BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan Penyakit prosopagnosia pertama kali dicetuskan pada tahun 1947 oleh Joachim Bodamer, dalam bahasa inggris penyakit ini dinamakan face blindness atau “buta wajah” adalah penyakit yang terjadi karena adanya kerusakan pada bagian kanan atau di bagian Fusiform Gyrus. Kerusakan ini menyebabkan sang penderita tidak bisa mengenali wajah seseorang. Penyakit ini bukan penyakit “buta” pada umumnya yang tidak bisa melihat sama sekali, penyakit ini hanya tidak bisa melihat wajah/mengenali wajah. Penderita bisa melihat di depan mereka ada wajah namun penderita tidak bisa mengenali wajah tersebut, jika kita gambarkan seperti kita melihat beberapa monyet, kita bisa bisa melihat bahwa monyet memiliki wajah namun kita tidak mengetahui wajah monyet yang mana. Penderita prosopagnosia mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengenali seseorang, menurut Dr. Tirta Susilo salah satu peneliti di Face Blind Research Center, para penderita ada yang bisa mengenali ekspresi seseorang, ada yang tidak bisa membedakan gender dan ada yang sama sekali tidak bisa mengenali ekspresi. Saat ini peneliti baru bisa menemukan 2 penyebab dari penyakit ini yaitu faktor genetik atau dari kecelakaan
yang
menghantam
otak
kanan,
stroke,
coma
yang
berkepanjangan, dan tumor di bagian otak. Sampai saat ini penderita penyakit ini didunia masih terbilang sedikit. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ingo Kennerknecht dalam American Journal of Medical Genetics Part A (2006:1617-1622) bahwa penderita prosopagnosia mencapai 2-2,5% dari populasi dunia atau 1 penderita setiap 50 orang. Dari wawancara dengan para penderita penyakit face blindness yang terdokumentasi oleh CBS News di acara 60 Minutes (2012), mereka tidak bisa mengenali wajah-wajah terdekat mereka seperti
1
anak mereka, istri, teman, bahkan mereka tidak bisa mengenali diri mereka sendiri. Banyak keluarga yang kebingungan jika salah satu anggota keluarga mereka terkena penyakit ini. Karena penyakit ini masih jarang diketahui oleh masyarakat kebanyakan. Sementara penderita biasanya tidak mengetahui bahwa mereka mempunyai penyakit seperti ini terutama mereka yang memiliki penyakit ini sejak lahir, mereka hanya mengira bahwa mereka hanya punya penyakit lupa dalam mengingat wajah. Dalam beberapa kasus penderita mengalami gangguan psikologis seperti yang dikatakan Heather Sellers, seorang seorang professor dan penulis yang juga mengidap dalam bukunya You Don’t Look Like Anyone I Know (2010) menjelaskan bahwa hal yang paling sulit dan menyakitkan mengenai gangguan prosopagnosia ini adalah perjuangan dalam mempercayai secara penuh mengenai pengalaman, hidup, dunia, orang terdekat, bahkan dengan diri sendiri. Gangguan ini secara tidak langsung juga menyita kemampuan seseorang dalam meyakini, mempercayai, serta mengenal seseorang (Face to Face Newsletter Summer 2011). Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang prosopagnosia juga mengakibatkan perlakukan yang salah terhadap penderita sehingga dapat terjadi gangguan sosial
bahkan
memperngaruhi
kejiwaan
penderita
(Journal
of
Psychosomatic Research 65:2008). Kurangnya data di badan riset prosopagnosia karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah menjadi tantangan utama bagi para peneliti untuk mencari obat untuk penyakit ini. Sebagian pihak yang bekerja sama dengan Research Center Prosopagnosia sudah membuat beberapa film dokumenter seperti CBS News dalam acara 60 Minutes (2012), akan tetapi film yang dibuat masih berupa film dokumenter yang semua orang belum tentu bisa menikmatinya dan menempel pada ingatan mereka, tidak sperti film fiksi tentang penyakit lain seperti The Fault In Our Stars (2014) dan The Curious Case of Benjamin Button (2008) yang berhasil mengambil perhatian masyarakat dan berhasil mensosialisasikan penyakit kanker dan progeria.
2
Karena itu penulis merancang sebuah film pendek fiksi yang bertamakan
prosopagnosia
sebagai
salah
satu
cara
untuk
menginformasikan penyakit prosopagnosia kepada kalangan muda. Sebuah film terbentuk sekian banyak shot. Tiap shot membutuhkan penempatan kamera pada posisi yang paling baik bagi pandangan penonton, bagi tata set dan pada suatu saat tertentu dalam perjalanan cerita. Menempatkan kamera pada suatu posisi dan menentukan angle kamera dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pemecahan-pemcehan masalah tersebut bisa dicapai melalui analisis terhadap director shot yang ada. Penentuan angle kamera harus dipikirkan dengan matang karena menentukan sudut pandang yang akan dilihat oleh penonton. Pemilihan angle kamera yang seksama akan bisa mempertinggi visualisasi dramatik dari cerita. Pemilihan sudut pandang secara serabutan bisa merusak atau membingungkan dan membuat sebuah pesan yang ingin disampaikan sulit dipahami. Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan penataan kamera untuk film fiksi pendek “SAMAR”yang bertemakan prosopagnosia. Karena itulah penulis menjadi seorang penata kamera dalam film ini, disini penulis bertanggung jawab atas penataan kamera yang diambil dan pandangan sinematik sebuah film.
1.2 Permasalahan 1.2.1
Identifikasi Masalah Setelah penulis melihat latar belakang permasalahan diatas maka
penulis bisa menyimpulkan bahwa identifikasi masalah sebagai berikut : 1.
Kurangnya kesadaran dan wawasan masyarakat umum tentang penyakit prosopagnosia.
2.
Banyak para penderita prosopagnosia yang belum mengetahui bahwa diri mereka terkena prosopagnosia
3.
Kurangnya
pemanfaatan
media
meningkatkan kesadaran masyarakat.
3
film
fiksi
dalam
upaya
4.
Diperlukannya penataan gambar yang tepat dalam sebuah perancangan film fiksi pendek bertema prosopagnosia
1.2.2
Batasan Masalah Setelah penulis mengidentifikasi masalah diatas maka agar
pembahasan tidak terlalu meluas, penulis membatasi masalah yang akan dibahas
yaitu perlunya penaataan kamera dalam film fiksi pendek
prosopagnosia “SAMAR” . Penataan kamera ini merupakan interpretasi dari gaya penyutradaraan dan director shot.
1.2.3
Rumusan Masalah Dari identifikasi masalah diatas maka saya bisa merumuskan
beberapa masalah, yaitu: 1.
Bagaimana
menterjemahkan
Director
Shot
film
pendek
prosopagnosia ke dalam penataan kamera ? 2.
Bagaimana penataan kamera yang cocok untuk montase dalam film pendek prosopagnosia ?
1.2.4
Ruang Lingkup Masalah Dari identifikasi dan rumusan masalah yang telah dipaparkan serta
untuk pembahasan lebih terarah, maka penulis memaparkan ruang lingkup masalah pada penelitian ini. Berikut ruang lingkup masalah tersebut : 1.
Apa Media penyebaraan informasi prosopagnosia berupa film pendek fiksi yang ditujukan untuk 18 - 24 tahun di wilayah geografis perkotaan.
2.
Bagian mana Di dalam perancangan ini penulis berperan sebagai penata kamera
3.
Tempat Penempatan media film pendek ini akan ada di web dan media sosial.
4
4.
Waktu Waktu penayangan film direncakan pada tahun 2015.
1.3 Tujuan Perancangan Setelah meninjau dari rumusan masalah diatas, maka tujuan membuat film pendek tentang prosopagnosia adalah 1.
Untuk menterjemahkan Director Shot kedalam sebuah penataan kamera yang tepat di film fiksi pendek bertemakan prosopagnosia.
2.
Untuk mengambil penataan kamera untuk montase dalam film fiksi pendek bertemakan prosopagnosia.
1.4 Manfaat Perancangan 1.4.1 Bagi Masyarakat Dengan perancangan film pendek ini maka diharapkan dapat membawa manfaat bagi masyarakat adalah 1.
Meningkatnya pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang prosopagnosia
2.
Mendapatkan informasi dan membantu penderita prosopagnosia untuk mendapatkan pengetahuan tentang penyakit mereka.
1.4.2 Bagi Peneliti Dengan meningkatnya awareness dan pengetahuan masyarakat tentang prosopagnosia maka penulis berharap akan membawa manfaat kepada research center sebagai berikut : 1.
Meningkatnya pasien prosopagnosia yang melapor ke Research Center agar bisa diteliti lebih lanjut.
2.
Peneliti bisa meniliti banyak pasien untuk mendapatkan jalan keluar atau solusi untuk dapat menyembuhkan penderita penyakit prosopagnosia.
5
1.4.3 Bagi Penulis Sebagai penulis saya bisa mendapatkan manfaat dalam penelitian singkat penulis tentang prosopagnosia, berikut adalah manfaat yang penulis dapatkan: 1.
Mengetahui dan menyadari bahwa penyakit seperti prosopagnosia itu ada dan penting untuk diketahui oleh masyarakat umum.
2.
Meningkatkan
rasa
peduli
terhadap
sesama
manusia
yang
mempunyai kekurangan. 3.
Mendapatkan
informasi
lebih
dalam
tentang
penyakit
prosopagnosia.
1.5 Cara Pengumpulan Data dan Analisis Dalam
pengumpulan
data
tentang
prosopagnosia
penulis
menggunakan metode kualitatif dan penyusunan konsep dengan model analisis menggunakan pendekatan psikologi kognitif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode sebagai berikut : 1.
Metode Studi Pustaka Data dan informasi yang penulis dapat diperoleh melalui buku, jurnal, artikel ilmiah dan media film dokumenter yang berkaitan dengan topik permasalahan.
2.
Metode Observasi Penulis mengobservasi dan mengamati langsung gaya hidup dan perlilaku remaja dan dewasa untuk mendapatkan data mengenai perilaku dan psikologis mereka sebagai target audience penulis.
3.
Metode Wawancara Selain dengan dua metode sebelumnya penulis juga menggunakan metode wawancara. Penulis mewancarai ahli di bidang syaraf yang salah satu ahli di Face Blind Reseach Center.
6
1.6 Kerangka Berfikir Tabel 1.1 Kerangka berfikir
7
1.7 Pembabakan Pembabakan di dalam penulisan laporan ini terbagi menjadi 5 Bab yaitu: BAB I PENDAHULUAN Menjelaskan
gambaran
secara
umum
tentang
prosopagnosia dan masalah yang sedang dihadapai oleh para ahli syaraf tentang prosopagnosia. Juga dijelaskan tentang tujuan penelitian, ruang lingkup serta manfaat dari film pendek fiksi penulis.
BAB II DASAR PEMIKIRAN Pada Bab ini penulis akan menjelaskan apa saja yang mendasari pemikiran penulis seperti teori-teori yang relevan untuk digunakan sebagai acuan untuk perancangan karya.
BAB III DATA DAN ANALISIS MASALAH Penulis menjelaskan secara menyuluruh bagaimana penulis mendapatkan data dan anlisis data untuk menentukan bagaiamana proses perancangan karya.
BAB IV KONSEP DAN HASIL PERANCANGAN Berisi konsep desain dan hasil perancangan yang telah dibuat oleh penulis berdasarkan data-data yang penulis peroleh.
BAB V PENUTUP Dibagian ini berisi kesimpulan dari data dan perancangan media yang penulis buat dan saran dari penulis.
8