99
BAB 5 PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki penentuan nasib sendiri (right of selfdetermination). Pada umumnya hak untuk menentukan nasib sendiri itu dapat dijelaskan dalam dua arti. Pertama dapat diartikan sebagai hak suatu bangsa dari suatu negara untuk menentukan bentuk pemerintahannya sendiri. Hak demikian sudah diakui dalam Hukum Internasional dan dapat dibaca dalam naskah deklarasi mengenai hak dan kewajiban negara-negara (Declaration on the Rights and Duties of States 1949) yang dibuat oleh Panitia Hukum Internasional pada tahun 1949. Sedangkan arti yang Kedua adalah hak dari sekelompok orang atau bangsa untuk mendirikan sendiri suatu negara yang merdeka. Tetapi hak di sini tidak berhenti hanya pada penyelesaian proses pencapaian kemerdekaan, tetapi juga pengakuan
tentang
hak
mereka
untuk
memelihara,
menjamin
dan
menyempurnakan kedaulatan hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka sebagai negara yang merdeka. Prinsip penentuan nasib sendiri memungkinkan bagi rakyat di suatu wilayah jajahan dapat menentukan secara bebas status politiknya sendiri. Penentuan nasib sendiri semacam itu dapat menciptakan kemerdekaan, bergabung dengan negara tetangga, persekutuan secara bebas dengan suatu negara merdeka atau status politik lainnya yang diputuskan secara bebas oleh rakyat yang bersangkutan. Penentuan nasib sendiri juga mempunyai peranan dalam hubungannya dengan pembentukan negara, mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan negara, dalam merumuskan kriteria untuk penyelesaian perselisihan dan di bidang kedaulatan yang tetap dari negara terhadap sumber lain. Piagam PBB merupakan dasar dari hak penentuan nasib sendiri. Piagam PBB yang pertama kali memasukkan ketentuan penentuan nasib sendiri ke dalam
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
100
hukum internasional positif. Dengan dimasukkannya prinsip self determination dalam Pasal 1 ayat (2), maka pembentuk Piagam PBB mengidentifikasikan self determination sebagai salah satu dari tujuan utama, atau raisons d’être, dari organisasi PBB.
Penentuan nasib sendiri dijalankan dalam konteks untuk
menciptakan hubungan baik antar negara-negara dengan mengutakamakan kesamaan hak setiap bangsa di dunia. Piagam PBB dianggap berkontribusi menyumbangkan
prinsip bahwa ”kedamaian dunia” adalah tidak mungkin
terwujud tanpa self-determination. Pengaturan Piagam PBB ini secara keseluruhan masih belum lengkap dalam hal substansi dari self-determination. Penentuan nasib sendiri dalam Piagam PBB hanya terkesan sebagai sebuah prinsip saja dan bukan merupakan suatu hak yang dimiliki setiap bangsa di dunia. Piagam PBB tidak mengatur bagaimana hak suatu bangsa yang belum merdeka bisa mendapatkan kemerdekaannya. Oleh karena itu mengenai penentuan nasib sendiri diatur lebih lanjut dalam konvensi-konvensi yang lahir berikutnya. Evolusi dari hak penentuan nasib sendiri dalam hukum internasional mencapai puncak dengan diadopsinya hak ini ke dalam Resolusi Majelis Umum PBB nomor 1514 pada 14 Desember 1960 atau yang lebih dikenal dengan judul Declaration on the Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples. Deklarasi
ini
diposisikan
sebagai
interpretasi
dari
Piagam
PBB
dan
pengimplementasian hak penentuan nasib sendiri sebagai dasar perjuangan kemerdekaan suatu bangsa hanya dalam konteks penjajahan atau kolonial bukan untuk upaya separatisme. Pertimbangan bahwa penggunaan hak penentuan nasib sendiri hanya digunakan sebagai dasar perjuangan kemerdekaan untuk bangsa terjajah dan bukan untuk upaya separatisme tersebut dinyatakan dengan bijak dalam pertimbangan deklarasi ini dengan kalimat “the necessity of bringing to a speedy and unconditional end colonialism in all its forms and manifestations.” Dalam konflik Kosovo, bangsa Kosovo-Albania sudah mengalami penderitaan kemanusiaan yang sangat luar biasa. Dalam segala bidang kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya, bangsa Kosovo-Albania mendapatkan diskriminasi yang berlebihan dan berkepanjangan dari Pemerintah Serbia. Hal inilah yang
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
101
mendasari penggunaan hak penentuan nasib sendiri secara eksternal oleh bangsa Kosovo-Albania. Alasan pertama dari NATO bahwa operasi militer mereka di Kosovo merupakan pemenuhan mandat dari resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB dapat menimbulkan pedebatan. Bab VII Piagam PBB menegaskan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum Dewan Keamanan PBB memberikan mandat bagi penggunaan kekuatan bersenjata, yaitu; Pertama, Dewan Keamanan PBB harus memastikan adanya ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian atau tindakan agresi. Kedua, sesuai Pasal 42 Piagam PBB yang mewajibkan Dewan Keamanan PBB untuk memastikan apakah upaya-upaya yang tercantum dalam Pasal 41 Piagam PBB tidak cukup untuk menghentikan ancaman, gangguan atau tindakan agresi yang dihadapi. Syarat pertama telah dipenuhi dengan dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1199 tanggal 23 September 1998 dan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1203 tanggal 24 Oktober 1998 yang menunjukkan bahwa Dewan Keamanan menyadari dan telah memastikan adanya ancaman terhadap perdamaian dalam konflik Kosovo. Akan tetapi syarat kedua pemberian mandat tidak dapat dipenuhi. Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1199 tanggal 23 September 1998 dan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1203 tanggal 24 Oktober 1998 merupakan upaya PBB untuk menyelesaikan konflik Kosovo dengan cara-cara diplomatik, bukan dengan kekuatan militer. Oleh karena itu Negara-negara anggota PBB seharusnya tidak boleh menyimpulkan begitu saja resolusi-resolusi dari Dewan Keamanan PBB merupakan izin kewenangan untuk melakukan tindakan kekerasan. Sebagai tambahan dengan tindakan NATO melakukan intervensi militer di Kosovo, maka NATO telah melanggar beberapa hukum internasional, antara lain; •
Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB yang berisi prinsip pelarangan bagi setiap anggota PBB untuk menggunakan kekuatan senjata melawan keutuhan wilayah dari suatu negara, atau tindalam-tindakan lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan PBB;
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
102
•
Pelanggaran terhadap pasal 33 ayat 1 Piagam PBB yang menyatakan para pihak yang bertikai pertama kali harus mencari jalan keluar untuk berdamai baik itu melalui negosiasi, mediasi, konsiliasi atupun jalan damai lain sesuai keinginan mereka;
•
Pelanggaran terhadap pasal 37 ayat 1 Piagam PBB yang menyatakan bahwa jika jalan yang ditempuh dalam pasal 33 Piagam PBB gagal, maka Dewan Keamanan PBB mengambil alih keadaan;
•
Pelanggaran terhadap pasal 39 Piagam PBB yang berisi Dewan Keamanan PBB (bukan NATO, organisasi internasional lain ataupun satu negara) yang menyatakan sebuah ancaman akan mengganggu keamanan dan perdamaian internasional dan akan mengambil langkah yang dianggap perlu;
•
Pelanggaran terhadap pasal 42 Piagam PBB yang menyatakan bahwa Dewan Keamanan PBB adalah badan satu-satunya yang dapat melakukan serangan udara, darat dan laut atas anggota PBB lainnya;
•
Pelanggaran terhadap Pasal 7 NATO Treaty yang merupakan perjanjian pembentukan NATO sendiri menegaskan bahwa negara-negara yang tergabung dalam Aliansi NATO wajib mematuhi ketentuan dalam Piagam PBB dan mengakui kewenangan utama dari Dewan Keamanan PBB dalam menangani masalah-masalah yang menyangkut perdamaian dan keamanan internasional. Pengakuan terhadap kelahiran suatu negara baru dipandang lebih tepat
digolongkan sebagai bagian dari politik internasional dan bukan masuk wilayah hukum internasional, karena dalam prakteknya pengakuan itu lebih sering dan lebih banyak didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan politik subjektif dari pihak yang hendak memberikan pengakuan. Hal itu juga dapat dilihat pada kasus lahirnya negara Kosovo ini. Ketika parlemen Kosovo mendeklarasikan kemerdekaannya, sehari kemudian negara-negara yang selama ini satu haluan politik, satu ideologi dengan Kosovo, langsung memberikan pengakuan, dan sebaliknya negara-negara yang selama ini bermusuhan, tidak satu ideologi dan berbeda haluan politiknya menolak memberikan pengakuan. Jika dianut bahwa lahirnya suatu negara hanya merupakan peristiwa fakta poilitis dan bukan peristiwa hukum, meskipun dari pengakuan menimbulkan UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
103
akibat hukum antara negara yang mengakui dan negara yang diberikan pengakuan, maka akibatnya adalah tidak mungkin suatu negara menolak lahirnya negara baru dengan alasan hukum. Akibat lain adalah lahirnya suatu negara bebas dari pengakuan, dengan kata lain pengakuan tidak ikut campur dalam pembentukan negara. Artinya, eksistensi suatu negara baru yang lahir tidak ditentukan oleh keharusan adanya pemberian atau penolakan pengakuan dari negara lain. Suatu negara atau kelompok negara mengakui atau tidak mengakui suatu negara lain semata-mata didasarkan atas pertimbangan politik dari negara atau kelompok negara bersangkutan. Setelah proklamasi kemerdekaannya, sudah banyak negara yang mendukung dan mengakui kemerdekaan Kosovo. Namun pengakuan tersebut bukanlah suatu syarat atau suatu keharusan bagi kelahiran dan keberadaan Kosovo sebagai negara baru, melainkan hanya memperkuat fakta yang telah ada bahwa Negara Kosovo telah lahir.Sejarah membuktikan bahwa salah satu ciri pokok hubungan internasional sesudah tahun 1945 adalah menjamurnya negara-negara baru yang telah membebaskan diri dari kekuasaan kolonial. Akibatnya, sekitar 140 negara baru muncul dalam pergaulan internasional sejak 1945 tersebut dan semuanya menjadi anggota PBB. Diterimanya secara langsung negara-negara yang baru lahir pada waktu itu sebagai anggota PBB menunjukkan bahwa teori konstitutif tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Persyaratan yang diajukan oleh PBB hanya bahwa negara baru tersebut harus cinta damai (peace loving), menerima kewajiban yang ada dalam Piagam PBB, mampu dan bersedia melaksanakan kewajiban dan ditetapkan oleh Majelis Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan PBB. Persyaratan tersebut bersifat umum, dan tidak pernah menimbulkan permasalahan bagi negara-negara baru. Berdasarkan hal tersebut maka PBB sewajarnya menerima Kosovo sebagai negara baru sekaligus mengukuhkan kelahiran Kosovo sebagai negara. Namun demikian, jika PBB menolak mengakui Kosovo, menurut penulis hal tersebut tidak berpengaruh bagi eksistensi Kosovo sebagai negara baru, mengingat 53 negara yang telah mengakui kemerdekaan Kosovo mayoritas merupakan anggota PBB dan 22 di antaranya merupakan anggota Uni Eropa.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
104
5.2. SARAN
Dalam kasus kemerdekaan negara Kosovo, negara-negara yang belum dan hendak memberikan pengakuan, termasuk Indonesia, harus berhati-hati dan tidak perlu terburu-buru. Penyelesaian masalah Kosovo yang dipaksakan secara unilateral dengan memberikan kemerdekaan kepada etnis Albania didasarkan pada jumlah etnis yang lebih besar daripada etnis lainnya, kalau tidak disikapi secara berhati-hati dan bijaksana dapat saja memberikan efek bola salju atau darah segar bagi etnis-etnis lain dibelahan dunia manapun yang sedang menghadapi masalah separatisme. Memang ada persoalan pelanggaran HAM di masa lampau, namun solusi diupayakan tidak secara sepihak dan unilateral, melainkan solusi kedua belah pihak dan multilateral (melalui mekanisme PBB). Sehingga dapat dicapai peacefull coexistency (hidup berdampingan secara damai), bukan instabilitas baru khususnya di kawasan Balkan dan dunia pada umumnya.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009