari produk favorit mereka. Brand brand besar yang telah menggunakan Instagram ini antara lain: Starbucks, MTV, Nike, Marc Jacobs dan Red Bull. Instagram telah membuktikan dirinya sebagai platform yang powerful bagi marketers untuk meraih konsumennya melalui berbagi gambar dan pesan. Menurut studi oleh Simply Measured, 71% 19
Thamwika Bergström,, Marketing and PR in Social Media: How the utilization of Instagram builds and maintains customer relationships (PDF), http://su.divaportal.org/smash/get/diva2:625012/FULLTEXT01.pdf, Stockholm University, 2013, hal 5, diakses 11 April 2015. 20 Sarah Mahoney, For Luxury Brands, Instagram Blows Pinterest Away, http://www.mediapost.com/publications/article/219206/for-luxury-brands-instagram-blowspinterest-away.html, 2014, diakses 21 April 2015.
13
dari brand besar dunia saat ini menggunakan Instagram sebegai marketing channel.21 Untuk perusahaan, Instagram dapat digunakan sebagai alat untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan konsumen dan target konsumen. Perusahaan dapat merepresentasikan gambaran yang lebih personal tentang brand mereka dan dengan melakukan hal itu brand dapat menyampaikan gambaran yang lebih baik dan asli tentang mereka. Opsi lainnya Instagram menyediakan kesempatan bagi brand atau perusahaan untuk merefleksikan gambaran asli brand melalui perspektif konsumen, contohnya, menggunakan konten user-generated melalui hashtags.22
4. Instagram Marketing untuk Bisnis Kuliner Mencicipi beragam kuliner yang kini biasa disebut sebagai “wisata kuliner” menjadi tren gaya hidup baru. Bisnis di bidang kuliner pun masih menjadi peluang yang menjanjikan. Apalagi dengan budaya baru di masyarakat yaitu ritual memotret dan mengunggah foto atau gambar makanan yang mereka makan. Hal ini menjadikan Instagram sebagai aplikasi photo-sharing sebagai platform yang tepat dalam memasarkan bisnis makanan atau kuliner. Restoran atau kafe yang menggunakan Instagram tidak hanya dapat membagi gambar atau foto makanan mereka saja akan tetapi juga dapat membuat ruang untuk berinteraksi dengan konsumen mereka. Cara orang mencari tempat makan saat ini sudah berubah dari beberapa tahun lalu. Khalayak khususnya generasi Y atau millenials tahu atau tertarik untuk pergi ke suatu tempat karena pengaruh media sosial. Mereka melihat tempat apa yang sedang populer di feeds mereka atau tempat apa yang terlihat menarik dari gambar atau fotonya.
21
Lindsey Tishgart, As Instagram Rolls Out Ad Platform, Brands Are Seeing Record Engagement, http://www.businesswire.com/news/home/20131029005603/en/Instagram-Rolls-Ad-PlatformBrands-Record-Engagement#.VSDTFPmUePt, 2013, diakses 27 Maret 2015. 22 Caroline Björkgren, Guide: Kommunicera.rätt med Instagram (Communicate Right on Instagram), http://internetworld.idg.se/2.1006/1.455713, 2012, diakses 30 Maret 2015.
14
Penggunaan Instagram sebagai alat pemasaran restoran pun telah diaplikasikan di banyak restoran. Contoh brand yang besar seperti Dunkin Donuts dan Starbucks. Di Indonesia pun penggunaan Instagram banyak diaplikasikan oleh kafe-kafe dan restoran-restoran. Di Yogyakarta sendiri salah satunya adalah Roaster and Bear (https://instagram.com/roasterandbear/).
5. Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram Intensitas penggunaan media sosial Instagram menurut asumsi peneliti memiliki andil yang harus juga diperhitungkan dalam mengukur pengaruh social media marketing melalui saluran Instagram. Adanya kemungkinan bahwa pengaruh SMM terhadap orang yang intens menggunakan media sosial Instagram akan berbeda dengan orang yang jarang menggunakan media sosial Instagram. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, intensitas ialah keadaan tingkatan atau ukuran intensnya.23 Sementara itu, Chaplin menjelaskan tiga arti dari intensitas yaitu : 1. Satu sifat kuantitatif dari satu penginderaan, yang berhubungan dengan intensitas perangsangnya 2. Kekuatan sebuah tingkah laku atau sebuah pengalaman 3. Kekuatan yang mendukung suatu pendapat atau suatu sikap.24 Sejalan dengan itu, Kartono dan Gulo juga menjelaskan bahwa intensitas merupakan besar atau kekuatan suatu tingkah laku; jumlah energi fisik yang digunakan untuk merangsang salah satu indera; ukuran fisik dari energi atau data indera.25 Horrigan dalam Novianto menjelaskan bahwa dalam intensitas penggunaan internet seseorang, terdapat dua hal mendasar yang perlu diamati, yakni frekuensi internet yang sering digunakan dan lama menggunakan tiap kali mengakses
23
Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/intensitas diakses tanggal 12 Desember 2015 pukul 12.37. 24 James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, 2009, Jakarta: Rajawali Press. 25 K. Kartono & D. Gulo, 2003, Kamus Psikologi, Bandung: Pionir Jaya
15
internet yang dilakukan oleh pengguna internet.26 Maka dalam dimensi intensitas penggunaan media sosial Instagram ini, indikator yang digunakan adalah frekuensi menggunakan media sosial Instagram dan durasi tiap penggunaan nya.
6. Brand Awareness a. Pengertian Brand Berdasar AMA (American Marketing Association), definisi brand adalah “A name, term, sign, symbol or any other feature that identifies one sellers product or service as distinct from those of other seller”.27 Jadi brand merupakan nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi dari semua itu untuk membedakan produk atau jasa dari kompetitor - kompetitornya. Sebenarnya pengertian brand tidak terbatas pada itu saja, nama, desain, simbol, logo dan semua yang disebutkan AMA hanyalah elemen brand. Elemen brand atau brand elements hanya komponen yang membantu brand untuk membedakan diri dari kompetitornya. Seperti yang diungkapkan oleh Light, “brand stand for something and are much more than simply trademarks or logos. A brand is a promise to the customer.”28 Sebuah brand membawa janji kepada konsumennya, oleh karena itu, sebuah brand perlu membangun keterikatan antara janji yang dibawa produk dan pengalaman yang dirasakan konsumen. Brand yang tidak dapat membangun keterikatan sama saja dengan identitas semata, bukan brand yang sebenarnya. Brand yang selama ini kita dengar merupakan istilah yang berasal dari negeri Skandinavia. Istilah “brand” lebih tepatnya berasal dari bahasa Norwegia Kuno yaitu “brandr” yang memiliki makna membakar.29 Konsep mengenai brand kemudian terus berkembang dan kini telah mencapai level yang lebih tinggi. Saat ini brand digunakan oleh para pelaku pemasaran untuk membedakan produknya dengan produk sejenis lainnya. 26
I. Novianto, 2003, Perilaku Penggunaan Internet di Kalangan Mahasiswa, Journal Universitas Airlangga Vol. 2 No. 1, 1-40 27 American Marketing Association, Branding-definition, http://www.espconference.de/handouts.pdf, diakses tanggal 5 April 2015. 28 Larry Light, What High – Tech Managers Need to Know about Brands, Harvard Business Review. Juli – Agustus, 1999, hal. 85. 29 Tom Blackett, What is Brand?, Brands and Branding, London : Profile Books, 2003, hal. 13- 15.
16
b. Pengertian Brand Awareness Secara harafiah, brand awareness dapat dimaknai sebagai kesadaran konsumen terhadap keberadan sebuah brand. Meskipun brand awareness dapat dikatakan hanya berada di tahapan menyadari keberadaan sebuah brand / merek, namun hal ini menjadi sangat penting karena brand awareness merupakan awal yang harus dicapai untuk mencapai tujuan akhir yaitu menciptakan hubungan yang baik antara brand dengan konsumen. Jika brand awareness tidak tercapai, maka brand tersebut akan melalui kesulitan untuk hidup dalam benak dan hati konsumen. Brand awareness didefinisikan sebagai kemampuan seorang pembeli untuk mengidentifikasi (baik pengenalan atau pengingat kembali) nama merek terhadap kategori produknya, dengan perincian yang cukup untuk melakukan pembelian.30 Sedangkan menurut Aaker, brand awareness adalah kondisi dimana seorang konsumen tahu dan sadar mengenai keberadaan sebuah produk di pasaran dengan sendirinya tanpa harus diberi pancingan-pancingan tertentu mengenai sebuah kategori sebuah merek. Kesadaran merek adalah sebuah kemampuan dari seorang pembeli potensial untuk mengenali atau memanggil ulang (mengingat) bahwa sebuah merek adalah bagian dari sebuah kategori produk tertentu.31 Menurut pemahaman peneliti sendiri , brand awareness adalah kesanggupan dari seseorang yang mempunyai peran dalam pemasaran untuk mengenali dan membangun identitas dari suatu merek dimana pengukuran dilihat dari sukses tidaknya efektivitas publikasi untuk melakukan komunikasi pemasaran. Jadi tingkat brand awareness dapat diukur dengan melihat bagaimana sebuah merek tersebut dapat dengan mudah dikenali dan diingat kembali oleh seorang konsumen. Biasanya untuk mendapatkan tingkat brand awareness yang tinggi maka perusahaan harus dapat mengikat emosi konsumen dengan berbagai komunikasi pemasaran, atribut dan nilai dari produk tersebut yang berkenaan
30
John R. Rossiuer, Larry Percy, Advertising Communication and Promotion Management, Second Edition, USA: McGraw-Hill, 1997, hal. 113. 31 David Aaker, Managing Brand Equity, New York: Free Press, 1991, hal. 61.
17
secara emosional dengan konsumen (emotional bonding). Brand awareness adalah bagian dari sebuah brand equity, dan brand awareness adalah sebuah tingkat dimana sebuah merek yang dulu tidak dikenal menjadi dikenal sekarang. Peran brand awareness terhadap brand equity dapat dipahami dengan membahas bagaimana brand awareness menciptakan suatu nilai.
c. Tingkatan Brand Awareness Aaker menggambarkan brand awareness dalam suatu piramida, seperti dibawah ini : Gambar I.1 Piramida Brand Awareness
Sumber : David A. Aaker (Aaker, 1991, hal.62) Penjelasan mengenai piramida brand awareness dari tingkat terendah sampai dengan tingkat tertinggi adalah :
a. Unaware of a Brand (tidak menyadari merek) Merupakan tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. Didalam benak konsumen semua merek adalah sama dengan tidak mempedulikan kualitas dari merek tersebut. b. Brand Recognition (pengenalan merek) Tingkat minimal dari kesadaran merek. Konsumen mampu untuk mengenali merek dan memberikan nama merek sebagai petunjuk, dengan diberikan rangsangan yang cukup besar mengenai satu kategori produk tertentu. 18
Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian. c. Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek) Pengingatan kembali terhadap suatu merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut. d. Top of Mind (puncak pikiran) Merek yang pertama kali muncul didalam benak seorang konsumen dan disebutkan ketika ditanya mengenai sebuah kategori produk yang ada di pasaran. Hal ini berarti merek dari produk tersebut telah mencapai tingkat kesadaran yang tinggi didalam benak konsumen dan merek tersebut dapat dikatakan sebagai pimpinan merek didalam kategori merek tersebut.
Brand awareness yang sudah terbentuk kemudian dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu depth brand awareness dan breadth brand awareness.32 Depth brand awareness berhubungan dengan adanya kesadaran dan pengakuan di benak konsumen sehingga memungkinkan brand tersebut untuk selalu muncul kembali dalam ingatan mereka. Breadth brand awareness berkaitan dengan bermacammacam situasi pembelian yang membuat brand tersebut muncul dalam ingatan konsumen. Dalam penelitian ini brand awareness akan diukur melalui 1 dimensi yaitu dimensi brand recall saja. Alasan peneliti memilih dimensi brand recall karena banyak perusahaan yang menggunakan brand recall sebagai metrik untuk mengukur kinerja media sosial atau kampanye pemasaran mobile mereka.33 Brand recall sebagai kemampuan responden untuk mengingat sebuah nama brand,
32
Prof. G. Balabanis, How to Measure Brand Awareness, Brand Image, Brand Equity and Brand Value diakses melalui http://www.balabanis.com/marketresearch/brand.pdf tanggal 5 April 2015. 33 Brand Recall: MMS, SMS, and Social Media, http://blog.skycore.com/2015/10/12/brand-recallmms-sms-and-social-media/ , 2015, diakses pada 10 Januari 2016 pukul 23.39.
19
produk atau perusahaan, memiiki kemampuan untuk meninggalkan pengaruh yang awet di benak konsumen. Peneliti ingin melihat faktor social media marketing manakah yang paling memengaruhi tingkat brand recall Roaster and Bear. yang juga dipengaruhi oleh intensitas konsumen dalam menggunakan media sosial Instagram. d. Nilai Kesadaran Merek Kesadaran merek memberikan nilai melalui empat cara34, yaitu : i. Jangkar tempat cantelan asosiasi-asosiasi lain Pengenalan merek merupakan langkah dasar promosi. Tidak ada gunanya mengkomunikasikan atribut-atribut merek sebelum merek itu dikenal. ii. Familiaritas + rasa suka Keakraban atau rasa suka. Pengenalan merek mengesankan keakraban konsumen dengan merek. Familiaritas sering kali mengendalikan keputusan pembelian. iii. Tanda mengenal substansi/komitmen Sinyal
komitmen.
Kesadaran
merek
dapat
mengindikasikan
komitmen.
Logikanya, jika sebuah merek dikenali, pasti ada sebabnya, seperti : 1.
Perusahaan telah mengiklankannya secara luas.
2.
Perusahaan telah menggeluti bisnis tersebut dalam waktu lama.
3.
Perusahaan mempunyai jangkauan distribusi yang luas.
4.
Produk tersebut dapat dikatakan sukses.
iv. Bahan pertimbangan merek Langkah pertama dalam proses pembelian adalah menyeleksi sekumpulan merek untuk dipertimbangkan. Jadi, apabila suatu merek berada dalam ingatan konsumen, maka merek tersebut akan dipertimbangkan untuk dipilih.
e. Pengaruh Social Media Marketing terhadap Pembentukan Brand Awareness Penggunaan media sosial sebagai alat pemasaran untuk menjaring masyarakat di dalam dunia maya banyak digunakan perusahaan. Menurut Suhaimi 34
Darmadi Durianto dkk, Brand Equity Ten, Strategi Memimpin Pasar, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, hal.7.
20
dan Darwin, media sosial digunakan karena memiliki konektivitas yang luar biasa antar pelanggan dan komunitas yang sudah terbentuk didalamnya. 35 Perusahaanperusahaan seperti Dell, Starbucks, dan sebagainya menggunakan media sosial sebagai media promosi untuk membangun brand awareness.36 Dalam waktu 9 bulan pengguna media sosial dunia aktif mencapai angka 350 juta populasi dunia dan terus bertambah.37 Bayangkan jika sebuah merek diperkenalkan dan diperbarui secara terus-menerus melalui media sosial ini yang rata-rata minimal 1 minggu sekali di “update”, dampaknya akan sangat besar bagi perusahaan karena tingkat
kesadaran
merek
konsumen
akan
terus
bertambah
sehingga
memungkinkan sebuah merek untuk menjadi top of mind dari 350 juta pengguna media sosial tersebut. Penelitian yang dilakukan Haryanto (2009), menemukan bahwa semakin sebuah produk dikenal dan diingat oleh seseorang (top of mind) maka semakin besar kemungkinannya untuk dipilih dan dibeli oleh konsumen.38 Brand awareness sangat berkaitan erat dengan frekuensi sebuah pesan diterima dan diolah oleh seorang konsumen. Semakin sering maka akan semakin sadar merek (demikian sebaliknya).
F. Kerangka Konsep Penelitian ini berada dalam ranah komunikasi pemasaran khususnya dalam praktik social media marketing khususnya melalui media sosial Instagram dan pengaruhnya terhadap tingkat brand awareness Roaster and Bear. Peneliti berasumsi bahwa social media marketing melalui Instagram merupakan faktor dalam peningkatan brand awareness Roaster and Bear. Penelitian ini berfokus pada praktik social media marketing pada platform
35
Richard Darmawan Andryanto dan Jony O. Haryanto, Analisis Pengaruh Internet Marketing terhadap Pembentukan Word of Mouth dan Brand Awareness untuk memunculkan Intention to Buy, Jurnal Manajemen Teknologi, Volume 9(no. 1), 2010, hal. 20-35. 36 Warta Ekonomi, Desember 2009, diakses dari http://www.sbm.itb.ac.id/wpcontent/uploads/2011/08/2-Richard.pdf, tanggal 1 April 2015. 37 Ibid 38 Haryanto, J.O. dan Saputra, Brand Awareness dan Tanggapan Pemirsa terhadap penggunaan Selebritis dalam Iklan. Jurnal Bunga Rampai Perilaku Konsumen, 1 (8), 2009, hal. 119-150.
21
Instagram. Instagram dalam penelitian ini merupakan bagian dari konsep social media marketing yang diajukan oleh peneliti.
Gambar I.2 Kerangka Konsep Penelitian
Social Media Marketing Instagram Roaster and Bear
Intensitas penggunaan media sosial Instagram
Brand awareness Roaster and Bear
Gambar diatas menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel. Variabel pertama adalah social media marketing Instagram Roaster and Bear, yang berperan sebagai variabel bebas (independen). Variabel kedua adalah intensitas penggunaan media sosial Instagram sebagai variabel antara. Dan variabel terakhir adalah brand awareness Roaster and Bear sebagai variabel terikat (dependen).
G. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan pemberian arti dari konsep-konsep yang dipakai dengan memberikan peluang untuk pengukuran dan kategorisasi agar dapat dibandingkan. Definisi operasional variabel berfungsi untuk membantu peneliti dalam memperjelas data yang dicari dan membantu orang lain mengerti maksud konsep yang akan peneliti pakai dalam penelitian. Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel, yang berperan sebagai variabel independen, variabel antara dan variabel dependen.
1. Variabel Social Media Marketing Variabel Social Media Marketing berperan sebagai variabel independen (X), yaitu variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan pada variabel dependen. Penggunaan ini akan diukur melalui 5 dimensi yaitu :
22
a. Online Communities Indikator untuk dimensi online communities ada 3 yaitu: Kemungkinan bagi pengguna untuk mengunggah konten ke Instagram Roaster and Bear, apakah Instagram Roaster and Bear bermanfaat untuk mengumpulkan berbagai informasi mengenai produk atau brand dan yang terakhir adalah pengetahuan responden akan followers lain b. Interaction Untuk indikator dimensi interaction adalah sebagai berikut: Kemungkinan untuk mengundang teman ke Instagram Roaster and Bear, kemungkinan untuk bertukar opini atau perbincangan dengan followers lain melalui Instagram Roaster and Bear, kemungkinan terjadinya interaksi dua arah antara administrator dan pengguna melalui Instagram Roaster and Bear serta yang terakhir kemungkinan untuk membagi informasi dengan sesama followers melalui Instagram Roaster and Bear c. Sharing of Content Terdapat 4 indikator untuk mengukur dimensi sharing of content, yaitu: keinginan untuk menyampaikan informasi mengenai brand, produk, atau pelayanan dalam bentuk gambar, video atau status update dari Roaster and Bear kepada teman-teman dan kenalan, keinginan untuk mengunggah konten dalam bentuk gambar, video atau status update dari Roaster and Bear pada microblog atau profil media sosial yang lain dan keinginan untuk menerima konten dalam bentuk gambar, video atau status update tentang brand, produk atau pelayanan dari media sosial Instagram Roaster and Bear d. Accessibility Sedangkan untuk dimensi accessibility: kemudahan dalam mengakses media sosial Instagram Roaster and Bear, kemudahan dalam berpartisipasi dalam media sosial Instagram dan biaya dalam mengakses media sosial Instagram Roaster and Bear e. Credibility Dan untuk dimensi terakhir credibility, indikator yang digunakan untuk mengukur adalah kepercayaan terhadap informasi pada Instagram Roaster and 23
Bear, kejelasan informasi mengeni brand, produk dan servis serta ikatan emosional antara followers dan Roaster and Bear dengan mengakses informasi dari akun Instagram Roaster and Bear
Kesemua dimensi diatas akan diukur menggunakan skala ordinal.
2. Variabel intensitas penggunaan media sosial Instagram Variabel penggunaan media sosial Instagram berperan sebagai variabel antara (M), yaitu variabel yang menjadi penghubung (mediator) antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel antara ini sering disebut juga dengan nama variabel intervening. Suatu variabel dapat dikatakan sebagai variabel antara apabila dengan masuknya variabel tersebut, hubungan statistik yang semula terjadi di antara variabel independen dan dependen menjadi berkurang atau bahkan hilang. Dengan kata lain, hubungan yang terjadi adalah hubungan tidak langsung melalui variabel antara tersebut. Variabel ini diturunkan ke dalam dimensi frekuensi dan durasi penggunaan media sosial Instagram. Variabel ini akan diukur menggunakan skala interval.
3. Variabel brand awareness Seperti yang telah diuraikan dalam kerangka pemikiran, brand awareness akan diukur menggunakan dimensi brand recall saja. Brand awareness berperan sebagai variabel dependen (Y), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Indikator untuk variabel ini adalah:39 a. Recall yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat nama, logo, ikon, menu, event, kontes dan promosi dari brand.
39
Ibid
24
H. OPERASIONALISASI KONSEP
Tabel I.1 Operasionalisasi Konsep Variabel
Dimensi
Indikator
Social Media Online Marketing
Communities
Instagram
Interaction
Sharing
of
Content
Skala
Followers dapat mengunggah konten ke Ordinal Instagram Roaster and Bear Instagram Roaster and Bear bermanfaat untuk mengumpulkan berbagai informasi mengenai produk atau brand Pengetahuan akan followers lain Kemungkinan untuk mengundang teman ke Ordinal Instagram Roaster and Bear Kemungkinan untuk bertukar opini atau perbincangan dengan followers lain melalui Instagram Roaster and Bear Kemungkinan terjadinya interaksi dua arah antara administrator dan pengguna melalui Instagram Roaster and Bear Kemungkinan untuk membagi informasi dengan sesama followers melalui Instagram Roaster and Bear Keinginan untuk menyampaikan informasi Ordinal mengenai brand, produk, atau pelayanan dalam bentuk gambar, video atau status update dari Roaster and Bear kepada teman-teman Keinginan untuk mengunggah konten dalam bentuk gambar, video atau status update dari Roaster and Bear pada microblog atau profil media sosial yang lain Keinginan untuk membagi opini dalam bentuk gambar, video atau status update tentang brand, produk atau pelayanan Roaster and Bear kepada kenalan Keinginan untuk menerima konten dalam bentuk gambar, video atau status update 25
Accessibility
Credibility
Intensitas
Frekuensi
Durasi
Recall
penggunaan media sosial Instagram Brand Awareness (Kesadaran Merek)
tentang brand, produk atau pelayanan dari media sosial Instagram Roaster and Bear Kemudahan dalam mengakses media sosial Instagram Roaster and Bear Kemudahan dalam berpartisipasi dalam media sosial Instagram Roaster and Bear Biaya dalam mengakses media sosial Instagram Roaster and Bear Kepercayaan terhadap informasi pada Instagram Roaster and Bear Kejelasan informasi mengeni brand, produk dan servis Ikatan emosional antara followers dan Roaster and Bear dengan mengakses informasi dari akun Instagram Roaster and Bear Frekuensi responden dalam menggunakan media sosial Instagram Durasi / lamanya waktu yang dihabiskan responden dalam satu kali penggunaan media sosial Instagram
Ordinal
Ordinal
Interval Interval
Ordinal Responden mengingat nama brand Responden mengingat logo brand Responden mengingat ikon brand Responden mengingat menu makanan brand Responden mengingat event yang diadakan oleh brand Responden mengingat kontes yang diadakan oleh brand Responden mengingat promosi yang diadakan brand
26
I. Metodologi Penelitian
1. Objek penelitian Objek pada penelitian ini adalah pengaruh social media marketing Roaster and Bear melalui Instagram. Peneliti berasumsi adanya hubungan pengaruh antara social media marketing Instagram terhadap tingkat brand awareness Roaster and Bear. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian eksplanatori (explanatory research). Explanatory atau Confirmatory Research digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa.40 Jenis penelitian ini cocok untuk menjelaskan hubungan antara social media marketing Instagram dan tingkat brand awareness Roaster and Bear. 3. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H0 : Social media marketing Instagram memiliki pengaruh yang positif terhadap tingkat brand awareness Roaster and Bear Coffee Lounge & Kitchen. H1 : Social media marketing Instagram tidak memiliki pengaruh yang positif terhadap tingkat brand awareness Roaster and Bear Coffee Lounge & Kitchen. 4. Metode Penelitian Metode yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.41 Penelitian dengan metode survei bertujuan untuk memahami karakteristik dari suatu populasi sehingga nantinya akan dapat menerangkan suatu fenomena atau peristiwa sosial. Metode survei dipilih oleh peneliti sesuai dengan titik berat-nya yang diletakkan pada penelitian rasional; mempelajari hubungan antara variabel. Kelebihan lain dari metode ini adalah mungkinnya pembuatan generalisasi untuk populasi yang
40
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Cetakan Kedelapanbelas, Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit PT Pustaka LP3ES Indonesia, 2006, hal. 4. 41 Ibid, hal. 3.
27
besar. Survei yang dilakukan peneliti dengan cara online, dikarenakan data dari responden yang merupakan followers akun Instagram Roaster and Bear lebih efisien dikumpulkan dengan survei online. Metode explanatory survey digunakan oleh peneliti karena ingin menjelaskan hubungan antara social media marketing Instagram dan intensitas mengakses media sosial tersebut terhadap tingkat brand awareness Roaster and Bear. Disini social media marketing Instagram berperan sebagai variabel bebas (independen), intensitas mengakses instagram sebagai variabel antara (intervening) dan tingkat brand awareness Roaster and Bear sebagai variabel terikat (dependen). 5. Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilihan lokasi ini dikarenakan oleh lokasi Roaster and Bear yang juga terletak di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian ini nanti diharapkan mampu menggambarkan secara general mengenai social media marketing Instagram dan intensitas mengakses Instagram serta pengaruhnya terhadap tingkat brand awareness Roaster and Bear. 6. Populasi dan Sampel Populasi adalah kesuluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti.42 Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengikut (followers) akun media sosial Instagram @roasterandbear yang berjumlah 2622.43 Sampel menurut Suharsimi Arikunto adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.44 Untuk menetapkan jumlah sampel yang akan diteliti, peneliti menggunakan tabel de Vaus.
42
Sugiarto, Teknik Sampling, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, hal.2. https://instagram.com/roasterandbear/?hl=en diakses pada tanggal 28 Novermber 2015 pukul 04.49. 44 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta, 1998, hal. 117. 43
28
Gambar I.3 Tabel de Vaus
Sumber: David de Vaus (de Vaus, 1985, hal. 63)
Berdasar tabel ukuran sampel de Vaus di atas, dengan confidence level sebesar 95% dan sampling error sebesar 10% maka peneliti menggunakan sampel berjumlah 100 orang. Dalam mengumpulkan data dari responden yang merupakan followers akun media sosial Instagram Roaster and Bear, terdapat keterbatasan saluran komunikasi yang dihadapi oleh peneliti. Saluran komunikasi yang digunakan peneliti terbatas hanya melalui direct message atau comment, sehingga peneliti tidak dapat memastikan atau menjamin balasan atau feedback dari para responden, sehingga sampling error yang digunakan peneliti dalam tabel de Vaus adalah sebesar 10%. 7. Metode dan Teknik Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel yang akan digunakan peneliti adalah metode metode probability sampling, yaitu metode pengambilan sampel dimana setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Random Sampling. Teknik ini dipilih karena kendala peneliti dalam mencari informasi pengikut (followers) akun Instagram @roasterandbear. Sesuai dengan penjelasan yang telah dipaparkan peneliti di subbab populasi dan sampel sebelumnya, dalam pengumpulan data dari responden yang berada di media sosial, saluran komunikasi yang digunakan peneliti terbatas. 29
8. Teknik Pengumpulan Data a. Data primer Data utama yang diperoleh dari hasil kuesioner/survey online b. Data sekunder Data sekunder diperoleh menggunakan teknik wawancara. Data diperoleh melalui wawancara yang dilakukan dengan narasumber terkait,yaitu pihak Roaster and Bear yang diwakili oleh Bapak Lorensius Nanang Satwanto selaku operational manager dari Roaster and Bear. Data sekunder wawancara ini hanya digunakan peneliti untuk keterangan objek penelitian, Roaster and Bear Coffee Lounge & Kitchen, serta data pendukung untuk analisis penelitian ini. 9. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen penelitian yang digunakan benar-benar valid untuk mengukur variabel yang diteliti. Peneliti akan menguji validitas dengan menggunakan Korelasi Bevariate Pearson. Korelasi Bevariate Pearson adalah salah satu rumus yang dapat digunakan untuk melakukan uji validitas data dengan program SPSS. Menurut Widiyanto, koefisien korelasi dalam uji validitas dapat dilakukan dengan rumus:45
Keterangan : rxy
: koefisien korelasi
X
: skor item
Y
: skor total
N
: banyaknya subjek
Jika nilai rhitung > rtabel, maka item pertanyaan atau pernyataan dalam instrumen penelitian berkorelasi signifikan terhadap skor total (artinya item instrumen 45
Joko Widiyanto, SPSS For Windows, Surakarta: Badan Penerbit-FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012, hal. 34-37.
30
penelitian dinyatakan valid). Jika rhitung < rtabel maka item pertanyaan atau pernyataan dalam instrumen penelitian tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (artinya item dinyatakan tidak valid). Sedangkan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, atau singkatnya reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama.46 Uji reliabilitas akan diuji melalui uji Alpha Cronbach, dengan rumus :
Jika nilai alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna, 0,70-0,90 maka reliabilitas tinggi, 0,50-0,70 maka reliabilitas moderat dan jika <0,50 maka reliabilitas rendah.47 10. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasional dan analisis regresi. a. Analisis Korelasi (Pearson Correlation Test) Menurut Suryabrata, tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi.48 Sedangkan menurut Gay, tujuan penelitian korelasional adalah untuk menentukan hubungan antar variabel atau untuk menggunakan hubungan tersebut untuk membuat prediksi.49 Teknik
46
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Op.cit., hal. 140. Perry Roy Hilton and Charlotte Brownlow, SPSS Explained, East Sussex: Routledge, 2004, hal. 364. 48 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2004, hal. 24. 49 Emzir, Metodologi Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 38. 47
31
analisis ini tepat untuk mengukur sejauh mana hubungan variabel social media marketing Instagram berkaitan dengan tingkat brand awareness Roaster and Bear. Teknik analisis korelasional yang akan digunakan dalam peneliti adalah Pearson Correlation Test, peneliti akan menganalisis berdasar koefisien korelasi. Koefisien korelasi adalah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefisien berkisar antara +1 hingga -1. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Sarwono memberikan kriteria sebagai berikut:50 0
: Tidak ada korelasi
> 0 – 0,25
: Korelasi sangat lemah
> 0,25 - 0,5
: Korelasi cukup
> 0,5 – 0,75
: Korelasi kuat
> 0,75-0,99
: Korelasi sangat kuat
1
: Korelasi sempurna
b. Analisis Regresi Analisis dilakukan dengan model regresi dengan mediator karena adanya variabel antara (intervening) yang memediasi antara variabel independen dan variabel dependen. Analisis ini merupakan perluasan dari analisis regresi linear berganda.
50
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006, hal. 87.
32