BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, dibalik kemajuan teknologinya yang pesat negara Jepang tidak terus melupakan jati diri negaranya bahkan, cenderung sangat menjaga serta melestarikan budaya mereka. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan memberikan pengetahuan mengenai budaya Jepang kepada genarasi muda sedari masih kecil melalui cerita anak. Selain dapat memberi pengetahuan mengenai budaya, moral yang terkandung dalam cerita anak juga dapat membantu perkembangan karakter anak melalui nilai-nilai luhur yang disampaikan. Di negara Indonesia sendiri, cara seperti ini juga diterapkan kepada anakanak sejak dari taman kanak-kanak hingga bangku sekolah dasar, apalagi negara Indonesia memiliki banyak dongeng dan legenda yang tersebar di seluruh penjuru nusantara, sehingga banyak pula ragam ceritanya. Cerita anak merupakan media yang paling pas untuk memberikan pengajaran baik mengenai kehidupan, moral, maupun budaya kepada anak-anak, karena bahasanya yang sederhana, memiliki alur cerita dan dilengkapi dengan gambar, sehingga mudah dipahami anak-anak. Selain negara Jepang dan Indonesia masih banyak lagi negara-negara yang menerapkan cara ini. 1
2
Pentingnya peran cerita anak dalam upaya melestarikan budaya baik negara maju seperti Jepang maupun negara-negara yang lain, menarik minat penulis untuk memilih tema terjemahan dalam penulisan tugas akhir. Cerita anak yang penulis pilih berjudul Tsubu Musuko. Selain karena memiliki pesan moral yang baik, isi ceritanya pun menarik untuk dibaca. Tsubu Musuko berkisah tentang seorang anak laki-laki yang berwujud siput. Bocah siput ini selain sabar ia juga cerdik, meskipun cara yang ia gunakan dalam kisah ini tidak dapat dikatakan benar juga, alias curang. Akan tetapi, di akhir cerita ia menunjukkan bahwa dengan bekerja keras ia bisa menjadi sukses dan kaya raya.
1.2
Pokok Bahasan 1. Bagaimana menerjemahkan cerita anak Tsubu Musuko dari bahasa sumber yaitu bahasa Jepang ke dalam bahasa sasaran, yaitu bahasa Indonesia, sehingga menjadi sebuah karya sastra terjemahan yang mudah dan dapat dipahami? 2. Apa pesan moral yang terdapat dalam cerita anak Tsubu Musuko yang dapat disampaikan kepada pembaca?
1.3
Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah:
3
1. Menerjemahkan cerita anak Tsubu Musuko dari bahasa sumber yaitu bahasa Jepang ke dalam bahasa sasaran, yaitu bahasa Indonesia, sehingga menjadi sebuah karya sastra terjemahan yang mudah dan dapat dipahami. 2. Menjelaskan pesan moral yang terdapat dalam cerita anak Tsubu Musuko yang dapat disampaikan kepada pembaca.
1.4
Landasan Teori
1.4.1 Definisi Terjemahan Kata terjemahan didefinisikan secara berbeda oleh beberapa ahli bahasa. Namun, pada hakikatnya definisi-definisi yang dikemukankan memiliki kandungan pengertian yang mirip antara satu dengan yang lainnya. Salah satu diantaranya yaitu definisi terjemahan menurut Eugene A. Nida dan Charles R.Taber, dalam buku mereka The Theory and Practise of Translation (via A. Widyamartaya, 1989:11), memberikan definisi terjemahan sebagai berikut: Translation is consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language messages, first in the terms of meaning and secondly in the terms of style. Menterjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima (sasaran) yang secara sedekat-dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya. Dari pendapat Eugene A. Nida dan Charles R. Taber di atas, dapat diuraikan bahwa terjemahan adalah proses mengubah pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan memperhatikan kesesuaian kata serta penyususnan tata bahasa dalam kalimat terjemahan agar mudah diterima oleh pembaca. Penerjemah harus memilih padanan kata yang sesuai dan mampu
4
mempertimbangkan struktur penyusunan kalimat dari dua bahasa yang berbeda, karena penerjemah memiliki kawajiban menyampaikan pesan dari penulis asli. Penerjemah juga harus menyesuaikan bahasa yang digunakan pembaca. Jadi, penerjemah memegang peranan penting dalam menghasilkan terjemahan.
1.4.2 Metode Terjemahan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005:740) istilah metode diartikan sebagai cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode terjemahan merupakan cara yang digunakan penerjemah dalam proses mereproduksi karya sastra dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Metode terjemahan yang dipilih penerjemah mempengaruhi hasil terjemahan. Menurut Newmark (via Hartono, 2003:82-84) metode terjemahan dapat dititikberatkan pada dua penekanan, yaitu bahasa sumber (bahasa yang diterjemahkan) dan bahasa sasaran (bahasa hasil terjemahan). Penekanan pada bahasa sumber menghasilkan empat metode penerjemahan: 1. Metode Terjemahan Kata Demi Kata Dalam metode terjemahan ini, urutan kata-kata bahasa sumber dipertahankan dan kosa katanya diterjemahkan apa adanya dengan maknamakna yang paling umum (biasanya diambil dari makna kamus) dan terlepas dari konteksnya. Kegunaan utama terjemahan kata demi kata
5
adalah untuk memahami sistem dan struktur bahasa sumber atau menganalisis teks yang sulit sebagai suatu proses awal terjemahan. 2. Metode Terjemahan Literal Dengan metode ini struktur bahasa sumber diubah ke dalam struktur bahasa sasaran tetapi kata-kata leksikal masih tetap diterjemahkan apa adanya, terlepas dari konteksnya. Sebagaimana proses penerjemahan awal, terjemahan literal ini dapat membantu melihat masalah yang perlu diatasi ketika dalam proses penyusunan terjemahan ke dalam bahasa sasaran. 3. Metode Terjemahan Setia Metode terjemahan setia berusaha mereproduksi makna kontekstual yang tepat dari bahasa sumber dalam batas-batas struktur tata bahasa sasaran. Metode ini “menerjemahkan” kata-kata budaya dan mempertahankan tingkat “keabnormalan” tata bahasa dan leksikan (yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa sumber) dalam terjemahan. Terjemahan ini benarbenar setia pada tujuan dan realisasi teks bahasa sumber. 4. Metode Terjemahan Semantik Terjemahan semantik berbeda dengan “terjemahan setia” semata-mata dalam hal nilai keindahannya (bunyi yang indah dan alami) dalam bahasa sumbernya. Selanjutnya, metode terjemahan ini menerjemahkan kata-kata budaya yang kurang penting dengan istilah-istilah yang secara budaya netral tetapi tidak menggunakan ekuivalensi budayanya. Perbedaan antara terjemahan setia dengan terjemahan semantik ialah bahwa terjemahan setia
6
bersifat tidak komprois dan dogmatis, sedangkan terjemahan semantik lebih fleksibel. Selanjutnya penekanan pada bahasa sasaran melahirkan empat jenis metode terjemahan, yaitu: 1. Metode Terjemahan Saduran Terjemahan saduran merupakan bentuk terjemahan yang “paling bebas”. Metode terjemahan ini utamanya digunakan untuk menerjemahkan drama dan puisi. Dalam metode ini tema cerita, karakter, dan alur cerita pada umumnya diperthankan, sedangkan budaya bahasa sumber diubah (ditransfer) ke dalam budaya bahas sasaran dan teks ditulis ulang. 2. Metode Terjemahan Bebas Terjemahan bebas mereproduksi isi pesan tanpa mengindahkan cara penyampaian isi pesan, atau mereproduksi isi teks tanpa mempedulikan bentuk bahasa sumbernya. Biasanya terjemahan ini berupa parafrase (penceritaan kembali) yang lebih banyak daripada bahas sumbernya. Hal ini dimaksudkan agar pesan dalam teks sumber lebih jelas diterima oleh pengguna bahasa sasaran. Metode terjemahan ini biasa disebut dengan terjemahan intralingual. 3. Metode Terjemahan Idiomatik Terjemahan idiomatik mereproduksi “pesan” bahasa sumber tetapi cenderung menyelewengkan (mendistorsi) nuansa-nuansa maknanya dengan cara memilih penggunaan jargon-jargon dan idiom-idiom bahasa sasaran karena tidak ada dalam bahasa sumbernya.
7
4. Metode Terjemahan Komunikatif Terjemahan komunikatif berusaha mempertahankan makna kontekstual yang tepat dari bahasa sumber sedemikian rupa sehingga baik isi maupun bahasanya langsung dapat diterima dan dipahami oleh pembaca hasil terjemahan. Dari berbagai macam metode terjemahan tersebut di atas, penulis menggunakan metode terjemahan komunikatif. Alasan penulis menggunakan metode terjemahan komunikatif adalah karena metode ini memperhatikan prinsipprinsip komunikasi dengan lebih menekankan penyampaian pesan ke dalam bahasa sasaran sehingga mudah dipahami dan dapat diterima oleh pembaca hasil terjemahan.
1.4.3 Proses Terjemahan Menerjemahkan
bukanlah
menuliskan
pikiran-pikirannya
sendiri,
betapapun baiknya. Bukan pula menyadur saja, dengan pengertian menyadur sebagai pengungkapan kembali amanant dari suatu karya dengan meninggalkan detail-detailnya tanpa harus mempertahankan gaya bahasanya dan tidak harus ke dalam bahasa lain. (Pengertian menyadur tersebut diberikan oleh Harimurti Kridalaksana). Selain memahami apa itu menerjemahkan dan apa yang harus dihasilkan dalam terjemahannya, seorang penerjemah hendaknya mengetahui bahwa kegiatan menerjemahkan itu kompleks, merupakan suatu proses, terdiri dari serangkaian kegiatan (unsur) sebagai unsur integralnya (via A. Widyamartaya, 1989:14).
8
Dr. Ronald H. Bathgate (via A. Widyamartaya, 1989:15-19), dalam karangannya yang berjudul “A Survey of Translation Theory”, mengemukakan tujuh langkah dari tahap penerjemahan sebagai berikut ini: 1. Penjajagan (Tuning) Bila akan menerjemahkan, terlebih dahulu harus melakukan “tuning”, yaitu menjajaki bahan yang akan diterjemahkan. Bahasa terjemahan harus selaras dengan bahasa yang diterjemahkan dalam hal makna dan gayanya, maka terlebih dahulu harus tahu bahan yang hendak diterjemahkan itu bahasa siapa: apakah bahasa seorang pujangga, ahli hukum, atau penulis penelitian ilmiah dan sebagainya. Ragam bahasa terjemahan yang tepat harus sudah dapat ditentukan sejak permulaan, kemudian seorang penerjemah juga harus dapat menentukan sikap atau pendekatan mental yang tepat, harus dapat membayangkan pilihan kata atau susunan frase dan kalimat yang selaras. 2. Penguraian (Analysis) Tiap-tiap kalimat dalam bahas sumber harus diurai ke dalam satuan-satuan berupa kata-kata atau frase-frase. Penerjemah harus dapat menentukan hubungan sintaksis antara berbagai unsur kalimat itu. Pada tahap ini, penerjemah perlu juga sudah dapat melihat hubungan antara unsur-unsur dalam bagian teks yang lebih besar agar penerjemah mulai dapat berpikir untuk menciptakan konsistensi dalam terjemahannya. 3. Pemahaman (Understanding)
9
Sesudah penerjemah melihat satuan-satuan dalam setiap kalimat dan unsur-unsur dalam bagian teks yang lebih besar, sekarang penerjemah berusaha memahami isi bahan yang akan diterjemahkan. Penerjemah harus dapat menangkap gagasan utama tiap paragraf (alinea) dan ide-ide pendukung dan pengembangannya, juga harus menangkap hubungan gagasan satu sama lain dalam tiap paragraf dan antar paragraf. 4. Peristilahan (Terminology) Setelah pemahaman isi dan bentuk dalam bahasa sumber, penerjemah kemudian berpikir tentang pengungkapannya dalam bahasa sasaran (bahasa terjemahan). Terutama penerjemah akan mencari istilah-istilah, ungkapan-ungkapan dalam bahasa sasaran ( misalnya bahasa Indonesia) yang cermat dan selaras. 5. Perakitan (Restructuring) Setelah masalah bahasa sasaran diatasi dan semua istilah-istilah yang diperlukan untuk menyusun terjemahan dalam bahasa sasaran tersedia dan terkumpul, maka penerjemah tinggal menyusun istilah-istilah itu menjadi terjemahan yang selaras dengan norma-norma dalam bahasa sasaran. Selain
selaras
dengan
si
pemakai
bahasa
sasaran,
juga
harus
menerjemahkan secara tepat makna dan gaya bahasa sumber. 6. Pengecekan (Checking) Sebagaimana sebuah karangan yang baik kerap kali merupakan hasil dari revisi berkali-kali, demikian juga sebuah terjemahan yang berhasil. Jangan menganggap pekerjaan penerjemahan selesai bila baru menghasilkan draft
10
pertama. Draft pertama harus diperiksa kesalahan-kesalahannya dalam penulisan kata dan pemakaian tanda baca, harus diperbaiki susunan kalimatnya untuk menghasilkan kalimat yang efektif. 7. Pembicaraan (Discussion) Cara yang baik untuk mengakhiri proses penerjemahan ialah penerjemah mendiskusikan hasil terjemahannya, baik menyangkut isinya maupun menyangkut bahasanya.
1.5
Sistematika Penulisan Penulisan tugas akhir ini disajikan dalam tiga bab. Bab I merupakan
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, pokok bahasan, tujuan penulisan, landasan teori, serta sistematika penulisan. Pada Bab II, penulis menyajikan teks cerita dalam bahasa asli, terjemahan kalimat demi kalimat dan terjemahan kesuluruhan. Selanjutnya Bab III adalah penutup.