BAB 6 TEKNOLOGI SAWAH DAN PERUBAHAN ORGANISAS1 SOSIAL 6.1. PERUBAHAN ORCANlSASl SOSIAL Hubungan teknologi sawah dengan perubahan organisasi sosial tidak seperti garis lurus. Banyak faktor yang ikut mempengaruhi terjadinya perubahan tersebut. Tetapi dalam studi ini dicoba menarik garis dengan unsur-unsur yang dianggap terkena perubahan dengan masuknya teknologi sawah. Dengan analisa jalur berbagai unsur yang mungkin mempunyai hubungan diuji dengan menggunakan uji-t. Dari hasil uji tersebut diperoleh unsur-unsur yang memiliki hubungan baik langsung maupun tidak langsung. Diantara teknologi dan kepemimpinan, unsur-unsur yang menghubungkannya adalah hubungan sosial, produksi, pendapatan, pembagian kerja, spesialisasi (Gbr. 5.3.). Teknologi sawah dikenalkan pada saat yang tepat yaitu terjadi kekosongan dalam salah satu pranata penting di masyarakat yaitu perang. Hilangnya perang, hilang pula peluang menjadi kain, terutama dari generasi muda. Suatu peryataan kelompok masyarakat dari Hitigima (Kecamatan Kurima) menyangkut dilarangnya perang: "Bila ridak ada lagi perang, lalu kami
h a m bagairnana? apa yang kami kerjakan?". Sedangkan kebun ubi secara adat adalah tanggung jawab perempuan (tanaman perempuan). Teknologi sawah menawarkan suatu kegiatan yang berbeda dengan kegiatan di kebun ubi. Berbeda dalam teknik bertani dan lebih intensif dibandingkan berkebun ubi. Hubungan
sosial dengan kepemimpinan menunjukkan kedekatan hubungan. Makin
meluas hubungan sosial, percepatan perubahan meningkat. Disarnping hubungan kedekatan antar unsur-unsur dalam organisasi sosial tersebut,
dalam perkembangan teknologi sawah terdapat
unsur tokohlorang yang mengintroduksi kepada masyarakat. Dari uraian sebelumnya dapat digambarkan hubungan antar unsur-unsur organisasi sosial dalam satuan:
\
/
Gbr. 6.1. Hubungan Antar Unsur-Unsur K,Hs, Pk terhadap Sawah dalam Satuan
Hubungan yang tergambarkan ini berbeda dengan hasil perhitungan analisa jalur. Karena perhitungan statistik saja belum dapat memberikan penjelasan terhadap proses perubahan yang terjadi. Perlu kajian lagi melalui wawancara dan kajian terhadap hubungan antar unsur-unsur lain. Tetapi hasil perhitungan statistik tersebut membantu untuk memberi gambaran tentang suatu peristiwa. Perbedaan terjadi pada pengaruh dari unsur pembagian kerja dan spesialisai terhadap kepemimpinan dalam kaitan dengan pengembangan sawah. Pengamatan dan wawancara tentang pandangan masyarakat menunjukkan bahwa spesialisasi belum dihargai oleh karenanya seharusnya tidak memiliki hubungan pengaruh. Tetapi dalam Gbr. 5.3., terdapat hubungan yang signifikan meskipun negatif. Pembagian kerja dalarn ha1 ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan, dari pengamatan menunjukkan bahwa pembagian kerja berpengaruh pada proses perubahan yang terjadi. Dimana pembagian kerja mendukung Kain (Gbr. 6.1 .). Sawah
Pk
. - - w 4 .A
\/
Upacara Mauwe: Kewburan
Keuwhan ------Kelompok
Kemajuan Kelompdc
Gbr. 6.2. Unsur-Unsur yang Berperan dalam Perubahan Organisasi Sosial Dahulu peran dan tanggung jawab laki-laki adalah di sektor sosial dan politik, keamanan dan pertahanan. Dengan hilangnya perang, maka peran sosial-politik ini tidak lagi menduduki posisi teratas dalam kehidupan sosial orang Dani. Tetapi tidak berarti telah hilang, karena bentuk konflik tetap ada meskipun berbeda yaitu sudah mengarah pada konflik ekonomi. Permasalahannya mencakup penggunaan lahan pertanian. Tetapi kadarnya tidak setinggi ketika perang masih berlangsung. Sehingga konflik-konflik yang terjadi dapat diatasi. Dengan sawah, laki-laki meniegang kendali bidang ekonomi. Karena hasil sawah lebih banyak diperuntukkan untuk pemenuhan kebutuhan pasar (dijual). Sedang wanita meskipun masih giat di kebun, tetapi terbatas pada pemenuhan kebutuhan keluarga (dukungan pangan).
Hipotesa 1, teknologi sawah akan merubah organisasi sosial masyarakat Dani di Tulern melalui perubahan unsur-unsur K, Pk, Hs, S, bila dapat memenuhi fungsi sosial dalam kesatuan sistem. Perubahan pembagian kerja, terjadi khususnya pada laki-laki Dani, tetapi bukan pembagian kerja yang mengarah pada keahlian khusus, melainkan masih dalam batasan menurut jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Perubahan terjadi pada jenis pekejaan laki-laki serta fungsinya dalam kesatuan sosial, yaitu dari mempertahankan kesejahteraan kelompok dengan menjaga keamanan menjadi meningkatkan kesejahteraan kelompok melalui peningkatan pendapatan hasil pertanian. Pembagian Kerja tradisional
//
\\
kebun-W +.......Lk-perang suplai pangan
Sawah-Lk +......,W-kebun suplai pangan
\\ J Kain , Hubungan Sosial
Gbr. 6.3. Perubahan Pembagian Kerja Dalarn hubungan sosial, sawah mendukung pengukuhan seorang kain baik yang ada maupun yang baru muncul. Diagram jalur menunjukkan bahwa makin meluas hubungan sosial, makin kokoh posisi seorang kaidpemimpin. Perubahan dalam bidang spesialisasi sebetulnya tidak terjadi. Tetapi dalam studi ini dikaitkan dengan pembagian kerja yang masih menerapkan sistem tradisional, yaitu berdasarkan jenis kelamin. Spesialisasi juga dikaitkan dengan pembagian tanaman laki-laki d m tanaman perempuan, kebun tetap menjadi tanaman perempuan sedang sawah menjadi tanaman laki-laki. Perubahan terjadi pada spesialisasi laki-laki, yaitu dari perang (kearnanan) menjadi sawah (eknomi). Perubahan kepemimpinan, juga tidak terjadi pada bentuk maupun pernbagiannya. Kepemimpinan masih terbagi kedalam dua sistem yaitu yang diwariskan (metek) dan karena prestasi (kain). Perubahan terjadi pada kain, yaitu pada kriteria untuk menjadi kain. dari ahli perang menjadi ahli dalam mengelola sawah. Kemampuan berbicara dan menjalin hubungan sosial tetap berlaku pada kriteria kain yang lama maupun yang baru. Karena keahlian bersawah saja belum menjamin seseorang dapat menjadi kain. Tetapi sesungguhnya perubahan terhadap kriteria kain sudah terjadi sebelum introduksi sawah. Bersamaan dengan memudarnya perang serta giatnya pemerintah melaksanakan pembangunan, kepandaian berbicara seseorang cukup membuatnya menjadi kain. Terutama sekali sebagai penghubung antara pemerintah dengan
kelompok masyarakatnya. Tetapi sejak masuknya sawah, di Tulem dan beberapa desa lain keahlian bersawah menjadi salah satu kriteria untuk menjadi kain benama-sama dengan kepandaian berbicara dan menjalin hubungan sosial. Proses perubahan dalam kepemimpinan kain akibat sawah dapat diuraikan dengan mengkaji proses yang terjadi melalui pengenalan peristiwa-peristiwa yang berulang dalam suatu proses. Kemudian disusun tahapan proses tersebut, ha1 ini dapat dilihat juga dari Tabel 5.2. Dari KEBUN perang
SAWAH mengolah sawah
aman dari musuh
ekonomi
pertahanan
kerjasama
pengakuan
pengakuan
pengukuhan
panutan
Gbr. 6.4. Proses Perubahan Kepemimpinan Kain Gbr. 6.4. dan Tabel 5.2. menggambarkan untuk menjadi kain selain kemampuan juga harus didukung oleh hubungan sosial yang mampu dijalin. Oleh karenanya dukungan pranata tradisional diperlukan. Selain itu terdapat pranata baru yang dapat memberikan dukungan dalam proses menjadi kain, yaitu gereja. Sehingga dapat digambarkan bahwa proses perubahan yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari pranata tradisional.
TRADISIONAL: HUB. SOS.,
BARU : CEREJA
Dalam penyebaran
teknologi sawah faktor hubungan sosial juga
mendukung
perkembangannya. Dalam kasus ini hubungan kekerabatan dan pertemanan menjadi faktorr utama dalam penyebaran teknologi sawah. Hubungan pertemanan di Tulem mendukung mudahnya penyebaran teknologi. Banyak kelompok tani yang bergabung atau memutuskan untuk membuka sawah adalah teman dari ketua kelompok atau anggota kelompok lain. Tabel 6.1. Hubungan Antar Kelompok STATUS
HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK (%) LUAR DESA
Teman Kerabatan karena perkawinan Kerabat sedarah
KERJASAMA EKONOMI & PENGETAHUAN
30
20
25
18.33
5
1.67
Hubungan kerabat juga mendukung terjadinya penyebaran. Juga penerimaan teknologi di desa Tulem karena didukung gereja. Pendeta yang mendukung memiliki hubungan kerabat dengan ketua kelompok, yaitu hubungan ami-kemenakan, ketua kelompok sebagai mi dari pendeta. Seorang ami bertangung jawab atas kemenakkanya, meiindungi dan membantunya dalam berbagai hal. Sebaliknya juga kemenakannya harus turut membantu mi, baik dalam permasalahan maupun kegiatan sehari-hari. Anggota kelompok atau kelompok-kelompok yang kemudian bergabung serta ikut membuka sawah, selain teman sebagian lagi adalah kerabat (Gbr. 5.1 .). Hubungan pertemanan terjalin hingga di luar batas desa. Seperti desa Usilimo. Aikima, Umpakalo, Walelagama, Siepkosi. Hubungan tersebut diperkuat dengan kerja sama di bidang pertanian misalnya, saling membantu penyediaan bibit, meminjam alat seperti terpal untuk menujemur dan lain-lain (Gbr. 5.2.). Hubungan seperti ini pada kebun ubi dikaitkan dengan adat pertukaran, seperti dalam upacara-upacara adat dan panen perdana kebun b a n . Tetapi hubungan seperti ini dibatasi oleh ikatan perkawinan (konfederasi) juga wilayah atau aliansi, dan terjadi beberapa tahun sekali. Sedang pada sawah, hubungan tidak lagi dibatasi konfederasi atau aliansi. Terutama karena sudah tidak ada perang. Batasannya sudah diperluas dengan dasar kerjasama ekonomi dan pertukaran pengetahuan. Contohnya hubungan antara Tulem dengan Usilimo, atau dengan Siepkosi, atau dengan Mulima, yang pada masa lalu adalah musuh (Gbr. 5.2.).
Perubahan unsur hubungan sosial, kepemimpinan, dan pembagian kerja pada akhirnya berakibat pada perubahan
organisasi sosial secera menyeluruh. Kasus Tulem menunjukkan
perubahan unsur-unsur tersebut berakibat pada perubahan organisasi sosial sebagai suatu sistem tetapi bukan perubahan bentuk organisasi sosial. Yang terjadi adalah perubahan dalam fungsi dan tujuan dari organisasi sosial tersebut. Tujuan telah bergeser pada tujuan untuk kemajuan kelompok melalui peningkatan kehidupan ekonomi. Hubungan dengan kelompok lain ditekankan pada kerjasama ekonomi dengan salaing membantu ataupun persaingan bagi kemajuan kelompoknya secara khusus dan lebih luas kemajuan bersama kelompok-kelompok tersebut. Dalarn organisasi sosial terdapat prinsip-prinsip utama bagi berlangsungnya organisasi sosial tersebut (Firth 1956: 75-79), yaitu koordinasi, pandangan kedepan, tanggung jawab, dan kompensasi dasar seperti penghargaan yang diberikan kepada seseorang yang berprestasi (resiprositas). Dengan prinsip-prinsip tersebut, suatu kelompok berjalan untuk mencapai tujuan bersama (Etzioni 1960: 79). Pada kasus Tulem perubahan terjadi pada tujuan dari organisasi sosial yang tidak lagi terbatas pada keamanan dari serangan musuh dengan menjalin hubungan dengan kelompok lain sebagai aliansi bagi pertahanan kelompok. Organisasi sosial memiliki kemampuan untuk memperkirakan peristiwa yang akan terjadi dalam situasi tertentu. Juga adanya tanggung jawab bagi kelangsungan organisasi sosial melalui keputusan menghadapi suatu situasi. Organisasi sosial memiliki kelenturan untuk berubah sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Memiliki kemampuan untuk memilih dan mengambil keputusan daiam aturan-aturan yang berlaku. Perubahan yang terjadi di Tulem menunjukkan suatu proses dimana suatu masyarakat berupaya bagi keberadaanya melalui penyesuaian nilai-nilai budaya lama dengan nilai-nilai budaya baru. Dari uraian ini menunjukkan bahwa sesungguhnya bukan teknologi yang merubah melainkan dimanfaatkan untuk menggantikan pranata tradisional (perang) yang hilang dalam kehidupan sosial orang Dani, terutama dalam memberikan peluang menjadikan seseorang, Kain. Mansoben & Walker (1990: 19-20) menyebut tipe kepemimpinan orang Ekari big muntrade yaitu kemampuan mengumpulkan kekayaan dan pengaruh melalui perdagangan dan
pemberian sumbangan. Pada orang Dani tipe kepemimpinan adalah big man-war, yaitu kepemimpinan melalui kemampuan perang, dengan diterimanya sawah kedalam sistem sosial masyarakat maka kpemimpinan orang Dani Tulem bergeser pada big man-agriculture. Karena melalui pertanian, keahlian mengelola lahan pertanian, menjadi ukuran seseorang menjadi kain. Secara khusus untuk Tulem adalah big man-rice field, karena tidak semua orang yang berhasil dalam pertanian diakui sebagai kain, berbeda dengan sawah. Dalam ha1 ini terdapat unsur waktu.
Introduksi sawah tyerjadi pada waktu yang tepat, dan dapat mengisi kekosongan dalam kepemimpinan kain. Hingga kini petani-petani yang berhasil dalam pengembangan pertanian lahan kering (sayuran dan palawija) belum memperoleh penghargaan hingga dapat dikatakan sebagai kain. Tetapi peluang untuk bergeser pada penilaian kemampuan di bidang pertanian lain masih besar, dengan dinamika masyarakat yang tinggi serta mulai meningkatnya fiekuensi dan kualitas hubungan dengan kelompok-kelompok lain. Sawah dapat megisi peluang kain yang kosong ini dengan menyesuaikan tujuan dan fungsinya kedalam sistem sosial yang berlaku. Seperti konflik yang tidak lagi berlanjut menjadi perang, melainkan telah bergeser menjadi persaingan bagi kemajuan kelompok. Sawah diterima tidak hanya untuk tujuan ekonomi, melainkan lebih pada keberadaan kelompok yang lebih maju, dikenal dan diakui melalui penerapan fungsi sawah kedalam peran laki-laki sebagai pemimpin. Studi Hubell di Mexico menyatakan bahwa menghadapi perubahan yang terjadi, maka nilai-nilai tradisional melakukan penyesuaian. Salah satu adalah interpenetrasi kembali nilai-nilai tradisional. Dalam kasus Tulem, ha1 ini terjadi pada nilai-nilai dalam kepemimpinan tradisional. Untuk mempertahankannya maka nilai-nilai tradisional tersebut di adaptasikan kedalam nilainilai baru. Artinya kemampuan yang menjadi penilaian bagi seorang pemimpin adalah nilai yang dipertahankan tetapi dalam bentuk yang baru yaitu bukan lagi kemampuan berperang atau mempertahankan diri melainkan kemampuan memajukan kelompok melalui peningkatan ekonomi. Dari kasus Tulem didapat gambaran bahwa sesungguhnya bukan teknologi sawah yang mendorong perubahan organisasi sosial. Melainkan kekosongan dalam kepemimpinan kain yang dapat diisi melalui kegiatan pertanian sawah. Karena kekosongan yang terjadi, mereka mencoba mencari penggantinya. Saat itu-lah sawah diperkenalkan, dan melihat peluang tersebut maka dengan cepat sawah masuk kedalam kehidupan mereka. Jadi sawah digunakan sebagai sarana atau jalan untuk mencapai posisi sosial yang diinginkan dimana dahulu diraih melalui perang. Tetapi sistem kepemimpinan Metek yang diwariskan tidak mengalami perubahan, perubahan terjadi pada cara seseorang memperoleh posisi Metek. Dan penilaian kemampuan pun sudah pula beralih pada kemampuan di bidang pertanian sawah. Perubahan yang terjadi di desa Tulem cukup cepat, dari mulai tahun 1991 hingga 1995 (Gbr. 5.4.). Selama lima tahun banyak yang terjadi, selain ditandai dengan meningkatnya jumlah anggota, luasan lahan sawah, pembagian kerja, konsep tentang kerja yang dahulu menunjuk pada berkebun (ubi) sekarang menjadi sesuatu yang menghasilkan. Hipotesa 2, teknologi sawah mendorong pada percepatan perubahan. Dalam kasus Tulem, dapat dinyatakan dalam kemajuan fisik desa Tulem, seperti jalan desa yang dahulu adalah
rawa, dibangun tahun 1992 dua tahun setelah kegiatan introduksi sawah. Juga saluran irigasi, gudang penggilingan serta RMU merupakan kemajuan fisik yang dicapai desa Tulem. Kondisi tersebut berakibat pada mobilitas penduduk yang makin meningkat, baik yang ke luar desa Tulem maupun yang datang ke desa Tulem dengan tujuan berdagang. Juga kelompok-kelompok tani yang ingin mempelajari teknik bersawah, membandingkan dengan kelompoknya. Atau berdatangannya buruh-buruh tani dari desa lain. Hal ini belum pernah terjadi dalam pertanian tradisional. Tenaga kerja yang datang pada suatu kelompok tani secara tradisional juga berlangsung, tetapi dalam bentuk yang berbeda. Seseorang dapat mengolah lahan di wilayah kelompok tani lain dengan seijin yang berhak atas lahan tersebut, dalam bentuk hak guna pakai. Dalam kegiatan sawah selain ijin mengolah lahan secara tradisional tersebut, ditambah dengan adanya buruhburuh tani dari desa lain. Kedatangan buruh tani ini merupakan upaya petani Tulem dalam mengatasi kurangnya tenaga kerja. Buruh tani seperti ini sebelumnya tidak dikenal, karena tenaga kerja pada kegiatan kebun ubi jalar biasanya dari kerabat dengan sistem hak guna pakai, bukan upah. Tabel 6.2. Matriks Perubahan KEPEMIMPMAN KONDlSl METEK diwarisk an
PEMBAGIAN KERJA 2
MOBILITAS SOSIAL A B C
KAIN 1 3 Sebelum ada Ahli perang : sawah 22 Kain Perang 25 63,2 11,8 38 Sesudah ada diwarisk Keahlian bertani: an sawah 32 Kain 34,9 13,9 51.2 28 Pembangunan 1 = laki-laki 3 = laki-laki dan wanita 2 = wanita A = konfederasi B = masalah ubi & adat C = konfederasi & diluar konfederasi
Pada awal penelitian diasumsikan, teknologi sawah mempengaruhi perubahan organisasi sosial masyarakat Dani di Desa Tulem melalui perubahan unsur-unsur organisasi sosial yang peka terhadap peubahan. Unsur-unsur tersebut adalah kepemimpinan, pembagian kerja atau spesialisasi dan hubungan sosial. Adapun anggapan bahwa peningkatan produksi serta peningkatan pendapat berpengaruh besar mengingat orang Dani bersifat material tidak terbukti. Memang pada awal peningkatan pendapat menarik petani untuk mencetak sawah. Tetapi kemudian ternyata tidak banyak berperan dalam peningkatan status sosial seseorang. Bila ekonomi yang menjadi ukuran, maka seharusnya hasil dari kebun sayuran dan palawija dapat
memberikan peluang yang sama seperti halnya sawah. Tetapi pada kenyataannya tidak demikian, padahal sayuran dan palawija jauh lebih dahulu dikenal dan merupakan komoditi pasar dengan nilai yang cukup tinggi. Hal ini dimungkinkan karena waktu introduksi kepada orang Dani tidak tepat, perang masih berlangsung, sehingga tidak dirasakan perlu untuk menggeser kain perang menjadi kain ekonomi atau pertanian melalui sayuran dan palawija. Gambar 5.9. menunjukkan bahwa sawah mendorong pada percepatan perubahan dibanding kebun. Sementara pengukuran percepatan perubahan lebih banyak dihitung dari segi ekonomi. Tetapi dari uraian-uraian sebelumnya perubahan sosial juga terjadi pada arah yang mendukung. percepatan perubahan melalui partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Sebagai suatu sistem perubahan unsur-unsur tersebut diperkirakan mendorong pada perubahan organisasi sosial sebagai sistem. Tetapi hasil studi menunjukkan perubahan bentuk i
tidak terjadi. Terutama pada sistem yang diwariskan (metek). Perubahan terjadi pada kriteria nilai yang diterapkan pada seorang pemimpin Kain tetapi lambat laun juga mulai mempengaruhi kriteria penilaian pemimpin Metek, yaitu keahlian atau penguasaan terhadap teknologi. Sebagai suatu sistem, perubahan organisasi sosial terjadi pada fungsi dan tujuan, sedang bentuknya tetap sama. Studi juga menunjukkan bahwa bukan teknologi sawah yang mendorong pada perubahan tersebut. Tetapi suatu kebutuhan dari masyarakat, dalam ha1 kebutuhan akan suatu peran bagi kaum laki-laki yang telah memudar bersama hilangnya pranata perang. Sawah merupakan peluang yang dimanfaatkan untuk kemudian merubah fungsi dan tujuan dari organisasi sosial, ha1 ini ditunjukkan pula oleh studi Hubell (1993: 11-12). Ini juga menunjukkan bahwa setiap unsur itu memenuhi fungsi tertentu dalam sistem budaya suatu masyarakat. Perubahan terjadi adalah upaya memenuhi atau menyesuaikan fungsi-fungsi yang hilang kedalam sistem yang utuh, dalam kasus ini fungsi perang sebagai keamanan bagi kesejahteraan masyarakatnya. Fungsi ini digantikan oleh sawah yang memiliki fungsi ekonomi tetapi juga fungsi jaminan sosial (social security) karena memberikan lapangan kerja dan secara tidak langsung memberikan proteksi terhadap kemungkian transaksi tanah yang tidak dikehendaki. Kegiatan pembangunan yang dilakukan Pemerintah Daerah pun dengan mudah diterima. Seperti pembangunan jalan desa dan saluran irigasi, biasanya akan selalu menghadapi masalah karena berkaitan dengan tanah dan kepemilikannya. Dalam pembangunan jalan desa, mereka turut membantu menentukan lokasi yang baik mengingat lokasi desa Tulem sebagian terdiri atas rawa-rawa dan gunung batu (cadas).
Tabel 6. 3. Perubahan Organisasi Sosial URAIAN
TRADISIONAL (UBI JALAR)
BARU (SAWAH)
Unsur
Organisasi Sosial: - Pembagian Kerja
W: ekonomi keluarga/kelompok (penyediaan pangan)
L: ekonomi keluargalkelompok sosial (lapangan kerja) W: ekonomi keluargalkelompok (penyediaan pangan)
- Spesialisasi
L: keamanan W: ekonomi
L: ekonomi kelompok W: ekonomi keluarga & adat
- Hubungan Sosial
inter aliansi (politik) dan adat
antar alaiansi dan kerjasama ekonomi
- Kepemimpinan
Ahli Perang kelangsungan kelompok (pertahanan diri)
penguasaan/kendali atas ekonomi
Tujuan
Fungsi
L: keamanantpertahanan (politik)
kesejahteraan warganya malalui kerjasama ekonomi, politik, kelompok
jaminan lkeamanan sosial: penyediaan lapangan kerja, pemilikan lahan komunal kesejahteraan warganya melalui peningkatan ekonomi & kerjasama ekonomi dengan kelompok lain
Hal lain yang mendorong pada cepatnya perubahan di desa Tulem menyangkut peran unsur yang berubah tersebut dalam sistem sosial yang utuh, dalam ha1 ini kepemimpinan. Fungsi pranata perang adalah memenuhi fungsi kepemimpinan. Perang sebagai alat atau sarana mencapai suatu jenjang kepemimpinan kain (big man-war) yang dapat digantikan oleh penguasaan teknologi pertanian sawah atau kendali ekonomi (big man-agriculture). Juga faktor kepekaan unsur kepemimpinan terhadap perubahan. Kepekaan suatu unsur berkaitan dengan
derajat Jirngsinya dalam masyarakat. Unsur kepemimpinan adalah unsur yang memiliki kepekaan tinggi, dalam kelompok masyarakat dengan kebudayaan konflik.
6.2. PENUTUP 6.2.1. Kesimpulan Introduksi teknologi sawah di masyarakat dilakukan pada waktu yang tepat. Saat terdapat kekosongan dari salah satu unsur budaya, yaitu perang. Bukan perang-nya yang penting, tetapi fungsi perang dalam satuan sosial. Perang merupakan sarana untuk menunjukkan kemampuan seseorang untuk mendapatkan posisi sosial di masyarakatnya. Teknologi sawah secara tidak langsung menggantikan fungsi perang, sehingga kepemimpinan Kain masih dapat diraih, dikuatkan oleh Suparlan (1994b: 77-93). '
Teknologi secara tidak langsung mempengaruhi kepemimpinan yang ada, tetapi memberi
peluang bagi seseorang untuk mencapai jenjang kepemimpinan Kain. Dalam kasus ini adat-lah
yang memanfaatkan teknologi sawah. Teknologi baru bidang pertanian bukan ha1 yang baru terjadi. Jauh sebelumnya sudah dikenal teknologi pertanian baru yaitu tanaman sayuran dan palawija yang dibawa oleh Missi. Tetapi teknologi ini tidak memberikan dampak yang luas seperti teknologi sawah. Hal ini karena kondisi masyarakat belum mengalami perubahan terutama pada unsur budaya yang peka terhadap perubahan, yaitu perang yang menurut Bromley akan sulit untuk berubah. Kondisi yang relatif stabil di masyarakat tidak memberi peluang untuk unsur luar masuk dalam sistem sosial mereka. Pada saat perang menghilang dalam kehidupan masyarakat, maka terjadi kekosongan. Karena unsur-unsur kebudayaan itu merupakan satu kesatuan atau suatu sistem yang utuh. perubahan atau hilangnya salah satu unsur mempengaruhi unsur-unsur lain dan sistem sebagai satu kesatuan. Pada masa-masa terjadi kekosongan (terakhir perang terjadi di Lembah balim pada tahun 1987) dan belum ada pengganti, banyak terjadi masalah atau konflik-konflik kecil. Tidal; berarti saat ini tidak lagi terjadi konflik. Bagaimanapun konflik adalah bagian hidup orang Dani. Konflik adalah upaya lain mengisi kekosongan yang terjadi. tetapi tidak sampai menimbulkan perang. Masuknya sawah diterjemahkan oleh orang Dani terutama generasi muda sebagai peluang mengisi kekosongan tersebut. Meskipun ha1 ini menimbulkan konflik antar generasi (pada awal pembukaan sawah), tetapi dengan upaya kekeluargaan dan kompromi diantara mereka maka konflik makin berkurang. Meskipun sawah belum menjadi bagian dari adat, dengan tidak diikut sertakan dalarn kegiatan ritual (upacara kesuburan), tetapi menjadi bagian dari sistem sosial dan ekonomi masyarakat. Hal ini dilihat dari dimasukkannya sawah dalam bagian pembagian kerja tradisional
yang menggantikan perang dalam kehidupan sosial-politik masyarakat. Kondisi ini memang dipertahankan para pembuat keputusan dalam ha1 ini kaum laki-laki, bagi mempertahankan sistem yang berlaku dan sekaligus memberikan laki-laki Dani peran yang baru. Bila dimasukkan kedalam kegiatan adat seperti ubi jalar, sayuran dan palawija, akan membuka peluang pada masuknya sawah dalarn aktifitas sejajar dengan ubi jalar. Fungsi sawah sebagai sarana untuk mencapai posisi Kain memiliki fungsi sosial, ekonomi dan iolitik. Fungsi sosial yaitu memenuhi fungsi kepemimpinan sosial. Fungsi ekonomi, menggantikan fungsi ekonomi kebun, yaitu sebagai sumber pendapatan keluarga, dan warga desa. Dahulu kaum wanita menjalankan fungsi ekonomi ini melalui kebun, tetapi fungsi ekonomi dalam lingkup terbatas yaitu keluarga, untuk pemenuhan kebutuhan pangan keluarga (desa, kelompok). Fungsi ini masih berlaku dengan fungsi ekonomi yang lebih luas berada di pundak laki-laki. Fungsi sosial-politik dikaitkan dengan pertukaran, dimana dalam setiap kegiatan adat selalu disertai sumbangan berupa ubi jalar atau pun babi. Dengan sawah fungsi itu dikuatkan dengan pertukaran pengetahuan tentang budidaya sawah selain pertukaran bibit ataupun peminjaman teknologi alat. Disamping itu pertukaran dalam bentuk sumbangan beras terjadi dalam upaya perluasan hubungan sosial atau perluasan pengakuan dan dukungan terhadap pengembangan sawah.
f STRUKTUR SOSIAL: 3
I
PEMBAGIAN KERJA LAKI-LAKl & WANITA
I
SOSIALISASI: > ,fI PRESTASI. KOMPETIF I
BM; MAN-AGRICULTURE
TMGKAT INDIVIDU
TINGKAT MASYARAKAT STRUKTUR SOSIAL:
Gbr. 6.5. Kain: Penguasaan Teknologi Pertanian Teknologi sawah ini juga meningkatkan laju percepatan perubahan (Gbr. 5.7.) dibanding dengan kebun. Percepatan terjadi karena unsur yang dikenai perubahan tersebut merupakan unsur yang peka dalam kehidupan sosial masyarakat Dani. Sehingga pada waktu yang tepat dapat, teknologi sawah dapat diterima dengan cepat. Dalam kasus ini anggapan bahwa teknologi sawah yang mendorong pada perubahan organisasi sosial tidak sepenuhnya benar, terutama sekali yang
berkaitan dengan kepemimpinan. Orang Dani yang hidup dalam konflik, dengan kemampuannya mengantisipasi perubahan yang terjadi melalui sawah. Seperti yang dinyatakan oleh Steward (1 979) bahwa kebudayaan memiliki fungsi dalam seleksi teknologi, apakah menguntungkan atau tidak, disamping karena pertanian adalah dasar keahlian yang sudah dimiliki. Dalam ha1 ini sawah memiliki fungsi yang langsung dan tidak langsung. Fungsi langsung yaitu sebagai fungsi kepemimpinan sosial, dan juga fungsi ekonomi dalam peningkatan pendapatan masyarakat. Sedang fungsi yang tak Iangsung dari sawah dalam kasus di Tulem adalah meluasnya atau meningkatnya hubungan sosial serta bersatunya kelompok-kelompok tani dalam kerjasama ekonomi. Bergabungnya beberapa kelompok tani dari desa-desa yang berbeda dengan kelompok tani Tulem menjadikannya sebuah kelompok yang besar. Ini membentuk suatu kelompok yang lebih besar daripada konfederasi, sejajar dengan aliansi dengan kepentingan ekonomi sebagai pengikat kesatuan. Penggabungan ini dapat menggantikan fungsi aliansi di masa lalu. Meskipun aliansi masih diakui keberadaannya tetapi hanya terbatas pada kegiatan adat dan ekonomi tidak lagi dalam kegiatan sosial-politik. Dalam kasus Tulem selain sosial-ekonomi, penggabungan kelompok-kelompok tani ini juga memnuhi fungsi pertahanan dan keamanan dalarn arti social security atau jaminan sosial. Nilai tambah dari kehadiran sawah adalah terdapat kontrol sosial terhadap lahan-lahan komunal sehingga terhindar dari transaksi yang tidak diinginkan. Penggabungan beberapa kelompok tani dari desa yang berbeda memiliki orientasi baru yaitu kemajuan bersama kelompok-kelompok yang bersangkutan. Tujuan pertahanan dan keamanan masih berlaku bukan hanya bagi kelompok sendiri melainkan kebersamaan antar kelompok-kelompok tersebut. Sehingga batas-batas aliansi (Gbr. 5.2.) yang saling berlawanan menjadi kabur. Kondisi ini tetap belum mengakibatkan pada pembentukan organisasi sosial yang lebih besar. Karena organisasi sosial yang ada mengikuti nilai-nilai tradisional yang pada prinsipnya didasarkan pada lahan dan dalam ha1 ini adalah wakunno. Pada kegiatan pertanian, mereka menjadi kelompok yang besar, tetapi dalam kegiatan sosial masih berorientasi pada tradisi, yaitu pada prinsip-prinsip metek dan wakunno. Sedang pembagian kerja yang ditimbulkan dalam kaitan ini belum banyak berbeda, dalam arti pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Mengingat makin meningkatnya minat petani terhadap sawah beberapa ha1 harus dipertimbangkan yaitu kemungkinan kurangnya lahan pengembangan sawah dan kurangnya tenaga kerja. Ditambah lagi dengan peluang untuk penggunaan pupuk serta antisipasi terhadap hama. Mengingat jalan tembus Wamena
- Jayapura hampir
selesai, dengan demikian juga arus
pendatang akan lebih besar lagi jumlahnya dan akan meningkatkan persaingan di Wamena. Kondisi ini harus diperhitungkan dan selanjutnya menyiapkan masyarakat Dani. Dalam kondisi seperti saat ini persaingan dari pendatang akan tidak menguntungkan. Karena masyarakat Dani belum siap, ditambah lagi tingkat pendidikan yang rata-rata masih rendah. Ekonomi uang telah memasuki kehidupan orang Dani tetapi mereka belum sepenuhnya menyerap ekonomi uang, ha1 ini dapat ditunjukkan olah beberapa kasus yang telah diuraikan di Bab sebelumnya. Karenanya menyiapkan masyarakat Dani menghadapi semua ini akan menuntut kerja keras pihak-pihak yang berkepentingan. Saat ini tanah belum menjadi masalah, tetapi tetap harus dipertimbangkan bagi pengembangan ke depan. Khusus kekhawatiran akan makin berkurangnya lahan ubi jalar patut dipertimbangkan pula. Berkaitan dengan pengembangan sawah, maka mencegah introduksi padi gogo (lahan kering) akan lebih baik. Jalan lain adalah meningkatkan teknologi budidaya ubi jalar, sementara itu juga lebih memperbanyak variasi makanan yang terbuat dari ubi jalar akan membantu mempertahankan ubi jalar sebagai makanan pokok. Tenaga kerja merupakan masalah yang utama pada saat ini. Masalah ini diatasi dengan mendatangkan buruh tani dari daerah lain yang sudah dimulai di desa Tulem. Dalam kasus ini sistem upah telah diterapkan, sebagian lagi menerapkan sistem tradisional yaitu mengijinkan buruh tani tersebut untuk membuka lahan sawah di Tulem. Bila sistem upah sudah berkembang dan juga persaingan makin meningkat ditambah perlunya masukan pertanian bagi sawah mereka, maka diperlukan keterampilan pengelolaan. Karena dalam ha1 perhitungan pengeluaran dan pendapatan, belum dipahami oleh petani Dani, ha1 ini mengingat bahwa secara tradisional mereka tidak mengenal angka (numerik) sehingga perhitungan-perhitungan matematis
34
akan
membingungkan. Memperkuat pranata tradisional disamping meningkatkan hubungannya dengan pranata baru atau pemerintah akan membantu petani Dani mempersiapkan diri menghadapi perubahan yang lebih besar. Hal ini akan membantu meredakan kemungkinan timbulnya konflik dalam proses perubahan yang terjadi dan juga peluang-peiuang konflik. Serta peluang-peluang terjadinya penjualan tanah tanpa sepengetahuan adat dapat diredam, kasus penjualan tanah sering terjadi dan menimbulkan konflik antar petani juga dengan para pendatang. Sesungguhnya pengembangan sawah adalah salah satu bentuk proteksi terhadap peluang penjualan tanah yang tidak dikehendaki tersebut. Tetapi ha1 ini belum dapat menjamin di masa depan, mengingat arus
34
Diskusi penulis dengan Prof. Dr. Karl G. Heider, Agustus 1995
ekonomi uang makin deras masuk ke lembah Balim. Keadaan ini bukannya tidak disadari orang Dani, tindakan mengumumkan upacara kesuburan dan memperkenankan orang luarlaparat pemerintah memasuki daerah keramat (wesa) atau wakunno adalah upaya memperoleh pengakuan. Pengakuan keberadaan kelompok mereka serta hak-hak mereka atas tanah adat mereka. Dari uraian di atas dan pada bab-bab sebelumnya, menunjukkan bahwa antara teknologi .
dun masyarakat atau kebudayaan saling mempengaruhi. Teknologi diperlukun dalam kegiatan pembangunan atau peningkatan
kualitas hidup suatu masyarakat. Tetapi teknologi
mengakibatkan perubahan yang sering mengganggu sistem sosial yang ada. Sebetulnya perubahan yang terjadi merupakan upaya adaptasi masyarakat yang kemudian dapat dilihat dari teknologi yang kemudian dikembangkan
untuk menjaga keutuhan kelompok masyarakat
tersebut. Seperti pengembangan pematang sawah yang lebar (2-3 meter), sehingga tanaman pangan tradisional bagi pemenuhan kebutuhan pangan pokok dan kegiatan adat tidak terabaikan. Perubahan dalam suatu masyarakat diperlukan (selain merupakan dinamika masyarakat) bagi kelangsungan kelompok masyarakat tersebut. Perubahan karena sebab-sebab dari luar (eksternal), salah satunya adalah teknologi, dapat mengganggu sistem yang ada di suatu masyarakat. Karenanya dalam introduksi suatu teknologi, diperhitungkan unsur-unsur budaya yang peka terhadap perubahan. Karena ha1 ini dapat mengarah pada dua ha1 yang berbeda, unsur yang peka terhadap perubahan dapat dengan mudah menerima sesuatu yang baru, seperti kepemimpinan dalarn masyarakat Dani di Tulem. Tetapi dapat juga menjadi kendala dalam kegiatan introduksi teknologi karena menyebabkan ketimpangan yang mengganggu sistem. Dengan memanfaatkan pranata tradisional, hubungan sosial dan kekerabatan dalam kasus Tulem, dapat mempercepat perubahan. Sekaligus mengurangi gangguan akibat perubahan tersebut. Perubahan karena teknologi biasanya terjadi dengan cepat, dan menyebabkan terjadi ketimpangan sosial (kesenjangan) karena masyarakat belum siap. Meskipun demikian teknologi diperlukan untuk dapat memacu perubahan, untuk perlu dilakukan pertimbangan dengan kondisi masyarakat yang dikenai perubahan tersebut, sehingga mengurangi kesenjangan yang ada. Kasus di Tulem menggarnbarkan cepatnya perubahan akibat teknologi sawah. Hal ini karena pada saat yang tepat, sawah memasuki kehidupan masyarakat Dani desa Tulem. Melalui unsur-unsur organisasi sosial yang pekat terhadap perubahan, yaitu kepemimpinan, laju perubahan berlangsung cepat. Dalam kasus ini cepatnya perubahan yang terjadi bukan karena banyaknya unsur-unsur budaya yang dikenai perubahan tetapi lebih bergantung pada derajat
fungsinya atau tingkat kontribusi yang dapat diberikan oleh suatu unsur kepada keseluruhan sistem. Sehingga bila unsur tersebut berubah maka dengan cepat unsur-unsur lain mengikuti. Dalam perubahan ini, kebudayaan dan teknologi saling mempengaruhi. Teknologi mempertahankan organisasi sosial, kepemimpinan Kain di masyarakat Dani Tulem. Sebaliknya kepemimpinan dan hubungan sosial membantu penyebaran dan pengembangan sawah. Introduksi teknologi mempertahankan pranata-pranata tradisional dengan cara adaptasi terhadap perubahan melalui adopsi teknologi sawah. Selanjutnya perubahan ini memunculkan pranata baru bagi mendukung kelangsungan sistem (organisasi sosial). Pranata baru disini adalah sawah yang berelasi dengan ekonomi pasar dan menyediakan wadah atau sarana bagi sistem kepemimpinan kain. Dari kasus Tulem menunjukkan bahwa teknologi diperlukan dalam perubahan atau pembangunan. Tetapi juga menimbulkan pennasalahan karena terdapatnya perbedaan nilai. Teknologi yang diintroduksi di masyarakat haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat (Klingshirn 1991). Juga harus diperhatikan pendukungnya, yang dalam ha1 ini adalah pranatapranata sosial yang ada dan mendukung. Karena antara teknologi dan pranata saling tergantung (Ruttan 1978). Tetapi sesungguhnya penerimaan atau seleksi terhadap suatu teknologi merupakan keputusan masyarakat. Karena kebudayaan dalarn suatu masyarakat memiliki kemampuan untuk menilai apakah suatu teknologi itu bermanfaat (Steward 1979), disamping lingkungan. Suatu kompromi berlangsung antara yang baru dan lama sehingga dapat teknologi baru dapat diterima dan bersatu dalam kehidupan masyarakatnya. Dari gambar diagram jalur (Gbr. 5.3.), menunjukkan bahwa teknlogi berpengaruh pada perubahan kepemimpinan. Tetapi perubahan pada teknologi tradisional (kebun ubi jalar) tidak langsung mempengaruhi kepemimpinan. Terdapat variabel pembagian kerja yang memiliki hubungan langsung. Demikian pula pada teknologi sawah, perubahan terhadap kepemimpinan tidak secara langsung. Tetapi dalam ha1 ini sawah dapat lebih mempercepat perubahan karena variabel antaranya tidak banyak. Sedangkan pada kebun lebih banyak variabel antara, ha1 ini dapat dilihat pada diagram jalur. Artinya secara lamba sebetulnya masyarakat akan berubah, hanya waktu yang dibutuhkan lebih lama. Dalam diagram jalur ditunjukkan melalui perubahan pembagian kerja, yang dapat mempengaruhi hubungan sosial, dan peningkatan pendapatan akan juga mempengaruhi spesialisasi. Pada proses tersebut maka kegiatan kebun tradisional dapat mendorong perubahan. Seperti juga digambarkan pada grafik percepatan (Gbr. 5.9.), maka pada titik tertentu dimana kebun telah dapat meberikan kontribusi pada pendapatan daerah maka garis percepatan meningkat.
DIAGRAM JALUR
Teknologi sawah melalui tahapan seleksi dari masyarakat sebelum diterima menjadi bagian dari kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan sawah di Lembah Balim, dibandingkan dengan perkembangan kebun sayuran dan palawija. Meskipun keduanya (sawah dengan sayuran dan palawija) merupakan tanaman yang relatif baru tetapi tidak memberikan pengaruh yang sarna terhadap masyarakat. Secara eknomi, keduanya memberikan keuntungan dengan peningkatan pendapatan. Keduanya didukung oleh pranata sosial yang ada. Untuk kebun .
telah di adaptasi kedalam pranata tradisional, dalam ha1 ini bagian dari kebun tradisional. Juga di adaptasi kedalam lingkaran adat dengan menjadi salah satu bahan sumbangan adat. Sawah meskipun tidak diadaptasi dalam adat yang menyangkut kesuburan ataupun bagian dari sumbangan dalam acara adat (nilai adat) tetapi telah di adaptasikan ke dalam pranata sosial lain yaitu pendukung pranata kepemimpinan kain. Juga sebagai benda sumbangan tetapi tidak dalam konteks kegiatan adat. Sebagai sumbangan lebih merupakan upaya kompromi, antara yang tradisional dengan yang baru. Dari uraian-uraian sebelumnya maka dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu:
1. Teknologi sawah telah dapat memenuhi fungsi sosial yang mendukung pranata Kain. Sehingga sawah terintegrasi kedalam kehidupan orang Dani di Tulem, selain sawah juga telah memberikan keuntungan ekonomi. 2. Teknologi sawah memperkuat pranata tradisional dengan dilakukan interpenetrasi nilai-nilai kompetisi dalam perang kedalam kompetisi dalam pengembangan sawah dan peningkatan ekonomi. 3. Teknologi mempercepat perubahan di suatu masyarakat bila telah dapat berintegrasi kedalam nilai yang berlaku sehingga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Disamping dapat memberi sumbangan terhadap peningkatan pendapatan daerah. 4. Perubahan diperlukan untuk kelangsungan dan mempertahankan kelompok atau integrasi untuk keutuhan dan kelanngsungan sistem.
5. Perubahan organisasi sosial yang terjadi, tidak dalam bentuk melainkan dalam hngsi dan tujuan. Perubahan yang terjadi tidak secara langsung diakibatkan oleh sawah, melainkan kondisi masyarakat yang membutuhkan perubahan sehingga sawah sebagai teknologi baru dan dapat memenuhi yang dibutuhkan masyarakat di adaptasi kedalamnya. 6. Perubahan yang terjadi akan membutuhkan perubahan-perubahan lain. Hal ini merupakan dinamika masyarakat, dengan teknologi perubahan dapat dipercepat. Tetapi dalam kondisi tertentu yaitu:
bermanfaat bagi masyarakat; memenuhi kebutuhan masyarakat; sesuai dengan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia; mudah dipahami.
6.2.2. Saran Dari studi ini nampak bahwa kebudayaan itu memiliki daya lenting atau kelenturan, yaitu kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi yang ada. Dalam perubahan, perlu diperhatikan adalah arah perubahan serta percepatannya. Belum dapat diketahui, pada nilai berapa percepatan itu dikatakan optimal. Karena bila terlalu cepat dikhawatirkan akan tercipta kesenjangan budaya karena persiapan masyarakat yang kurang. Hal ini menyangkut daya serap dari pendukung kebudayaan tersebut. Bila terlalu lamban juga menciptakan kesenjangan, tertinggal dari masyarakat lain, ha1 ini dapat menciptakan konflik baru. Penting pula untuk mengkaji tingkat kepekaan suatu unsur dalam suatu kebudayaan. Agar dapat diupayakan cara yang sesuai dalam introduksi teknologi ataupun inh-oduksi perubahan. Tingkat kepekaan dapat diukur dari fungsi dan peran suatu unsur dalam kesatuan sistem sosial. Bagaimana mengukur kepekaan, untuk mengetahui sampai sejauh mana unsur tersebut peka terhadap perubahan. Atau sampai sejauh mana suatu unsur dalam suatu kebudayaan tidak lagi mengalami perubahan meskipun banyak faktor yang menawarkan perubahan. Dalam studi ini, ukuran nilai kepekaan baru dilihat dari fungsi dan peran suatu unsur kebudayaan dalam satu kesatuan atau sistem. Dengan mengenali tingkat kepekaan ini akan membantu upaya mendorong perubahan atau pembangunan di suatu masyarakat atau kebudayaan. Pendekatan atau metode yang diterapkan dengan pemanfaatan kelompok dalam masyarakat dan waktu yang tepat telah membantu dalam penerimaan teknologi sawah. Pemanfaatan pranata tradisional (organisasi sosial) dan unsur sosial budaya masyarakat membantu penerimaan teknologi sawah oleh orang Dani. Ditambah kehadiran pranata baru yang mendukung yaitu pasarlekonomi yang memberikan peluang bagi penerapan teknologi sawah. Tingkat kesiapan masyarakat dalam rnenerima teknologi sawah juga membantu perubahan yang terjadi. Kesiapan ini ditunjukkan dengan beralihnya masyarakat dari konfliwperang ke ekonomi untuk meningkatkan status sosialnya. Dengan memanfaatkan kepemimpinan serta unsur-unsur yang mendukungnya yaitu hubungan sosial, pembagian kerjalspesialisasi, peluang diterimanya teknologi sawah lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan pula dalam menerima teknologi sawah tidak sekedar diterima apa adanya tetapi juga mengembangkan sistem yang masih mempertahankan nilai lama seperti peran ubi. Dengan membangun pematang lebar (2-3 meter) untuk ditanami ubi jalar dan keladi maka penolakan sawah pun makin berkurang.
Dalam introduksi suatu teknologi baru perlu diperhatikan unsur-unsur budaya yang akan terkena akibatnya baik langsung maupun tidak langsung. Tingkat kepekaan unsur-unsur tersebut terhadap perubahan, akan memberi gambaran pada apa yang hams dilaksanakan dan bagaimana memanfaatkan unsur-unsur tersebut sebagai suatu pranata tradisional untuk introduksi atau pun penyebaran ha1 baru. Juga mengkaji fungsi dan peran unsur-unsur tersebut dalam kesatuan sistem sosial sehingga introduksi teknologi baru tidak sekedar pengenalan teknologi baru kepada suatu masyarakat tetapi dapat memenuhi fungsi sosial dalarn kesatuan sistem sosial masyarakat. Bila mungkin dapat menciptakan fungsi dan peran barn tetapi masih dalam kesatuan sistem sosial yang berlaku. Hal lain dalam studi ini, yaitu bantuan teknis atau pendarnpingan sangat penting dalam introduksi teknologi sawah. Pengikut sertaan petani dalam perencanaan dan keputusan untuk menerima dan mengembangkan sawah sangat berperan. Sehingga permasalahan yang timbul akibat sawah, baik teknis maupun sosial-budaya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah atau yang mengintroduksi teknologi sawah dengan petani. Namun perlu diingat bahwa pendampingan yang terlalu intensif dapat pula menciptakan ketergantungan sehingga tidak dapat mandiri. Penyertaan atau partisipasi pada setiap langkah atau tingkatan kegiatan termasuk perencanaan sangat membantu. Didukung metode alih teknologi dan pengetahuan yang sesuai (tepat guna) peluang para petani Dani (Tulem) untuk mampu berdiri sendiri dan memberi kontribusi serta berperan serta dalam pembangunan amat besar. Karena tujuan dari dan pelaksanaan pengembangan masyarakat selalu memperhitungkan kondisi dan membantu masyarakat melalui dirinya sendiri dengan melibatkan masyarakat secara menyeluruh.