113
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi dari studi yang telah dibahas pada bab 1 sampai dengan 5. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai kelemahan studi dan saran studi lanjutan. Pembangunan rumah susun sederhana baik rusunami maupun rusunawa pada dasarnya memakan biaya yang cukup besar. Besarnya biaya produksi yang tinggi akan berpengaruh terhadap besarnya harga sewa (untuk rusunawa) maupun sewa beli (untuk rusunami) yang harus ditanggung oleh penghuni rumah susun sederhana apabila tidak ada intervensi pemerintah berupa subsidi. Pada bab 1 sebelumnya telah dijelaskan mengenai tujuan dalam studi ini yaitu menunjukkan perbedaan antara perhitungan harga sewa maupun sewa-beli secara normatif dengan harga yang berlaku menurut ketetapan pemerintah sekaligus mengidentifikasi golongan pendapatan masyarakat yang mampu menempati rumah susun berdasarkan perbandingan kedua harga sewa maupun sewa-beli tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut maka disusun enam sasaran sebagai berikut: 1) Menghitung besarnya biaya produksi sebagai komponen biaya pembangunan rumah susun yang dikeluarkan pihak pelaksana pembangunan. 2) Menghitung biaya operasional dan pemeliharaan yang dibebankan pengelola rumah susun sederhana sebagai surcharge kepada penghuni. 3) Menghitung besarnya harga sewa ataupun sewa-beli berdasarkan komponen biaya produksi, operasional, dan pemeliharaan. 4) Memperkirakan golongan pendapatan masyarakat yang mampu menempati rumah susun sederhana berdasarkan harga sewa atau sewa-beli baik dari hasil perhitungan secara normatif maupun harga yang berlaku menurut ketetapan pemerintah saat ini. 5) Mengidentifikasi kesesuaian target penghuni rumah susun sederhana berdasarkan harga sewa atau sewa-beli yang berlaku menurut ketetapan pemerintah saat ini. 6) Menguji kelayakan finansial dari harga sewa ataupun sewa-beli yang terbentuk dari hasil perhitungan. Beberapa temuan studi dalam subbab 6.1. sampai dengan 6.3 akan sekaligus menjawab keenam sasaran di atas. Dari beberapa temuan studi maka akan disimpulkan beberapa hal terkait dengan tujuan penelitian dalam studi ini pada subbab 6.4.
114
6.1. Temuan Studi Dalam subbab ini dijelaskan temuan studi yang dihasilkan pada bab 3 sampai dengan bab 5 terkait dengan sasaran studi yang akan dicapai dalam penelitian ini. Beberapa temuan studi dalam subbab 6.1.1. sampai dengan 6.1.3 akan sekaligus digunakan dalam mencapai sasaran studi penelitian (sasaran no.1 sampai dengan no.6). 6.1.1 Temuan Studi mengenai biaya Produksi, Operasional, dan Pemeliharaan serta harga sewa atau sewa-beli Rumah Susun Sederhana. Subbab ini akan sekaligus menjelaskan temuan studi dalam rangka mencapai sasaran no.1 hingga no.4 yang telah dijelaskan pada bab 1 sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa temuan studi atas besarnya biaya produksi, operasional dan pemeliharaan pada tiap rumah susun studi serta implikasinya terhadap penentuan harga sewa atau sewa beli juga kisaran pendapatan penghuni yang mampu menempati rumah susun tersebut. Temuan dari hasil studi yang dilakukan pada bab 3 sampai dengan 5 ini kemudian dikaitkan beberapa kebijakan yang telah disinggung pada bab 2. 1)
Rumah Susun Karet Tengsin I dan II (rusunami dengan pembangunan pola mekanisme investasi UPT)
Rumah susun sederhana Karet Tengsin I dan II dibangun dengan spesifikasi bangunan sebagai berikut: •
Jumlah lantai : 5 (tidak membutuhkan lift)
•
Jumlah unit
: 160
•
Jumlah blok
:4
•
Luas Unit
: 21 m2
Besarnya biaya produksi pembangunan rumah susun Karet tengsin I dan II adalah sebesar Rp. 30,581,153,102.26. Dalam biaya tersebut masih dikenakan PPn sebesar 10% sehingga dapat dikatakan belum mengikuti peraturan Menteri Keuangan RI No.36/PMK 03/2007 tentang batasan rusuna yang dibebaskan atas PPn sebagaimana yang telah dijelaskan pada subbab 2.5.4 pada bab 2. Adapun biaya pengelolaan yang terdiri dari biaya operasional dan pemeliharaan yang dikeluarkan pengelola setiap bulan adalah sebesar Rp. 7,304,240 atau setara dengan Rp. 87,650,874.46 per tahun. Besarnya biaya pengelolaan tersebut tidak langsung dimasukkan ke dalam harga sewa-beli (harga jual) tetapi masuk ke dalam iuran pengelolaan yang harus dibayar penghuni setiap bulannya sebagai biaya tinggal di luar angsuran pembelian unit rumah susun yang ditempatinya.
115
Dengan biaya produksi sebesar Rp. 30,581,153,102.26. tersebut dengan perhitungan yang telah dilakukan pada bab 4 (lihat subbab 4.1.3) maka harga sewa-beli yang terbentuk adalah sebesar Rp.239.000.000. Harga sewa-beli hasil perhitungan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga sewa-beli yang berlaku saat ini sebesar Rp.12.100.000 (dengan subsidi). Disamping itu, harga sewa-beli hasil perhitungan tersebut melebihi batas maksimum harga sewa-beli sebesar Rp.75.000.000 yang disebutkan pada peraturan Menteri Keuangan RI No.36/PMK 03/2007 pada bab 2 (lihat subbab 2.5.4.). Harga sewa-beli (harga jual) rumah susun karet Tengsin berdasarkan hasil perhitungan sebesar Rp.239.000.000 dan surcharge hasil perhitungan sebesar Rp. 48,650 per bulan maka perkiraan golongan pendapatan masyarakat yang mampu menempati rumah susun tersebut adalah golongan pendapatan sekitar Rp. 15,753,500 (tergolong dalam range pendapatan tinggi menurut klasifikasi pendapatan BPS DKI Jakarta, 2002). Di sisi lain harga sewa-beli yang berlaku yang lebih murah (sebesar Rp.12.100.000) berpotensi bagi penghuni untuk menjual atau mengontrakkannya kembali kepada penghuni yang bukan termasuk golongan pendapatan rendah. Perkiraan pendapatan masyarakat yang mampu untuk menempati rumah susun dengan harga sewa-beli dan surcharge (sebesar Rp.20.000 per bulan) yang berlaku adalah sekitar Rp. 844,812 (tergolong dalam range pendapatan rendah menurut klasifikasi pendapatan BPS DKI Jakarta, 2002). Akan tetapi temuan lapangan yang diperoleh dari hasil survei menunjukkan mayoritas masyarakat penghuni sebesar (50%) berpendapatan antara Rp.1.700.000 sampai dengan Rp.3.700.000 (menengah bawah) (lihat tabel IV.7 pada bab 4).
2)
Rumah Susun Bendungan Hilir I (rusunami dengan pembangunan pola mekanisme investasi UPT)
Rumah susun sederhana Bendungan Hilir I dibangun dengan spesifikasi bangunan sebagai berikut: •
Jumlah lantai : 5 (tidak membutuhkan lift)
•
Jumlah unit
: 296
•
Jumlah blok
:3
•
Luas Unit
: 18 m2
Besarnya biaya produksi pembangunan
rumah susun Bendungan Hilir I adalah
sebesar Rp. 11,118,192,480.41. Dalam biaya tersebut masih dikenakan PPn sebesar 10% sehingga dapat dikatakan belum mengikuti peraturan Menteri Keuangan RI No.36/PMK
116
03/2007 Tentang batasan Rusuna yang Dibebaskan atas PPn sebagaimana yang telah dijelaskan pada subbab 2.5.4 pada bab 2. Adapun biaya pengelolaan yang terdiri dari biaya operasional dan pemeliharaan yang dikeluarkan pengelola setiap bulan adalah sebesar Rp 9.200.000 per bulan atau setara dengan Rp. 110.400.000 per tahun. Besarnya biaya pengelolaan tersebut tidak langsung dimasukkan ke dalam harga sewa-beli (harga jual) tetapi masuk ke dalam iuran pengelolaan yang harus dibayar penghuni setiap bulannya sebagai biaya tinggal di luar angsuran pembelian unit rumah susun yang ditempatinya. Dengan biaya produksi sebesar Rp.11,118,192,480.41. tersebut dengan perhitungan yang telah dilakukan pada bab 4 (lihat subbab 4.2.3) maka harga sewa-beli yang terbentuk adalah sebesar Rp.47.000.000 Harga sewa-beli hasil perhitungan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga sewa-beli yang berlaku saat ini sebesar Rp.12.100.000 (dengan subsidi). Akan tetapi, harga sewa-beli hasil perhitungan tersebut masih tidak melebihi batas maksimum harga sewa-beli sebesar Rp.75.000.000 yang disebutkan pada peraturan Menteri Keuangan RI No.36/PMK 03/2007 pada bab 2 (lihat subbab 2.5.4.). Selain biaya angsuran pembelian, besarnya iuran pengelolaan yang juga harus dibayar oleh penghuni hasil perhitungan yang dilakukan pada bab 4 (lihat subbab 4.2.2.2) adalah sebesar Rp. 38.850 per bulan. Besarnya iuran pelayanan umum (surcharge) hasil perhitungan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan iuran yang berlaku di rumah susun Bendungan Hilir I
sebesar
Rp.50.000 per unit. Harga sewa-beli (harga jual) rumah susun Bendungan Hilir I berdasarkan hasil perhitungan adalah sebesar Rp.47.000.000. Dengan harga sewa-beli tersebut ditambah surcharge hasil perhitungan sebesar Rp. 38.850 per bulan maka perkiraan golongan pendapatan masyarakat yang mampu menempati rumah susun adalah golongan pendapatan sekitar Rp. 3,215,100 atau lebih. (tergolong dalam range pendapatan menengah bawah). Di sisi lain harga sewa-beli yang berlaku lebih murah (sebesar Rp.12.100.000) berpotensi bagi penghuni untuk menjual atau mengontrakkannya kepada penghuni yang bukan termasuk golongan pendapatan rendah. Perkiraan pendapatan masyarakat yang mampu untuk menempati rumah susun seharusnya dengan harga sewa-beli subsidi (Rp.12.100.000) dan surcharge
yang berlaku (Rp.50.000 per bulan) adalah sebesar Rp. 964,812
per bulan
sehingga tergolong dalam range pendapatan rendah menurut klasifikasi pendapatan BPS DKI Jakarta, tahun 2002 (lihat tabel IV.13). Akan tetapi temuan lapangan yang diperoleh dari hasil survei menunjukkan mayoritas masyarakat penghuni sebesar (38,1%) berpendapatan antara Rp.3.700.001- Rp.5.700.000 (menengah atas) (lihat tabel III.16 pada bab 3)
117
3)
Rumah Susun Pasar Jumat (rusunawa dengan pembangunan pola mekanisme investasi PMN)
Rumah susun sederhana Pasar Jumat dibangun dengan spesifikasi bangunan sebagai berikut: •
Jumlah lantai : 10 (membutuhkan lift)
•
Jumlah unit
: 103
•
Jumlah blok
:2
•
Luas Unit
: 21 m2
Besarnya biaya produksi pembangunan
rumah susun Bendungan Hilir I adalah
sebesar Rp. 15,031,117,208.92. Dalam biaya tersebut masih dikenakan PPn sebesar 10% sehingga dapat dikatakan belum mengikuti peraturan Menteri Keuangan RI No.36/PMK 03/2007 tentang batasan rusuna yang dibebaskan atas PPn sebagaimana yang telah dijelaskan pada subbab 2.5.4 pada bab 2. Adapun biaya pengelolaan yang terdiri dari biaya operasional dan pemeliharaan yang dikeluarkan pengelola setiap bulan adalah sebesar Rp 37,030,820.78 per bulan. Besarnya biaya pengelolaan tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan harga sewa total di rumah susun Pasar Jumat. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada bab 4 (lihat subbab 4.3.3) maka besarnya harga sewa di rumah susun pasar Jumat adalah sebesar Rp. 928,700 per bulan. Harga sewa hasil perhitungan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga sewa yang berlaku sebesar Rp.750.000. Dengan harga sewa hasil perhitungan tersebut maka perkiraan golongan pendapatan masyarakat yang mampu menempati rumah susun adalah golongan pendapatan sekitar Rp. 3.714.800 sehingga tergolong dalam range pendapatan menengah atas versi Klasifikasi BPS propinsi DKI Jakarta. Di sisi lain harga sewa yang berlaku lebih murah (sebesar Rp.750.000) berpotensi bagi penghuni untuk menyewakannya kepada penghuni yang bukan termasuk golongan pendapatan rendah. Perkiraan pendapatan masyarakat yang mampu untuk menempati rumah susun seharusnya dengan harga sewa Rp.750.000 adalah sebesar Rp. 3,000.000 per bulan (menengah bawah) (lihat tabel IV.17). Hal ini didukung juga dengan temuan lapangan yang diperoleh dari hasil survei menunjukkan mayoritas pendapatan masyarakat penghuni sebesar (40,6%) Rp.1.700.000 - Rp.3.700.000 atau tergolong pendapatan menengah bawah (lihat tabel III.16 pada bab 3). Secara ringkas perbandingan antara harga sewa dan sewa-beli rumah susun hasil perhitungan dengan Harga sewa maupun sewa-beli yang berlaku dapat dilihat dalam tabel IV.20 (halaman 82).
118
6.1.2
Temuan Studi kesesuaian target penghuni rumah susun sederhana berdasarkan harga sewa atau sewa-beli yang berlaku menurut ketetapan pemerintah saat ini. Subbab ini menjelaskan mengenai temuan studi dalam rangka mencapai sasaran no.5.
Dalam survei yang dilakukan dalam bab 3 diperoleh beberapa temuan studi lapangan yang secara rinci telah dibahas pada karakteristik sosial-ekonomi penghuni rumah susun studi pada bab 3. Temuan studi dalam bab 3 tersebut akan digunakan untuk mengidentifikasi kesesuaian target penghuni rumah susun sederhana berdasarkan harga sewa atau sewa-beli yang berlaku menurut ketetapan pemerintah saat ini. Pada identifikasi kesesuaian target penghuni tersebut digunakan indikator menggunakan tiga variabel yaitu status penghuni, tingkat pendapatan dan kepemilikan hunian lain sebagaimana telah dijelaskan dalam bab 1 sebelumnya. Hasil dari temuan studi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1)
Dilihat dari indikator status penghuninya, rumah susun Karet Tengsin I dan II ditempati oleh penghuni dengan status pemilik (63,2%) dan bukan pemilik (36,8%) sedangkan rumah susun sederhana Bendungan Hilir I ditempati oleh penghuni dengan status pemilik (42,9%) dan bukan pemilik (57,1%). Adapun untuk rumah susun pasar jumat ditempati oleh penghuni dengan status penyewa (65,6%) dan bukan penyewa (34,4%). Dengan demikian dapat dikatakan pada ketiga rumah susun studi terjadi ketidaksesuaian target penghuni sebagaimana mestinya dikarenakan penghuni dengan status pemilik kurang dari 100% (untuk rusunami Karet Tengsin dan Bendungan hilir I) dan penyewa kurang dari 100% (untuk rusunawa pasar jumat).
2)
Dilihat dari indikator tingkat pendapatan penghuninya, rumah susun karet Tengsin dihuni oleh penghuni dengan pendapatan rendah hanya sekitar 21,1% sedangkan untuk rumah susun Bendungan hilir penghuni dengan pendapatan rendah hanya sekitar 9,5%. Adapun untuk rumah susun pasar jumat ditempati oleh penghuni dengan pendapatan rendah hanya sekitar 21,9%. Dengan demikian dapat dikatakan pada ketiga rumah susun studi terjadi ketidaksesuaian target penghuni karena penghuni rumah susun dengan pendapatan rendah kurang dari 100%.
3)
Dilihat dari indikator kepemilikan hunian lain, rumah susun karet tengsin ditempati oleh penghuni yang tidak memiliki hunian lain sebesar 71,1% sedangkan rumah susun bendungan hilir ditempati oleh penghuni yang tidak memiliki hunian lain sebesar 45,2%. Adapun untuk rumah susun pasar jumat ditempati oleh penghuni yang tidak memiliki hunian lain sebesar 62,5%. Dengan demikian dapat dikatakan pada ketiga rumah susun
119
studi tidak terjadi kesesuaian target penghuni karena persentase penghuni rumah susun yang tidak memiliki hunian lain lebih kecil dari 100%. Dari ketiga indikator yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan bahwa target penghuni yang menempati rumah susun saat ini tidak sesuai dengan sasaran yang semestinya.
6.1.3
Temuan Studi tentang Kelayakan Finansial dari Harga Sewa dan Sewa-Beli yang terbentuk Subbab ini menjelaskan mengenai temuan studi dalam rangka mencapai sasaran no.6.
Kegiatan investasi untuk pembangunan rumah susun pada umumnya merupakan bentuk investasi yang bersifat sosial (social investment) sehingga biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pembangunan hanya sebatas menggunakan anggaran yang telah dipersiapkan. Apabila diteliti lebih lanjut, investasi yang dilakukan pelaksana pembangunan baik pemerintah ataupun perumnas kurang efisien apabila dipakai seluruhnya untuk pembangunan rumah susun. Dengan memakai keseluruhan anggaran untuk pembangunan rumah susun berarti pemerintah harus mempersiapkan anggarannya kembali untuk melakukan pembangunan rumah susun lainnya di lokasi yang berbeda. Apabila dalam investasi pembangunan rumah susun, biaya yang dikeluarkan tidak berasal seluruhnya dari modal sendiri tetapi melibatkan modal pinjaman. Dengan melibatkan modal pinjaman maka modal pemerintah yang bersisa untuk pembangunan dapat digunakan untuk membangun kembali rumah susun di lokasi lainnya. Melalui simulasi yang dilakukan pada bab 5 diketahui bahwa harga sewa-beli hasil perhitungan yang selanjutnya diangsur oleh penghuni setiap bulan melalui angsuran KPR, dalam jangka waktu 5 sampai dengan 20 tahun tidak semua memenuhi kriteria kelayakan finansial. Dalam perhitungan harga sewa-beli di rumah susun Karet Tengsin dan Bendungan Hilir I angsuran di atas jangka waktu 5 tahun (6-20 tahun) tidak memenuhi kriteria kelayakan finansial sedangkan angsuran dengan jangka waktu 5 tahun memenuhi kriteria kelayakan finansial namun break even point yang dibutuhkan tidak mencapai waktu 7 tahun sebagaimana ditargetkan oleh pihak swasta (developer) pada umumnya. Dengan
memajukan
jangka
waktu
balik
modal
menjadi
7
tahun
dan
mengkombinasikan alternatif investasi antara modal pinjaman dan modal sendiri dengan proporsi perbandingan (berturut-turut) 30%-70% (alternative 1), 40%-60% (alternative 2), dan 50%-50% (alternative 3) maka diperoleh hasil perbandingan yang layak secara finansial bagi pihak pelaksana pembangunan dan menghasilkan harga sewa ataupun sewa-beli paling
120
rendah adalah alternative III (dengan menggunakan komposisi 50% modal sendiri dan 50% modal pinjaman) untuk semua rumah susun studi (lihat tabel V.10). Akan tetapi penggunaan ini akan berakibat harga sewa maupun sewa-beli menjadi lebih mahal dibandingkan dengan harga awal hasil perhitungan yang menghasilkan BEP di atas 7 tahun. Dengan besarnya biaya sewa-beli secara langsung angsuran yang harus dibayar penghuni juga akan semakin besar sehingga agar angsuran tersebut lebih ringan maka jangka waktu pengembaliannya harus lebih dari 20 tahun.
6.2.
Kesimpulan tentang Harga sewa dan Sewa-Beli Rumah Susun Sederhana serta Identifikasi Golongan Pendapatan Masyarakat yang Mampu Menempati Rumah Susun Berdasarkan Perbandingan Kedua Harga tersebut. Secara umum dari temuan studi yang dikemukakan dalam subbab 6.1.1 pada ketiga
rumah susun studi dapat diambil benang merah bahwa harga sewa dan Sewa beli yang dihasilkan melalui hasil perhitungan ternyata lebih besar dibandingkan harga yang sebenarnya di rumah susun studi. Dengan rendahnya harga sewa ataupun sewa-beli yang berlaku menurut ketetapan pemerintah maka dampak yang harus diwaspadai oleh pemerintah adalah adanya potensi bagi pemilik awal yang merupakan masyarakat berpendapatan rendah untuk menjual atau menyewakannya kembali ke pihak yang bukan golongan berpendapatan rendah. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab 4, estimasi kelompok pendapatan masyarakat di Propinsi DKI Jakarta yang dapat menghuni rumah susun dengan menggunakan harga sewa-beli atau sewa hasil perhitungan adalah kelompok masyarakat berpendapatan menengah (Rp.1.700.001 – Rp. 5.700.000) hingga pendapatan tinggi (di atas Rp. 5.700.001). Di sisi lain estimasi kelompok pendapatan masyarakat yang dapat menghuni rumah susun dengan menggunakan harga sewa-beli atau sewa yang berlaku menurut pemerintah adalah kelompok pendapatan rendah (di bawah Rp.1.700.000). Akan tetapi, dalam kenyataannya penghuni rumah susun dengan harga sewa maupun sewa-beli yang berlaku menurut pemerintah adalah masyarakat berpendapatan menengah (Rp.1.700.001 – Rp. 5.700.000). Di samping itu, jika dilihat dari indikator kesesuaian target penghuni rumah susun yang dilihat dari tiga variabel yaitu status penghuni, tingkat pendapatan dan kepemilikan hunian lain sebagaimana telah dijelaskan dalam bab 1 sebelumnya, maka saat ini rumah susun dengan harga sewa maupun sewa-beli yang berlaku menurut ketetapan dari pemerintah tidak sesuai dengan sasaran yang semestinya.
121
6.3. Rekomendasi Dari kesimpulan yang telah dipaparkan di atas maka rekomendasi yang dapat disarankan antara lain sebagai berikut: 1)
Rekomendasi Bagi Pihak Pengelola Rumah Susun (PPRS maupun Pihak Perum Perumnas) Dengan besarnya selisih antara harga sewa-beli maupun sewa hasil perhitungan (tanpa subsidi) dengan harga sewa maupun sewa-beli yang berlaku maka akan ada potensi alihfungsi kepemilikan dari pemilik ataupun penyewa yang awalnya merupakan masyarakat berpendapatan rendah kepada calon penghuni baru yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas bahkan tinggi. Oleh karena itu, saran tindak lanjut yang perlu pihak pengelola rumah susun (baik PPRS ataupun pihak perumnas) lakukan adalah memperketat aturan dalam penyeleksian penghuni rumah susun. Penyeleksian sebaiknya tidak hanya dilihat dari tingkat pendapatan saja tetapi juga pemeriksaan atas kepemilikan hunian sebelum tinggal di rumah susun. Pihak pengelola juga harus sesering mengkontrol penghuni rumah susun secara berkala terhadap status penghuni secara langsung untuk mencegah ketidaksesuaian target penghuni rumah susun sederhana.
2)
Rekomendasi Bagi Pihak Pemerintah dan Perumnas selaku pembangun Rumah Susun Sederhana a)
Melakukan sharing kepemilikan (aset) hunian rumah susun sederhana (khusus rusunami) yang ditempati antara pemerintah dengan penghuni. Pemerintah sebaiknya memiliki persentase dari aset kepemilikan hunian rumah susun lebih besar dibandingkan dengan penghuni. Dengan cara ini diharapkan penghuni tidak akan menjual atau menyewakan hunian rumah susun yang ditempatinya karena proporsi kepemilikan aset terbesar dimiliki pemerintah.
b)
Meninjau kembali besarnya harga sewa maupun sewa-beli yang diberikan kepada calon penghuni rumah susun agar tidak terjadi salah sasaran penghuni rumah susun sederhana.
c)
Investasi yang dilakukan oleh pemerintah ataupun pihak perumnas lainnya hendaknya dilakukan dengan melibatkan modal pinjaman dari luar. Penggunaan dana anggaran yang sekaligus dikeluarkan dalam program pembangunan rumah susun di perkotaan akan lebih efisien jika dipergunakan hanya 50% dari modal sendiri dan 50% sisanya modal pinjaman sehingga pihak pemerintah/perumnas
122
masih mempunyai sisa dana yang nanti akan dipergunakan untuk membangun rumah susun di lokasi lain. Akan tetapi, dengan penggunaan modal pinjaman secara langsung akan berakibat kepada naiknya harga sewa-beli ataupun sewa di rumah susun sehingga subsidi yang perlu pemerintah berikan kepada masyarkat berpendapatan rendah juga harus besar. Besarnya subsidi yang harus diberikan oleh pemerintah untuk tiap rumah susun studi adalah sebagai berikut: Tabel VI. 1 Besarnya Subsidi yang diberikan Pemerintah terhadap MBR apabila harga Sewa maupun Sewa-Beli menggunakan Mekanisme Pasar (Hasil Simulasi Model Pembiayaan dengan Alternatif 3) Rumah Susun
Karet Tengsin
Bendungan Hilir
Pasar Jumat
Pembanding
Harga Sewa-Beli atau Sewa Hasil Simulasi dengan Alternative 3
Harga Sewa-Beli atau sewa yang terjangkau Bagi MBR (pendapatan < Rp.1.700.000)
Rp.7,400,000
Rp.425,000
Rp.6,975,000
94.3%
Rp.438,518,519
Rp.25,185,185
Rp.413,333,334
94.3%
Rp.1,550,000
Rp.425,000
Rp.1,125,000
72.6%
Rp.91,851,852
Rp.25,185,185
Rp.66,666,667
72.6%
Rp.5,870,000
Rp.425,000
Rp.5,445,000
92.8%
Angsuran per bulan (selama 5 tahun) Harga Sewa-Beli Angsuran per bulan (selama 5 tahun) Harga Sewa-Beli Harga Sewa
Subsidi Pemerintah
Persentase Subsidi Pemerintah
sumber: Hasil Analisis (bab 5), 2008
Akan tetapi melalui subsidi yang besar ini pemerintah harus juga melakukan kontrol lebih ketat agar tidak terjadi alihfungsi kepemilikan rumah susun sederhana dan penghuninya dapat sesuai dengan sasaran yang diharapkan.
3)
Rekomendasi Bagi Pihak Swasta (Developer) dalam Pembangunan Rumah Susun Ukuran kelayakan finansial suatu proyek merupakan hal penting yang dipertimbangkan pihak swasta dalam melakukan kegiatan investasi. Dalam pembangunan rumah susun sederhana sebaiknya pihak swasta melakukan kerjasama dengan pihak pemerintah dengan keterlibatan modal sebesar 50% dari biaya produksi rumah susun berasal dari pemerintah dan sisanya (50%) dari pihak swasta. Dalam mencapai ukuran kelayakan finansial menurut mekanisme pasar, maka harga sewa maupun sewa-beli umumnya harus mampu menghasilkan target Break Even Point (BEP) tidak boleh melebihi jangka waktu 7 tahun.
123
6.4. Kelemahan Studi Dalam studi ini terdapat beberapa kelemahan-kelemahan yang perlu dimaklumi sepeti antara lain seperti: 1) Studi ini hanya dilakukan pada rumah susun sederhana yang dibangun oleh pemerintah (dengan mekanisme UPT) dan rumah susun sederhana yang dibangun BUMN (perumnas) dengan (mekanisme PMN), sedangkan untuk rumah susun yang dibangun oleh swasta (mekanisme investasi kemitraan) tidak dilakukan. 2) Dalam studi ini informasi mengenai kemampuan masyarakat dalam membayar harga sewa ataupun harga sewa-beli beserta angsurannya di rumah susun tidak didasarkan pada survei ATP (Ability to Pay) dan WTP (Willingness to Pay) melainkan hanya berdasarkan ATP teoritis.
6.5. Saran Studi Lanjutan Saran studi lanjutan yang dapat dilakukan dalam penelitian berikutnya adalah antara lain: 1) Dalam studi penelitian selanjutnya di harapkan adanya kajian lebih lanjut mengenai pembangunan rumah susun sederhana tidak hanya dengan jenis mekanisme investasi UPT dan PMN saja melainkan juga mekanisme investasi kemitraan. 2) Dalam studi selanjutnya informasi yang dibutuhkan dalam mengetahui kemampuan masyarakat dalam membayar harga sewa ataupun harga sewa-beli beserta angsurannya di rumah susun hendaknya didasarkan juga melalui survei ATP (Ability to Pay) maupun WTP (Willingness to Pay) bagi penghuni di rumah susun sederhana. 3) Perlu adanya studi lanjutan dalam membahas lebih lanjut mekanisme subsidi yang seharusnya diberikan pemerintah bagi calon penghuni rumah susun secara lebih efisien dan efektif. Penelitian lanjutan ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai subsidi pemerintah yang seharusnya dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan rumah susun (alih fungsi kepemilikan) oleh penghuni di dalamnya.