BAB I PENDAHULAN
1.1.Latar Belakang Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kota dan kabupaten memiliki kewenangan penuh untuk mengatasi masalah perpasaran dalam konteks kebijakan. antara lain dengan menelurkan peraturan daerah yang melindungi pasar tradisional, mensinergikannya dengan pasar modern, dan memacu daya saingnya. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Isu-isu Utama Pasar Tradisional mendapatkan keuntungan dari krisis keuangan dunia (global crisis) saat ini. Keinginan masyarakat/konsumen untuk memperoleh produk dengan harga murah di saat krisis membuat pasar tradisional terselamatkan dari desakan pasar modern. Kondisi ini bertolak belakang dengan pertumbuhan pasar modern yang kian agresif dan terus meningkatkan distribusi, promosi dan perbaikan model bisnis ritel. Mayoritas pasar tradisional dikuasai dan dikelola oleh Pemda setempat, biasanya di bawah kendali Dinas Pasar. Sejumlah kecil pasar tradisional dikembangkan melalui kerjasama antara Pemda dan perusahaan swasta, umumnya di bawah skema bangun, operasi, dan transfer
Universitas Sumatera Utara
(build-operate-transfer/BOT). Perusahaan swasta kemudian membayar setiap tahun kepada Pemda sejumlah dana yang telah disepakati. Namun bila dikaji lebih mendalam dalam perspektif yang lebih luas, mempertahankan eksistensi pasar tradisional bukan hanya sekedar urusan mempertahankan tradisi lama dan untuk kepentingan nostalgia semata. Ada permasalahan makro ekonomik yang harus diperhatikan sehingga keberadaan pasar tradisional senyatanya harus menjadi agenda bersama. Walau bagaimana pun pasar tradisional merupakan simbolisasi dari kemandirian ekonomi rakyat. Pengalaman krisis ekonomi membuktikan sektor informal yang berpusat di pasar tradisional berhasil menjadi katup pengaman lemahnya fundamental ekonomi kita (Indrawan, 2008). Dewasa ini perkembangan pasar modern seperti minimarket, supermarket, dan hipermarket berkembang dengan maraknya di berbagai kota. Keberadaanya terus menggeser peran pasar tradisional. Sebagian masyarakat, khususnya di perkotaan, kini dalam memenuhi kebutuhan hidupnya lebih memilih pasar modern. Bagi penganut liberalism yang menjadi mayoritas dalam praktik ekonomi kita saat ini, hancurnya pasar tradisional karena kalah bersaing dengan pasar modern; bisa jadi dianggap wajar-wajar saja. Fenomena berubahnya pilihan konsumen dari pasar tradisional, yang bau, kumuh, kotor, becek, dengan harga yang tidak pasti, kepada pasar modern yang bersih, nyaman, dengan harga yang pasti; merupakan buah kerja dari invisible hand di pasar. Friksi kehadiran pasar modern di tengah pasar tradisional semakin meluas, pemerintah maupun lembaga legislatif harus secepatnya memiliki instrumen untuk memecahkan masalah tersebut. Demikian pula pemerintah daerah harus
Universitas Sumatera Utara
secepatnya menyadari bahwa yang mereka lakukan saat ini hanya memperkeruh masalah. Menggali PAD dengan berkolusi secara tertutup dengan pemodal besar untuk menggusur tempat-tempat strategis di sekitar pasar tradisional, bukan langkah yang tepat untuk membangun ekonomi daerah dalam jangka panjang yang berbasis kerakyatan. Beberapa kalangan menganggap bahwa dengan cara memperluas pendirian pasar modern di Indonesia, bisa berdampak makin baiknya pertumbuhan ekonomi serta iklim investasi usaha karena diasumsikan bahwa pasar modern memiliki segmen yang berbeda dengan pasar tradisional sehingga hal itu tidak menggangu stabilitas pasar tradisional. Akan tetapi pada kenyataannya tidaklah demikian, justru antara pasar modern dan pasar tradisional memiliki segmen yang sama dan saling berhadap-hadapan langsung dan secara jelas menunjukan bahwa yang menjadi korban utama adalah pasar tradisional akibat dari persaingan yang sengit antar sesama pasar modern. Situasi seperti ini dapat berdampak lebih jauh lagi terhadap istilah kegagalan pasar yang akan diderita oleh pasar tradisional akibat persaingan dengan segmen yang sama serta memaksa secara langsung berhadaphadapan antara pasar tradisional dengan pasar modern. Kegagalan pasar adalah situasi ketika pasar tidak mampu secara efektif mengorganisasikan produksi atau mengalokasikan barang dan jasa kepada konsumen. Situasi seperti ini dapat tercipta ketika kekuatan pasar telah kehilangan kemampuannya dalam memenuhi kepentingan-kepentingan publik. Sistem inilah yang melahirkan keran kebebasan berusaha di Indonesia. Termasuk tumbuh suburnya pasar-pasar modern, yang mengikuti dinamika kebebasan itu. Yang jadi problem sesungguhnya adalah, tumbuhnya peritel besar
Universitas Sumatera Utara
sekelas hypermarket. Pusat perbelanjaan supermodern ini dikendalikan modal kuat dan mendapat legitimasi pemerintah untuk berada di tengah-tengah kota, bahkan dekat dengan pasar tradisional. Hal ini berpotensi mematikan pasar tradisional. Di negara maju, hypermarket dibangun di daerah pinggiran. Sehingga terjadi harmonisasi pasar tradisional dan moder. Sebagai persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, pemerintah daerah harus serius dalam menata dan mempertahankan eksistensi pasar tradisional. Keberadaannya sebagai pusat kegiatan ekonomi nyata-nyata masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas, karena menampung ribuan pedagang kecil. Selain kebijakan publik yang diharapkan muncul dari pemerintah daerah, program pembinaan dan revitalisasi pasar tradisional juga dipandang penting. Hal itu, harus dilakukan agar tercipta daya saing yang kuat bagi pasar tradisional dalam menghadapi gempuran pasar modern. Antara lain melalui dinas terkait. Dinas Perdagangan dan Koperasi umpamanya, perlu melakukan pembinaan dan peningkatan kualitas layanan serta fasilitas yang ada di pasar tradisional. Keberadaan pasar tradisional dalam beberapa tahun terakhir mulai menghadapi ancaman bahkan dikhawatirkan akan semakin banyak yang “gulung tikar” dalam waktu tidak lama lagi karena tidak mampu bersaing menghadapi semakin banyaknya pusat perbelanjaan atau pasar modern yang merambah hingga ke pelosok permukiman penduduk. Masyarakat pun tampaknya lebih memilih berbelanja di pasar-pasar modern dengan berbagai pertimbangan, seperti kenyamanan, kebersihan, kualitas barang, sampai alasan demi gengsi.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi, keberadaan pasar tradisional tidak mungkin ditiadakan karena sebagian besar masyarakat masih berada dalam kondisi ekonomi menengah ke bawah, sehingga tidak memiliki daya beli yang cukup besar untuk terus-menerus berbelanja di pasar-pasar modern. Hilangnya pasar-pasar tradisional akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu daerah, seperti bertambahnya pengangguran, menurunnya daya beli akibat tingkat pendapatan per kapita yang semakin kecil, melemahnya sektor-sektor perdagangan informal, terhambatnya arus ditribusi kebutuhan pokok, dll yang pada akhirnya bermuara pada marginalisasi ekonomi pasar tradisional. Pengelola pasar, yang diangkat oleh Kepala Dinas Pasar, mengelola pasar milik Pemda. Di beberapa kasus, pengelola pasar bertanggung jawab atas beberapa pasar sekaligus. Dinas Pasar menetapkan target retribusi pasar tahunan pada setiap pasar tradisional miliknya. Tugas utama yang diemban setiap kepala pasar adalah pemenuhan target yang sudah ditetapkan. Kegagalan pemenuhan target tidak jarang berbuntut pada pemberhentian langsung kepala pasar. Karena itu, penarikan dana retribusi dari para pedagang menjadi ajang perhatian utama dari setiap kepala pasar dari pada pengelolaan pasar yang lebih baik (Ridhwan, 2010). Kondisi pasar tradisional (Ridhwan, 2010) antara lain : 1. Pasar Tradisional merupakan Infrastruktur ekonomi daerah, menjadi pusat kegiatan distribusi dan pemasaran 2. Keberadaannya kian menurun dengan berkembangnya perpasaran swasta modern khususnya diperkotaan
Universitas Sumatera Utara
3. Berdasarkan Survey AC Nielsen pertumbuhan Pasar Modern (termasuk Hypermarket) sebesar 31,4%, sementara pertumbuhan Pasar Tradisional 8,1% (SWA, Edisi Desember 2004). 4. Serbuan pasar modern / hypermarket dengan dukungan kekuatan modal besar, sistem dan teknologi modern, berhadapan langsung dengan pedagang pasar tradisional. 5. Image Pasar tradisional terkesan Becek, Kotor, kurang nyaman, dan FasilitasMinim : parkir, toilet, tidak ada tempat pengolahan sampah, fisik kurang terawat. 6. Kurang mampu berkompetisi dengan perpasaran swasta 7. Lemah dalam manajemen dan kurang mengantisipasi perubahan Di tengah iklim persaingan usaha yang demikian terbuka, pasar jenis ini kalah bersaing dengan pasar dan toko modern. Mereka mengepung pasar tradisional dari utara, selatan, timur, dan barat. Jaraknya pun berdekatan dan cuma sejengkal dengan permukiman penduduk. Bilatata kelola pasar tradisional ini tak segera dilakukan, dalam waktu dekat kita hanya tinggal mendengar
namanya
saja. Dari sisi konsumen, keberadaan pasar modern bukan persoalan. Bahkan, justru diuntungkan karena ia bisa leluasa menentukan pilihan berbelanja, dengan pertimbangan fasilitas yang nyaman, swalayan, potongan harga, dan hadiah. Bandingkan dengan pasar tradisional yang berkesan kumuh, semrawut, becek, dan tidak aman. Berdasarkan catatan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) yang menyebutkan setidaknya Indonesia memiliki 12.650 pasar tradisional,
Universitas Sumatera Utara
dengan 13 juta pemilik kios. Dari jumlah tersebut, tenaga kerja yang diserap mencapai puluhan juta orang (Riyanto. 2007). Ini merupakan kondisi yang buruk dan berpotensi mematikan mata pencaharian sekian juta rakyat. Jangan heran bila pelaku-pelaku usaha di pasar tradisional, sejak beberapa tahun belaka-ngan, melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki nasibnya. Seperti kita lihat dan ikuti pemberitaan media massa, para pedagang yang dimotori APPSI, telah melakukan gerakan-gerakan aksi menuntut terbitnya kebijakan publik yang memberi perlindungan kepada pasar tradisional dari persaingan usaha yang menjurus ke arah tidak sehat. APPSI, mencatat pertumbuhan pasar tradisional yang berbanding terbalik dengan pasar modern. Bila pasar modern tumbuh mencapai 31,4% per tahun, maka pasar tradisional minus 10% per tahun. Memilukan dan ironis, tentunya. Para pedagang kecil yang dulunya bertahan saat krisis, kini justru dibiarkan bertarung dengan musuh yang berada di luar tandingan mereka.( Riyanto. 2007). Eksistensi pasar tradisional sudah menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan masyarakat perkotaan. Pasar tradisional merupakan warisan budaya bangsa, tempat berlangsung aktivitas jual-beli yang kaya nilai-nilai lokal, seperti keramahan masyarakat dalam bertegur sapa ramainya suasana tawar menawar untuk mencapai kesepakatan harga, sehingga kita rasakan interaksi manusia lebih hidup ketika berada didalamnya. Namun, berkembangnya sebuah kota yang hanya dilandasi kepentingan ekonomi, membawa arah pembangunan yang mekanistis dan
kota menjadi tidak manusiawi, imbasnya terlihat pada
pengelolaan pasar tradisional yang semakin terpinggirkan oleh pasar modern,
Universitas Sumatera Utara
perdagangan hanya sekedar menjadi tempat jual-beli, dan kita terjebak dalam modernisasi yang mematikan budaya lokal. Dalam kehidupan ini setiap manusia maupun golongan mempunyai kepentingan dan untuk memenuhinya biasanya dia membutuhkan orang maupun golongan lain. Setiap insan merupakan produsen barang-barang atau jasa-jasa tertentu dan merupakan konsumen barang-barang atau jasa-jasa yang lain. Seorang guru menjadi produsen jasa pendidikan dan merupakan konsumen makanan, pakaian, angkutan kota dan lain-lain, karena itu kehidupan ini merupakan pasar (transaksi) antar individu dan kelompok. Pasar yang bebas dan adil diperlukan oleh masyarakat. Walaupun demikian, apabila pemaksaan kepentingan individu atau golongan tidak dibatasi sehingga merugikan yang lain atau kebebasan berpartisipasi anggota masyarakat secara adil tidak terjadi maka akan terjadi kegagalan pasar . Kita mendirikan pemerintahan dengan harapan adanya keadilan disamping dipenuhinya kebutuhan masyarakat. Keadilan adalah bukti cinta pemerintah kepada rakyat sehingga rakyat akan mencintai pemerintahnya dan akan berpartisipasi pada pembangunan secara maksimal. Keadilan disini adalah dalam segala hal, baik dibidang politik (demokrasi), bidang hukum (peradilan) bidang sosial (pemerataan) maupun bidang ekonomi (mengatasi kegagalan pasar). Tugas utama pemerintah adalah menerapkan keadilan, menyelenggarakan demokrasi, menyelenggarakan pemerintah adalah melaksanakan desentralisasi, mengatur perekonomian,
menjaga
keamanan,
menjaga
persatuan
dan
memelihara
lingkungan, melindungi hak asasi manusia, meningkatkan kemampuan dan moral masyarakat. Tugas pemerintah dalam perekonomian adalah meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan ekonomi dan memenuhi kebutuhan barang publik (alokasi), mengurangi inflasi dan pengangguran (stabilisasi), dan melaksanakan keadilan sosial (distribusi). Beberapa bukti menyatakan bahwa kebijakan pengelolaan pasar tradisional di beberapa kota tidak sepenuhnya menuntaskan masalah di atas (Faiz, 2011), antara lain : 1. Di Surabaya a. Pasar Keputran, masih ada pedagang yang kembali berjualan di pedestrian jalan, muncul aksi protes sebagai bentuk ketidakpuasan pada kebijakan penertiban yang sangat merugikan pedagang, banyak pedagang belum tahu kemana ia bisa berjualan dan kembali mendapat pelanggan, kalaupun dipindahkan ke pasar Osowilangun pembeli tidak sebanyak seperti di Keputran. b. Pasar Turi setelah terbakar, sampai saat ini masih membingungkan pedagang didalamnya karena belum ada kepastian hak mereka setelah bangunan direnovasi (Kompas edisi Jawa Timur, 29/9). c. PD Pasar Surya sebagai pengelola pasar di Surabaya, selama ini hanya berkonsentrasi pada pasar-pasar besar yang lebih menguntungkan investor, jarang berpihak pada pasar-pasar kecil. 2. Di Malang Revitalisasi pasar Dinoyo dan Blimbing diserahkan pada investor, dengan dana ratusan miliar akan dibangun mall, apartemen, ruko, dan pasar tradisional. Pasar tradisional dipindah belakang mall dan ruko, ribuan pedagang pasar akan menjadi korban penggusuran dalam proyek ini .
Universitas Sumatera Utara
Semakin jelas pasar tradisional dipaksa untuk berkompetisi dengan pasar modern, dalam kompetisi itu pasar tradisional sering tersisih, terdapat masalah baru yakni ketika pedagang pasar tradisional digusur akan beralih menjadi pedagang kaki lima yang berjualan di sembarang ruang publik. Selanjutnya beberapa kebijakan publik dalam pengelolaan pasartradisional yang tepat dilakukan oleh pemerintah daerah di beberapa tempat di Indoneisa ; 1. Kota Batam 1. Pemko Batam melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pasar, Koperasi dan UKM, saat ini sedang memperbaiki Pasar Dapur 12 Sagulung yang masih dalam keadaan kosong, perbaikan yang masih dilakukan diantaranya penambahan 40 lapak dagangan bagi pedagang yang tidak mendapat kios atau bagi pedagang yang akan menjual produk pangan hasil produksi lokal. Perbaikan 2 unit WC, tangga yang menghubungkan lantai 2 kios dengan lantai bawahnya, 38 kios telah siap ditempati bagi pedagang yang akan menjual baju atau barang kering lainnya tinggal mengganti kunci-kunci pintu kios yang rusak. “Bulan Juli nanti diproyeksikan Pasar Dapur 12 sudah dapat beroperasi, “ jelas Febrialin. 2. Pendirian pasar tradisional yang saat ini masih diupayakan selalu berada di dekat pemukiman penduduk yang bertujuan untuk menghindari persaingan dengan pasar modern serta dekat dengan akses masyarakat setempat. Sampai saat ini data para pedaganga sudah mencapai 105 pedagang yang terdiri dari pedagang kios dan pedagang lapak. 3. Pasar Hang Tuah Batu Besar selama ini sudah berjalan dan pada kesempatan yang bersamaan juga dilakukan sedikit perbaikan diantaranya
Universitas Sumatera Utara
MCK, saluran air yang tersumbat, dan listrik dengan tidak mengganggu aktivitas para pedagang. Saat ini juga pasokan air ke pasar tersebut sedang diupayakan dengan pihak-pihak terkait sehingga kebutuhan air di pasar tersebut dapat terpenuhi. 4. Dana perbaikan pasar diperolah dari APBD Kota Batam yang telah dianggarkan tahun lalu dan sesuai dengan proses pengadaan barang dan jasa Pemerintah yang mengacu pada aturan yang berlaku maka pembangunan dikerjakan oleh CV Jaya Rava Rasa dan CV Jaya Putra Balindo sebagai pihak ketiga yang memenangkan tender. 2. Kota Makassar a. Pasar terong, sebelum mengalami revitalisasi tahap satu di era pemerintahan Daeng Patompo pada tahun 1972 menyusul tahap kedua di masa Malik B. Masri tahun 1994 adalah pasar rakyat. Pasar ini didirikan secara alamiah oleh rakyat berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat yang mulai ramai di awal tahun 1950-an. Salah satu fackor pendorong (push factor) terjadinya migrasi dari desa adalah maraknya aksi ‘gerombolan’ Qahhar Mudzakkar di desa dan daya tarik (pull factor) kota yang menyediakan lapangan kerja yang ‘mudah’ b. Pasar Cidu, yang hingga kini masih masih berfungsi sebagai areajual-beli bagi komunitas kampong Tabaringan dan sekitarnya jauh sebelum tahun1950. Fungsi dasarnya tidak pernah terganggu, walau pada persoalan kebersihan dandrainase yang buruk tetap masih menjadi kelemahan pasar ini yang seharusnyadiperhatikan oleh pemerintah. Pasar Cidu, bila dibentangkan hanya memiliki panjangkurang lebih seratus meter dengan
Universitas Sumatera Utara
bentuk huruf ‘L’. Selalu ramai sejak pukul 06.00hingga pukul 12.00 siang dan akan berlanjut di jalan Tinumbu pada sore harinyakhususnya bagi pembeli yang melintas sepulang kerja dari pelabuhan atau areaindustri di sekitarnya Dari gambaran umum di atas, dapat dirinci berbagai permasalahan pengelolaan
pasar
tradisional
dikaitkan
dengan
kebijakan
publik
dan
pembangunan daerah di Kota Medan. Adapun berbagai permasalahan tersebut adalah : 1. Perkembangan pasar modern dewasa ini semakin menekan pertumbuhan pasar Tradisional. Buktinya dapat dilihat dengan adanya swalayan-swalayan, hypermarket, Carrefour, departement store, dan Indomaret yang memiliki propaganda yang kuat untuk menarik perhatian konsumen untuk membeli. Dengan pemberian diskon atau potongan harga yang bisa menarik perhatian atau menggugah konsumen, serta membuat bangunan- bangunan yang mewah, sehingga membuat masyarakat banyak meninggalkan pasar tradisional, dengan demikian bagaimana dengan pasar tradisional yang merupakan pasar yang sangat potensial untuk masyarakat luas. Tetapi kalau dilihat di kota Medan pasar tradisional semakin terancam dengan pasar modern sampaisampai pasar tradisional banyak yang tidak terawat, seperti pasar Sambu, pasar Sukaramai dan pasar Petisah, dan lain-lain. 2. Di samping itu kalau dilihat pasar tradisional ini merupakan salah satu pasar yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat terutama masyarakat kecil. Di dalam pasar tradisional terjalin hubungan kekeluargaan yang erat antara konsumen dan produsen dan merupakan terjadinya transaksi jual-beli yang
Universitas Sumatera Utara
saling tawar menawar dan inilah salah satu cerminan dari pasar tradisional. Di dalam pasar tradisional memang terjadi banyak kendala bagi masyarakat untuk berbelanja, membuat kota sangat jelek dengan keberadaannya yang tidak teratur karena pasar tradisional banyak di pinggiran jalan raya sehingga sering membuat kemacetan. 3. Pasar tradisional juga sangat diperlukan masyarakat dimana kalau pasar ini dikembangkan dan dilestarikan dengan baik dapat juga membantu usaha yang ada dalam masyarakat yang memacu dalam pendapatan masyarakat luas, kalau pendapatan masyarakat bertambah maka pendapatan daerah pun bertambah. Bagaimanapun kondisinya, ada sejumlah alasan konsumen tetap memilih pasar tradisional. Di antaranya alasan budaya, sejarah, mudah dijangkau, harga bisa ditawar atau diutang lebih dahulu, rasa kekeluargaan yang cukup tinggi, tidak seboros berbelanja di pasar modern, bahkan menawarkan peluang usaha dan pekerjaan. Inilah sisi positif yang tidak lepas dari potensi sosial, budaya, dan ekonomi yang telah mengakar. Pasar tradisional di negeri ini tidak terlepas dari sejarah dan budaya nenek moyang kita. Namun, seiring perubahan gaya hidup konsumen, pasar tradisional semakin termarginalkan. 4. Sejumlah kelebihan ditawarkan pasar modern. Harga lebih murah, diskon, hadiah, jaminan kualitas, tampilan menarik, dan kemudahan akses informasi produk. Ditunjang fasilitas lain sebagai alternatif hiburan bagi pembeli, seperti tempat bermain, tempat jajan, maka akan menarik konsumen. Di sisi lain, ketidaknyamanan, seperti lorong penuh dagangan, bau pengap, tempat kotor, bahkan harga lebih tinggi, sering dijumpai di pasar tradisional. Inilah sebagian pemicu ditinggalkannya pasar tradisional. Lantas, apa yang harus dibenahi
Universitas Sumatera Utara
agar pasar tradisional dapat bersaing. Ditengah cengkraman pasar modern terhadap pasar tradisional pemerintah harus membuat kebijakan yang bijak untuk pertumbuhan kedua pasar dengan cara mengatur jarak antara pasar modern dengan pasar tradisional dan mengatur jenis-jenis produk apa yang akan di jual di kedua pasar 5. Program Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk membangun iklim ekonomi dinilai masih ‘mendukung’ para investor yang bermodal besar. Akibatnya, pelaku-pelaku usaha kecil yang bermodalkan minimal menjadi tersingkirkan. 6. Pemerintah tengah melirik empat kawasan potensial untuk dijadikan lokasi pembangunan pasar tradisional baru. Kawasan tersebut ialah Johor, Marelan, Medan Selayan dan Pasar Melati.“Dipilihnya kawasan Johor karena pertimbangan jumlah penduduk yang banyak. Kemudian di Jalan Denai agar tingkat kemacetan di Sukaramai berkurang. Di Marelan, diharapkan ada pasar buat para nelayan dan di kawasan Selayang, untuk pengembangan pasar Melati di sana. 7. Penambahan pasar tradisional baru diharapkan menjadi salah satu solusi mengatasi tingginya tingkat kemacetan dan kesemrawutan di sekitar wilayah pasar. Selain itu, beberapa alasan lain dijadikan pertimbangan perlunya penambahan pembangunan pasar tradisional baru di sejumlah kawasan tersebut. 8. Di Medan terdapat 52 pasar tradisional yang dikelola PD Pasar. Jumlah ini termasuk pasar tradisional yang tak punya pembangunan fisik penampungan serta pasar yang sudah eksis dengan total kios 20.327 pekerja (termasuk di sektor formal dan informal). Terbanyak kios, stan, los daging berada di Pusat
Universitas Sumatera Utara
Pasar yakni 2.560 kios disusul Pasar Petisah 2.409 unit dan Helvetia 1.142 unit. 9. Kebersihan sepertinya menjadi persoalan. Sampah-sampah mudah ditemukan di sekitar pasar, sehingga menimbulkan aroma tak sedap. Atas dasar permasalahan di atas, maka penulis memilih judul : “Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan” 1.2.Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran Relokasi (Pusat Pasar) Medan? 2. Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan ? 3. Masalah apa saja yang terjadi dalam Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan? 1.3.Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui gambaran Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan” 2. Untuk mengetahui Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan 3. Untuk mengetahui masalah apa saja yang terjadi dalam Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan”
1.4.Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat peneltian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1.Manfaat Teoritis
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi pengembangan bidang ilmu sosial masyarakat dan kajian tentang Persepsi Masyarakat khususnya pedagang dan Rencana Relokasi (Pusat Pasar). 1.4.1.Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan agar penulis dapat meningkatkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah tentang Persepsi Masyarakat Terhadap, sehingga hasilnya dapat bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya dan Pemerintah serta masyarakat.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara