BAB I PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan a. Latar Belakang Masalah
Dalam menjalani kehidupannya di dunia manusia mengalami banyak peristiwa baik itu yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Terkadang beberapa peristiwa yang dialami meninggalkan kesan tersendiri yang menurut mereka yang mengalaminya merupakan peristiwa yang unik, tidak mudah dilupakan, bahkan tidak jarang menjadi pengalaman dan pelajaran yang berharga dalam hidupnya. Cara orang untuk mengekspresikan perasaannya ketika mengalami pengalaman tersebut tentu beragam, dan salah satunya adalah dengan bernyanyi. Lewat nyanyian, orang dapat mengekspresikan perasaan yang dialami dengan menuangkannya dalam setiap kata-kata yang mewakili perasaannya untuk kemudian digubah menjadi untaian syair dalam bait lagu. Selain mencipta lagu sendiri yang mewakili perasaannya untuk kemudian dinyanyikan, orang juga sering mengutip atau menyanyikan lagu ciptaan orang lain yang dianggap sesuai atau mewakili perasaan orang yang akan menggunakan nyanyian tersebut. Ketika orang memilih nyanyian sebagai cara mereka mengekspresikan perasaannya, biasanya ini diikuti dengan adanya niatan agar orang lain mau juga untuk belajar dari kisah hidupnya yang unik itu, atau paling tidak hanya sekedar mendengarkan setiap lantunan syair yang dinyanyikannya. Tentu akan lebih senang lagi jika ada yang mau untuk mempelajari lagu yang diciptakannya. Jadi, dari sini terlihat ada semacam dorongan untuk berbagi pengalaman dengan orang lain, entah itu pengalaman yang menyakitkan maupun yang menyenangkan. Indonesia yang memiliki lebih dari 300 etnis dan bahasa daerah yang berbeda tentunya memiliki nyanyian atau lagu-lagu tersendiri sesuai dengan latar belakang sosial dan budaya setempat. Sebut saja misalnya suku Jawa yang kebudayaannya sudah berusia ribuan tahun, nyanyian – atau lebih dikenal dengan sebutan; seni tembang – 1 menjadi salah satu bagian kebudayaan yang tidak terpisahkan dan menjadi salah satu produk budaya yang membedakan etnis Jawa dengan etnis 1
Kata tembang ‘nyanyian’ sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal dari kawi (bahasa sansekerta) yang berarti penyair. Kata kidung berarti nyanyian yang sudah dikenal sejak terciptanya karya sastra Jawa kuno. Sedangkan kata tembang baru di jumpai dalam karya sastra Jawa baru. Kemudian kata kakawin, kidung dan tembang digunakan sebagai sebutan bentuk puisi Jawa secara kronologis. Kakawin merupakan sebutan puisi Jawa kuno berdasarkan metrum India, Kidung sebagi sebutan puisi Jawa pertengahan berdasarkan metrum Jawa dan tembang adalah sebutan puisi Jawa baru berdasarkan metrum Jawa. Karena perkembangan ini sebutan selanjutnya lebih dikenal dengan kata “tembang”. (http://www.Macapat.4t.com/tentang.html)
1
yang lain. Keberadaan seni tembang menempati peranan yang sangat penting karena banyak kitab-kitab Jawa yang sarat dengan muatan etis atau susila ditulis dalam bentuk tembang; misalnya Serat Wulangreh, Serat Wedhatama, serat Tripama, serat Sanasunu, yang mengandung ajaran budi pekerti luhur.2 Tembang dalam budaya Jawa merupakan puisi yang dinyanyikan yang jenisnya ada tiga macam, yaitu tembang Macapat, tembang Tengahan dan tembang Gedhe3. Tembang Macapat menjadi seni tembang yang lebih populer dari pada jenis tembang yang lain, salah satu alasannya adalah karena tembang-tembang yang terdapat dalam tembang Macapat ini merupakan lantunan lambang tuntunan kehidupan yang menggambarkan perjalanan hidup manusia dari pagi sampai sore atau dari lahir sampai mati4 selain juga merupakan warisan budaya yang dianggap adiluhung karena sarat akan nilai-nilai yang membuatnya tetap diupayakan untuk dipertahankan. Dari segi fungsinya pun dalam kehidupan masyarakat Jawa, tembang macapat dimanfaatkan sebagai sarana mengajar dan mendidik5. Dari sini dapat diketahui bahwa bagi masyarakat Jawa, seni tembang tidak dapat dipisahkan begitu saja, terutama dalam hal mengekspresikan peristiwaperistiwa yang dialami dalam rangkaian kehidupan manusia.
b. Rumusan Masalah Dalam sebuah nyanyian terkandung maksud dan tujuan nyanyian ini diciptakan, di samping itu juga mengajak pendengarnya untuk menyimak pengalaman kehidupan dari pencipta nyanyian itu sendiri maupun pengalaman hidup orang lain yang terangkum dalam setiap liriknya. Dengan mendengar nyanyian yang merupakan ungkapan atau ekspresi hati orang diajak untuk juga belajar dan mengambil hikmah dari pengalaman hidup orang lain, walaupun juga ada jenis nyanyian yang hanya sifatnya menghibur tetapi setidaknya ada sesuatu yang bisa dipetik dari nyanyian tersebut. Demikian juga dengan tembang macapat, selain merupakan ungkapan atau ekspresi perasaan seseorang terhadap perjalanan kehidupan yang dijalani, di dalamnya terkandung makna yang bisa dipetik dan dijadikan pelajaran bagi orang yang mendengarnya. Terlebih di dalam kehidupan masyarakat Jawa tembang macapat sudah tidak asing lagi dan menjadi warisan budaya yang bernilai luhur.
2
Purwadi, Seni Tembang: Reroncen Wejangan Luhur dalam Budaya Jawa, (Jogjakarta: Tanah Air, 2006), hal. 1 Purwadi dan Afendi Widayat, Seni Karawitan Jawa: Ungkapan Keindahan dalam Musik Jawa, (Jogjakarta: Hanan Pustaka, 2006). hal. 96 4 Purwadi, Seni Tembang: Reroncen Wejangan Luhur dalam Budaya Jawa, (Jogjakarta: Tanah Air, 2006), hal. 223 5 Lihat Siman Widyatmanta, Sikap Gereja Terhadap Budaya dan Adat-Istiadat: Sebagai Sarana Berinteraksi dalam Kehidupan Bermasyarakat, (Jogjakarta: BMGJ, 2007), hal.182-183 3
2
Dalam sejarah perkembangannya tembang macapat menjadi sarana bagi para Wali untuk berdakwah menyebarkan agama Islam, dan rupa-rupanya cara berdakwah atau menyebarkan agama Islam yang seperti ini cukup mendapat tempat di hati masyarakat Jawa yang ketika itu mayoritas beragama Hindu. Dari sini dapat dilihat bahwa agaknya para Wali cukup jeli untuk memanfaatkan apa yang menjadi tradisi dan kesukaan masyarakat Jawa ketika itu, yaitu nembang. Oleh karena itu kemudian dimanfaatkanlah tembang macapat sebagai sarana menyebarkan agama Islam. Perkembangan selanjutnya, dalam kehidupan masyarakat Jawa sendiri tembang macapat tidak lagi dipandang sebagai produk agama tertentu tetapi sebagai sebuah produk kebudayaan Jawa yang menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Jawa dan mempunyai nilai-nilai luhur. Asmoro Achmadi dalam bukunya yang berjudul ‘Nuansa Islam dalam Puisi Tradisional Jawa’ mengemukakan bahwa ada 6 nilai yang terkandung di dalam seni tembang Macapat, yaitu; nilai seni, nilai sastra, nilai keindahan/estetika, nilai kebenaran, dan nilai filsafati6. Selain itu dibagian lain dalam bukunya, Asmoro juga mengulas buku ‘Tuntunan Sekar Macapat’ karya Muh. Mawardi dan Marwoto yang kemudian dikemukakan bahwa seni tembang Macapat mengandung nilai edukatif baik untuk anak-anak, para remaja dan para orang tua7. Dengan nilai-nilai yang terkandung dalam tembang macapat, pelestarian tembang macapat sebagai produk budaya yang adiluhung perlu untuk diupayakan, setidaknya sebagai salah satu jawaban dalam menghadapi arus perkembangan zaman dewasa ini. Di sisi lain, tembang macapat juga mendapat tantangan di tengah-tengah gencarnya perkembangan arus modernisasi yang serba cepat dan menawarkan banyak kemudahan ini. Gaya hidup instan, yang identik dengan hal-hal yang bersifat praktis menjadi tantangan berat bagi perkembangan tembang macapat yang dinilai tidak praktis. Sebagai contoh misalnya: orang tentu lebih memilih lagu-lagu modern yang mudah dipahami dan dipelajari karena diciptakan dengan mengikuti selera pasar dan perkembangan zaman serta tidak mempunyai banyak aturan penciptaan, ketimbang tembang macapat yang sulit untuk dipahami karena menggunakan bahasa Jawa yang sudah tidak lagi begitu populer khususnya di kalangan generasi muda dengan aturan penciptaan baku yang mengikat dan harus diikuti. Pun dalam menyanyikan tembang Macapat ini juga tidak secepat dan semeriah lagu-lagu modern saat ini. Tembang Macapat dinyanyikan dengan tempo yang lebih lambat dan seandainya diiringi dengan gending Jawa maka iringannya juga dengan tempo yang lebih lambat dan khas gending Jawa. Sejalan dengan gaya hidup yang
6
Asmoro Achmadi, Nuansa Islam dalam Puisi Tradisional Jawa: Kajian Aksiologis terhadap Sekar Macapat, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2006), hlm. 130-138 7 Ibid, hlm. 9-10
3
demikian maka pemanfaatan tembang Macapat ini juga mendapat tantangan bagi daerah perkotaan, karena tembang Macapat tidak lagi menarik bahkan tidak lagi cukup dikenal. Namun berbeda dengan kondisi pedesaan – atau daerah semi kota, katakanlah daerah Jogjakarta – yang ternyata tembang Macapat masih hidup dan dilestarikan yang ditunjukkan dengan masih diadakannya lomba tembang Macapat atau dibentuknya Kelompok Macapatan di beberapa gereja (GKJ). Hal inilah yang menjadi tantangan bagi pemanfaatan seni tembang Macapat. Sebagai komunitas keagamaan yang tumbuh dan berkembang dengan latar belakang tradisi dan budaya Jawa, Gereja Kristen Jawa (untuk selanjutnya ditulis “GKJ”) mau tidak mau akan terus bersentuhan dengan kebudayaan lokal ini, termasuk dengan tembang macapat sebagai salah satu produk budaya Jawa. Pemanfaatan tembang macapat dalam kehidupan bergereja di GKJ diusulkan menjadi salah satu alternatif dari sikap gereja terhadap kebudayaan dalam rangka mewujudkan Tugas dan Panggilan Gereja GKJ dalam kehidupan, selain juga sebagai salah satu upaya GKJ mempertahankan identitas ke-Jawa-annya.
c. Batasan masalah Jika membahas tentang pemanfaatan tembang macapat tentu yang diharapkan salah satunya adalah bagaimana cara melagukan tembang macapat yang barangkali bagi mereka yang belum terbiasa akan kesulitan menyanyikannya. Tetapi dalam skripsi ini tidak akan dijelaskan bagaimana cara melagukannya, melainkan hanya membahas tembang macapat secara konseptual ditinjau dari segi historisnya dan melihat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang membuat tembang macapat ini pantas untuk dipertahankan dan dimanfaatkan dalam kehidupan bergereja. Uraian mengenai pemanfaatan tembang macapat dalam hidup bergereja ini juga akan disertai dengan contoh-contoh tembang macapat dalam upaya pemanfaatannya. Dengan ini diharapkan ke depannya akan ada penulis lain yang menguraikan secara lebih mendalam cara-cara melagukan tembang macapat sehingga dapat melengkapi upaya pemanfaatan tembang macapat dalam kehidupan bergereja.
B.
Alasan Pemilihan Judul
Dalam penulisan skripsi ini penulis memilih judul:
PEMANFAATAN SENI TEMBANG MACAPAT DALAM HIDUP BERGEREJA DI GEREJA KRISTEN JAWA
4
Dipilihnya judul ini karena menurut penulis merupakan inti permasalahan dari skripsi yang akan ditulis. Keberadaan seni tembang Jawa menarik minat penulis karena penulis sendiri banyak berkecimpung dalam dunia seni khususnya seni musik dan tarik suara. Selain itu sebagai sebuah produk budaya Jawa, upaya pemanfaatan ini terkait dengan gereja GKJ yang dalam sejarah perkembangannya juga tidak lepas dari pengaruh budaya Jawa, disamping juga salah satu fungsi tembang macapat sebagai sarana mengajar dan mendidik dapat dimanfaatkan dalam kerangka kehidupan bergereja di GKJ.
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Skripsi ini adalah: 1. Mengetahui sejarah tembang macapat dan nilai-nilai yang terkandung di dalam tembang macapat. 2. Melihat bagaimana sikap gereja GKJ dalam perjumpaannya dengan tradisi dan kebudayaan, dalam hal ini dengan salah satu produk budaya Jawa yaitu tembang macapat. 3. Sebagai salah satu alternatif dalam pemanfaatan produk budaya lokal dengan menawarkan upaya pemanfaatan seni tembang macapat dalam hidup bergereja di GKJ. 4. Di samping itu sebagai salah satu upaya melestarikan salah satu produk budaya Jawa yang adiluhung.
D.
Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode studi literatur, dengan mengumpulkan data yang relevan berkaitan dengan sejarah dan nilai-nilai yang terkandung dalam tembang macapat dan sikap gereja terhadap budaya. Sedangkan metode penulisan yang digunakan adalah deskripsi analitis dengan mendeskripsikan keberadaan seni tembang macapat dalam budaya Jawa, menganalisa sikap gereja terhadap budaya berkaitan dengan perjumpaan gereja dengan budaya, untuk kemudian meninjau ulang tembang macapat sehingga di dapat landasan teologis dalam rangka pemanfaatan tembang macapat dalam hidup bergereja.
E.
Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dipaparkan tentang latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, alasan pemulihan judul, tujuan dan batasan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. 5
BAB 2 TEMBANG MACAPAT Pada bab ini dipaparkan tentang sejarah dan pengertian dari seni tembang macapat. Selain itu aturan penciptaan dan nilai-nilai dari seni tembang macapat menjadi topik yang akan dibahas juga dalam bab 2 ini. Penggunaan dalam kehidupan orang Jawa dan kendala yang dihadapi oleh tembang macapat juga akan tertuang dalam bab ini sebagai informasi dan pertimbangan dalam rangka pemanfaatan tembang macapat dalam hidup bergereja. BAB 3 GEREJA DAN BUDAYA Pada bab ini dipaparkan perjumpaan antara gereja dengan budaya, yang akan diawali dengan pengertian gereja menurut GKJ beserta tugas dan penggilannya. Dari sini dilanjutkan dengan mengulas sikap gereja terhadap kebudayaan untuk kemudian melihat bagaimana sikap GKJ terhadap kebudayaan dalam proses perjumpaannya dengan budaya. Ulasan dalam bab ini yang menjadi dasar argumentasi teologis dalam rangka pemanfaatan tembang macapat dalam hidup bergereja. BAB 4 PEMANFAATAN TEMBANG MACAPAT DALAM HIDUP BERGEREJA Dalam bab ini diuraikan beberapa sumbangan pemikiran penulis dalam upaya pemanfaatan tembang macapat dalam hidup bergereja disertai dengan beberapa contoh tembang, di samping juga upaya penulis dalam menyikapi beberapa tantangan dan hambatan dari tembang macapat. Uraian dalam bab ini diakhiri dengan kesimpulan dan saran dari pembahasan mengenai pemanfaatan tembang macapat dalam hidup bergereja.
6