BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari sekian banyak cagar budaya yang ada di Indonesia, cagar budaya yang berada di luar ruangan sangat rentan terkena pelapukan. Pelapukan tersebut disebabkan oleh faktor alam (kimiawi, biologis, fisis, biotis dan abiotis) dan faktor manusia. Dalam penelitian ini, penulis membatasi permasalahan penelitian pada pelapukan yang disebabkan oleh alam. Salah satu faktor yang dominan dalam pelapukan cagar budaya adalah pelapukan yang disebabkan oleh air hujan. Untuk mengatasi pelapukan ini, pihak-pihak yang berwenang telah melakukan serangkaian ujicoba dan perlindungan dengan cara melapisi permukaan benda cagar budaya yang berada di luar ruangan agar pelapukannya dapat ditekan seminimum mungkin. Solusi yang pernah ditawarkan adalah mengolesinya dengan bahan kimia sintetis yang kedap air seperti Rhodorsil hydrofugeant 224 dan Masonceal. Namun saat ini Rhodorsil hydrofugeant 224 dan Masonceal tidak lagi dipergunakan sebagai bahan untuk melapisimaterial batu penyusun cagar budaya. Hal ini disebabkan senyawa sintetis pada dasarnya selalu memiliki efek samping baik dalam jangka waktu yang singkat maupun dalam jangka waktu yang lama. Untuk menghindari kerusakan yang lebih parah akibat senyawa-senyawa sintetis, maka upaya perawatan dan pelestarian beralih mengutamakan metode-metode tradisional maupun menciptakan metode terbaru menggunakan bahan-bahan alami.
Berawal dari kondisi tersebut, penulis menawarkan solusi yang mungkin dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk memperlambat pelapukan benda cagar budaya dengan menggunakan bahan alami. Bahan alami tersebut adalah ekstrak kutikula daun yang sifatnya mampu mencegah masuknya air dan bakteri lainnya pada daun namun tetap dapat melakukan penguapan air yang berada dalam material. adapun kutikula yang dipilih untuk diisolasi adalah kutikula tumbuhan
Sansevieriatrifasciata.
Pemilihan
ini
dikarenakan
kemampuan
Sansevieriatrifasciata dalam menahan laju air cukup baik, lebih mudah diisolasi dibanding kutikula tumbuhan lainnya dan ketersediaannya cukup melimpah di Indonesia. Setelah ekstrak kutikula dioleskan pada material batu andesit dan bata, material batu andesit mengalami perubahan dari yang awalnya berwarna hitam sebelum dioleskan kutikula menjadi berwarna hitam keputih-putihan. Material bata mengalami perubahan warna dari yang awalnya berwarna merah sebelum dioleskan ekstrak kutikula menjadi cenderung berwarna putih setelah dioleskan ekstrak kutikula. Jika mengacu pada prinsip penanganan cagar budaya yang mempertahankan keaslian bahan (authenticity of material), maka ekstrak kutikula telah merubah keaslian bahan berupa warna. Ekstrak kutikula yang telah diuji coba melalui Aging Test dan tes fisik pada material batu dan bata memiliki perbedaan data. Data Aging Test menunjukkan bahwa persentase air yang meresap ke dalam pori-pori material batu andesit menunjukkan perbedaan yang signifikan. Rata-rata air yang meresap pada poripori sampel batu andesit yang diolesi kutikula adalah 5% hingga 6,5% dan data
siklus persentase air pada Aging Test cenderung mengalami penurunan di setiap siklusnya. Sedangkan jumlah air yang memasuki pori-pori sampel batu andesit yang tidak diolesi kutikula adalah 7,9% hingga 11,1% dan data siklus persentase air cenderung fluktuatif. Apabila seluruh batu yang diolesi kutikula dirata-ratakan persentase air yang meresap ke dalam pori-porinya maka hasilnya adalah 5,75%. Begitu pula bila persentase air yang meresap ke dalam pori-pori batu yang tidak diolesi kutikula dirata-ratakan maka hasilnya adalah 9,55%. Adapun hasil dari rata-rata perbedaan persentase air yang meresap pada batu andesit yang diolesi ekstrak kutikula dan yang tidak diolesi ekstrak kutikula adalah 39,79% atau hampir 40%. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan persentase air yang meresap ke dalam pori-pori batu yang tidak diolesi ekstrak kutikula jumlahnya lebih banyak. Data ini menunjukkan ekstrak kutikula yang dioleskan pada material batu andesit menunjukkan adanya pengaruh dalam mengurangi kapilarisasi air pada material batu andesit. Pada material bata, data Aging Test menunjukkan bahwa persentase air yang meresap ke dalam pori-pori sampel bata tidak mengalami perbedaan yang signifikan. Rata-rata air yang meresap pada sampel bata yang dioleskan ekstrak kutikula adalah 24,5% hingga 25,6% dan data persentase air pada Aging Test cenderung fluktuatif di setiap siklusnya. Persentase air yang memasuki pori-pori sampel bata yang tidak dioleskan ekstrak kutikula adalah 24,7% hingga 25,3% dan data persentase air cenderung fluktuatif pada setiap siklusnya. Data ini
menunjukkan bahwa ekstrak kutikula tidak mampu menahan laju air pada material bata. Bila dibandingkan kedua material tersebut, air meresap lebih banyak ke dalam pori-pori material bata dibanding pori-pori material batu. Hal ini disebabkan sifat higroskopis bata lebih tinggi dibanding batu. Selain itu, kutikula yang dioleskan pada kedua material tersebut mengalami perbedaan hasil. Pada material batu andesit, kutikula mampu menahan daya serap air sedangkan pada bata tidak mampu menahan daya serap air. Perbedaan jumlah air yang masuk pada pori-pori sampel batu andesit juga berpengaruh pada data uji fisiknya. Variabel data uji fisik yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya densitas, kadar air jenuh, kandungan higroskopis dan porositas. Berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan, densitas sampel batu andesit yang diolesi ekstrak kutikula lebih rapat dibandingkan densitas batu andesit yang tidak diolesi ekstrak kutikula. Berbeda dengan data yang diperoleh dari material bata. Pada material bata, densitas setiap bata adalah sama baik yang diolesi ekstrak kutikula maupun yang tidak. Densitas sampel batu andesit sebelum diolesi (material batu 2) adalah 2,1 g/cm3. Setelah diolesi dengan ekstrak kutikula (batu 3, batu 4 dan batu 5) dan dilakukan Aging Test selama 10 siklus menunjukkan adanya perubahan densitas dari 2,1g/cm3 menjadi 2,2 g/cm3 dan 2,3g/cm3menjadi lebih rapat dengan persentase perbandingan antara 4,8% hingga 9,5%. Sementara itu, persentase dan perbandingan densitas pada material bata tidak memiliki perbedaan. Pada material bata sebelum diolesi ektrak kutikula
(material bata 2) adalah 1,5 g/cm3. Setelah diolesi ekstrak kutikula dan dilakukan Aging Test ternyata material bata tidak mengalami perubahan atau nilainya tetap 1,5 g/cm3. Begitu pula dengan nilai berat jenisnya tidak mengalami perubahan yaitu 2,3 dan persentase perbnadingan densitasnya adalah 0%. Data tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kutikula dapat mempengaruhi kerapatan material batu andesit.Sementara itu, ekstrak kutikula tidak berpengaruh terhadap perubahan kerapatan pada bata. Kadar air jenuh pada material batu andesit yang diolesi kutikula lebih rendah dibanding kadar air jenuh pada material yang tidak diolesi kutikula. Hal ini menunjukkan isolasi kutikula berpengaruh dalam mengurangi kadar air pada material batu andesit.Berbeda halnya dengan material bata. Pada material bata, kadar air jenuh yang tertinggi justru dimiliki oleh material bata yang diolesi kutikula (sampel bata 4 dan bata 5), meskipun hanya memiliki sedikit perbedaan dengan material bata yang tidak diolesi kutikula,data tersebut menunjukkan bahwa isolasi kutikula tidak berpengaruh dalam mengurangi jumlah kadar air jenuh pada material bata. Dari data porositas diketahui bahwa batu andesit yang diolesi ekstrak kutikula porositasnya lebih rendah dibandingkan material batu andesit yang tidak diolesi ekstrak kutikula. Hal tersebut menunjukkan bahwa material batu andesit yang diolesi kutikula lebih keras dan lebih kuat dibandingkan material batu andesit yang tidak diolesi kutikula. Sebaliknya, material bata yang diolesi kutikula justru menunjukkan angka yang lebih tinggi dibanding material bata yang tidak diolesi kutikula meskipun perbedaannya tidak signifikan. Melalui data tersebut
dapat disimpulkan bahwa ekstrak kutikula tidak berpengaruh dalam mengurangi porositas pada bata. Kandungan higroskopis pada sampel batu andesit yang diolesi kutikula nilainya lebih rendah dibanding sampel batu andesit yang tidak diolesi kutikula. Data tersebut menunjukkan bahwa isolasi kutikula dapat mengurangi resapan air pada material batu andesit. Berbeda dengan data yang diperoleh pada sampel bata. Pada sampel bata, persentase kandungan higroskopis material bata hanya memiliki sedikit perbedaan yaitu sekitar 19,4% hingga 20,1%. Data tersebut menunjukkan bahwa isolasi kutikula tidak dapat mengurangi resapan air pada material bata. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ekstrak kutikula berpengaruh dalam mengurangi kadar air yang memasuki pori-pori material batu andesit sedangkan pada material bata tidak berpengaruh dalam menahan laju air.
Tabel 19: Tabel Perbandingan Pengaruh Kutikula Pada Batu Andesit dan Bata Sampel Batu Andesit Sampel Bata Diolesi Tidak Diolesi Diolesi Tidak Diolesi Aging Test Resapan air Resapan air Hampir sama Hampir sama lebih rendah lebih tinggi Fluktuatif Fluktuatif Cenderung Fluktuatif menurun Densitas Kerapatan Kerapatan berubah tetap Kadar Air Lebih rendah Lebih tinggi Lebih tinggi Lebih rendah Jenuh dengan dengan sedikit sedikit
perbedaan perbedaan Kandungan Lebih rendah Lebih tinggi Lebih tinggi Lebih rendah Higroskopis dengan dengan sedikit sedikit perbedaan perbedaan Porositas Lebih rendah Lebih rendah Hampir sama Hampir sama Kesimpulan Berpengaruh Tidak Berpengaruh 5.2 Saran Hasil penelitian menunjukkan bahwa kutikula memiliki kemampuan dalam mengurangi peresapan air pada material batu andesit sedangkan pada material bata tidak berpengaruh untuk mengurangi peresapan air. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian ini, diantaranya: 1. Dari 4.000 gram Sansevieriatrifasciata yang disediakan, setelah mengalami proses isolasi, yang tersisa adalah 4 gram. Artinya, untuk mendapatkan isolasi kutikula yang akan diterapkan pada percobaan ini adalah 1:1000 atau 0,1 % dari jumlah total tumbuhan Sansevieriatrifasciata. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kutikula yang didapatkan sangat sedikit. Karenanya, perlu metode isolasi yang lebih tepat untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak. 2. Dari tampilan Stereoskop menunjukkan bahwa material batu andesit dan bata yang diolesi kutikula masih terdapat pori yang belum tertutupi oleh bubuk kutikula. Hal ini disebabkan metode pengolesan yang kurang tepat. Karena itu, metode pengolesan juga perlu dilakukan dengan teliti. 3. Percobaan yang dilakukan masih pada material batu andesit dan bata sedangkan material penyusun cagar budaya lainnya belum dilakukan sehingga
ke depannya perlu menguji coba kutikula pada material cagar budaya selain batu dan bata. 4. Bahan pelarut ekstrak kutikula dalam penelitian ini menggunakan Petroleum Eter yang merupakan hasil sulingan minyak bumi. Perlu penelitian lebih lanjut apakah pelarut Petroleum Eter aman untuk cagar budaya dan lingkungan atau tidak dalam jangka waktu yang lama. 5. Ekstrak kutikula yang diuji coba pada material batu dan bata ternyata memiliki dampak dalam mengubah warna permukaan material. Pada material batu, dampaknya mengalami perubahan warna dari warna hitam menjadi keputihputihan sedangkan permukaan material bata berubah dari warna merah menjadi warna
putih.
Jika
mengacu
pada
prinsip-prinsip
konservasi
yang
memperhatikan nila arkeologis, maka bila penggunaan ekstrak kutikula akan merubah keaslian bahan (authenticity of material) berupa perubahan warna. Karenanya, perlu kajian lebih lanjut untuk menghilangkan warna kutikula agar dalam pengaplikasiannya, material benda cagar budaya tidak mengalami perubahan warna. 6. Belum diketahui apakah ekstrak kutikula bersifat “reversible”, efektif, efisien dan aman untuk cagar budaya. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut untuk mengamati kesesuaian antara penggunaan ekstrak kutikula dengan prinsip-prinsip teknis dalam pelestarian cagar budaya.