BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Balakang Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang menempati
urutan teratas dalam jumlah produksi yang dihasilkan. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), menetapkan ikan lele sebagai salah satu komoditas budidaya ikan air tawar unggulan di Indonesia. Tingginya angka konsumsi dalam negeri dan terbukanya pangsa pasar ekspor, memastikan komoditas ikan air tawar ini menjadi penyumbang devisa negara yang sangat menjanjikan. Selama beberapa tahun terakhir produksi lele semakin meningkat signifikan yaitu sebesar 21,82% per tahun, dengan kenaikan rata-ratanya setiap tahun sebesar 39,66%. Tahun 2010, produksi ikan lele meningkat sangat signifikan yaitu dari produksi sebesar 144.755 ton pada tahun 2009 menjadi 242.811 ton pada tahun 2010 atau naik sebesar 67,74%. Adapun proyeksi produksi ikan lele secara nasional dari tahun 2010 hingga tahun 2014 ditargetkan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 35% pertahun yakni pada tahun 2010 sebesar 270.600 ton meningkat menjadi 900.000 ton pada tahun 2014 (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2010) . Lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan lele hasil perbaikan genetik dari lele dumbo melalui cara silang baik antara induk betina lele dumbo generasi kedua (F2) dengan induk jantan (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPAT) Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang dikenalkan di Indonesia pada tahun 1985.
Lele sangkuriang merupakan ikan yang bersifat
omnivora. Ikan lele merupakan salah satu ikan air tawar yang mampu mengkonversi pakan dengan baik tergantung pakan yang diberikan. Pakan hendaknya memiliki kandungan gizi yang sesuai kebutuhan energi dan protein ikan. Sumber protein utama yang sering digunakan dalam pembuatan pakan ikan adalah tepung ikan. Namun pada saat ini penggunaan tepung ikan untuk pakan ikan bersaing dengan kebutuhan pakan
1
2
ternak. Sebagai salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat terus memenuhi kebutuhan nutrisi ikan adalah dengan menggunakan bahan baku pakan alternatif yang memiliki nilai gizi tinggi. Penyusunan pakan ikan sebaiknya digunakan protein yang berasal dari sumber nabati dan hewani secara bersama-sama untuk mencapai keseimbangan nutrisi dengan harga relatif murah (Mudjiman, 2002). Salah satu bahan pakan alternatif sebagai sumber protein hewani adalah limbah udang. Widjaja (1993) dalam Poultry Indonesia (2007) menyatakan salah satu pilihan sumber protein adalah tepung limbah udang. Limbah udang merupakan limbah pasar dan industri pengolahan udang yang terdiri dari kepala dan kulit udang. Limbah kepala udang ini dinilai tidak dapat digunakan lagi serta memiliki nilai ekonomis yang rendah. Manfaat kepala udang dapat diketahui dengan dilakukan penelitian mengenai pemanfaatannya sebagai salah satu bahan pakan ikan. Komposisi bahan kering kepala udang mengandung 43,2% protein kasar, 5,6% lemak, 15,8% serat kasar, 33,0% abu dan 2,4 BETN. Sebelum dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pakan, kepala udang terlebih dahulu dijadikan tepung. Tepung kepala udang mengandung protein 49,8%; lemak 3,8%; serat kasar 2,0%; energi 3,257 kal/g; nilai kecernaan protein 78,63%; dan kecernaan bahannya 45,3% (Kamaruddin dan Makmur 2004). Jumlah kepala udang cukup banyak dan mudah didapatkan di perusahaan-perusahaan pembekuan udang, ketersediaannya terus-menerus dan semakin meningkat, keberadaannya terkonsentrasi pada tempattempat tertentu sehingga harganya murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia (Yanto 2010). Hasil penelitian Resmi (2000), tepung kepala udang (TKU) mengandung zat-zat makanan yaitu protein 46,20%, serat kasar 16,85% dan kalsium 9,40%. Kandungan protein kepala udang yang cukup tinggi merupakan potensi yang perlu dimanfaatkan sebagai pakan ikan. Sejauh ini penelitian mengenai penggunaan tepung limbah kepala udang untuk pakan ikan belum banyak dilakukan karena memiliki beberapa kendala seperti kandungan serat yang tinggi untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
3
1.2.
Identifikasi Masalah Permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sejauh mana tepung kepala
udang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan konversi pakan lele sangkuriang.
1.3.
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tingkat pemberian tepung kepala udang dalam pakan yang memberikan laju pertumbuhan terbaik. 2. Mengetahui tingkat konversi pakan benih lele sangkuriang.
1.4.
Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai manfaat dari
tepung kepala udang yang dapat digunakan dalam pakan ikan lele sangkuriang serta mampu memberikan informasi alternatif bahan pakan yang dapat menekan biaya produksi.
1.5.
Kerangka Pemikiran Pertumbuhan menjadi salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam
budidaya ikan. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah faktor genetik, kecepatan tumbuh, kemampuan memanfaatkan pakan dan daya tahan terhadap penyakit serta faktor luar yaitu suhu air, jumlah pakan, komposisi pakan, kualitas air dan ruang gerak. Pakan berfungsi sebagai sumber energi untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan. Pembuatan pakan sebaiknya didasarkan pertimbangan kebutuhan nutrien ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomis (Afrianto dan Liviawati 2005). Kecernaan pakan selain faktor ukuran ikan juga dipengaruhi oleh komposisi pakan, jumlah yang dikonsumsi, kondisi fisiologis, dan tata laksana pemberian pakan (Haetami 2006). Protein merupakan zat makanan yang sangat penting sebagai penyedia energi dan asam amino untuk pertumbuhan. Kebutuhan protein untuk lele pada stadia benih adalah 32%-40 % . Pakan yang diberikan pada ikan hendaknya bermutu baik sesuai
4
dengan kebutuhan ikan dan memiliki nilai gizi yang cukup.Limbah kepala udang ini memiliki sumber nutrisi yang baik untuk ikan lele. Kandungan gizi yang masih tinggi menjadikan limbah kepala udang masih bisa digunakan untuk pakan ikan. Selain memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, dilain pihak kepala udang ini mengandung serat kasar yang tinggi berupa khitin. Purwaningsih (2000), menyatakan bahwa limbah udang terdiri dari 30% khitin dari bahan keringnya. Menurut Palupi (2007), pengolahan secara fisik melalui perendaman dan pengukusan dapat merenggangkan ikatan khitin sehingga ikatannya menjadi terputus-putus. Proses penguraian dan pemutusan ikatan glikosidik menjadi fraksi yang lebih sederhana yaitu N-asetyl glusamin dan juga terjadi perubahan bentuk khitin dan serat kasar tepung limbah udang olahan, sehingga tidak terdeteksi dalam analisisnya. Sesuai dengan pendapat Sundstol (1988), bahwa pengolahan dengan tekanan uap mengakibatkan terjadinya pemutusan ikatan lignosellulosa menjadi sellulosa yang terlarut, dan semakin tinggi tekanan uap, akan semakin banyak pemutusan ikatan lignosellulosa. Hal ini akan mengakibatkan kandungan sellulosa menurun sehingga mudah dicerna oleh enzim kitinase dalam tubuh ikan. Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) hanya dapat memanfaatkan tepung kepala udang sebagai pengganti tepung ikan sebesar 10% (Laining et al 2001). Hasil penelitian Hadi (2009), menunjukkan bahwa laju pertumbuhan tertinggi dicapai pada ikan nila yang diberi pakan mengandung tepung limbah udang fermentasi sebesar 10%. Berdasarkan hasil penelitian Agustono (2009) dapat diambil kesimpulan dosis tepung limbah udang yang difermentasi sebanyak 10 % yang diberikan dalam
pakan buatan dapat meningkatkan laju pertumbuhan pada
pemeliharaan benih ikan nila. Yulianingsih dan Yohanes dalam Mukti (2012) melaporkan bahwa pada ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) peningkatan kandungan kitin 16% dalam pakan menyebabkan penurunan laju konsumsi pakan dan konversi pakan.
5
1.6.
Hipotesis Hipotesis yang dapat diajukan adalah pemberian pakan yang mengandung 10%
tepung kepala udang memberikan laju pertumbuhan dan nilai konversi pakan tertinggi terhadap ikan lele sangkuriang.