BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar belakang Emboli sering ditemukan pada vena, arteri, pembuluh limfe, dan jantung. Emboli dapat
mengakibatkan kematian mendadak, kematian jaringan atau infark, emboli septic, saraf infeksi baru dan abses-abses baru, serta metastasis tumor ganas. Emboli dapat berbentuk padat, cair, maupun gas. Emboli gas dapat berupa emboli udara atau gas lain seperti CO atau NO. Emboli udara adalah terperangkapnya udara di dalam struktur pembuluh darah. Emboli udara vasklar telah dikenal sejak abad ke-19. Namun ketertarikan terhadap kasus emboli vascular baru meningkat secara signifikan selama tiga abad terakhir. Emboli udara dapat disebabkan oleh berbagai hal dan ditemukan pada berbagai kasus mulai dari komplikasi iatrogenik dari berbagai prosedur medis seperti prodesur bedah dan injeksi kateter intravena, trauma penetrasi dan tumpul pada dada, pada wanita hamil yang melakukasn seks oral-vaginal yang disertai peniupan udara, serta pada para penyelam. Emboli udara secara garis besar terbagi atas dua yaitu arteri dan vena di mana kedua jenis emboli tersebut dibedakan berdasarkan mekanisme masuknya udara dan lokasi yant tertinggal. Pada sistem vena, kematian akibat emboli udara bergantung dari bolus dan kecepatan penyebarannya. Pada emboli arteri, faktor tersebut tidak penting karena walau hanya sedikit gelembung udara dapat menyumbat arteri koroner atau pembuluh serebral sudah dapat menyebabkan kematian. Pada emboli vena dibutuhkan antara 75 sampai 250 cm 3 udara dengan cepat dapat menyebabkan kematian. Emboli udara menyebabkan berbagai gejala tergantung tempat penyumbatan. Pada pasien yang hidup, diagnosis emboli udara bias ditegakkan dengan auskultasi dari bunyi Mill Wheel murmur (bising roda gilingan ) atau deteksi udara intrakardial dengan menggunakan doppler USG atau transesophageal echocardiography. Pada orang yang sudah meninggal, unuk membuat diagnosis emboli udara harus dilakukan autopsy. Gambaran emboli udara
membutuhkan suatu persiapan dan teknik
autopsi khusus. Oleh karena itu, dokter khusunya dokter foresnsik perlu mengetahui tentang emboli udara yang menyebabkan kematian serta pemeriksaan forensik yang diperlukan pada kasus emboli udara. 1.2. Tujuan penulisan 1.2.1. Tujuan umum Untuk mengetahui emboli udara sebagai penyebab kematian. 1
1.2.2. Tujuan khusus 1. Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi emboli udara. 2. Megetahui derajat emboli udara yang dapat menyebabkan kematian. 3. Mengetahui pemeriksaan forensik pada emboli udara termasuk pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, serta pemeriksaan penunjang pada kasus emboli udara. 1.3. Manfaat penulisan 1.3.1. Bagi Bidang Akademik Penulisan referat ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai emboli udara sebagai penyebab kematian meliputi derajat emboli yang dapat menyebabkan kematian dan pemeriksaan forensik pada kasus emboli udara. 1.3.2. Bagi Masyarakat Untuk memberikan informasi serta meningkatkan ilmu pengetahuan masyarakat mengenai emboli udara seperti apa yang dapat menyebabkan kematian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi
2
Emboli adalah adanya massa dapat berupa padat, cair, atau gas yang beredar di sirkulasi dan dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah yang berlokasi jauh dari tempat asalnya.1 Jenis emboli antara lain:1 Berupa benda padat berasal dari thrombi, kelompok sel tumor, kelompok bakteri dan jaringan. Emboli yang bersifat cairan seperti cairan amnion. Emboli yang bersifat gas berupa udara atau gas lain. Emboli udara adalah gelembung udara yang terperangkap dalam pembuluh darah dan mengakibatkan penyumbatan pada pembuluh darah. Selain udara, gas lain yang digunakan pada prosedur diagnostik dapat mengabitkan terjadinya emboli antara lain CO 2, NO2, dan NO.2
2.2. Epidemiologi Emboli udara merupakan emboli yang paling sering terjadi pada prosedur pembedahan. Akan tetapi, gejala klinis yang ditimbulkan akibat emboli udara tersebut tidak spesifik, sehingga sulit mendokumentasikan insiden diagnosis emboli udara secara pasti. 3 Insiden terjadinya emboli udara pada pasien bedah saraf berbeda-beda, dimulai dari 10% sampai 80%.
Sedangkan insiden pada pasien obstetri ginekologi yang dilakukan tindakan
pembedahan mencapai 11% hingga 97%. Pada pasien yang menjalani laparoskopi insiden yang terjadi dilaporkan mencapai lebih dari 69%. Pada pasien bedah ortopedi sebanyak 57%, pada pemasangan kateter kurang dari 2%, dan pada pasien dengan trauma penetrasi ke dada diperkirakan insidennya mencapai 7%. Beberapa kasus emboli udara dilaporkan terjadi akibat barotrauma dan penggunaan alat penekan kantong infus.
Pada penyelam yang
menggunakan alat skuba, emboli udara adalah kecelakaan fatal kedua yang paling sering terjadi, insidennya adalah 7/100.000.2 2.3. Etiologi Emboli udara terjadi setelah gelembung udara masuk ke dalam sistem vaskular, mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil. Emboli udara sebagian besar disebabkan oleh masalah iatrogenik yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. 4 Emboli udara dapat terjadi pada sistem vena maupun arteri bergantung dimana udara masuk ke dalam sirkulasi sistemik.3 Emboli udara vena terjadi ketika udara memasuki struktur pembuluh vena dan berjalan melalui jantung kanan menuju ke sirkulasi pulmonal. Keadaan dimana udara masuk ke 3
dalam sistem vena, seperti pada akses ke vena selama yang terdapat tekanan negatif pada pembuluh darah tersebut.
Hal ini sering terjadi pada pemasangan kateter vena sentral,
dimana menyebabkan tekanan negatif pada pembuluh darah thoracic yang disebabkan oleh respirasi. Emboli udara arteri terjadi ketika udara memasuki arteri dan berjalan hingga terjebak. Syarat udara yang memasuki sirkulasi tertutup, harus terdapat hubungan antara udara dan pembuluh darah dan terdapat gradien tekanan yang menyebabkan aliran udara masuk ke dalam pembuluh darah. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh gradien tekanan negatif, tetapi insuflasi tekanan positif juga dapat menyebabkan terjadinya emboli udara.3 Emboli udara vena memiliki potensi menjadi emboli udara arteri jika terdapat hubungan antara kedua sistem tersebut. Jika terdapat gradien tekanan dari kanan ke kiri, udara dapat mengalir dari sirkulasi vena menuju sirkulasi arteri. Sebagai contoh, jika pasien memiliki patent foramen ovale, dimana terdapat pada 30% populasi, hal ini menyebabkan udara mengalir dari atrium kanan bertekanan rendah menuju ke sistem arterial bila terdapat gradien tekanan.3 Emboli udara paling sering berupa ambient air, tetapi juga dilaporkan dapat berupa beberapa jenis gas, seperti helium, nitrogen, dan karbon dioksida.3 Etiologi pertama dan utama adalah prosedur pembedahan yang lokasinya terletak di atas jantung, seperti prosedur bedah saraf.4,5 Insidensi emboli udara sekitar 10% untuk tindakan laminektomi servikal dan 80% untuk tindakan bedah fossa posterior, prosedur obstetri, dan bedah ortopedi. Kedua adalah faktor iatrogenik yang menimbulkan perbedaan tekanan, sehingga udara bisa masuk ke dalam pembuluh darah, seperti pada pemasangan kateter vena sentral, kateter arteri pulmoner, kateter hemodialisis, dan penggunaan kateter sentral jangka panjang, seperti kateter Hickman. Ketiga adalah insuflasi mekanik atau sistem infus bertekanan, seperti pada bedah laparoskopi dan endoskopi gastrointestinal. Selain itu, udara dapat masuk melalui akses intravena (IV), seperti infus. Selang infus yang tidak terisi penuh oleh cairan infus akan meningkatkan risiko emboli udara. Jumlah udara yang masuk dipengaruhi oleh posisi pasien dan tinggi vena terhadap sisi kanan jantung. 6 Infus paralel, dimana gravity infusions dan infusion pumps terhubung satu sama lain dan berinteraksi melalui infusion lines. Risiko terjadinya emboli udara meningkat ketika gravity infusion kering.7 (Gambar 1 dan 2) Keempat adalah penyelaman skuba, penerbangan, astronot (karena adanya disbarisme atau perubahan tekanan barometrik ambien) dan ventilasi tekanan positif.8,9,10
4
Gambar 1. Infus Paralel. Kombinasi gravity infusion dan infusion pumps meningkatkan risiko terjadinya emboli udara, ketika gravity infusion kering.6
Gambar 2. Beading (cairan-udara-cairan) pada Infus Paralel.6 Terdapat dua kondisi dimana emboli udara dapat terjadi, yaitu:11 1) Terdapat jalur komunikasi pada sistem pembuluh darah sehingga udara dapat masuk. 2) Gradien tekanan membantu jalur udara masuk ke dalam sirkulasi. Dua kondisi tersebut sering ditemukan pada prosedur dan penanganan pasien Intensive Care Unit (ICU).11 Penanganan khusus harus dilakukan untuk mencegah terjadinya emboli udara tersebut, yakni melalui kateter intravena dan arterial, kateter arteri pulmonal, dan kateter balon intratorakal.9,10 Faktor etiologi lain dari emboli udara, seperti trauma tumpul dan trauma penetrasi pada kepala dan dada.8
5
Tabel 1. Kondisi yang Berkaitan dengan Emboli Udara11
2.4. Patofisiologi Emboli udara dapat terjadi ketika pembuluh darah terbuka dan terdapat gradien tekanan yang mendukung masuknya gas. Tekanan sirkulasi di arteri dan vena lebih besar dari tekanan atmosfer sehingga embolus udara tidak selalu terjadi. Pada pembuluh darah di atas jantung, seperti di kepala dan leher, tekanannya kurang dari tekanan atmosfer sehingga risiko udara masuk lebih besar. Hal ini merupakan alasan seorang dokter bedah harus sangat berhati-hati ketika melakukan operasi pada otak, dan mengapa kepala tempat tidur dimiringkan ke bawah saat melepas kateter vena sentral dari vena jugularis atau subklavia.3 Ketika udara masuk pembuluh darah vena, udara bergerak ke sisi kanan jantung, dan kemudian ke paru-paru. Hal ini dapat menyebabkan pembuluh paru-paru konstriksi, meningkatkan tekanan di sisi kanan jantung. Jika tekanan naik cukup tinggi pada pasien dengan foramen ovale paten, gelembung gas dapat bergerak ke sisi kiri jantung, kemudian ke otak atau arteri koroner. Gelembung tersebut paling sering menyebabkan emboli udara.3 6
Trauma paru-paru juga dapat menyebabkan emboli udara. Hal ini dapat terjadi setelah pasien ditempatkan pada ventilator dan udara masuk ke vena atau arteri yang terluka, menyebabkan kematian mendadak. Tahan nafas ketika naik ke permukaan terlalu cepat pada keadaan scuba diving juga dapat menyebabkan udara paru-paru masuk ke dalam arteri paru atau vena dalam cara yang sama dikarenakan perbedaan tekanan.2 Udara dapat dimasukkan langsung ke pembuluh darah baik sengaja maupun tidak disengaja. Contohnya termasuk penyalahgunaan jarum suntik, kegagalan untuk mengeluarkan udara dari tabung pembuluh darah dari sirkuit hemodialisis, dan cedera industri yang disebabkan dari penggunaan udara terkompresi. Namun, jumlah udara yang akan diberikan oleh jarum suntik kecil tunggal, dalam banyak kasus, tidak cukup untuk tiba-tiba menghentikan jantung secara tiba-tiba, atau menyebabkan kematian tiba-tiba. Namun, gelembung tersebut terkadang mencapai sistem arteri melalui foramen ovale paten, seperti disebutkan di atas dapat menyebabkan kerusakan iskemik.3 Pada kasus yang jarang terjadi, emboli udara dapat disebabkan oleh udara yang masuk ke dalam aliran darah dari uterus atau robekan pada genitalia perempuan. Risiko ini lebih besar selama kehamilan. Kasus yang telah dilaporkan dihasilkan dari upaya untuk melakukan aborsi dengan penyuntikan. Selain pada kehamilan, emboli udara dapat juga terjadi pada kasus memasukkan benda ke dalam vagina selama masturbasi.3 Pada kasus gelembung udara di pembuluh darah serebral, gelembung udara mengobstruksi aliran pembuluh darah menyebabkan terjadinya iskemik distal. Obstruksi menyebabkan kegagalan dari proses metabolik. Natrium dan air memasuki pembuluh darah, menyebabkan edema sitotoksik. Permukaan dari gelembung udara menyebabkan tubuh mengaktifkan mekanisme respon imun selular dan hormonal. Secara mekanik, gelembung udara juga mengiritasi dinding endotel arteri. Kedua proses ini mengakibatkan edema vasogenik dan kegagalan perfusi. Kerusakan saraf tersebar melewati area obstruksi. 2 Faktor yang paling penting dalam menentukan mortalitas adalah jumlah udara yang memasuki aliran darah, kecepatan aliran udara saat memasuki aliran darah, dan posisi tubuh saat terjadinya embolisme. Masuknya udara secara cepat ke dalam sirkulasi dapat menyebabkan instabilitas hemodinamik. Dosis yang dianggap fatal adalah 300-500 ml udara atau 3-5 ml/kg dalam kecepatan 100 ml/detik, suatu kecepatan yang dapat diberikan dengan jarum kaliber 14 dan perbedaan tekanan antara udara dan darah vena yang hanya 5 cm H2O. Selain itu, pada pasien sakit berat, maupun pasien yang tidak stabil, dengan volume udara yang lebih kecil dapat berakibat fatal.2 7
Jika udara dalam dosis besar memasuki sistem vena dalam waktu yang cepat, maka hal tersebut dapat menyebabkan terperangkapnya udara di atrium dan ventrikel kanan sehingga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah keluar dan akhirnya menyebabkan kematian. Jika udara masuk secara lambat pada ventrikel kanan, maka obstruksi terjadi di tingkat vaskularisasi pulmoner, sehingga terjadi vasokonstriksi dan hipertensi pulmoner.2 Udara dalam jumlah minimal masih dapat ditoleransi, karena udara dapat terserap dari sirkulasi. Namun, jika jumlah udara sudah berlebihan, maka ventrikel kanan tidak mampu lagi mengkompensasi, sehingga menurunkan curah jantung, terjadi syok, dan kematian.3 Efek fisiologis dari emboli udara vena mirip dengan emboli paru yaitu peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan tekanan ventrikel kanan, peningkatan ventilasi atau perfusi, dan peningkatan dead space di alveolar.3 Akumulasi udara di ventrikel kiri menghambat pengisian diastolik, dan selama sistole dipompa ke dalam arteri koroner, mengganggu perfusi koroner. Udara yang masuk ke pembuluh darah dapat menyebabkan hipoksemia akut dan hiperkapnia. Perubahan akut pada tekanan ventrikel kanan adalah tegangan ventrikel, yang dapat menyebabkan gagal jantung kanan, penurunan curah jantung, ventrikel kanan iskemia, dan aritmia. Hal ini dapat diikuti oleh kolapsnya sirkulasi sistemik, dan bahkan kematian.3 Emboli tidak hanya menyebabkan penurunan perfusi daerah distal yang ,engalami obstruksi, tapi kerusakan tambahan hasil dari respon inflamasi bahwa inisiasi gelembung udara. Perubahan inflamasi ini dapat mengakibatkan edema paru, bronkospasme, dan meningkatkan resistensi saluran napas.3
Gambar 3. Emboli udara dalam pembuluh darah
8
Gambar 3. Emboli Udara Dalam Pembuluh Darah 2.4.1 Emboli Udara Pada Vena Bentuk embolisme gas vena yang paling sering ditemukan adalah aeroembolisme. Masuknya volume gas dalam jumlah besar secara cepat dapat menyebabkan tahanan pada ventrikel kanan karena adanya migrasi emboli menuju sirkulasi pulmoner. Tekanan arterial pulmoner mengalami peningkatan, dan hal tersebut akan semakin meningkatkan tahanan ke aliran ventrikel kanan sehingga menurunkan aliran balik vena pulmoner. Karena terjadi penurunan aliran balik pulmoner, maka terjadi pula penurunan preload ventrikel kiri, sehingga hal tersebut akan menurunkan curah jantung dan akhirnya mengakibatkan kolaps kardiovaskular sistemik. Takiaritmia sering kali juga dapat terjadi, begitu juga dengan bradikardia. Jika gas dalam jumlah besar diinjeksikan secara tiba-tiba (lebih dari 50 ml), maka akan terjadi cor pulmonal akut, atau kombinasi keduanya. Perubahan dalam resistensi vaskuler paru-paru dan ketidaksesuaian antara ventilasi dan perfusi dapat menyebabkan pintasan aliran darah dari kanan ke kiri di paru-paru, meningkatkan ruang mati alveolar, sehingga mengakibatkan hipoksia arterial dan hiperkapnia.2
2.4.2 Embolisme Arteri Paradoksal Embolisme paradoksal dapat terjadi ketika udara atau gas yang telah memasuki sirkulasi vena, berhasil memasuki sirkulasi arterial sistemik dan menyebabkan gejala – gejala obstruksi arteri. Ada beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan hal tersebut. Salah satunya adalah masuknya gas melalui foramen ovale paten ke dalam sirkulasi sistemik. Foramen ovale paten, yang dapat terdeteksi pada sekitar 30 persen populasi umum, memungkinkan timbulnya pintasan gelembung gas dari kanan ke kiri atrium. Jika ada foramen ovale paten dan jika tekanan atrium kanan melebihi tekanan di atrium kiri, maka pintasan dari kanan ke kiri melalui foramen ovale dapat terjadi. Selain itu, 9
penurunan tekanan atrium kanan yang disebabkan ventilasi terkontrol dan penggunaan tekanan atrium positive end expiratory pressure (PEEP) dapat menimbulkan perbedaan tekanan yang melalui foramen ovale, sehingga gas dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik.2
Gambar 4. Emboli gas vena pada jantung dengan patent foramen ovale
2.5 Manifestasi Klinis Gejala yang dialami pasien emboli udara mulai dari asimtomatik sampai kerusakan kardiovaskular hingga kematian. Gejala yang paling sering adalah nyeri dada, dispnea, lightheadedness, nyeri bahu, nyeri dada, dan mual. Dispnea menyebabkan pasien melakukan inspirasi pendek dan paksa yang semakin meningkatkan tekanan negatif toraks dan menarik udara melalui sistem terbuka sehingga memperbesar emboli udara. Gejala lainnya yang lebih jarang terjadi adalah agitasi, iritabilitas, dan ansietas. Tanda-tanda emboli udara antara lain takipnea, takikardi, dan hipotensi. Manifestasi neurologis dari emboli udara dapat menyebabkan stroke.3 10
Diperkirakan bila udara lebih dari 5 ml/kg masuk ke dalam ruang intravena dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan seperti syok dan cardiac arrest. Namun udara sebanyak 20 ml sudah dapat menimbulkan komplikasi. Injeksi 2-3 ml udara pada sirkulasi serebral dapat fatal, injeksi 0,5 ml udara pada arteri koroner LAD dapat menyebabkan ventikular fibrilasi. Pada dasarnya, semakin dekat suatu vena dengan ventrikel kanan, semakin kecil batas volume letalnya.3 Efek emboli udara bervariasi tergantung pembuluh darah yang terkena, oklusi pada sirkulasi otak dan jantung lebih signifikan karena kedua sistem ini sangat rentan terhadap hipoksia. Komplikasi kardiovaskular dapat terjadi akibat emboli arterial atau emboli vena, perubahan EKG yang terjadi adalah depresi ST dan peregangan jantung kanan akibat obstruksi arteri pulmoner. Gejala klinis gagal jantung kanan dan penurunan pengisian jantung dapat mengakibatkan distensi vena jugular dan edema paru. Emboli yang besar dapat mengakibatkan iskemi jantung, aritmia, hipotrnsi, dan henti jantung. Embolisasi pada arteri serebral dapat menimbulkan gejala konfusi, kejang, transient ischemic attack, dan stroke. Jika udara masuk ke ventrikel kiri dan aorta, udara dapat menyumbat arteri perifer dan menyebabkan iskemi.3
2.6. Diagnosis 2.6.1. Anamnesis Riwayat operasi saraf, tht, kardiovaskular, bedah tulang. Riwayat scuba diving Trauma tumpul atau penetrasi pada kepala, wajah, leher, dada, perut Riwayat prosedur invasive seperti pemasangan kateter vana sentral, pungsi
lumbal, transfusi darah Pasien dengan riwayat hemodialisa Seks orogenital peripartum/postpartum Ingesti hydrogen peroksida
2.6.2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Pada beberapa kasus bersifat subklinis. Namun, pada kasus berat dapat terjadi gejala dyspnea akut, batuk terus menerus, vertigo, nyeri dada, agitasi. Sedangkan tanda klinis yang dapat ditemukan antara lain:
Kardiovaskular: disaritmia, mill wheel murmur, distensi vena jugular, hipotensi, iskemi miokard, perubahan segmen ST atau gelombang T, hipertensi arteri pulmonal, serta syok atau kolaps kardiovaskular. 11
Pulmonal: bunyi tambahan seperti ronki atau mengik, takipnea, hemoptysis, sianosis, penurunan etCO2, saturasi oksigen, hiperkapnia, peningkatan
resistensi jalan napas dan pembuluh darah pulmonal, edema pulmonal, apnea Neurologis: perubahan status mental, kejang, deficit neurologis fokal, sinkop,
koma. Oftalmologis: pemeriksaan fundus menunjukkan adanya gelembung udara
pada pembuluh darah retina Kulit: krepitus pada pembuluh darah superfisial, livedo reticularis
Manifestasi di atas disebabkan karena adanya sumbatan oleh gelembung udara pada mikrosirkulasi dan menyebabkan kerusakan iskemik pada end organ.12
2.7. Pemeriksaan Jenazah Pada Kasus Emboli Udara 2.7.1. Pemeriksaan Luar Jenazah Pada jenazah yang meninggal akibat asfiksia akan menemukan tanda sebagai berikut : 1.
Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari, dan kuku. Kurangnya oksigen menyebabkan darah menjadi lebih encer dan berwarna gelap. Warna kulit dan mukosa lebih gelap demikian juga pada lebam mayat. Namun setiap proses kematian pada akhirnya akan terjadi juga anoksia jaringan sehingga sianosis bukan merupakan tanda khas pada
2.
3.
asfiksia. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia Warna lebam mayat kemerah biruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin
4.
dalam darah sehingga darah sulit membeku dan mudah mengalir. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang terkadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler. Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya konjunctiva bulbi, palpebra,
5.
dan subserosa lain. Kadang-kadang dijumpai pula pada kulit wajah. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjunctiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula, dan kapiler. Selain itu hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari 12
selapis sel akan pecah dan timbul buntik pendarahan yang dinamakan Tardieu’s Spot.13 2.7.2 Pemeriksaan Dalam Jenazah Pada pemeriksaan dalam biasanya melalui otopsi, namun otopsi untuk menentukan emboli udara harus dilakukan pada hari yang sama dengan hari meninggal. Untuk membuktikan adanya emboli udara arterial, lakukan persiapan pemeriksaan seperti pemeriksaan paru , denyut jantung yang seluruhnya terdapat di bawah permukaan air, lakukan pemotongan arteri koronaria dengan jalan mengirisnya pada bagian anterior septum. Pemeriksaan dalam ini dapat dibagi menjadi dua yaitu emboli udara vena dan arteri.8,10 2.7.2.1. Pemeriksaan Dalam Pada Emboli Udara Vena Pembukaan kulit dengan membuat sayatan “I” dimulai dari setinggi incissura jugularis ke bawah sepanjang garis median. Kulit daerah leher dibiarkan utuh untuk sementara dan jangan ganjal bahu mayat dengan balok. Kulit dan otot dinding dada serta rongga perut dibuka seperti biasa. Rawan iga dipotong mulai dari iga ke 3 ke arah kaudo-lateral. Insersi otot diafragma diptotong untuk melepaskan bagian bawah strenum dan iga, kemudian bagian depan dinding dada ini dilepaskan dengan terlebih dahulu menggergaji tulang dada (sternum) melintang setinggi iga ke 3. Tindakan memotong tulang dada setinggi iga ke 3 dilakukan untuk mencegah terpotongnya pembuluh darah besar yang berjalan di belakang iga ke 2 dari tulang selangka.8,14 Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan memanjang pada tempat yang letaknya paling tinggi (di pertengahan kandung jantung) sepanjang 5 sampai 7 sentimeter, ke dalam kandung jantung kemudian diisikan air sehingga seluruh jantung terdapat dibawah permukaan air (terendam). Kadang-kadang jantung cenderung untuk mengapung. Dalam hal ini tekanlah jantung dengan jari tangan kiri dan jagalah agar jantung tetap terendam. Dengan pisau organ, tusuklah ventrikel kanan dekat dengan permulaan arteri pulmonalis sampai menembus ke dalam bilik kanan. Dengan melakukan pemutaran bidang pisau (knife blade) sebanyak 90 derajat, maka lubang tusukan diperlebar, perhatikanlah apakah terdapat gelembung udara yang keluar dari lubang tersebut. Dengan cara yang sama, ventrikel kiri juga dilubangi dan perhatikan juga apakah terdapat gelembung udara yang keluar. 14,15
13
Pada kasus emboli udara vena, udara akan terkumpul dalam bilik kanan jantung dan karenanya, pada pemeriksaan akan ditemukan keluarnya gelembung udara dari lubang yang dibuat pada bilik kanan, sedangkan dari bilik jantung kiri tidak terdapat gelembung udara yang keluar.Bila pada pemeriksaan tidak keluar gelembung baik dari bilik kanan maupun kiri, maka kemungkinan terdapatnya emboli udara vena dapat disingkirkan.15 Bila pada penusukan bilik kanan dan kiri keduanya memberikan gelembung udara, maka hal ini dapat disebabkan oleh terbentuknya gas pembusukan dalam bilik jantung kanan maupun yang kiri, dalam hal ini kemungkinan terdapatnya emboli udara vena tidak dapat dipastikan meupun disingkirkan. Selain dilakukan pemeriksaan tersebut di atas, beberapa hal dapat menyokong akan adanya emboli udara vena. Antara lain adalah distensi jantung sebelah kanan akibat tekanan udara. Vena cava, bilik kanan arteri pulmonalis dan v.coroniae yang berisi darah yang berbuah dan berwarna merah terang. Vena Cava Inferior yang berisi darah yang berbuih dan berwarna merah terang. Vena cava inferior yang mengalami distensi, tetapi sangat sedikit atau sama sekali tidak terisi darah,.10,14,15 2.7.2.2. Pemeriksaan Emboli Udara Arterial Untuk membuktikan adanya emboli udara arterial, lakukan persiapan pemeriksaan seperti pemeriksaan paru , denyut jantung yang seluruhnya terdapat di bawah permukaan air, lakukan pemotongan arteri koronaria dengan jalan menirisnya pada bagian anterior septum dan perhatikan apakah terdapat gelembung udara yang keluar dan perhatikan keluar. Bila perlu dapat dilakukan pengurutan sepanjang septum dari darah apex jantung ke arah tempat pengirisan. Dalam menilai hasil pemeriksaan emboli udara arterial ini perlu diperhitungkan kemungkinan terbentuknya gas pembusukan dalam pembuluh itu sendiri.15 2.8. Pemeriksaan Penunjang Ketika terdapat suatu kemungkinan terjadinya emboli udara yang fatal pada pasien, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan autopsi. Pemeriksaan penunjang paling sederhana untuk menunjukkan adanya volume udara yang fatal dalam vaskularisasi tubuh adalah foto polos dada sebelum dilakukan pemeriksaan dalam. Foto polos dada juga penting dilakukan pada berbagai jenis barotrauma karena foto polos dapat menilai pneumotoraks dengan baik. Pneumotoraks sendiri merupakan lesi yang seringkali menjadi 14
penyebab dari emboli udara. Pada penampakan emboli udara pada foto polos toraks, akan terdapat paru yang hiperlusen dan daerah-daerah hiperlusen pada ruang-ruang vaskular yang terisi dengan udara.16
Gambar 5. Foto Polos Post-Mortem Pada Kasus Emboli Udara (Volume ±300 ml) Dapat ditegakkannya diagnosis post-mortem dari emboli udara bergantung pada ditemukannya gelembung udara di dalam pembuluh darah dan di dalam satu atau lebih ruang jantung. Pada jenazah, gelembung-gelembung udara juga dapat ditemukan dalam pembuluh darah setelah kematian dalam periode waktu yang relatif singkat. Hal ini dikarenakan terbentuknya gelembung yang dihasilkan oleh organisme-organisme penghasil gas ketika proses pembusukan dimulai. Gelembung udara juga dapat masuk ke dalam pembuluh darah melalui manipulasi dari visera tubuh ketika dilakukan autopsi sehingga sebaiknya penegakkan diagnosis secara radiologis dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan dalam dan sebelum terjadi pembusukan pada jenazah.16,17 Pemeriksaan penunjang yang dapat menjadi alternatif lainnya misalnya adalah analisa gas post-mortem. Menurut Bajanowski et al, membuktikan adanya emboli udara setelah terjadi proses pembusukan dapat dilakukan menggunakan pemeriksaan analisa gas. Gas yang didapat dianalisa menggunakan kromatografi dan hasil dari analisa tersebut dikaji menggunakan kriteria yang didefinisikan oleh Pierucci dan Gherson, yakni gas yang diambil dari ventrikel jantung harus mengandung kurang dari 15 Vol% CO2 dan lebih dari 70 Vol% N2, sehingga rasio kedua gas tersebut < 0.1. Jumlah O 2 juga harus lebih rendah dibandingkan dengan udara atmosferik yakni 20,9 Vol%.17 Pada pemeriksaan penunjang mikroskopis jaringan, dapat dilihat akumulasi sel-sel radang, leukosit dan platelet yang mengelilingi daerah bundar yang kosong, yang menurut 15
beberapa peneliti merupakan bukti adanya gelembung udara di dalam darah yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis emboli udara.10
Gambar 6. Pemeriksaan mikroskopis jaringan pada emboli udara10 Pemeriksaan penunjang yang lebih modern seperti CT Scan dan MRI dapat juga membantu diagnosis post-mortem dari emboli udara selama belum dilakukan pemeriksaan dalam pada jenazah. Rentang waktu terbaik untuk diagnosis menggunakan CT Scan dan MRI adalah satu jam hingga dua jam setelah kematian, dimana ketika tubuh sudah mati selama lebih dari delapan jam, akan sangat sulit membedakan gas yang berasal dari mulainya proses pembusukan dan emboli udara yang merupakan penyebab kematian.16 Metode lainnya adalah menggunakan hasil MSCT (Multi-slice CT Scan) yang diproses menggunakan sebuah piranti lunak yang kemudian direkonstruksi secara digital menjadi gambaran ruang-ruang yang berisi udara pada jenazah post-mortem yang belum diautopsi. Piranti lunak tersebut kemudian dapat menghilangkan gambar kedua lobus paru sehingga letak dan volume gelembung udara dapat ditentukan secara akurat, menegakkan diagnosis post-mortem emboli paru sebagai penyebab kematian tanpa harus melakukan autopsi secara manual. Teknik ini disebut juga dengan Virtopsy atau autopsi virtual.16
16
Gambar 7. Hasil Rekonstruksi Digital dari MSCT 16
Gambar 8. Gambaran ruang yang terisi dengan udara pada toraks setelah lobus paru dihilangkan secara virtual pada Virtopsy16
2.9. Positif Palsu Diagnostik kejadian emboli udara antemortem definitif dapat dilakukan dengan membandingkan gejala dengan pemeriksaan penunjang seperti autopsi, foto thorax dan Computed Tomography (CT) angiografi pulmonal. Temuan kejadian emboli udara dengan teknik autopsi adalah dengan menemukan adanya udara dalam sistem vena atau arteri dengan membuka arteri atau vena di bawah permukaan air, sedangkan pada pemeriksaan CT angografi pulmonal ditemukan kelainan vaskularisasi paru. Pada foto thorax dapat ditemukan 17
gambaran seperti ateletaksis, efusi pleura, infiltrat pulmonal, elevasi hemidiafragma, Hampton’s hump, Westermark dan Fleischner.18, 19 Diagnosis banding dari emboli udara antemortem adalah bila dilihat dari manifestasi klinis adalah Stroke, Asma, Acute Coronary Syndrome, ARDS, Stenosis Aorta, Fibrilasi Atrial, Edema Paru, Gagal Jantung kongestif dan kesalahan-kesalahan pada teknik autopsi. Perbedaan emboli udara dari beberapa diagnosis banding diatas adalah onset emboli udara yang cepat tanpa adanya sejarah pasien memiliki hipertensi kronis, riwayat alergi, nyeri dada dan lain sebagainya.19 Pada pemeriksaan dalam sering dilakukan pembukaan kulit leher yang menyebabkan terpotongnya vena jugularis sehingga menyebabkan udara masuk, dan dengan pengangkatan kepala dan tubuh secara keseluruhan udara yang masuk ke sistem vena dalam masuk ke jantung, sehingga pada penusukan jantung saat prosedur autopsi ditemukan adanya udara dalam jantung. Kedua masuknya udara kedalam pembuluh darah dapat terjadi karena penarikan dura pada garis sagital saat pemeriksaan dalam kepala juga dapat memberikan gambaran false-positif emboli udara antemortem. Ketiga adalah kolonisasi bakteri pada pembuluh darah arteri yang menyebabkan emboli udara semu karena ada hasil samping berupa gas dari hasil dekomposisi jaringan tubuh, dalam hal ini jaringan cardio-vaskular. 20,21,22
Seperti yang telah dijelaskan diatas banyak kesalahan yang dapat ditimbulkan dalam mendiagnosis suspek emboli udara antemortem pada pemeriksaan autopsi. Menghindari kejadian ini dapat dilakukan dengan cara pertama-tama membuka kepala dan memeriksa pembuluh darah permukaan apakah ditemukan gelembung udara yang definitive dan prominen, tidak ada kolaps yang segmental diantaranya. Perhatian khusus juga perlu diberikan untuk menghindari penarikan tulang sternum dan iga untuk mencegah membuat tekanan negative pada jaringan yang dapat mengaspirasi udara kedalam pembuluh darah. Sebelum menangani organ daerah toraks peril dilakukan pembukaan perikardium, jantung dinaikan dan apexnya dipotong dengan pisau. Apabila terisi udara maka darah dalam ventrikel akan tampak berbuih dan bila ventrikel kanan yang terisi udara maka jantung akan mengapung di air. 2.10. Ilustrasi Kasus Seorang laki-laki berusia 32 tahun ditemukan mengapung dalam posisi pronasi didasar laut pada kedalaman 33 meter. Laki-laki tersebut kemudian dievakuasi dan dibawa ke 18
rumah sakit. Usaha resusitasi dilakukan namun pasien sudah meninggal. Tidak ada data rekam medik yang bermakna mengenai korban, hanya saja diketahui dia adalah seorang penyelam rekreasional. Pemeriksaan luar jenazah menunjukkan busa bercampur darah disekitar mulut dan lubang hidung. Ditemukan juga emfisema subkutis di ekstremitas yang ditemukan saat dilakukan palpasi kulit. Kecuali penemuan ini, tidak ada luka signifikan lain yang ditemukan pada pemeriksaan luar. Hasil pemeriksaan X-ray yang dilakukan sebelum otopsi menunjukkan adanya emfisema subkutis dan menunjukkan terdapat gelumbung udara berukuran besar di pembuluh darah besar dan rongga jantung. Otopsi dilakukan dan ditemukan gelumbung udara difus berbentuk seperti beads (seperti pada Gambar 2) ditemukan di arteri koronaria pada kedua ventrikel, arteri basilar dan pada arteri serta vena cerebral. Terlihat juga ada perdarahan subarachnoid pada region temporoparietal kanan. Paru juga menjadi sangat berat (kanan 950 gram,kiri 900 gram). Pada usus ditemukan cairan bercampur darah. Pemeriksaan histologis paru menunjukkan adanya edema, kongesti dan rupture alveoli. Analisis toxicology menunjukkan tidak ada agen toksik atau alcohol dalam specimen urin dan darah. Penyebab kematian diputuskan karena emboli udara dan tenggelam.23
19
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1. Kesimpulan Emboli udara sebagian besar disebabkan oleh masalah iatrogenik yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Gejala klinis yang ditimbulkan akibat emboli udara tersebut tidak spesifik, sehingga sulit mendokumentasikan insiden diagnosis emboli udara secara pasti. Dapat ditegakkannya diagnosis post-mortem dari emboli udara bergantung pada ditemukannya gelembung udara di dalam pembuluh darah dan di dalam satu atau lebih ruang jantung. Akan tetapi gelembung udara juga dapat masuk ke dalam pembuluh darah melalui manipulasi dari visera tubuh ketika dilakukan autopsi sehingga sebaiknya penegakkan diagnosis secara radiologis dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan dalam dan sebelum terjadi pembusukan pada jenazah. Pemeriksaan penunjang paling sederhana untuk menunjukkan adanya volume udara yang fatal dalam vaskularisasi tubuh adalah foto polos dada sebelum dilakukan pemeriksaan dalam. Pemeriksaan dalam ini dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan emboli udara vena dan pemeriksaan emboli udara arteri. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat juga digunakan untuk ,menegakkan diagnosis post-mortem dari emboli udara adalah analisa gas darah post mortem, pemeriksaan mikroskopis jaringan, CT scan, MRI, ataupun MSCT. 3.2. Saran Kematian akibat emboli udara sulit dibuktikan dikarenakan tanda-tanda yang ditemukan dari pemeriksaan luar bersifat tidak spesifik. Pemeriksaan dalam yang dilakukan 20
untuk membuktikan kematian akibat emboli udara juga harus dilakukan dalam waktu singkat sesudah kematian dan harus dilakukan dengan teknik pemeriksaan khusus. Sehingga seharusnya selalu dipertimbangkan kemungkinan kematian akibat emboli udara terutama pada pasien pasien berisiko sehingga dapat dilakukan pemeriksaan dalam maupun penunjang yang tepat untuk menegakkan diagnosis post-mortem dari emboli udara.
DAFTAR PUSTAKA 1. Kumar V, Abbas AK, Fauston N, Mitchell R. Robbins Basic Pathology 8 th edition. 2007. Burlington: Elsevier 2. Shaikh N, Ummunisa F. Acute management of vascular air embolism. J Emerg Trauma Shock. 2009 Sep-Dec; 2(3): 180–185. 3. Gordy S, Rowell S. Vascular air embolism. International Journal of Critical Illness and Injury Science. 2013; 3(1): 73-6. 4. Mathieu D, Tissier S, Boulo M. Gas embolism. Handbook on Hyperbaric Medicine. 2006; 217-38. 5. Wong AY, Irwin MG. Large venous air embolism in the sitting position despite monitoring with transoesophageal echocardiography. Anaesthesia. 2005; 60(8): 8113. 6. Josephson DL.
Risks, complications, and adverse reactions associated with
intravenous infusion therapy.
The American Association of Medical Assistants.
Clifton Park: Thomson Delmar Learnimg. 2006; 56-82. 7. Obermayer A. Physikalisch-technische Grundlagen der Infusionstechnik – Teil 2. Medizintechnik. 1994; 114(5): 185-90. 8. Dolinak D, Evan W, Emma O. Forensic pathology principles and practice. 2005. Burlington: Elsevier. 9. Mirshki A. Diagnosis and treatment of vascular air embolism. The American Society of Anesthesiologist. 2007; 106: 164-77. 10. Knight B. Simpson’s forensics medicine. 2001. New York: Arnold. 11. O’Dowd L, Mark K. Air embolism. 2004; 123: 2-13. 12. http://emedicine.medscape.com/article/761367-clinical#showall 13. Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro,2000. 21
14. Fujioka,
M,
Diagnosed
by
M.D.
et.al.
(2010).
Postmortem
Imaging
Science. 57:1118-1119. 15. Budiyanto A, Widiatmaka Sidhi,
dkk.
Ilmu
W,
Kedokteran
“Fatal and
Sudiono
Paradoxical
Autopsy”. S,
Forensik.
Winardi Jakarta:
Air
ournal
Embolism of
Forensic
T, Abdul
Mun'im,
Bagian
Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. 15. Taylor JD. Post-mortem Diagnosis of Air Embolism by Radiography Br Med J. 1952 April 26; 1(4764): 890–893. 16. Jackowski C, Thali M, Yen K et al. Visualization and Quantification of Air Embolism Structure by Processing Postmortem MSCT Data. J Forensic Sci. 2004. DOI: 10.1520/JFS2004047 17. Bajanowski T, Köhler H, DuChesne A, Koops E, Brinkmann B. Proof of air embolism after exhumation. Int J Legal Med Vol 112,(1) , pp 2-7. 18.
Am
J
Forensic
Med
Pathol.
2014
Jun;35(2):124-31.
doi:
10.1097/PAF.00000000000000086. 19. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia. 2000; 46-7 20. Goldhaber SZ: Pulmonary Embolism. Dalam: Zipes, Libby, Bonow, Braunwald, penyunting. Braunwald’s heart disease, a text book of cardiovascular medicine. Edisi ke-7. Philadelphia: Elsevier saunders, 2005. h. 1789-06 21. Biswas G: Review of Forensic Medicine and Toxicology. Edisi ke-2. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher, 2012. 349-52 22. Aggrawal A: APC Textbook of Forensic Medicine and Toxicology – Avichal Publishing Company. New Delhi: Avichal Publishing Company, 2014. 200-3 23. Turkmen N, Akon O, Cetin S. Scuba diver deaths due to air embolism : two case reports. Soud Lek, 2013.26-8
22