BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :
1.
Indikasi adanya ledakan penduduk di Indonesia yang ditunjukkan beberapa indikator demografi menjadikan pengendalian penduduk menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan. Pergeseran perilaku ibu dalam membatasi jumlah anak, pergeseran usia perkawinan pertama, dan beberapa masalah lain ditunjukkan hasil
SDKI-2002
dan
SDKI-2007
cukup
mengkhawatirkan.
Namun
permasalahan-permasalahan di atas tidak terjadi di semua provinsi. Masingmasing provinsi memiliki permasalahan masing-masing yang dipengaruhi keadaan ekonomi, sosial, budaya dan kondisi demografinya, sehingga pengelompokan provinsi-provinsi dilakukan untuk mendapatkan kelompok provinsi yang lebih homogen (variabilitas kecil) dan antar kelompok lebih heterogen. Pengelompokan provinsi menghasilkan 4 kelompok yaitu : i.
Kelompok 1 terdiri dari 16 provinsi yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kep. Riau, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat memiliki karakteristik rata-rata lama sekolah ibu rendah (7,59 tahun), umur ibu muda (31,8 tahun), usia perkawinan pertama termuda (19,26 tahun), keaktifan petugas KB paling tinggi (6,2 persen), dan mayoritas menginginkan anak ke-3 (77,1 persen).
ii.
Kelompok 2 terdiri dari 9 provinsi yaitu Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Barat memiliki karakteristik rata-rata lama sekolah ibu paling tinggi (9,22 tahun), akses ke media dan alokon tinggi (88 persen dan 91,2 persen), partisipasi kerja rendah (55,9 persen),
79
suami bekerja di luar pertanian tinggi (72 persen), suami setuju KB (80,1 persen), menginginkan anak ke-3 terendah (68,9 persen). iii.
Kelompok 3 terdiri dari 4 provinsi yaitu Riau, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat memiliki karakteristik rata-rata lama sekolah ibu paling rendah (7,49 persen), akses ke media dan alokon paling rendah (65 persen dan 70,2 persen), partisipasi kerja rendah (57,8 persen), suami bekerja di sektor pertanian (56,1 persen), persentase suami setuju KB terendah (59,2 persen), menginginkan anak ke-3 rendah (72 persen).
iv.
Kelompok 4 terdiri dari 4 provinsi yaitu Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah memiliki karakteristik ratarata lama sekolah ibu tinggi (8,22 tahun), umur ibu tua (33,17 tahun), usia perkawinan pertama tertinggi (21,3 tahun), akses ke media rendah (67,8 persen), dan persentase wanita tidak menginginkan anak ke-3 tertinggi (13,7 persen) .
2.
Data jarak kelahiran anak kedua dan ketiga yang dihubungkan dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya mengandung data tersensor yang dapat ditangani dalam analisis survival dengan Model Proporsional Hazard. Model yang terbentuk masing-masing kelompok adalah : i.
Kelompok 1 menggunakan model dengan interaksi yaitu: ℎሺݐሻ = ݁ݔሺ−0,5361 ܺଶ − 0,02238 ܺଷ − 0,2395 ܺଽ ሺ2ሻ − 0,2223 ܺଽ ሺ3ሻ − 0,8228 ܺଵସ − 0,9332 ܺଶ + 0,03081 ܺଶ ∗ ܺଷ + 0,9236 ܺଵସ ∗ ܺଶ − 2,962 ܧ− 4 ܺଶ ∗ ܺଷ ∗ ܺଵସ ሻ ℎ ሺݐሻ
Pada kelompok 1 ini faktor yang mempengaruhi jarak kelahiran anak kedua dan ketiga adalah akses ke media informasi, umur ibu pada saat melahirkan anak kedua, anak yang diinginkan, status bekerja suami dan tipe tempat tinggal. ii.
Model untuk Kelompok 2 adalah model tanpa interaksi yaitu: ℎሺݐሻ = ݁ݔሺ−0,05756 ܺଷ − 0,8791 ܺଵଶ ሺ2ሻ − 0,6673 ܺଵଶ ሺ3ሻ − 0,9844 ܺଵଶ ሺ4ሻ − 1,095 ܺଵଶ ሺ5ሻ + 0,3186 ܺଵଶ ሺ7ሻ + 1,176 ܺଶ ሻ ℎ ሺݐሻ
80
Kelompok 2, faktor yang mempengaruhi bertahannya propgram “Dua Anak Cukup” pada individu ibu adalah umur ibu pada saat melahirkan anak kedua, agama dan tipe tempat tinggal. iii.
Model untuk Kelompok 3 yaitu tanpa interaksi dengan persamaan: ℎሺݐሻ = ݁ݔ൫−0,1009 ܺଷ − 0,6571 ܺଽ ሺ2ሻ − 0,4093 ܺଽ ሺ3ሻ൯ ℎ ሺݐሻ
Pada kelompok 3, ketahanan program “Dua Anak Cukup” dipengaruhi oleh faktor umur ibu pada saat melahirkan anak kedua dan anak yang diinginkan. iv.
Model untuk kelompok 4 menggunakan model tanpa interaksi yaitu : ℎሺݐሻ = ݁ݔ൫−0,4838 ܺଵ − 0,06106 ܺଷ − 0,3092 ܺଽ ሺ2ሻ − 0,4788 ܺଽ ሺ3ሻ൯ ℎ ሺݐሻ
Pada kelompok terakhir ini program “Dua Anak Cukup” dipengaruhi oleh faktor kemampuan baca tulis, umur ibu pada saat melahirkan anak kedua dan anak yang diinginkan. 3.
Kelompok yang paling membutuhkan perhatian adalah kelompok 1, dimana memiliki hazard rate tertinggi, rata-rata lama sekolah rendah dan usia perkawinan pertama muda. Keadaan perekonomian keluarga mempengaruhi keputusan mempunyai anak ketiga yang mayoritas ibu masih menginginkan memiliki anak ketiga walaupun keaktifan petugas KB paling tinggi dibanding kelompok lain. Selain itu, umur ibu saat melahirkan anak kedua sangat kecil mempengaruhi resiko gagalnya program “Dua Anak Cukup”. Meskipun ada penundaan usia perkawinan pertama yang akibatnya menunda kelahiran anak kedua dan memperkecil resiko lahirnya aanak ketiga, namun efeknya sangat kecil. Jadi dibutuhkan kerja keras pemerintah dan semua pihak untuk dapat melakukan intervensi pembatasan jumlah anak pada kelompok 1 ini.
5.2.
Saran Dalam kerangka pembangunan nasional baik ditinjau dari sisi ekonomi
maupun pembangunan manusia, masalah kependudukan tidak bisa diabaikan. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi pada level tertentu tidak dapat dipisahkan dari
81
pengendalian jumlah pengangguran, jumlah penduduk miskin, partisipasi sekolah, dan lain-lain yang berkaitan erat dengan penduduk. Sehingga pengendalian jumlah penduduk rasanya masih diperlukan di Indonesia dengan kebijakan yang mengintervensi jumlah anggota keluarga seperti “Dua Anak Cukup” yang sekarang di perbarui dengan “Dua Lebih Baik”. Beberapa hal yang dapat disarankan adalah: 1.
Untuk pemerintahan pusat, menunda usia perkawinan adalah usaha yang dapat dilakukan secara nasional dengan melalui pendekatan kesehatan seperti bahayanya melahirkan di usia dini, dari sisi pendidikan dengan meningkatkan partisipasi sekolah untuk perempuan pada tingkat sekolah menengah atas dan perguruan tinggi, dari sisi ekonomi dengan meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan dan lain-lain. Selain itu, memberikan pemahaman yang sama kepada pemerintah daerah tentang pentingnya program kependudukan bagi pembangunan.
2.
Untuk pemerintah daerah, faktor-faktor yang mempengaruhi kurang berhasilnya program “Dua Anak Cukup” berbeda antar wilayah sehingga disesuaikan dengan kondisi wilayahnya masing-masing. Bahkan jika memungkinkan sampai tingkat kabupaten/kota dapat dilakukan dengan pendekatan yang berbeda mengingat pada era otonomi beberapa urusan telah dijadikan urusan wajib bagi pemerintah daerah termasuk kelembagaan KB sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.
Untuk Badan Pusat Statistik sebagai penyelenggara SDKI, pengambilan sampel dapat dilakukan dengan penimbang beberapa variabel yang memungkinkan mempengaruhi perilaku individu dibidang demografi dan kesehatan seperti suku dan agama. Bahkan kenyataan bahwa dalam provinsipun terdapat perbedaan-perbedaan karakteristik antar kabupaten/kota yang dalam pemecahan masalah seperti kependudukan tidak dapat digeneralisir menurut provinsi. Pengambilan sampel untuk estimasi tingkat kabupaten/kota kiranya perlu menjadi perhatian untuk penyelenggaraan SDKI yang akan datang.
82