BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan Fasad selubung ganda merupakan fasad yang terbentuk dengan adanya
penambahan kaca eksternal dari fasad kaca internal yang terintegrasi pada dinding tirai. Fasad ini diterapkan untuk menciptakan kinerja energi termal yang lebih baik pada fasad bangunan dengan fraksi kaca dibandingkan dengan selubung tunggal. Di iklim tropis lembab, bangunan lebih diupayakan untuk mereduksi panas berlebih. Sistem kerja dari pereduksian panas berlebih dalam ruang tersebut dihadirkan dengan memanaskan rongga pada fasad selubung ganda. Hal ini bertujuan untuk memancing terjadinya pergerakan udara (dari temperatur rendah ke temperatur yang lebih tinggi) antara ruang dalam bangunan dan rongga fasad selubung ganda. Ada saat dimana tekanan angin tidak terjadi/sangat minim untuk wilayah tropis lembab Indonesia. Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan apakah stack effect mampu bekerja/berperan untuk wilayah tropis lembab jika hanya didasarkan pada tekanan yang diakibatkan oleh perbedaan temperatur saja. 5.1.1.
Perilaku Angin Perilaku angin pada penelitian didefinisikan sebagai kondisi kecepatan
udara dan pola pergerakan udara yang terjadi pada bangunan. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh temperatur udara dalam bangunan. Perilaku angin terjadi dalam bangunan dan secara umum kondisinya menunjukkan kecenderungan angka kecepatan dan pergerakan udara yang menurun, jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang melibatkan dua mekanisme aliran udara (perbedaan tekanan angin dan perbedaan temperatur) (merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Gratia & Herde (2007a, 2007b), Hamza et al (2011), Sangkertadi&Suryono (2000), dan Hien et al (2005)). Sistem fasad selubung ganda akan paling efisien ketika tekanan angin luar menambah efek ventilasi dan intensitas angin menjadi faktor tak tetap yang perlu dipertimbangkan dalam menciptakan bangunan dengan kinerja optimum (Yeang, 2000: 216). Lingkungan konfigurasi bangunan yang dikondisikan tidak ada angin justru memberi efek
185
rendah pada perilakunya (berkisar 0,08m/dt di seluruh konfigurasi posisi bukaan dan variasi orientasi) dan peranan stack effect menjadi sangat kecil di iklim tropis lembab. Hal ini ditunjukkan pada angka perbedaan temperatur tertingginya yang dialami Konfigurasi 3 dengan orientasi 270° (selubung ganda di sisi Selatan dan penempatan inlet di sisi Timur), yaitu hanya mencapai 2,550°C di lantai dasar, 3,120°C di lantai satu, 3,307°C di lantai dua, dan 3,559°C di lantai tiga, dan 3,340°C. Stack effect yang bekerja pada bangunan didukung oleh perbedaan ketinggian. Kondisi ini didukung oleh teori yang telah dilakukan Szokolay (2004: 16), Yeang (2000: 254), dan Lechner (2001: 258) bahwa peningkatan ketinggian antara inlet dan outlet mempengaruhi kondisi stack effect. Kondisi ini terbukti pada cerobong fasad selubung ganda yang terus mengalami kenaikan untuk perilaku anginnya. Peningkatan paling signifikan terjadi pada peralihan zona cerobong E menuju cerobong F (peralihan zona cerobong yang berhimpitan dengan ruang ke zona cerobong yang tidak berhimpitan dengan ruang). Namun, kondisi ini tidak berlaku pada kondisi ruang bangunan. Aliran udara mengalami penurunan dari lantai dasar hingga lantai tiga dalam ruang, kemudian mengalami kenaikan di lantai empatnya. Keberadaan solar chimney yang diupayakan pada cerobong teratas, dimana pada teori Szokolay (2004) disarankan untuk diaplikasikan pada bangunan yang membutuhkan ∆T yang cukup besar (khususnya di iklim tropis lembab), memberikan pengaruh kenaikan kecepatan udara yang kontinu pada cerobong. Sedangkan dalam ruangnya, efek solar chimney diterima lantai teratas sehingga kenaikan kecepatan udara terjadi di lantai ini (sejalan dengan penelitian Hien, 2005). Pada perbedaan temperatur udaranya, solar chimney memberikan kondisi perbedaan temperatur yang menurun di lantai empat. Hal ini disebabkan oleh temperatur yang meningkat di lantai empat sehingga menciptakan selisih perbedaan temperatur yang lebih rendah (berkenaan dengan perilaku stack effect di lantai teratas bangunan berselubung ganda). Di sisi lain, gejala perilaku perilaku angin yang terjadi di dalam ruang untuk seluruh kasus permodelan bukaan dan orientasi diperoleh tertinggi di Konfigurasi 1 yaitu mencapai 0,086m/dt. Aliran udara akan berubah dari lapisan – lapisan (laminar) ke arus yang bergolak bila ia tersudut dengan obstruksi 186
(Lechner, 2001). Hal ini sejalan dengan yang dialami Konfigurasi 2 dan Konfigurasi 3 yaitu mengalami penurunan mencapai 0,081m/dt. Tarikan aliran udara menjadi sedikit melemah ketika posisi penempatan bukaan tidak sejajar berhadapan. Aliran udara dibelokkan terlebih dahulu untuk mencapai area outlet bangunan. Aliran udara mengalir dan bergolak dalam ruang, selanjutnya mengarah ke sisi bukaan yang menghubungkan antara ruang dan cerobong untuk diteruskan menuju outlet teratas fasad selubung ganda. Kondisi ventilasi untuk stack effect internal akan baik (besar) ketika fasad selubung ganda menghadap ke sisi dimana mengalami keterimaan radiasi paling besar (hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Shameri et al, 2011). Potensi stack effect tidak menentukan kondisi temperatur udara ruang menjadi lebih rendah/ kecepatan udara ruang menjadi lebih besar, karena hal ini melibatkan satu kesatuan kondisi yang ada pada cerobong. Potensi stack effect masih sangat minim untuk area tropis lembab, sehingga dalam hal ini diperlukan pertimbangan kondisi bantuan/ tekanan/ dorongan dalam menghadirkan kondisi stack effect yang efektif dalam bangunan (merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Gratia & Herde (2007a, 2007b), Hamza et al (2011), Sangkertadi&Suryono (2000), dan Hien et al (2005). Stack effect melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi. Kecepatan udara merupakan hasil implikasi dari kondisi keberadaan temperatur. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh panas yang menembus selubung bangunan/ heat flow rate (melibatkan unsur terkait nilai konduktan selubung bangunan (luas area elemen dan nilai transmitan bahan (U-value) menjadi penentu), nilai konduktan ventilasi (pergantian udara dan volume ruangan menjadi penentu), serta perbedaan temperatur lingkungan (temperatur internal didapat dengan sudah memperhitungkan radiasi yang diterima), dan ketinggian bukaan.
5.1.2.
Efektivitas Penghawaan Alami Efektivitas penghawaan alami dicapai dengan indikator pergantian
udara/ACH dan kenyamanan termal. Kontribusi yang dialami bangunan dengan konfigurasi posisi bukaan dan variasi orientasi ditemukan tidak mencapai efektivitas penghawaan alami. Pergantian udara (ACH) minimum dalam ruang 187
kantor dibutuhkan sebesar 3-4 ACH (http://www.engineeringtoolbox.com/, Yeang (2000: 246), Gratia & Herde (2007b: 435-448), dan SNI 03-6572-2001 (2001: 8)), sementara ACH tertinggi besarnya mencapai 2,826 ACH. Kondisi ini dialami Konfigurasi 1 di orientasi 45°, 90°, 270°. Pada ACH tertinggi, kecepatan udara dalam ruang memiliki kondisi yang juga paling tinggi di antara permodelan lainnya, yaitu mencapai 0,08612 m/dt. Meskipun kondisi ini dinyatakan tertinggi, tapi persyaratan ACH minimum ruang masih belum terpenuhi. Kondisi ACH sebagian besar dipengaruhi oleh kecepatan udara yang terjadi dalam ruang. Peningkatan ACH tersebut sebanding dengan nilai kecepatan udara yang secara tidak langsung berdampak pada kenyamanan dalam bangunan. Ketika kecepatan udara diperoleh meningkat, maka peningkatan ACHpun dapat terjadi. Pada kenyamanan termalnya, kecepatan udara yang diharapkan masih belum dapat memenuhi kriteria kecepatan minimum yang disyaratkan berdasarkan perhitungan kecepatan angin yang dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban relatif ruang (Macfarlane). Pada seluruh kasus orientasi, Konfigurasi 1 membutuhkan angka kecepatan udara minimal dalam ruang mencapai 0,12-0,19 m/dt, sementara kondisi hasil simulasinya hanya mencapai 0,085-0,086 m/dt. Pada Konfigurasi 2 untuk seluruh kasus orientasi, angka kecepatan udara minimal yang dibutuhkan dalam ruang mencapai 0,12-0,19 m/dt. Kondisi hasil simulasinya ditemukan hanya mencapai 0,081-0,082 m/dt. Pada Konfigurasi 3 untuk kecenderungan seluruh orientasi, angka kecepatan udara minimal yang dibutuhkan dalam ruang mencapai 0,12-0,2 m/dt dengan kondisi hasil simulasi yang dicapai ruang bangunan hanya berkisar 0,081-0,082 m/dt. Selisih yang dibutuhkan untuk peningkatan kecepatan udara dalam upaya peningkatan kenyamanan termal yaitu berkisar 0,105m/dt untuk Konfigurasi 1, 0,109m/dt untuk Konfigurasi 2 dan Konfigurasi 3. Perhitungan persyaratan efektivitas penghawaan alami, baik berdasarkan pergantian udara maupun kenyamanan termal dalam ruang, tidak menghasilkan kecukupan nilai yang diharapkan. Hal ini menandakan bahwa stack effect yang bekerja tidak mampu mencapai efektivitas penghawaan alami di iklim tropis lembab. Berdasarkan hal tersebut, efek tekanan angin dapat dipertimbangkan
188
(Yeang, 2000), untuk menunjang tercapainya pemenuhan efektivitas penghawaan alami.
5.2.
Saran Saran pada penelitian ini terkait dengan ranah penelitian selanjutnya
yaitu hal-hal yang menjadi batasan dalam penelitian yang dapat dikembangkan lebih lanjut, di antaranya sebagai berikut. a. Faktor kenyamanan termal berkenaan dengan faktor fisik/lingkungan (temperatur udara, temperatur permukaan, pergerakan udara, dan kelembaban udara) serta faktor manusia (aktivitas, jenis pakaian yang mempengaruhi sensivitas tubuh, usia, dan jenis kelamin) (Satwiko, 2009:5; McMullan, 2007: 43). Dalam penelitian ini, kenyamanan termal dihitung berdasarkan faktor fisik/lingkungan saja (keterbatasan penelitian yang tidak melibatkan studi lapangan). Pertimbangan variabel terhadap unsur manusia menjadi penting untuk dipertimbangkan dalam penelitian selanjutnya. b. Nilai hasil perilaku angin yang disebabkan oleh stack effect perlu mengkaji hal-hal yang berkenaan dengan perolehan panas internal (pencahayaan, hunian, dan peralatan) dan kelembaban (Allard, 1998: 46). c. Udara bergerak karena adanya gaya yang diakibatkan oleh perbedaan tekanan (∆P) dan perbedaan temperatur (∆T) (Satwiko, 2009: 5). Fokus pada penelitian ini menitikberatkan pada aliran yang diakibatkan oleh perbedaan temperatur (menganggap perbedaan tekanan yang ditimbulkan dari tekanan eksternal yang berhadapan langsung dengan area inlet adalah konstan). Diperlukan suatu upaya agar angka kecepatan udara yang diharapkan dapat tercapai.
Mekanisme
tekanan
angin
dapat
dipertimbangkan
untuk
diikutsertakan dalam penelitian selubung ganda di tropis lembab. d. Keterbatasan software CFD Fluent dalam input radiasi, tidak menginput data radiasi di tiap bidang di waktu amatan. Input yang berkenaan dengan radiasi hanya berupa nilai latitude, longitude, timezone, sunshine factor, direct solar irradiation, diffuse solar radiation, tanggal dan bulan amatan, orientasi bangunan, thermal properties material untuk radiasi matahari (absorption coefficient, refractive index, emmisivity), serta temperatur permukaan bahan. 189
Keterbatasan penelitian menggunakan permodelan visual selubung ganda (tidak ditemukan kondisi bangunan kantor berselubung ganda di wilayah iklim studi) menjadikan perlunya penelitian lebih lanjut yang mengkaitkan dengan kondisi bangunan dengan lingkungan sekitar (untuk kasus iklim tropis lembab Indonesia) dan melibatkan input data yang lebih detil pada software/ perhitungan matematis. e. Perlu pengembangan lebih lanjut dari segi aspek desain. Hal ini berkaitan dengan persyaratan bangunan kantor sewa, baik untuk proporsi dimensi bangunan, serta fungsi dan aktivitas bangunan. f. Bentuk desain yang paling direkomendasikan untuk menghasilkan stack effect potensial ialah Konfigurasi 3 dengan orientasi 270° (selubung ganda di sisi Selatan dan penempatan inlet di sisi Timur). Alternatif bentuk desain lain yang dapat dikembangkan dapat merujuk Tabel 4.65. Orientasi 270° diperoleh memiliki potensi stack effect terbaik untuk seluruh kasus konfigurasinya.
190