BAB I Pendahuluan
1.1 Latar belakang permasalahan
Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang besar yang dikenal karena keberagaman budaya dan banyaknya suku yang ada di dalamnya.
Untuk mengelola berbagai suku dan
budaya semacam itu Indonesia membentuk pemerintahan dalam wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sekian banyak suku itu, suku Jawa dikenal secara umum sebagai suku terbesar yang tersebar di wilayah Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang tinggal di pulau Jawa.1
Besarnya jumlah tersebut ditambah penyebaran suku Jawa
diseluruh wilayah Indonesia serta kenyataan bahwa pusat pemerintahan terletak di Jawa dan selama ini dipegang oleh suku Jawa maka dapat dimengerti apabila budaya Jawa dikenal hampir di seluruh wilayah nusantara ini. Berkaitan dengan pemahaman orang Jawa, Hildred Geertz misalnya memandang
orang Jawa dalam pengertian geografis. Ia memahami
menunjuk kepada orang-orang yang ada dan hidup di Jawa serta mempraktekan budayanya. Sedangkan Magnis Suseno mendefinisikan “orang Jawa” sebagai orang-orang yang secara etnis merupakan keturunan orang Jawa dan sekaligus menjalani hidupnya juga sebagai orang Jawa dalam arti mempraktekkan di dalam hidupnya kaidah-kaidah hidup Jawa beserta segala macam bentuk budayanya dalam kehidupan sehari-harinya. Sementara itu menurut Marbangun Hardjowirogo:
….semua orang Jawa itu berbudaya satu. Mereka berpikir dan berperasaaan seperti moyang mereka di Jawa Tengah, dengan kota Solo dan Yogya sebagai pusat-pusat kebudayaan. Dalam penghayatan hidup budaya mereka , baik yang tinggal di Pulau Jawa, maupun di luar Jawa atau bahkan di Suriname, orientasi nilai mereka tetap terarah ke kota Solo dan Yogya (1984:7) 2.
1
www.wikipedia.org/orangjawa : Tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia berjumlah 203.456.005, dan 59,19 % tinggal di pulau Jawa dengan jumlah orang Jawa mencapai ± 75 000 000 orang. 2 Marbangun Hardjowirogo, Manusia Jawa, Inti Dayu Press, Jakarta, 1984, hal. 7
2 Pengaruh budaya Jawa dalam kancah kehidupan masyarakat di Indonesia dapat dilihat dari indikasinya, misalnya banyak istilah atau ungkapan dalam bahasa Jawa yang digunakan dalam hidup sehari-hari oleh orang yang tidak berlatar belakang budaya Jawa. Hal ini membuktikan bahwa budaya Jawa ikut mewarnai
corak kehidupan bangsa Indonesia
sebagaimana nampak dari tanda visual misalnya dibidang busana khususnya busana wanita. Pemakaian kain secara ber-wiron, peng-kondhe-an juga termasuk pemakaian rambut yang bergaya Solo dan baju kebaya dengan menggunakan kuthubaru termasuk unsur busana gaya Jawa yang sudah diterima di seluruh Indonesia3. Dari semuanya itu nampak budaya Jawa sudah diterima dalam masyarakat luas, namun tidak dipungkiri bahwa masyarakat Jawa sendiri juga sudah mulai terpengaruh dengan gaya yang lebih modern yang tidak tradisional lagi. Sebagai contoh untuk kalangan anak muda sekarang ini banyak yang sudah dianggap oleh orang tua meninggalkan tradisi berpakaian seperti jaman dahulu yang dianggap sopan. Perihal berpakaian banyak mendapat sorotan, dulu wanita ke kampus atau ke gereja menggunakan rok tetapi yang terjadi sekarang justru wanita sering menggunakan celana panjang baik yang berbahan kain atau jeans. Atau sikap terhadap orang tua yang lebih easy going (santai), mereka sudah mulai meninggalkan bahasa krama untuk komunikasi dengan orang tua, sikap duduk dan berbicara dengan orang tua, membantah atau berdebat dengan mereka menjadi pemandangan sehari-hari, hal inilah yang membuat prihatin orang tua kebanyakan saat ini. Oleh kalangan orang tua, sikap keseharian anak-anak seringakali diidentikkan dengan tidak menuruti orang tua dan dianggap sudah tidak hormat kepada mereka lagi. Padahal bagi kalangan anak jaman sekarang ini tindakan dan sikap mereka ini dianggap sebagai hal yang biasa dan mengikuti perkembangan jaman baik itu hal berpakaian atau pun sikap mereka sehari-hari.
Masyarakat Jawa sendiri tentu memiliki kaidah-kaidah dasar kehidupan yang ikut mendasari perilaku hidup sehari-harinya. Kaidah-kaidah dasar tersebut tersarikan di dalam 3 prinsip utama yakni prinsip hidup rukun, prinsip hormat, dan etika keselarasan sosial. Prinsip hidup rukun ini berakar dan sesuai dengan keingingan untuk menjaga keadaan harmonis yang pada dasarnya menjadi watak dari keberadaan alam semesta yang di dalamnya manusia hidup.4 Segala yang ada di dalam dunia ini merupakan manifestasi dari satu keberadaan yang tunggal dan mandiri yakni alam semesta, dan semuanya tertata secara harmonis di dalam tata tertib alam. Dalam terang ini maka prinsip hidup rukun mengandaikan suatu keadaan hidup yang 3 4
Marbangun Hardjowirogo, Manusia Jawa, hal 9. Diktat perkuliahan Etika Jawa oleh Pdt.Yusak Tridarmanto, hlm 25.
3 bebas dari segala pertentangan, permusuhan, dan sebaliknya mengandaikan terciptanya suatu keadaan yang mau saling menerima, menghormati yang lainnya dan menjalani hidup sesuai dengan keselarasan alam (faham kosmosnisme).5
Dengan berpegang pada prinsip ini orang
Jawa dapat menerima keberbedaan suku dan budaya lainnya dengan tujuan untuk hidup rukun bersama. Disamping prinsip hidup rukun masyarakat yang ada guna mewujudkan suatu kehidupan rukun juga mengenal prinsip hormat, prinsip ini menganut kepada interaksi sosial yang sesuai dengan tata tertib alam.
6
Maksudnya segala sesuatu di alam semesta ini telah
memiliki tempat dan fungsinya masing-masing. Interaksi antar manusia yang terjadi di dalam alam semesta ini akan selalu dilaksanakan berdasarkan kesadaran tentang tempat dan fungsi tersebut. Sebagai contoh dalam menghadap dan berbicara kepada orang tua seseorang harus mengggunakan bahasa yang sesuai dengan tempat dan kedudukan dalam masyarakat, bahasa ngoko hanya dipakai buat yang seumuran atau teman bukan kepada orang tua. Bahkan untuk memanggil orang yang tidak dikenal sekalipun jika lebih tua umurnya ia harus menggunakan sebutan kekeluargaan misalnya mas, mbak, mbakyu, pak, ibu, dll. Adapun mengenai etika keselarasan sosial akan banyak mengatur seseorang selalu mempertimbangkan kepentingan sesamanya. Berdasarkan prinsip ini setiap anggota masyarakat didorong lebih mementingkan kepentingan umum dibandingkan kepentingan diri sendiri.
Berdasarkan kaidah-kaidah seperti terurai di atas, prinsip hormat memegang peranan yang sangat penting. Ini nampak dalam semangat hidup masyarakat Jawa yang senantiasa diwarnai sikap menghormati kepada siapa pun yang ada di dalam masyarakat. Pentingnya prinsip hormat ini bisa dilihat dengan ditanamkan ditengah-tengah keluarga khususnya dalam proses pendidikan anak-anak. Perwujudan prinsip hormat yang konkrit dalam kehidupan sehari-hari yang nampak adalah sikap menghormati. Masyarakat Jawa termasuk yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip kehidupan termasuk di dalamnya prinsip hormat. Prinsip hormat tersebut diajarkan dalam sebuah keluarga. Seperti kita ketahui bahwa keluarga mempunyai peranan penting yaitu tempat pendidikan pertama bagi anak- anak. Anak-anak diajarkan awal mula dalam menghormati orang tua, saudara,bahkan pembantu sekalipun.
Pentingnya prinsip
hormat seperti ini maka di dalam masyarakat Jawa banyak ditemukan orang-orang yang berupaya memahami dan memberikan pegangan prinsip hormat diberlakukan dalam kehidupan. Pemberlakuan
hormat kepada orang tua oleh masyarakat Jawa juga banyak
terdapat dalam serat-serat karya tokoh masyarakat, pujangga atau raja sekalipun, misalnya 5 6
Ibid, hlm 25. Diktat perkuliahan Etika Jawa oleh Pdt.Yusak Tridarmanto, hlm 29.
4 Serat Wulang Putra, dan Serat Wulang Putri karya Padmosusastra, Serat Sanasunu karya Paku Buwono IV, dan
Serat Wedatama karya Mangkunegara V.
Salah satu tokoh
masyarakat yang memberi perhatian ialah Paku Buwono IV yang merupakan Raja Kraton Surakarta yang memerintah pada tahun 1788-1820. Paku Buwono IV sendiri memiliki karya yang berkaitan dengan kaidah-kaidah dasar kehidupan masyarakat Jawa. Yang menarik perhatian adalah menyelidiki lebih lanjut bagaimana upaya Paku Buwono IV memaknai kosep hormat dan bagaimana konsep tersebut diberlakukan dalam masyarakat. Karya ini tertuang dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh oleh karena itulah skripsi ini akan memakai ke dua serat ini untuk obyek penelitian.
Sebagaimana dengan prinsip hormat masyarakat Jawa, kekristenan (orang yang percaya Yesus Kristus) juga mempunyai arti pentingnya prinsip hormat. Ini dapat tercerminkan dalam hukum kasih, dalam kasih sikap hormat juga diperlukan untuk berinteraksi dengan sesama. Hukum tersebut diwujudkan sebagai salah satu bentuk pangggilan hidup bagi orang Kristen. Salah satunya di katakan oleh Yesus dalam Mat 22:34-40, yang di dalamnya dituliskan ‘hukum yang terutama’: …"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu… Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”…. Dalam ayat ini khususnya pada hukum yang kedua nampak bahwa dengan mengasihi orang lain berarti juga menghargai orang lain dan menghargai merupakan salah satu bagian dari hormat. Selain itu di dalam Alkitab dapat kita temukan konsep hormat lainnya, diantaranya
Kel 20: 12, Ul 15:6; Mat 15:4; Ef 6:2. Persoalannya adalah
mungkinkah konsep hormat di dalam masyarakat Jawa berdampingan dengan kekristenan? Untuk itulah dibutuhkan penelitian prinsip hormat di dalam kekristenan guna menacari titik temu antara konsep hormat menurut masyarakat Jawa dengan kekristenan. Kalau memang ada titik temu seperti apa titik temu tersebut ? Kalau tidak ada titik temu bagaimana melihat perbedaan tersebut? Penyusun di dalam penulisan ini menggunakan bahan penelitian yakni Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh berupa transliterasi dari aksara Jawa dan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya dalam pembuatan tulisan ini penyusun tidak sepenuhnya menggunakan terjemahan yang sudah ada dikarenakan terdapat beberapa terjemahan yang salah.
5 1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas maka penulisan skripsi ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apa makna hormat dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh serta bagaimana pemberlakuan prinsip tersebut dalam hidup sehari-hari? 2. Apa makna hormat dalam kekristenan dan bagaimana prinsip tersebut diberlakukan dalam prinsip hidup sehari-hari. 3. Bagaimana ke dua kosep hormat kepada orang tua
tersebut dipertemukan
dan
relevansinya bagi kehidupan saat ini.
1.3 Batasan masalah
Dalam penulisan skripsi ini hanya memilih 2 serat saja yaitu Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh karya Paku Buwono IV. Selanjutnya dalam penulisan prinsip hormat oleh Paku Buwono IV ini hanya akan membahas prinsip hormat yang tertulis dalam Serat Wulang Sunu pada pupuh 1 yang terdiri dari 12 bait dan Serat Wulang Reh dalam pupuh ke 5 yang terdiri dari 33 bait. Dalam ke dua serat tersebut bisa kita lihat bagaimana konsep hormat kepada orang tua yang dikehendaki oleh Paku Buwono IV dan melalui ke dua serat tersebut juga akan nampak konsekuensi bagi anak yang melanggarnya. Demikian juga dalam prinsip hormat kepada orang tua
dalam kekristenan akan dilihat dalam Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru. Untuk melihat konsep hormat kepada orang tua dalam Alkitab tentunya dengan melihat dari salah satu dari Sepuluh Perintah Allah yang diberikan kepada Musa (Kel 20:12), ucapan Yesus di Mat 15:4 dan hormat kepada orang tua yang disampaikan Paulus melaui Surat Efesus. Dari ketiga ayat tersebut akan dilihat bagaimana kosekuensi yang diberikan jika melanggar konsep tersebut.
1.4 Tujuan penulisan
Dengan penulisan skripsi ini penulis ingin memaparkan : 1. Menggali makna dan prinsip hormat kepada orang tua serta pemberlakuannya sebagaimana nampak di dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh. 2. Menggali makna dan prinsip hormat kepada orang tua dalam Alkitab khususnya Perjanjian Baru
6 3. Mendialogkan/ mempertemukan prinsip hormat kepada orang tua
dalam Serat
Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh dengan prinsip hormat kepada orang tua dalam Alkitab.
1.5 Rumusan judul
Atas
dasar latar belakang dan perumusan
masalah di atas maka penulis merumuskan
skripsinya dengan judul :
Konsep Hormat Kepada Orang Tua dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh karya Paku Buwono IV
1.6 Metode penulisan
Untuk memperoleh data tentang konsep hormat kepada orang tua di dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh berikut dengan pemberlakuannya dalam masyarakat Jawa akan dilakukan studi kepustakaan. Studi ini dilakukan dengan membaca buku-buku yang relevan dengan tema penulisan, sehingga penggalian terhadap konsep hormat kepada orang tua dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh dapat tercapai. Sedangkan untuk hormat kepada orang tua menurut Alkitab akan diteliti dalam beberapa teks di dalam kitab suci ditambah dengan buku-buku teologi. Data yang diperoleh akan dianalisis dan dipertemukan sehingga menghasilkan sebuah relevansi konsep hormat kepada orang tua bagi jemaat .
1.7 Sistematika penulisan
Bab 1 Pendahuluan yang di dalamnya terdiri dari latar belakang permasalahan, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, rumusan judul, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
7 Bab 2 Penelaahan terhadap Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh bekaitan dengan konsep hormat orang tua yang di dalamnya ada latar belakang penulisan sosial-politik dan budaya, dan sejarah historis. Demikian juga akan melihat indikator bagaimana orang Jawa sekarang melihat konsep hormat kepada orang tua .
Bab 3 Menggali konsep hormat orang tua di dalam Alkitab dan meneliti konsekuensinya berikut dengan perjumpaan antara kedua konsep tersebut
Bab 4 Penutup yang berisikan relevansi
bagi kehidupan orang Jawa dan jemaat saat ini
yang kemudian diakhiri dengan kesimpulan.