1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui bahwa logam memegang peranan penting dalam proses metabolisme dalam tubuh makhluk hidup (Siu dkk., 2002), misalnya membantu kerja enzim (Lippard dan Berg, 2000), berfungsi sebagai antibakteri (Marcus dkk., 1989), bahan aktif anti kanker/tumor (Knottnerus dkk, 2002), dan bahan pembuatan obat asma (Shaw dkk., 2006). Logam yang paling banyak berperan dalam proses metabolisme makhluk hidup sebagian besar berasal dari golongan logam transisi, sebagai contoh: besi (Fe) yang terdapat dalam enzim hidrogenase dan sel darah merah (Huheey, 1978), tembaga (Cu) dalam enzim untuk reaksi redoks (Huheey, 1978), kobalt (Co) yang berperan dalam pembentukan sel darah merah (Huheey, 1978) dan sebagainya. Salah satu logam transisi yang berperan penting dalam metabolisme makhluk hidup adalah skandium (Sc). Senyawa kompleks skandium dapat berfungsi sebagai antibakteri dalam menekan pembentukan bakteriostatik yang merugikan dalam Klebsiella pneumoniae yang terdapat dalam serum darah, selain itu juga dapat memberikan efek terapi terhadap infeksi bacteriostasis P. aeruginosa (Roger dkk., 1980). Skandium juga dapat berfungsi sebagai antibodi (Kolsky dkk., 1998). Secara teoritis skandium tidak beracun, namun perlu diwaspadai, karena beberapa senyawa skandium diduga bersifat karsinogenik pada manusia (Horovitz, 2012). Akumulasi skandium di hati dapat menyebabkan kerusakan. Proses metabolisme yang berada dalam tubuh makhluk hidup, senantiasa melibatkan berbagai pelarut baik air maupun non air. Tubuh manusia sebagian besar (lebih dari 80%) terdiri atas zat cair, sehingga proses metabolisme dalam tubuh manusia melibatkan solvasi antara zat pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute) baik dalam bentuk ion maupun senyawa. Interaksi antara zat pelarut dengan zat terlarut dikenal dengan istilah solvasi. Solvasi yang hanya melibatkan pelarut air disebut hidrasi.
2
Penelitian tentang solvasi ion dalam air telah banyak dilakukan. Misalnya: Simulasi dinamika molekuler (DM) mekanika kuantum/mekanika molekuler (MK/MM) telah dilakukan terhadap ion V2+ (Loeffler dkk., 2002), ion tembaga Cu2+ (Texler dan Rode, 1995), ion krom Cr3+ (Kritayakornupong dkk, 2003a), ion kadmium Cd2+ (Kritayakornupong dkk., 2003a), ion kobalt Co2+ (Armunanto dkk., 2003), ion air raksa Hg2+ (Kritayakornupong dkk., 2003), ion Zn2+ (Marini dkk., 1996), ion kalsium Ca2+ (Schwenk dkk., 2001), ion rubidium Rb+ (Hofer dkk, 2005), ion emas Au+ (Armunanto dkk, 2004a), ion mangan Mn2+ (Loeffler dkk., 2002), dan sebagainya. Penelitian solvasi ion dalam amoniak cair juga sudah pernah dilakukan, misalnya: ion kobalt Co2+(Armunanto dkk., 2004a), ion tembaga Cu2+ (Pranowo dan Rode, 2001), ion litium (Tograar dan Rode, 2008), dan sebagainya. Penelitian solvasi ion dalam campuran amoniak-air sekalipun masih jarang, namun juga sudah ada yang meneliti, misalnya: ion nikel Ni2+ dalam air dan amoniak (Aguilar dkk., 2008). Penelitian tentang solvasi ion logam dengan simulasi DM MK/MM menjadi penting, karena simulasi tersebut dapat mengakses informasi tentang dinamika solvasi dalam skala femtodetik, dimana instrumen dan eksperimen belum mencapainya (Rode dan Hofer, 2006). Peristiwa solvasi melibatkan beberapa lapisan larutan yang disebut dengan sel pelarutan (Gambar 1.1). Lapisan paling dekat dengan kation logam merupakan lapisan (sel) pertama, lapisan selanjutnya disebut lapisan kedua, dan seterusnya hingga sampai fasa ruah (luar). Fasa ruah merupakan lapisan yang tidak dipengaruhi oleh kekuatan muatan kation, dalam fasa ini hanya terjadi solvasi antar pelarut saja (Armunanto dkk., 2004d). Kajian solvasi dalam komputasi kimia umumnya dilakukan pada larutan yang encer. Zat terlarut yang berada dalam lapisan pertama mempunyai solvasi cukup kuat dengan kation (ion) pusat. Zat terlarut yang berada dalam lapisan pertama ini merupakan ligan yang bersolvasi dengan ion pusat (kation). Ligan (zat terlarut) dalam lapisan pertama dapat bergerak (bertukar) menuju lapisan kedua, dan sebaliknya zat terlarut yang berada dalam lapisan kedua dapat menuju lapisan pertama membentuk kompleks. Pergerakan ligan di lapisan pelarutan tersebut
3
merupakan kajian yang menarik, karena proses pertukaran ligan dapat mempengaruhi reaktivitas. Hal inilah yang menjadi dasar banyaknya penelitian yang mengkaji tentang masalah solvasi, baik dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan peralatan yang serba canggih maupun teoritis dengan bantuan komputer dan program perangkat lunak yang sudah maju (Pranowo dan Rode, 2001).
Gambar 1.1 Struktur hidrasi Model Frank-Wen, tanda positif adalah ion (kation), molekul di sekitarnya adalah air, huruf A, B. dan C menggambarkan lapisan hidrasi pertama, kedua dan fasa ruah (Hirata, 2003) Secara garis besar struktur dan dinamika solvasi dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu dengan eksperimen dan simulasi komputer. Penentuan struktur dan dinamika solvasi melalui eksperimen memerlukan beberapa peralatan, antara lain: difraksi sinar-X, difraksi sinar neutron, difraksi elektron, spektroskopi, NMR dan beberapa peralatan yang berdasarkan metode hamburan yang lain, sedangkan melalui simulasi komputer dapat dilakukan dengan dua cara yang terkenal, yaitu: simulasi Monte Carlo (MC) dan Molecular Dynamics (MD) (Pranowo dan Hetadi, 2011). Melalui teknik difraksi (sinar-X, neutron, atau elektron) dapat diketahui informasi yang baik tentang struktur solvasi misalnya jarak ikatan ion-ligan dan bilangan koordinasi kompleks ion-ligan, sedangkan melalui NMR dapat diketahui
4
informasi sifat dinamik misalnya waktu tinggal ligan rata-rata di lapisan solvasi. Informasi lain dari NMR adalah bilangan koordinasi (jika ion terikat kuat dengan ligan), tetapi peralatan NMR tidak dapat mengikuti proses pertukaran ligan yang sangat cepat (Armunanto dkk., 2004). Alat NMR tidak dapat mendeteksi dinamika solvasi yang terjadi dalam satuan waktu di bawah nanodetik. Informasi ini menandakan bahwa cara eksperimen mempunyai kelemahan dalam batas deteksi pergerakan molekul-molekul dalam larutan. Kelemahan yang terdapat pada cara eksperimen dapat diselesaikan dengan simulasi komputer (Rode dan Hofer, 2006). Simulasi Monte Carlo dapat memberikan informasi tentang sifat struktur molekul dalam keadaan stabil (setimbang). Simulasi dengan metode dinamika molekuler selain dapat memberikan informasi bentuk struktur molekul, juga dapat
memberikan
informasi
dinamika
molekul,
karena
metode
ini
menggambarkan sifat struktur molekul sebagai fungsi waktu (Armunanto, dkk., 2004a). Pada awalnya simulasi dinamika molekuler dilakukan berdasarkan perhitungan mekanika molekuler (MM), karena keterbatasan teknologi prosesor. Metode MM dapat menghitung seluruh molekul dalam sistem simulasi yang dilakukan. Metode MM juga tidak memerlukan peralatan komputer dengan prosesor dan memori besar, sehingga dari segi biaya sangat efisien. Namun demikian, metode simulasi MM ketika divalidasi dengan metode eksperimen, beberapa hasil analisisnya terutama dalam menentukan jumlah ligan banyak mengalami perbedaan yang signifikan, sehingga kesimpulan hasil analisis simulasi dengan metode MM menjadi kurang akurat. Simulasi dinamika molekuler yang kemudian dikembangkan adalah simulasi dinamika molekuler mekanika kuantum (DM MK). Simulasi molekuler mekanika kuantum ini terbukti memiliki keakuratan yang tinggi. Hasil analisis yang diperoleh tidak menyimpang jauh dengan hasil yang diperoleh dengan eksperimen. Namun demikian, simulasi dinamika molekuler mekanika kuantum membutuhkan spesifikasi komputer yang tinggi, sehingga memerlukan biaya dan waktu komputasi yang lama. Selanjutnya dikembangkan metode simulasi
5
komputer dengan dana yang relatif murah, waktu relatif cepat, serta mempunyai keakuratan hasil analisis yang tinggi, yaitu metode gabungan mekanika molekuler dan mekanika kuantun yang dikenal dengan simulasi dinamika molekuler mekanika kuantum/mekanika molekuler (DM MK/MM). Prinsip utama simulasi DM MK/MM adalah dengan membagi daerah simulasi menjadi dua bagian, yaitu bagian yang dihitung dengan metode mekanika kuantum (bagian MK) dan bagian mekanika molekuler (bagian MM). Bagian MK merupakan daerah yang paling dekat dengan ion pusat/lapisan solvasi pertama, sedangkan bagian MM di daerah yang lebih jauh dari ion pusat (lapisan kedua dan seterusnya hingga fasa ruah). Dengan mengkombinasikan metode MK dan MM maka akan diperoleh informasi yang lebih akurat dan waktu analisis yang relatif lebih cepat. Salah satu logam transisi yang belum banyak dipelajari proses solvasinya adalah logam skandium. Sampai saat ini belum ada literatur yang membahas tentang struktur solvasi ion skandium monopositif dan juga dinamikanya yang terjadi dalam larutan. Dengan demikian monopositif
sangat
diperlukan,
demikian
informasi struktur ion skandium juga
informasi
dinamikanya.
Pengetahuan tentang struktur dan dinamika proses solvasi dari ion skandium monopositif merupakan salah satu petunjuk untuk mengetahui pola solvasi yang melibatkan pelarut air dan zat cair non air yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup. Solvasi ion skandium yang dilakukan meliputi solvasi ion skandium dalam air, amoniak cair, dan campuran amoniak-air. Solvasi ion skandium dalam campuran amoniak-air perlu dilakukan, karena solvasi ini sangat menarik. Sistem solvasi terdiri atas campuran pelarut air dan amoniak cair, sehingga akan terjadi kompetisi solvasi antara ion logam (skandium) dengan ligan air dan amoniak. Sistem yang terdiri atas lebih dari satu pelarut ini, yang dinamakan dengan solvasi preferensial, telah banyak diteliti sebagaimana telah diuraikan di atas. Ion skandium yang diteliti adalah ion skandium dengan muatan monopositif (Sc+). Ditinjau dari konfigurasi elektronnya, ion skandium monopositif (Sc+), dapat berada dalam dua bentuk, yaitu bentuk singlet dan
6
triplet. Ion skandium monopotitif singlet atau ditulis ion Sc+ singlet (1D) berasal dari ion skandium triplet atau ion Sc+ triplet (3D) yang tereksitasi. Dalam keadaan dasar ion Sc+ triplet (3D) memiliki konfigurasi elektron 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d1 4s1. Ion Sc+ triplet (3D) yang semula memiliki dua elektron yang tidak berpasangan dan arah spin (s) paralel elektron terluarnya dapat menjadi berpasangan dengan arah spin (s) yang berlawanan oleh adanya energi. Dalam kondisi ini ion skandium monopositif ini disebut ion Sc+ singlet (1D). Ion Sc+ triplet (3D) berbeda dengan ion Sc+ singlet (1D). Ion Sc+ triplet (3D) mempunyai dua elektron yang tidak berpasangan, dengan demikian ion Sc+ triplet (3D) bersifat paramagnetik, dua elektron yang tidak berpasangan dengan posisi paralel, maka resultan dari momen angularnya sama dengan 1 sehingga nilai spin multiplisitasnya sama dengan 3 (triplet). Ion Sc+ singlet (1D) memiliki spin yang berpasangan dengan posisi kedua spin tersebut anti parallel (↑↓), maka resultan dari momen angularnya adalah 0. Dengan demikian nilai spin multiplisitasnya sama dengan 1 (singlet). Akibat dari semua elektron ion Sc+ singlet (1D) dalam keadaan berpasangan, maka ion Sc+ singlet (1D) bersifat diamagnetik. Dua keadaan tersebut menarik untuk diteliti, oleh karena itu penelitian ini dilakukan pada kedua bentuk tersebut yaitu: solvasi ion Sc+ singlet (1D) dan Sc+ triplet (3D) dalam air, amoniak cair, dan campuran amoniak-air. Metode yang digunakan adalah metode dinamika molekuler MK/MM. Metode ini dipilih dengan harapan akan diperoleh kesimpulan yang akurat sesuai dengan eksperimen, namun waktu yang diperlukan relatif cepat. Diharapkan pula hasil penelitian ini dapat menyumbang khasanah ilmu tentang solvasi ion Sc+ singlet (1D) dan ion Sc+ triplet (3D) baik dalam air, amoniak cair, maupun campuran amoniak-air yang sampai sekarang masih jarang dilakukan penelitiannya.
1.2
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.2.1
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat struktur dan
dinamika solvasi ion Sc+ singlet (1D) dan Sc+ triplet (3D) dalam air, amoniak cair, dan campuran amoniak-air dengan metode simulasi DM MK/MM. Penelitian ini
7
melibatkan 6 sistem solvasi ion Sc+ singlet (1D) dan Sc+ triplet (3D). Tiga sistem solvasi untuk ion Sc+singlet (1D), yaitu: solvasi ion Sc+ singlet (1D) dalam air, amoniak cair, dan campuran amoniak-air dan tiga sistem solvasi untuk ion Sc+ triplet (3D), yaitu: solvasi ion Sc+ triplet (3D) dalam air, amoniak cair, dan campuran amoniak-air. Ada tiga tujuan utama yang akan dicapai dalam penelitian ini. Tiga tujuan utama penelitian ini adalah memperoleh informasi yang akurat dalam tingkat teoritis tentang: a. Pengaruh keadaan konfigurasi elektron ion Sc+ singlet (1D) dan Sc+ triplet (3D) terhadap sifat struktur dan dinamika solvasinya dalam pelarut air dan amoniak cair. b. Pengaruh keadaan konfigurasi elektron ion Sc+ singlet (1D) dan Sc+ triplet (3D) terhadap waktu tinggal ligan dalam solvasinya dengan air dan amoniak cair. c. Pengaruh keadaan konfigurasi elektron ion Sc+ singlet (1D) dan Sc+ triplet (3D) terhadap sifat struktur dan dinamika solvasinya dalam campuran preferensial (kompetisi antar ligan) pelarut amoniak dan air.
1.2.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan signifikan bagi pengembangan ilmu dalam bidang kimia komputasi dan terapan. Dengan dilakukan penelitian ini maka sifat struktur dan dinamik solvasi Sc+ singlet (1D) dan ion Sc+ triplet (3D) baik dalam air, amoniak cair, maupun campuran amoniak-air dapat diketahui. Pada aplikasinya peristiwa solvasi ion skandium yang berlangsung dalam tubuh makhluk hidup misalnya: proses penekanan bakteri yang merugikan dalam tubuh oleh skandium dan proses lain yang berkaitan dengan solvasi skandium dalam makhluk hidup akan dapat dipelajari.
1.3 Keaslian dan Kebaruan Penelitian Penelitian tentang struktur solvasi ion skandium Sc3+ telah dilakukan oleh Rudolph and Pye (2000) dengan menggunakan spektroskopi Raman, dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa ion skandium (Sc3+) mengikat enam (6) air
8
yang stabil dalam larutan perklorat. Dalam waktu yang hampir bersamaan Patric Lindqvist-Reis (2000) juga melakukan penelitian tentang ion skandium (Sc3+) dengan menggunakan Extended X-ray Absorption Fine Structure (EXAFS), diketahui bahwa hidrasi ion skandium (Sc3+) dapat mengikat lebih dari enam molekul air, tujuh atau delapan ligan air. Penelitian yang berkaitan dengan ion skandium monopositif (Sc+) juga pernah diteliti oleh Russo dan Sicilia (2000). Kedua peneliti tersebut menggunakan teori fungsi kerapatan (DFT) untuk mempelajari reaksi antara skandium singlet (1D) dan triplet (3D) dengan H2O, NH3, dan CH4. Disimpulkan bahwa baik keadaan singlet (1D) maupun keadaan triplet (3D), pada awal reaksi menghasilkan kompleks ion-molekul yang stabil, kemudian pada reaksi lebih lanjut terjadi pelepasan gas hidrogen. Sampai saat ini, penelitian tentang solvasi ion skandium monopositif (Sc+), baik dalam keadaan singlet maupun triplet belum pernah dilakukan, dengan demikian penelitian tentang solvasi ion skandium dalam air, amoniak cair, maupun campuran amoniak-air merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Solvasi ion skandium yang diteliti meliputi ion Sc+ singlet (1D) dan ion Sc+ triplet (3D), hal tersebut dilakukan karena terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Ion Sc+ singlet (1D) merupakan ion yang mempunyai konfigurasi elektron dengan semua elektronnya berpasangan, sehingga molekul ion kompleks yang dihasilkan akan bersifat diamagnetik, zat ini akan bersifat tidak tertarik oleh medan magnetik. Ion Sc+ triplet (3D), dalam konfigurasi elektronnya mempunyai dua elektron yang tidak berpasangan, adanya elektron yang tidak berpasangan ini akan mempengaruhi perilakunya dalam medan magnet. Ion molekul kompleks yang dihasilkan akan bersifat paramagnetik, yang dapat ditarik oleh medan magnet. Penelitian ini akan memperoleh hasil utama sifat struktur dari solvasi ion Sc+ singlet (1D) dan Sc+ triplet (3D) dalam air, amoniak cair, dan campuran amoniak-air. Sifat dinamik dari solvasi ion Sc+ singlet (1D) dan Sc+ triplet (3D) dalam air, amoniak cair, dan campuran amoniak-air juga akan diketahui. Penelitian ini menjadi penting mengingat solvasi ion logam termasuk skandium
9
mempunyai peran yang sangat penting dalam sistem biomolekuler. Dengan demikian dapat dijadikan salah satu rujukan dalam mempelajari sistem biomolekuler di dalam tubuh makluk hidup. Beberapa informasi yang dihasilkan dalam penelitian ini misalnya: bentuk persamaan potensial pasangan, dan potensial 3-badan antara ion Sc+ singlet (1D) dan Sc+ triplet (3D) dalam air dan amoniak cair, laju pertukaran ligan, serta informasi bermanfaat yang lain dapat disediakan. Penelitian ini akan memberikan andil yang cukup signifikan bagi pengembangan teori kimia komputasi pada khususnya dan kajian solvasi pada umumnya.