BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Tesis perancangan ini berangkat dari permasalahan komunikasi atas kenangan dari masa lampau yang hadir dari sebuah situs cagar budaya melalui perancangan arsitektur. Dan karena pembahasan berkaitan langsung dengan situs cagar budaya yang kondisinya tidak terawat dan tidak tertata, kajian juga meliputi masalah peran sisa bagian dari bangunan yang dapat dimanfaatkan sebagai bagian penting dari pengembangan yang akan dilakukan. Komunikasi dimana arsitektur sebagai medianya bisa terjadi dalam sistem tanda yang dikenalkan Charles Sander Pierce dalam model triadik. Model triadik ini memiliki tiga komponen utama yang memungkinkan terjadinya pemaknaan terhadap suatu obyek arsitektur, yaitu pesan perancang, bangunan, dan pengamat bangunan. Komponen yang paling mudah dikontrol oleh perancang adalah pesan perancang dan bangunan, sedangkan pengamat merupakan variabel yang tidak terkontrol namun sebenarnya bisa diarahkan. Pendekatan ini bisa disadur menjadi komponen isi yang ingin disampaikan dan ekspresi yang digunakan dimana masing-masing mewakili pesan perancang dan bangunan itu sendiri. Isi dan ekspresi ini bisa disejajarkan dengan petanda dan petanda, sehingga sebenarnya muncul satu komponen lain yaitu fungsi aktual. Hubungan antara isi dan ekspresi ini memiliki beberapa jenis hubungan tanda, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang menyerupai obyek yang diwakilinya atau tanda yang menggunakan kesamaan ciri-ciri dengan yang dimaksudkan. Indeks adalah tanda yang sifatnya tergantung pada keberadaan suatu denotatum (penanda). Simbol adalah tanda dimana hubungan antara tanda dengan denotatum (penanda) ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau kesepakatan bersama yang diketahui sebelumnya.
279
Sebuah situs cagar budaya memiliki kisah yang berharga untuk disampaikan kepada masyarakat. Kisah ini bisa didapatkan melalui analisa interpretatif terhadap bukti-bukti bersejarah yang dikumpulkan, diorganisasi, dan dikritisi. Metode kesejarahan interpretatif bisa digunakan untuk membentuk alur kisah yang ingin disampaikan dalam sebuah situs cagar budaya. Kisah tersebut kemudian dikategorisasi menjadi beberapa tahapan penceritaan sehingga lebih sederhana. Tahap-tahap yang dihasilkan dari beberapa kisah kemudian disandingkan sehingga bisa dicarikan alur penceritaan yang sesuai berdasarkan waktu. Hasil analisa pada Kasus Penjara Koblen dilihat dari kisah yang muncul yaitu kisah ‘Perjuangan Kemerdekaan’, Kisah ‘Kehidupan Penjara’, dan Kisah ‘Perkembangan Arsitektur’. Kriteria rancangnya berdasarkan ikon, indeks, dan simbol yang bisa dihasilkan dari pengkajian argumentatif logis dari tahap-tahap yang telah dikategorisasi. Analisa ini menghasilkan ekspresi bentuk, ruang, dan permukaan yang dijadikan konsep perancangan. Siasat rancang yang digunakan pada kasus ini menggunakan pendekatan rancang analogis, kanonis, tipologis, dan pragmatis yang dikenalkan Broadbent. Jenis perancangan yang dilakukan berdasarkan ikon adalah cenderung kanonis dan analogis, berdasarkan indeks adalah cenderung pragmatis, dan simbol adalah cenderung tipologis. Dan karena kasus rancangan merupakan berada pada situs atau bangunan cagar budaya maka dibutuhkan pendekatan rancangan antara lain korespondensi, unifikasi, fragmentasi, dan junction-delineation. Kesemua siasat rancang tersebut bisa digunakan bersamaan ataupun sebagian dalam menemukan alternatif solusi perancangan arsitektur yang dikerjakan. Siasat rancang tersebut memanfaatkan komponen bangunan lama sebagai aset yang dimunculkan. Menara dan dinding sekeliling yang cukup besar dimanfaatkan sebagai obyek koleksi yang ikut membentuk ruang dan pengalaman di dalam museum. Museum
Penjara
Koblen
ini
merupakan
sebuah
usaha
untuk
membangkitkan kembali aktifitas bekas Penjara Koblen yang tertata dengan baik. Setelah mengamati lokasi yang berada di tengah-tengah tiga jenis guna lahan yaitu
280
perdagangan dan perniagaan, fasilitas umum yang didominasi fasilitas pendidikan, dan perumahan, Museum Penjara Koblen merupakan solusi yang dianggap tepat. Kelebihan dari rancangan Museum Penjara Koblen baik metode rancang maupun hasil yang diwujudkan ini adalah kedekatannya terhadap kisah-kisah yang melatar belakangi sebuah situs cagar budaya. Sebagai sebuah museum yang memberikan
informasi
dan
pengetahuan
berkaitan
dengan
perjuangan
kemerdekaan Indonesia, Museum Penjara Koblen sebagai arsitektur dan lingkung binaan mewujudkan sebuah latar belakang yang mendukung penceritaan selain dari koleksi, informasi, maupun program kegiatan yang terjadi di dalamnya. Sehingga dengan perwujudan kisah yang ingin disampaikan dalam bentuk arsitektur, tujuan museum untuk memberikan pengetahuan, rekreasi sekaligus apresiasi dapat menjadi lebih optimal. Museum Penjara Koblen yang menggunakan pendekatan interpretasi kisah kesejarahan ini memiliki perbedaan terhadap preseden lain yang sudah dibahas sebelumnya. Pendekatan perancangan yang menggunakan eksploitasi sejarah terlebih dahulu ini memunculkan kisah yang tidak hanya satu. Beragam peristiwa telah terjadi seiring dengan waktu pada suatu tapak. Pengumpulan bukti-bukti terhadap kisah sejarah memunculkan beragam kisah sehingga terdapat beragam persepsi sejarah yang berbeda di sini. Pendekatan ini sudah cukup kompleks untuk dijadikan kompleksitas dalam perancangan arsitektur. Kompleksnya kisah yang akan dihadirkan akan lebih mudah dan sistematis ketika dikaji berdasarkan tanda-tanda yang muncul yaitu dengan semiotika. Sehingga pendekatan ini dibandingkan dengan pendekatan pada preseden yang lain memiliki keluasan pemaknaan yang didapatkan melalui penjabaran tanda. Walaupun demikian hasilnya tidak lantas menjadi berlebihan karena kriteria yang dibuat didasarkan tanda-tanda yang telah disederhanakan. Penggunaan metode yang berdasarkan pada model triadik Peirce ini memungkinkan untuk memberikan gambaran yang lebih menyeluruh terhadap hubungan antara tanda yang dimunculkan arsitektur dengan maksud yang ditangkap oleh pengunjung museum. Walaupun tidak menutup kemungkinan 281
pemaknaan yang meluas karena petanda yang digunakan tidak semuanya merujuk kepada suatu obyek secara langsung, peran museum dengan beragam koleksi dan informasinya dapat melengkapi sekaligus mempersempit pemaknaannya. Terdapat kemunculan arsitektur Jawa dalam tesis perancangan ini. Penggunaan arsitektur Jawa mampu dipadukan dengan pendekatan arsitektur lain yang menghasilkan sebuah pendekatan arsitektur yang lebih kompleks dan lebih dekat dengan konteks lingkungan terkini. 5.2 Saran Museum yang terbangun pada lingkungan cagar budaya kadang kala tidak memiliki integrasi terhadap nilai-nilai kebudayaan yang terkandung di dalamnya seperti kisah ataupun sejarah dalam lingkup arsitektur. Pendekatan yang dilakukan dalam tesis ini diharapkan mampu mengaitkan nilai-nilai ini terhadap arsitektur. Beragam usaha perlu dilakukan untuk lebih mengintegrasikan sebuah rancangan terhadap lingkungan, kawasan, dan masyarakat di sekitar tempat cagar budaya tersebut budaya. Pendekatan Peirce dalam mewacanakan sesuatu dapat dipahami maknanya berdasarkan tanda-tanda yang bisa dimunculkan. Jadi pendekatan ini memang akan bermakna berbeda dari setiap pengamat berdasarkan latar belakang yang berbeda. Namun menggunakan penandaan yang terlalu literal pun kadang kala akan memunculkan kebosanan dan kesan yang tidak kreatif. Terlepas dari pendekatan ini sebagai pemaknaan secara menyeluruh tanpa memperhatikan prilaku yang muncul akibat keberadaan ekspresi naratif. Besaran pengaruh
ekspresi
arsitektur
terhadap
pengamat
yang
berupa
tingkat
kepahamannya terhadap kisah-kisah yang hadir dari situs cagar budaya patut dilakukan penelitian lebih lanjut. Pemanfaatan kembali lahan cagar budaya yang mangkrak, khususnya Penjara Koblen, perlu juga diteliti pengaruhnya ketika lokasi ini dijadikan museum dibandingkan dengan fungsi lain seperti pusat perbelanjaan, ataupun arena rekreasi keluarga. Fungsi-fungsi lain yang lebih efisien dan lebih
282
memberikan nilai positif perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Kegiatan ini juga bisaberkaitan dengan studi tentang program maupun studi tentang kelayakan. Arsitektur Jawa yang secara tidak langsung muncul dalam tesis perancangan yang dilakukan ini memperoleh peluang baru untuk dieksplorasi. Arsitektur Jawa ternyata bisa dipadukan pendekatan rancang maupun interpretasi lain yang tentunya akan memperkaya khasanah pengetahuan arsitektur Nusantara.
283