BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan Proyek Corplan BSM dalam rangka meningkatkan produktifitas sejalan
dengan visi Arsitektur Perbankan Indonesia yaitu menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien,guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu pertumbuhan ekonomi nasional melalui enam pilar API. Proyek perubahan ini juga didukung, dan sejalan dengan strategi bisnis Bank Mandiri selaku induk perusahaan yang senantiasa menciptakan sinergi dan aliansi di antara anak perusahaan satu grup. Tujuan pertama penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kesiapan perubahan pegawai CRD dalam proses transformasi BSM. Berdasarkan kajian dari hasil survei tingkat kesiapan perubahan (change readiness) pada pegawai CRD, secara umum tingkat kesiapan perubahan CRD berada pada tingkat menengah dengan skor rata-rata keseluruhan pegawai sebesar 38,9 dari rentang skor 17 s.d. 51. Skor menengah (antara 28 – 40,5) mengindikasikan bahwa perubahan dapat berlangsung meskipun terdapat kesulitan ataupun kendala dalam prosesnya. Artinya, pegawai CRD belum sepenuhnya siap menghadapi perubahan dari konsekuensi penerapan proyek Corplan BSM karena ada beberapa faktor kesiapan perubahan yang masih dianggap belum sesuai dengan harapan pegawai CRD. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang mendapat nilai rendah (nilai antara 1-2) dari Pegawai CRD yaitu:
89
Dukungan penuh dari Direksi atas proses perubahan (SA). Pengukuran kinerja yang sesuai dengan perubahan yang diinginkan (DH. AO). Harmonisasi antara perubahan di CRD dengan aktivitas penting lainnya (DH, AO, SA). Kompensasi atas kerja keras pegawai (AO, SA). Pengambilan keputusan bisnis secara cepat (AO). Perusahaan harus dapat mengatasi faktor-faktor yang terindikasi masih kurang atau bernilai rendah agar dapat mendukung keberhasilan proyek Corplan 2011-2015. Jika dikaitkan dengan level pegawai, maka tingkat kesiapan perubahan officer CRD dengan rata-rata skor 39,1 memperoleh penilaian paling tinggi, level Department Head CRD dengan rata-rata skor 39,0 berada di posisi kedua, dan level pelaksana CRD dengan rata-rata skor 38,6 di posisi terakhir. Tingkat kesiapan di antara tiga level pegawai CRD menunjukan bahwa manajemen BSM harus memberikan perhatian yang sama di semua level tanpa ada penekanan khusus terhadap salah satu level, karena semua berada pada tingkat kesiapan perubahan menengah. Penekanan yang harus dilakukan manajemen BSM adalah pada peningkatan atau perbaikan lima faktor kesiapan perubahan yang masih dianggap kurang oleh pegawai CRD. Tujuan berikutnya dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat dan yang dapat mendukung penerapan proyek Corplan sebagai bagian dari transformasi BSM. Berdasarkan analisis Force-Field Kurt Lewin, teridentifikasi empat faktor penghambat pelaksanaan proyek Corplan. Pertama,
90
belum adanya pengukuran kinerja (misal: KPI) dan sistem penghargaan (insentif, dsb) yang menilai pencapaian prestasi sesuai dengan perubahan yang dicanangkan melalui proyek Corplan. Konsekuensinya, kurangnya pendorong (driver) untuk menumbuhkan motivasi CRD untuk melaksanakan proyek Corplan secara totalitas. Faktor penghambat berikutnya adalah masih terdapat pola pikir/paradigma yang masih memprioritaskan pekerjaan rutin ketimbang pengembangan bisnis jangka panjang sehingga proyek Corplan belum menjadi perhatian dan prioritas bagi unit kerja. Selanjutnya, CRD juga memiliki Keterbatasan kompetensi pegawai untuk menangani pengembangan produk yang tailored made untuk sektor industri tertentu, dimana dibutuhkan keterampilan, pengetahuan, dan wawasan yang luas atas kondisi di industri tersebut. Sementara itu, faktor penghambat dari luar CRD adalah kurangnya sumberdaya manusia di TCD untuk memenuhi kapasitas sebagai unit kerja yang mereview dan mengawal unit kerja lainnya dalam pelaksanaan proyek Corplan. Kekurangan tersebut berdampak kepada masih lemahnya evaluasi penerapan proyek Corplan secara mendalam dan masih terbatas dalam formalitas saja. Pada sisi lain, pelaksanaan proyek Corplan di CRD didorong dengan sudah berjalan dan direalisasikannya pembentukan struktur formal pada organisasi CRD (industry-focused sales). Faktor pendorong selanjutnya adalah kuantitas sumberdaya manusia di CRD sejauh ini sudah mencukupi, meskipun dari segi kualitas masih perlu peningkatan. Masih terkait dengan kompetensi, adanya pegawai-pegawai senior di CRD yang telah memiliki banyak pengalaman di
91
bidang bisnis segmen korporasi diharapkan juga menjadi pendorong keberhasilan perubahan ini. Faktor pendorong terakhir adalah keuntungan CRD yang merupakan unit kerja di Kantor Pusat sehingga koordinasi dengan unit kerja lainnya terkait dengan proyek Corplan, terutama dengan TCD, dapat berjalan dengan lebih mudah karena adanya kedekatan lokasi kerja. Terakhir, tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi progres penerapan proyek Corplan dengan pengukuran model “DICE”. Model “DICE” mengukur posisi progres penerapan proyek Corplan CRD dengan skor akhir 16 dari rentang 7 s.d 28. Indikasi hasil tersebut adalah proyek Corplan CRD berada pada “Zona Kecemasan” atau “Worry Zone”. Zona tersebut menunjukan terjadinya peningkatan risiko atas keberhasilan proyek Corplan. Artinya, di satu sisi, proyek ini masih berpotensi untuk berhasil meskipun menghadapi kendala-kendala pada prosesnya. Namun, di sisi lain terdapat potensi kegagalan jika kendala-kendala tersebut tidak diatasi Faktor “DICE” yang terindikasi perlu menjadi perhatian lebih untuk diperbaiki adalah Integritas Kinerja (I) dengan skor 3 (faktor lain mendapatkan
skor
1
atau
2).
Integritas
Kinerja
terkait
dengan
kemapuan/kompetensi tim dalam menyelesaikan proyek Corplan. Kesimpulannya, berdasarkan faktor-faktor kesiapan perubahan yang dinilai kurang/rendah, faktor penghambat yang teridentifikasi dalam analisis Force-Field, dan faktor keras yang berbobot kurang pada model “DICE”, maka dapat diambil benang merah yaitu: Tingkat kesiapan perubahan pada posisi menengah di semua level pegawai CRD serta progres proyek Corplan pada posisi “Worry Zone”
92
merupakan indikator bagi perusahaan untuk lebih memperhatikan Kendala-kendala yang terjadi baik di unit kerja maupun secara organisasi BSM terhadap transformasi yang sedang dilakukan. Progres proyek ini menhadapai risiko kegagalan jika kendala dan konflik yang terjadi tidak segera disolusikan manajemen. CRD sebagai unit bisnis yang menjalankan proyek Corplan belum sepenuhnya
siap
menghadapi
perubahan
yang
dicanangkan
perusahaan. CRD belum terdorong untuk totalitas dalam penerapan proyek Corplan ini karena belum terdorong adanya insentif. Hal tersebut karena belum adanya sistem penilaian kinerja dan sistem penghargaan presetasi yang idsesuaikan dengan pencapain perubahan yang dihendaki oleh perusahaan. Kurangnya kualitas kompetensi pegawai CRD, terutama dalam merealisasikan product development terkait produk tailored-made dan industry-focused sales dimana CRD diharapkan dapat menguasai sektor industri yang potensial, baik dari kondisi mikro maupun makro, forecasting, proyeksi keuntungan dari industri tersebut, dsb. CRD diharapkan juga memiliki kemampuan seperti layaknya business intellegent. Adanya kebutuhan sumberdaya yang belum dapat dipenuhi oleh manajemen, terutama terkait dengan sumberdaya manusia di unit kerja yang mensupervisi penerapan proyek Corplan yang dilakukan unit kerja lainnya. Apalagi dengan dialihkannya fungsi konsultan eksternal
93
yang
merumuskan
proyek
Corplan
ke
unit
kerja
tersebut,
Transformation Management & Corporate Culture Division (TCD).
5.2
Keterbatasan Keterbatasan penelitian ini adalah lingkup sampel hanya pada CRD saja.
Dibutuhkan penelitian lebih luas lagi dengan cakupan unit kerja lainnya untuk mendapatkan perbandingan serta kesimpulan yang lebih generik mengenai permasalah proyek Corplan 2011-2015. Meskipun terbatas pada lingkup CRD, tetapi model penelitian ini dapat diaplikasikan juga pada unit kerja lainnya. Selain itu, pengembangan penelitian selanjutnya dapat dilakukan melalui pengujian kuantitatif atas faktor-faktor penghambat dan pendorong yang teridentifikasi dari analisis Force-Field.
5.3
Implikasi dan Saran Evaluasi penerapan proyek Corporate Plan 2011-2015 di Corporate
Banking Division dapat menjadi masukan akademis bagi penelitian dengan isu manajemen perubahan organisasi. Pengukuran kesiapan perubahan, analisis Force-Field, dan model “DICE” dapat dikolaborasikan dengan pendekatan penelitian ataupun alat ukur perubahan organisasi lainnya. Bagi praktisi, khususnya PT. Bank Syariah Mandiri, penelitian ini sebuah “alarm” bagi perusahaan dimana tingkat kesiapan perubahan pegawai CRD hanya pada tingkat menengah dan hasil pengukuran model “DICE”, menunjukan posisi progres proyek pada “Worry Zone”. Artinya pegawai CRD belum sepenuhnya
94
siap menghadapi perubahan yang dilakukan di BSM melalui proyek Corplan 2011-2015, serta progres proyek tersebut menghadapi berbagai kendala sehingga ada risiko sedang akan kegagalan. Perusahaan sebaiknya fokus dalam memperbaiki atau meningkatkan halhal sebagai berikut: 1.
Pembuatan alat ukur kinerja dan sistem penghargaan prestasi yang sudah disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proyek Corplan, misalnya KPI yang lebih tinggi atas growth pembiayaan di sektor industri yang potensial, insentif atas pencapaian pembuatan produk tailored made, dll. Di satu sisi, alat ukur dan sistem penghargaan kinerja yang disesuaikan tersebut dapat menjadi driver bagi unit bisnis dalam meningkatkan pertumbuhan bisnis perusahaan yang pada akhirnya akan berkontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan. Di sisi lain, hal tersebut juga menjadi sistem kendali manajemen bagi unit bisnis yang tidak berprestasi.
2.
Peningkatan kualitas kompetensi sumberdaya manusia CRD, terutama terkait dengan product development yang sesuai dengan industry-focused sales. Dibutuhkan ekspertisi atau keahlian khusus untuk menguasai satu sektor industri yang memiliki prospek bagus ke depannya. Salah satu modal positif yang dimiliki CRD adalah adanya pegawai-pegawai senior yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup banyak di bisnis segmen korporasi. Selain
95
itu adanya sinergi dengan induk perusahaan, Bank Mandiri, yang merupakan pemain di industri perbankan yang lebih lama dengan skala lebih besar. Melalui sinergi ini, BSM dapat belajar kepada ahli-ahli yang dimilki oleh Bank Mandiri, sesuai dengan kebutuhan proyek Corplan. Peningkatan kualitas kompentensi juga dapat didukung
manajemen
melalui
pengadaan
pelatihan/training
maupun workshop sesuai kebutuhan kompetensi kerja dari CRD. 3.
Dukungan dari manajemen BSM yang lebih besar terhadap penyediaan sumberdaya manusia dalam rangka penerapan proyek Corplan, terutama dalam memenuhi kebutuhan unit kerja yang mensupervisi pelaksanaan proyek Corplan di semua unit lainnya, yaitu Transfromation Management & Corporate Culture Division (TCD). Supervisi yang intens dan berkualitas dari TCD diperlukan dalam mengawal unit kerja lainnya agar penerpana proyek Corplan dapat berjalan sesuai dengan yang dicanangkan di awal.
96