BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda antara kebudayaan yang satu dengan yang lain. Namun, Perbedaan tersebut tidak menjadikan bangsa ini terpecah belah, melainkan semakin memperkaya khasanah budaya bangsa. Hal ini menjadi bagi masyarakat Indonesia lebih memiliki toleransi hidup yang tinggi, sebagaimana yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya walau berbeda-beda tetap satu jua.
Persembahan ritual atau upacara ritual merupakan salah satu tradisi tertua dalam kehidupan budaya dan adat-istiadat. Tradisi ritual adalah gambaran yang tidak hanya menggambarkan tentang kehidupan tetapi juga membina keutuhan suatu masyarakatMelayu.1 Musyawarah untuk mufakat adalah salah satu tunjuk ajar yang merupakan warisan leluhur yang sangat berharga. Ia kerap terungkap didalam tradisionalisme masyarakat Melayu. Ia adalah untuk mencapai keputusan berupa solusi dari berbagai persoalan yang berpengaruh bagi kepentingan bersama. Hasil dari musyawarah bukanlah ditentukan dengan pungutan suara terbanyak, melainkan diperoleh dari kesepakatan bersama. Jika tidak demikian, maka akan terjadi persoalan baru, yaitu lahirnya kubu-kubu yang berbeda paham yang disebut kelompok mayoritas dan minoritas.
1
Amran Kasimin,Istiadat Pekwinan Melayu, Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, 1996, hlm 10-21
1 Universitas Sumatera Utara
Musyawarah berasal dari kata ‘syawara’ yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti berunding, rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Jadi musyawarah adalah suatu upaya untuk memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah. Mufakat sendiri adalah kesepakatan yang di hasilkan setelah melakukan proses pembahasan dan perundingan bersama. Jadi musyawarah mufakat merupakan proses membahas persoalan secara bersama demi mencapai kesepakatan bersama.2 Musyawarah mufakat ini vital guna menangkal kekuasaan perseorangan ataupun golongan tertentu ketika mengambil keputusan serta selalu berfokus untuk keadilan sosial sekaligus kepentingan bersama. Konsep Musyawarah mufakat ini juga secara tegas dinyatakan dalam sila keempat Pancasila. Bahwa tidak boleh melanggar prinsip hikmat dan setiap keputusan harus dijalankan dengan cara yang bijaksana.3 Kesepakatan yang ditetapkan oleh masyarakat
diperoleh dari hasil musyawarah
secara kekeluargaan dengan mengedepankan akal sehat. Konsep inilah yang selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat tradisional Melayu, sehingga terwujud tatanan kehidupan yang teratur, seimbang dan harmonis baik antar sesama manusia, manusia dengan alam, maupun manusia dengan penciptanya.4 Berdasarkan pengamatan awal peneliti selama beberapa hari pada masyarakat Melayu Langkat khususnya di Desa Jaring Halus, masyarakat tersebut masih teguh dalam melestarikan tradisi kebudayaannya dan mengaplikasikan nilai leluhur terutama tentang Musyawarah untuk mufakat, demikian juga aspek nilai budaya lainnya.5
2
Brainly.co.id, diakses dari http://brainly.co.id/tugas/1000026, pada tanggal 26 mei 2015pukul 19:37 WIB Wawancara dengan Muktamar, Kepala Desa Jaring Halus, tanggal 4 Februari di Desa Jaring halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. 4 ibid 5 Wawancara dengan Muktamar, log. Cit. 3
2 Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Melayu di daerah tersebut senantiasa menjunjung dan menjaga adatistiadat yang berlaku sebagai wujud penghormatan terhadap pusaka yang diwarisi oleh nenek moyang mereka. Hal ini jelas terlihat dengan masyarakatnya selalu melaksanakan musyawarah sebagai upaya penyelesaian persoalan. Kenyataan ini berhubungan dengan ungkapan: “Apa tanda Melayu beradat, bermusyawarah mencari mufakat.” Pada umumnya masyarakat Desa Jaring Halus bermata pencaharian sebagai nelayan dikarenakan secara geografis letak desa ini berada di sebuah pulau yang dikelilingi oleh laut lepas. Hal ini menjadi ciri dari suku Melayu yaitu bermukim di daerah pesisir. Kenyataan tersebut tidaklah menjamin kemakmuran bagi keluarga nelayan yang menjadikan laut sebagai sumber utama pemenuhan sandang, pangan, dan papan. Boleh jadi disuatu waktu, alam tidak bersahabat dengan mengirim angin kencang, ikan berjumlah sedikit, serta gelombang ombak yang besar. Hal ini dipercayai menjadi sebab kesejahteraan masyarakatnya menurun.6 Permasalahan ini mengharuskan mereka untuk mencari jalan keluar baik secara mistis maupun rasional. Tujuannya supaya dapat hidup dengan penuh ketenangan. Dikarenakan sumber daya
laut adalah penghasilan terbesar terhadap kehidupannya. Maka, mereka
menempuh upaya bermusyawarah untuk menyelesaikan permasalahan dikehidupan yang dialaminya, serta menyepakati beberapa ketetapan dan ketentuan yang harus dijalankan.7 Melalui musyawarah dan membaca gejala-gejala dari alam akhirnya mereka memahami bahwa dengan menginternalisasi dan mengaktualisasi butir-butir kebaikan akan memperoleh kehidupan yang seimbang. Mereka pun
menyepakati bersama untuk
menerapkan aturan dan norma-norma hidup yang dikemas dalam bentuk upacara ritual bahari yaitu Syukuran Laut.
6
Wawancara dengan Julpikar, Sekretaris Desa Jaring Halus, tanggal 4 Februari 2015 di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara 7 Julpikar, ibid.
3 Universitas Sumatera Utara
Pada hakikat atau secara filosofis, pelaksanaan Ritual syukuran Laut dirayakan sebagai wujud doa dan rasa syukur kepada Tuhan semesta alam yang telah memberikan rezeki dari perolehan hasil laut untuk kesejahteraan mereka.8 Dalam hal ini dapat simpulkan bahwa salah satu sandaran adat Melayu adalah musyawarah untuk mufakat, sesuai dengan perkatan orang tua yang populer di kalangan masyarakat Melayu Langkat di Desa Jaring Halus: “Tegak adat karena mufakat, tegak tuah karena musyawarah.” Acuan ini melatarbelakangi penulis melakukan penelitian mengenai musyawarah untuk mufakat dalam upacara ritual Syukuran Laut yang dilaksanakan oleh masyarakat Melayu di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, dapatlah dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana sikap masyarakat Desa Jaring Halus melalui persepsi secara umum terhadap ritual Syukuran Laut . 2. Bagaimana tahap-tahap pelaksanaan upacara syukuran laut. 3. Bagaimana nilai dan norma musyawarah untuk mufakat dalam pelaksanaan upacara syukuran laut.
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai penelitian ini adalah :
1) Menjelaskan keberadaan ritual Syukuran Laut di kalangan Masyarakat desa Jaring Halus. 2) Menjelaskan tahap-tahap pelaksanaan Upacara Syukuran Laut. 8
Julpikar, op. cit wawancara di Desa Jaring Halus
4 Universitas Sumatera Utara
3) Menjelaskan nilai dan norma musyawarah untuk mufakat dalam pelaksanaan upacara syukuran laut.
1.4
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1) Untuk memberikan dorongan kepada mahasiswa sebagai generasi penerus agar dapat melestarikan tradisi budaya tersebut supaya tidak punah. 2) Menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam studi sastra dan budaya daerah dengan tinjauan sosiologi sastra. 3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan rujukan bagi penelitian lanjutan dan dapat pula digunakan sebagai bahan perbandingan untuk melakukan kajian yg lebih lanjut.
1.5 Ruang Lingkup Kajian Penelitian ini dilakukan di kawasan pesisir Timur Sumatera Utara tepatnya di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Kajian ini mengenai musyawarah
untuk
mufakat,
yaitu
upaya
dari
masyarakat
menyelesaikan
permasalahan yang ada dengan menyepakati bersama secara kekeluargaan yang diaplikasi dalam pelaksanaan upacara ritual Jamuan Laut. Kajian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra dengan
membahas
bagaimana masyarakat setempat melaksanaan musyawarah yang termasuk dalam persiapan upacara ritual Syukuran laut, hingga kepada pelaksanaan ritual yang ketetapan dan aturan dalam perayaannya diperoleh dari hasil rundingan bersama. Metode penelitian ini bersifat kualitatif-naturalistik yaitu menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara meninjau langsung ke lokasi penelitian, menyebar
5 Universitas Sumatera Utara
kuesioner dan dokumentasi. Hal ini memberi gambaran bahwa dalam penelitian tidak mengabaikan pendapat masyarakat setempat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian yang Relevan
6 Universitas Sumatera Utara