BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini, yaitu: 1. Tahapan dan Bentuk Gerakan Lingkungan di D.I Yogyakarta dan Bandung sesuai dengan teori New Social Movement Penelitian ini menemukan bahwa keenam gerakan lingkungan di Yogyakarta dan Bandung yang diteliti dalam proses pembentuknnya melalui keempat tahap pembentukan gerakan lingkungan, yaitu tahap kemunculan, tahap bergabung (koalisi), tahap formalisasi, serta tahap hasil. Kemunculan gerakan lingkungan diawali dengan keresahan salah satu warga terhadap isu lingkungan mendorongnya untuk membentuk gerakan lingkungan. Keenam gerakan lingkungan (KOPHI Yogyakarta, Greeneration Indonesia Assosiation, Bank Liran, Bank Sampah Griya Sapu Lidi, Bank Sampah Lintas Winongo, serta Paguyuban Sampah Sukunan Bersemi) dalam proses pembentukannya sesuai dengan Teori New Social Movement dimana hal tersebut ditunjukkan dengan strategi, tujuan, medan dan area serta aktor yang ada dalam keenam gerakan lingkungan. Pada bentuk gerakan lingkungan, peneliti menemukan bahwa keenam gerakan ini terbagi menjadi dua bentuk, yakni the public environmental movement (gerakan lingkungan publik), serta the organized or voluntary environmental movement (gerakan lingkungan yang terorganisir atau gerakan sukarela). KOPHI Yogyakarta serta Greeneration Indonesia Association termasuk dalam the organized or voluntary environmental movement (gerakan lingkungan yang terorganisir atau gerakan sukarela) karena memenuhi kriteria yang dicirikan dalam bentuk tersebut, sedangkan keempat gerakan lingkungan lainnya yaitu, Bank Liran, Bank Sampah Griya Sapu Lidi, Bank Sampah Lintas Winongo serta Paguyuban Sampah Sukunan Bersemi termasuk dalam yakni the public environmental movement (gerakan lingkungan publik).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan Gerakan Lingkungan di Indonesia Pada temuan yang ditemukan oleh peneliti, keenam gerakan lingkungan berhasil melakukan program dan kegiatan secara konsisten sehingga mampu bertahan hingga saat ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan gerakan lingkungan di Indonesia merupakan sumber daya internal gerakan tersebut, antara lain; a) Kepercayaan, dimana keenam gerakan lingkungan ini berupaya membangun kepercayaan antar anggota atau masyarakat serta pada pihak yang turut bekerjasama. Keenam gerakan lingkungan mengalami kesulitan dalam membangun kepercayaan, terutama kepercayaan internal; b) Jaringan sosial, pada keenam gerakan lingkungan ini dibangun jaringan baik jaringan internal maupun jaringan eksternal. Jaringan eksternal dibangun dengan melakukan kerjasama dari berbagai pihak, yaitu pemerintah, masyarakat, swasta, media, serta akademisi; c) Konsistensi, pada temuan dilapangan menyatakan bahwa keenam gerakan lingkungan ini memiliki konsistensi yang sama dimana mereka melakukan program dan kefiatan secara rutin dan terus menerus. Beberapa mengalami kesulitan membangun konsistensi anggota gerakan; d) Tindakan proaktif, pada temuan di lapangan keenam gerakan ini membangun hubungan sosial pada masyarakat sehingga harapannya dengan hubungan yang baik maka partisipasi masyarakat akan meningkat. 3. Aplikasi Teori New Social Movement pada Gerakan Lingkungan di D.I Yogyakarta dan Bandung Pada keenam gerakan lingkungan di D.I Yogyakarta dan Bandung yang diteliti, dapat disimpulkan bahwa keenam gerakan lingkungan tersebut mengaplikasikan Teori New Social Movement. Keenam gerakan lingkungan yang diteliti memenuhi empat kriteria Gerakan Sosial Baru, antara lain: 1) Ideologi dan tujuan yang dibangun oleh keenam gerakan lingkungan fokus terhadap perubahan kultur dan pola pikir masyarakat terhadap lingkungan serta berupaya untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan yang terjadi di
masyarakat. Hal tersebut berbeda dengan Gerakan Sosial Klasik yang ideologi dan tujuannya difokuskan pada kepentingan ekonomi-material bukan kondisi sosial. 2) Taktik dan pengorganisasian yang dibentuk dan disusun oleh keenam gerakan lingkungan di D.I Yogyakarta dan Bandung pada umumnya sesuai dengan Gerakan Sosial Baru dimana tidak lagi mengikuti model pengorganisasian serikat buruh dan model politik kepartaian, melainkan fokus terhadap perubahan pada masyarakat dan menyelesaikan masalah lingkungan. Pada keenam gerakan lingkungan muncul inovasi-inovasi pengelolaan sampah secara mandiri dan kampanye melalui media sosial dalam upaya penyelesaian masalah lingkungan. 3) Partisipan dan aktor dalam keenam gerakan lingkungan berasal dari kalangan masyarakat biasa, akademisi, pemuda, mahasiswa dan macam-macam profesi, terutama pada keempat gerakan, yaitu Bank Liran, Bank Sampah Griya Sapu Lidi, Bank Sampah Lintas Winongo, serta Paguyuban Sampah Sukunan Bersemi justru partisipannya didominasi oleh ibu rumah tangga. Pada keenam gerakan lingkungan partisipan dan aktor tidak terkotak-kotakkan seperti pada gerakan sosial klasik dimana ada golongan kaum proletar, kaum petani dan buruh. Pada keenam gerakan lingkungan sebenarnya juga terdapat partisipan dari unsur kelas menengah lama, yaitu petani dan buruh, namun yang membedakan dengan gerakan sosial lama adalah bahwa dalam gerakan lingkungan yang menganut Teori New Social Movement tidak ada sistem pengkotak-kotakan atas kelas, sehingga anggota keenam gerakan lingkungan diposisikan sama, yaitu sebagai masyarakat. Pada keenam gerakan lingkungan tersebut, keenamnya adalah gerakan independen yang muncul dan dibentuk oleh masyarakat itu sendiri, meskipun demikian keenamnya tidak menutup untuk bekerjasama dengan pihak lain antara lain pemerintah, swasta, akademisi, serta media. Keenam gerakan lingkungan memiliki keyakinan bahwa semakin banyak pihak yang membantu, maka tujuan dari gerakan lingkungan akan segera tercapai.
4) Medan dan area aksi keenam gerakan lingkungan masih sempit atau hanya berbasis lokal masyarakat sekitar saja. Hal tersebut sedikit berbeda dengan yang diuraikan oleh Teori New Social Movement dimana Gerakan Sosial Baru disebutkan bahwa medan dan area Gerakan Sosial Baru melewati batas region, dimana aksi dimulai dari aras lokal hingga internasional, sehingga terwujud menjadi gerakan transnasional. Hal tersebut menyebabkan strategi dan cara mobilisasi gerakan pun bersifat global. Untuk KOPHI Yogyakarta medan dan area sudah masuk ke ranah nasional dimana KOPHI juga dibentuk di beberapa daerah di Indonesia, begitupun dengan Greeneration Indonesia yang sudah melakukan kampanye ke seluruh Indonesia dengan membangun beberapa website yang dapat diakses. Berbeda dengan keempat gerakan lingkungan, yaitu Bank Liran, Bank Sampah Griya Sapu Lidi, Bank Sampah Lintas Winongo, serta Paguyuban Sampah Sukunan Bersemi yang skalanya masih lokal masyarakat sekitar saja. Meskipun medan dan area keenam gerakan lingkungan tidak sepenuhnya sesuai dengan yang diuraikan oleh Teori New Social Movement, namun untuk ranah atau isu yang dibangun adalah isu global, yaitu penyelesaian atau pengurangan degradasi lingkungan. Berdasarkan uraian diatas, melalui analisis tahapan dan bentuk pada enam gerakan lingkungan yang ada di D.I Yogyakarta dan Bandung dapat disimpulkan bahwa dalam peroses kemunculan, koalisi, formalisasi, serta hasil menunjukkan bahwa keenam gerakan lingkungan tersebut telah mengaplikasikan Teori New Social Movement, meskipun di beberapa hal terjadi perbedaan antara Gerakan Sosial Baru di Eropa dengan di D.I Yogyakarta dan Bandung. Keempat kriteria berupa, 1) Ideologi dan tujuan; 2) Taktik dan Pengorganisasian; 3) Partisipan dan Aktor; serta 4) Medan dan Area dapat menjelaskan bahwa keenam gerakan lingkungan tersebut merupakan Gerakan Sosial Baru yang berbeda dengan Gerakan Sosial Klasik. Keutamaan pada Teori New Social Movement dibandingkan dengan Teori Gerakan Klasik adalah bahwa pada Teori New Social Movement telah terjadi perbaikan sesuai dengan isu-isu yang berkembang di masyarakat, bukan sekedar isu ekonomi, melainkan isu-isu sosial yang berada di
masyarakat. Teori New Social Movement hadir sebagai bentuk perkembangan terkini dan konsep Gerakan Sosial Baru hadir untuk mengoreksi prinsip-prinsip, strategi, aksi ataupun pilihan ideologis yang digunakan gerakan sosial di masa sebelumnya. Meskipun demikian, baik Gerakan Sosial Klasik maupun Gerakan Sosial Baru memiliki dasardasar tujuan yang sama, yakni keinginan untuk melahirkan sebuah perubahan sosial sebagaimana dicita-citakan. Namun, sesuai dengan perkembangan zaman, kemunculan Gerakan Sosial Baru dianggap mengisi ruang-ruang kosong yang tidak terperhatikan oleh agenda-agenda gerakan sosial. 9.2 Rekomendasi Sebagai penutup dalam penelitian ini, maka beberapa rekomendasi berikut ini dapat penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan: a. Pemerintah dapat menjadikan keenam gerakan lingkungan yang diteliti menjadi embrio untuk mewujudkan partisipasi masyarakat. Terbentuknya gerakan lingkungan merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam upaya perwujudan dari kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya melakukan perubahan pada masyarakat yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka, artinya melalui partisipasi yang diberikan berarti benar-benar menyadari bahwa perlindungan terhadap lingkungan bukanlah sekedar kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah sendiri, tetapi juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan diperbaiki mutu hidupnya. Partisipasi yang terbentuk pada gerakan lingkungan ini adalah partisipasi terhadap upaya pemberdayaan masyarakat. Dalam perspektif lingkungan, pemberdayaan dimaksudkan agar setiap individu memiliki kesadaran, kemampuan, dan kepedulian untuk mengamankan dan melestarikan
sumberdaya
alam
dan
melakukan
pengelolaan
secara
berkelanjutan. b. Pemerintah dapat lebih sensitif dalam mengakomodasi permasalahan dan isu yang berkembang di masyarakat. Munculnya gerakan lingkungan menjadi tanda bahwa kebijakan lingkungan yang telah dilakukan oleh pemerintah
mengalami kegagalan. Oleh karena itu, perlu dibukanya ruang diskusi yang luas dengan masyarakat, pelibatan aktif masyarakat tidak hanya pada musyawarah bersama pembangunan, melainkan juga adanya diskusi tidak hanya pada tahap pelaksanaan program, namun lebih pada perumusan kebijakan. Pelibatan masyarakat tersebut dimaksudkan agar kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat. c. Alokasi anggaran/ hibah sosial untuk memfasilitasi gerakan lingkungan. Pada hasil penelitian ini, salah satu kendala pengembangan gerakan lingkungan adalah pendanaan. Gerakan lingkungan dapat melaksanakan program dan kegiatannya jika memiliki dana yang cukup. Persyaratan dari pemerintah yang rumit, terlebih dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal Pasal 298 ayat (5) membuat gerak gerakan lingkungan terbatas, terutama gerakan lingkungan yang dibentuk oleh pemuda seperti KOPHI Yogyakarta. Tiap gerakan lingkungan secara mandiri mencari dana untuk memfasilitasi gerakan serta mengembangkannya. Perubahan kebijakan menyebabkan pemerintah daerah tidak mampu memberikan bantuan berupa dana atau barang jika gerakan tidak memiliki status berbadan hukum. d. Dari sisi teori, pada hasil penelitian ini, keenam gerakan lingkungan di D.I Yogyakarta dan Bandung ini telah mengaplikasikan Teori New Social Movement. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu rujukan atau rekomendasi pada penelitian-penelitian gerakan sosial baru dan gerakan lingkungan selanjutnya.