BAB I PENGANTAR
1.1
Latar Belakang Perkembangan terorisme di Negara Indonesia pada akhir-akhir inidapat
dikatakan sebagai hal yang memprihatinkan, karena hampir setiap tahun pasti ada saja aksi-aksi terror yang selalu memakan korban baik korban luka-luka maupun korban tewas. Kegiatan para teroris yang meresahkan masyarakat memaksa masyarakat untuk lebih waspada bila berada di suatu tempat yang dirasa mencurigakan.Keresahan
dan
kewaspadaan
tersebut
sedikit
banyak
mempengaruhi pola kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.Hal tersebut menimbulkan banyak akibat bagi kehidupan bangsa, dari hal tersebut rasa nasionalisme dari para generasi mudapun mulai dipertanyakan karena seringkali pada kenyataannya para teroris selalu merekrut anak-anak muda yang masih labil untuk dijadikan sebagai kurir maupun pelaku aksi terror yang meresahkan masyarakat. Menurut Buku Definition of Terrorism under U.S. Law, United States Law Code dan The Anti Terrorism Act,Departement of Justice, Canada, 2008 disebutkan sebagai berikut: “Kelompok teroris didefinisikan sebagai suatu kelompok atau sub kelompok yang memiliki tujuan atau aktifitas untuk memfasilitasi atau melaksanakan tindakan pidana terorisme”.(Departement of Justice, Canada, 2008)
Bila membahas kelompok teroris, makatidakterlepasdaripembahasan dari empat istilah penting yang saling berkaitan yaitu terorisme,teror,kelompok teroris
1
2
dan aksi terorisme. Selama ini banyak definisi yang disampaikan oleh para penstudi tentang terorisme, sehingga dengan keberagaman definisi tersebut maka belum ada definisi yang universal tentang terorisme. Seorang ahli bidang politik dan terorisme yang bernama A.Schmid (1983), dalam bukunya yang berjudul Political Terrorism: A Research Guide to Concepts, Theories, Data Bases and Literature, menyampaikan definisi terorisme sebagai berikut: “A method of combat in which random or symbolic victims become targets of violence. Through the previous use of violence, other members of a group are put in a state of chronic fear (terror)” (A.Schmid, 1983)
Definisi ini mengartikan bahwa sebuah metode pertempuran yang dapat menimbulkan korban acak atau simbolis menjadi sasaran kekerasan, yangmelalui penggunaan kekerasan tersebut agar anggota kelompok sasarandimasukkan ke dalam keadaan takut kronis. Definisi lain disampaikan oleh Pemerintah Amerika Serikat (1984) dalam bukuUS Army Operational Concept for Terrorism Counteraction,bahwa terorisme sebagai: “The calculated use of violence or threat of violence to attain goals that are political, religious or ideological in nature through intimidation, coercion or instilling fear”.(US Army, 1984)
Keterangan di atas mengartikan bahwa kelompok teroris merupakan kelompok pengguna kekerasan dengan tujuan menimbulkan ketakutan dalam usahamencapai tujuan politis. Lalu, yang dimaksud dengan teror, menurut Schmid, Alex Peter, Albert J.Jongman (1974) dalam bukunya Political terrorism: a new guide to actors, authors, concepst, data bases,danJenkins, Brian (1985) dalam buku Terrorism and Beyond, menyampaikan bahwa teror sebagai berikut:
3
“Teror adalah suatu usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Maka kelompok teroris menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut kepada non kombatan dengan cara-cara yang tidak sah dan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan politik”. (Jenkins, Brian, 1985). Di Indonesia sendiri definisi terorisme terdapat dalam Peraturan Pemerintah
Pengganti
Undang-Undang
No.
1
Tahun
2002
Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang selanjutnya ditetapkan sebagai Undang-Undang No 15. Tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, Menjadi Undang-Undang. Pada Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyatakan bahwa Tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.Kemudian definisi terorisme tersebut diperjelas dalam pasal 6 dan pasal 7 Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tersebut. Penjelasan Pasal 6 Perpu Nomor 1 Tahun 2002 dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut : “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun”. (Setneg, 2002)
Selanjutnya, pada pasal 7 Perpu Nomor 1 Tahun 2002, orang yang dapat dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme adalah:
4
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup”.(Sekretariat Negara, 2002) Pada kenyataannya aksi terorismemerupakan bentuk kejahatan baru dan berkembang pesat sejak peristiwa 11 september 2001 di kota New York, Amerika Serikat. Sejak kejadian itulah aksi terorisme telah menimbulkan ketakutan global karena menimbulkan korban jiwa dan material yang cukup parah. Di Indonesia sejak terjadinya Bom Bali–I tanggal 12 Oktober 2002 yang menyebabkan korban cukup besar, dengan adanya Bom Bali tersebut ternyata terbukti bahwa jaringan terror di Indonesia berkaitan langsung dengan jaringan terorisme Internasional. Pemerintah Indonesia menyatakan perang terhadap aksi terorisme dan segera mengambil langkah nyata dengan mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dan Perpu No. 2 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme bom di Bali, dan dengan tegas menyatakan terorisme sebagai ancaman nyata yang merupakan kejahatan kriminal luar biasa (extraordinary crime), kejahatan terhadap kemanusiaan, juga ancaman terhadap keamanan nasional. Kejadian-kejadian aksi terorisme selanjutnya, seperti disampaikan dalam Wikipedia Indonesia. Disebutkan bahwa
kejadian aksi
terorisme pada Tahun 2001, antara lain: “Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. di Kawasan Kalimalang, Jakarta Timur, 5 orang tewas.Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom meledak di kawasan
5
Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera.Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak.Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS), Pejaten”. (www.wikipedia Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013) Berita ini mengartikan bahwa suatu kejadian berturut-turut dimulai dari Ibukota RI Jakarta pada minggu keempat bulan Juli, dilanjutkan tetap di JakartapadamingguyangsamabulanSeptember,dampakkejadianyangmembawakorb antotal 11 jiwa di Jakarta berakibat pada ketakutan masyarakat di tingkat nasional. Disebutkan pula bahwa kejadian aksi terorisme pada Tahun 2002, antara lain: “Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat nanas meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa.Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.Bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka”. (www.wikipedia Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013) Hal inimemberitahukan bahwa suatu kejadian aksi terorisme yang diawali pada awal tahun di Ibukota RI Jakarta tepatnya pada tanggal 1 bulan Januari, sudah cukup membawa dampak ketakutan masyarakat di tingkat nasional. Bahkan hal itu merupakan kejadian yang direncanakan dengan sasaran Bali sebagai pusat perhatian dunia. berikut :
Kejadian pada Tahun 2003, disebutkan sebagai
6
“Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa.Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak di area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan.Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka”. (www.wikipedia Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013) Berita ini menjelaskan bahwa suatu kejadian berturut-turut dimulai dari pusat markas Polri di Ibukota Jakarta sampai dengan sasaran pokok Bali telah mengindikasikan bahwa teroris sangat berani, dan telah mencoba kesiapan aparat keamanan sebelum melaksanakan terror bom di JW Marriott, dampak kejadian tersebut membawa korban total 11 jiwa dan 152 luka berat dampaknya bagi masyarakat ibukota.
Selanjutnya demikian juga pada kejadian pada Tahun 2004,
disebutkan sebagai berikut : “Bom Palopo, 10 Januari 2004. Menewaskan 4 orang. (BBC). Bom Kedubes Australia, 9 September 2004.Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI. (Lihat pula: Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004).Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004”.(www.wikipedia Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013)
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, berita ini menggambarkan bahwa ternyata tidak hanya di Ibukota saja kejadian terror, biasanya juga akan segera diikuti terjadi ditempat lain dampak kejadian pada tahun ini membawa korban total 9 jiwa di Jakarta berakibat pada ketakutan bagi masyarakat daerah dan Ibukota. Kejadian pada Tahun 2005, disebutkan sebagai berikut :
7
“Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005.Bom Tentena, 28 Mei 2005. 22 orang tewas.Bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat, tidak ada korban jiwa.Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.Bom Pasar Palu, 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang”.(www.wikipedia Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013)
Demikian juga pada tahun 2005 ini seperti kejadian-kejadian sebelumnya, beritaini menjelaskan bahwa kejadian dimulai dari daerah luar Jawa,juga termasuk terror di Bali kembali terjadi, dampak kejadian pada tahun tersebut membawa korban total 44 jiwa dan 102 luka-luka yang berakibat pada ketakutan bagi masyarakat di daerah-daerah.
Selanjutnya Tahun 2006 sampai dengan Tahun
2008tidak ada kejadian aksi terorisme. Lalu, kejadian pada Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2010, disebutkan sebagai berikut: “Bom Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul 07.50 WIB.Tahun 2010:Penembakan warga sipil di Aceh Januari 2010.Perampokan bank CIMB Niaga September 2010”.(www.wikipedia Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013)
Demikian juga pada tahun 2009 dan tahun 2010, seperti kejadian-kejadian sebelumnya, yangmengartikan bahwa kejadian dimulai dari daerah pusat Ibukota Jakarta, total korban 9 orang tewas, dampak kejadian masyarakat ibukota menjadi was-was sekaligus ketakutan.
Lalu, kejadian pada Tahun 2011 sampai dengan
Tahun 2012, disebutkan sebagai berikut:
8
Tahun 2011: “Bom Cirebon, 15 April 2011. Ledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebon saat Salat Jumat yang menewaskan pelaku dan melukai 25 orang lainnya.Bom Gading Serpong, 22 April 2011. Rencana bom yang menargetkan Gereja Christ Cathedral Serpong, Tangerang Selatan, Banten dan diletakkan di jalur pipa gas, namun berhasil digagalkan pihak Kepolisian RI.Bom Solo, 25 September 2011. Ledakan bom bunuh diri di GBIS Kepunton, Solo, Jawa Tengah usai kebaktian dan jemaat keluar dari gereja. Satu orang pelaku bom bunuh diri tewas dan 28 lainnya terluka. Tahun 2012:Bom Solo, 19 Agustus 2012. Granat meledak di Pospam Gladak, Solo, Jawa Tengah. Ledakan ini mengakibatkan kerusakan kursi di Pospam Gladak. Tidak ada korban jiwa. (www.wikipedia Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013) Kejadian demi kejadian yang dapat ditampilkan oleh Wikipedia Indonesia tersebut masih ditambah dengan penyampaian kejadian belakangan ini Tahun 2013 yang disampaikan oleh, www.kompas.com, sebagai berikut: “Bom bunuh diri di Mapolres Poso, Sulawesi Tengah, pada Senin tanggal3 Juni sekitar pukul 08.00 Wita terjadi dalam dua kali ledakan, yang pertama ledakan kecil dan yang kedua ledakan besar yang menghancurkan tubuh korban dan sepeda motor yang digunakannya.(http://cetak.kompas.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013) Bila melihat kejadian kejadian tersebut di atas, maka bagi bangsa Indonesia sudah selayaknya masalah aksi terorisme menjadi masalah nasional yang perlu dicermatidan ditangani serius, dengan adanya konsekwensi dari hal tersebut maka menjadi wajar bila seluruh komponen bangsa dan negara dengan memanfaatkan seluruh potensi kekuatan nasional, yaitu
intelejen, politik,
diplomasi, ekonomi, penegakan hukum, dan informasi, serta Polri dan TNIsesuai fungsi masing-masing secara optimal dapat dikerahkan untuk mencegah aksi terorisme tersebut. Salah satu bagian dari TNI, TNI AD merupakan instrument negara di bidang pertahanan, yang dalam pelaksanaan tugas pokoknya melalui Operasi
9
Militer Untuk Perang(OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Pada tugas OMSP meliputi 14 tugas, salah satu tugasnya adalah mengatasi aksiterorisme secara bersama sama dengan seluruh komponen bangsa. Lalu, landasan hukum bagi TNI AD dalam melaksanakan perannya sesuai UU No. 34 Tahun2004 yang merupakan landasan pembentukan Doktrin TNI serta dijabarkan ke dalam Doktrin TNI AD yaitu Kartika Eka Paksi, menjelaskan bahwa peran TNI AD sebagai alat negara di bidang pertahanan di darat dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara, yaitu sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, keselamatan bangsa, serta pemulih terhadap
kondisi keamanan negara di darat yang terganggu akibat
kekacauan keamanan. Sementara itu, bila dilihat padaBukuPedomanTNIADDalam Penanganan Terorisme,Mabesad (2009), dalam pembahasannya menyampaikan bahwa: “Dalam merealisasikan tugas pokok tersebut TNI AD melaksanakan tugas-tugas TNI matra darat di bidang pertahanan yaitu dengan melakukan Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).Di dalam pelaksanaan Operasi Militer Selain Perangyang salah satunyaadalah mengatasi aksiteror yang diuraikan di dalam strategi pertahanan negara bahwa aksiteror bukan semata-mata kejahatan biasa dan tidak dapat ditangani dengan cara-cara kriminal biasa serta dilakukan tanpa memandang tempat dan waktu. Sehingga dalam perspektif TNI AD aksiterorisme disamping sebagai ancaman nonmiliter juga merupakan ancaman militer yang akan bersinggungan dengan keutuhan, kedaulatan dan keselamatan bangsa”. (Mabesad, 2009) Pedoman ini mengartikan bahwa
TNI AD dapat digunakan untuk
mengatasi aksi terorisme dengan mengerahkan semua kemampuan (Intelijen, Tempur, Teritorial dan Dukungan) yang dimiliki TNI AD.Dalam konteks ini
10
perlu aktualisasi dan optimalisasi peran TNI AD dalampenanggulangan terorisme dengan membuat regulasi yang mengaturpenanggulangan terorisme dan keterpaduan aksi sesuai tugas dan tanggungjawab seluruh instansi terkait serta didukung
peran
aktif
masyarakat (pelibatansecara aktif seluruh sektor
pemerintahan dan swasta dalam strata pemerintahpusat dan daerah). Seiring dengan berkembangnya spektrum ancamanterorisme secara luas, baik dari aspek aktor, aspek sumber (origin), aspekbentuk, metode/modus operandi, dan sasaran maupun tujuan aksinya,ancaman serius terorisme menuntut respons aktif dalam skala nasional melaluiadanya suatu kerjasama dan keterpaduan berbagai pihak yang memilikikemampuan dan kewenangan dalam penanggulangan terorisme. Upayapenanganan aksiterorisme tidak hanya dilakukan setelah terjadinya suatu
aksi,namun
harus
dilaksanakan
semaksimal
mungkin
secara
preventif/sebelum aksiteror tersebut dilakukan. Oleh karena itu, negara membutuhkan sebuahkebijakan dan strategi penanganan terhadap aksi terorisme nasional yang didasari oleh suatuproduk hukum di bidang Keamanan Nasional dan produk hukum yang spesifik ditujukan untuk menangkal seluruh spektrum terorisme sebagai upaya strategismengatasi masalah teror di Indonesia secara integratif dan berkelanjutan. Pada bagian lain pada buku Pedoman Penanganan Terorisme tersebut juga disebutkan sebagai berikut: “Penanganan terorisme di Indonesia harus dilakukan dengan tiga prinsip kunciyaitu sentralisasi, koordinasi, dan spesialisasi. Sehingga tujuan akhir darikebijakan, strategi, dan operasionalisasi penanganan terorisme nasional padahakikatnya adalah untuk memberikan jaminan keamanan dan melindungikepentingan masyarakat, bangsa dan negara Republik Indonesia”. (Mabesad, 2009)
11
Hal tersebut diatas mengartikan bahwa tiga prinsip kunci merupakan bagian implementasi dari kebijakan, strategi dan operasionalisasi penanganan aksi terorisme nasional. Berangkat dengan pertimbangan bahwa aksi terorisme tidak memandang wilayah sasaran,dengan kondisi masyarakat sekarang ini bila mengetahui ada hal-hal asing yang masuk lingkungannya seharusnya segera mengambil tindakan dengan melaporkan kepada aparat terdekat namun pada kenyataannya kesadaran untuk segera melaporkan keaparat terdekat masih sangat rendah.Dengan demikian, maka dalam konteks inilah maka pentingnya peran Babinsa dalam proses terciptanya masyarakat yang sadar akan keamanan dan peka terhadap lingkungannya menjadi sangat pentingmelalui deteksi dini dan mencegah hal-hal negatif yang mungkin muncul. Dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya, paraBabinsaantara lain berusaha untuk membentuk jaringan mitra Babinsa di kelurahan-kelurahan. Mitra Babinsa itulah yang diharapkan menjadi ujung tombak deteksi dini dan upaya pencegahan, Babinsa dan para mitranya itu bisa setiap saat melaporkan setiap informasi yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan, kondisi ini tentunya perlu didukung sejauh mana tingkat pemahaman, tingkat kepedulian dan tingkat kemampuan Babinsa dalam kegiatan deteksi dini, agar dapat membantu mencegah terorisme, maka akan tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan keberhasilan maupun kendalanya mulai dari tingkat keamanan diwilayahnya, komitmen
dan
kesadaran
masyarakatnya untuk berpartisipasi,
kapasitas
kelembagaannya serta bentuk kerjasamanya dalam upaya mencegah terjadinya terorisme.
12
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat di rumuskan
masalahperan Babinsadi wilayah Kodim 0618/BS Kota Bandungdengan pembatasan meliputi : Kondisi obyektif
dari peran Babinsa dalam kegiatan
deteksi dini, tentang pemahaman, kepedulian dan kemampuan Babinsa serta mampu mengidentifikasifaktor yang dapat mendukung kegiatan deteksi dini yang menentukan keberhasilan dan kendala dalam membantu pencegahan dan penanggulangan terorisme,meliputi tingkat keamanan, komitmen dan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasidalam membantu pencegahan terorisme dan kapasitas kelembagaan maupunkerjasama penanganan antar pihak terkait, serta menemukan strategi mengoptimalkan peran Babinsa dalam deteksi dini, agar dapat membantu pencegahan terorisme melalui, pembinaan rutin aparat terkait, peningkatan kapabilitas lembaga dan keterpaduan penanganan Perumusan masalah akan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 1.2.1
Bagaimana
peran
Babinsa
dalam
kegiatan
deteksi
dini
guna
pencegahanaksi terorisme? 1.2.2
Apa kendala peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini guna pencegahan aksi terorisme?
1.2.3
Bagaimana upaya optimalisasi untuk meningkatkankan peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini gunapencegahan aksi terorisme di wilayah Kodim 0618/BS Kota Bandung?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Tujuan penelitian adalah sebagai berikut : Pertama, Mengetahui peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini guna pencegahan aksi terorisme. Kedua,
13
Mengatasi
kendala
peran
Babinsa
dalam
kegiatan
deteksi
dini
gunapencegahanaksi terorisme.Ketiga, Merumuskanupaya optimalisasi peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dinigunapencegahanaksi terorisme. 1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini; Pertama, secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengembangan pembinaan peran Babinsa; Kedua, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menemukan model atau format strategi yang mampu mengelola peran Babinsa pada kegiatandeteksi dini guna pencegahanaksi terorisme di Kota Bandung. 1.4
Keaslian Penelitian Penelitian ini adalah suatu kegiatan untuk menentukan format atau model
tentang peningkatan peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini gunapencegahan aksi terorisme. Selanjutnya penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari hasil penelitian sebelumnya oleh lembaga TNI AD, sehingga ke depan di harapkan akan dapat suatu formatpeningkatan peran Babinsadalam kegiatan deteksi dini gunapencegahanaksi terorisme di wilayah Kota Bandung.
1.5
Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini menggunakan sistematika melalui pendekatan
empirisberdasarkan pengamatan dan penelitian dilapangan serta penyertaan studi kepustakaan dari aturan hukum dan data data penunjang yang dibutuhkan dengan pembatasan di wilayah Kodim0618/BSKota Bandung, dengan tata urut:penulisan dibagi dalam 7 (tujuh) bab yaitu sebagai berikut:
14
Bab I,Pengantar, yang disusun dengan pembahasan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, sistematika penulisan. Selanjutnya Bab II menjelaskan tentang Tinjauan Pustaka dan Landasan teori, dengan tinjauan terorisme menurut Sekarwani Djelantik, Silvester Ule, Hendropriyono, Ali Masyhar, Wawan H Purwanto, Sarlito Wirawan.
Teori
meliputi teori peran, teori deteksi dini, teori aksi terorisme. Bab III menjelaskan tentang metode penelitian, dibahas dibahas meliputi tipepenelitian, instrument penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data,tempat lokasi penelitian,pengecekan kesahihan data, dan teknik analisis data. Bab
IV,memberikan
penjelasan
Kondisi
umum
wilayah
Kodim
0618/BSKota Bandung, ditinjau dari faktor Geografi, Demografi, Kondisi Sosial dan BudayaMasyarakat, serta bagaimana kondisi Pertahanan dan Keamanannya. Selanjutnya padaBab V,menjelaskan tentang bagaimana perandalam kegiatan deteksi dini guna mencegah aksi terorisme, yang ditinjau dari pemahaman Babinsa pada aksi terorisme, faktor kepedulian Babinsa dan faktor kemampuan Babinsa Bab VI, menjelaskan tentang bagaimana kendala Babinsa dalam kegiatan deteksi dini ditinjau dari Babinsa meliputi: faktor keamanan lingkungan, faktorkomitmen dan kesadaran masyarakat, faktor tingkat kapasitas kelembagaan, faktor tingkat kerjasama penanganan, serta dari masyarakat melalui mitra karibmeliputi: faktor tingkat pemahaman masyarakat, faktor tingkat peran aktif masyarakat, faktor tingkat keterpaduan penanganan
15
Pada Bab VII,evaluasi bagaimana menentukan peningkatan peran berupa kibijakan, strategi dan upaya peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini gunapencegahan aksi
terorisme, dihubungkan dengan lingkungan masyarakat
yang meliputi tingkat keamanan dilingkungan wilayahnya, komitmen dan kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi, selanjutnya kapasitas kelembagaan Babinsa dan kerjasama penanganan antar pihak terkait. Selanjutnya
Bab
VIIIadalah
penutup
yang
menjelaskan
tentang
kesimpulan yang berisi tentang penjelasan dari bab-bab yang telah diuraikan, dan rekomendasi yang diperlukan gunameningkatkan peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini,yang berupapembinaan terprogram di lingkungan masyarakat, serta aktualisasi kerjasama antar aparat terkait dan masyarakat.