BAB 4 PEMBAHASAN PERSIAPAN IMPLEMENTASI BASEL II DI BANK MEGA
Sehubungan dengan rencana pemerintah dalam melakukan implementasi Basel II pada industri perbankan di Indonesia dimana masih terdapat banyak kendala dalam proses tersebut, maka dalam sub bab ini akan dibahas mengenai tahapan proses implementasi dari Basel I menuju pada Basel II, kendala–kendala yang dihadapi serta solusi yang disarankan dalam mengimplementasikan Basel II secara umum pada Bank Mega.
4.1
Basel I Secara Umum Sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam bab 2, ada 3 (tiga) sasaran utama dari penerapan Basel I Accord: -
Memperkuat kesehatan dan stabilitas sistem perbankan internasional
-
Menciptakan kerangka kerja yang seimbang untuk mengukur kecukupan modal dari bank yang aktif secara internasional.
-
Menerapkan kerangka kerja tersebut secara konsisten demi mengurangi ketidak setaraan kompetitif antar bank yang aktif secara internasional.
Masalah dengan metode pendekatan Basel I cukup jelas, yaitu: -
Bank yang memberikan pinjaman pada perusahaan yang memiliki kualitas kredit yang amat baik wajib memiliki jumlah modal yang sama dengan bank
55
56 yang memberikan pinjaman kepada perusahaan yang memiliki kualitas kredit yang buruk. Hal ini tidak terlalu menjadi masalah jika Bank dapat memberikan charge yang sama kepada semua peminjam. Namun, bank makin berkompetisi dengan pesatnya pertumbuhan pasar obligasi perseroan dimana marjin kredit cukup terkait dengan pemberian peringkat kredit yang diberikan penerbitan obligasi oleh lembaga pemeringkat kredit seperti Standard & Poor’s dan Moody’s Investors Service. -
Masalah yang sama juga terjadi dalam pemberian kredit perorangan yang tidak dijamin (seperti kredit kartu kredit) dan memberikan pinjaman kepada pemerintah (sovereign loans).
Maka dari itu akibat dari pemasalahan yg tersebut diatas : -
Banyak bank yang mengubah proses kredit internalnya dengan menggunakan model risiko kuantitatif.
-
Pendekatan Basel I terhadap kecukupan modal memberikan pembobotan ATMR dan persyaratan modal yang sama, bagi semua pinjaman korporasi dengan mengabaikan kualitas kredit peminjamnya.
4.2
Alasan Peralihan dari Basel I ke Basel II Implementasi Basel II pada perbankan di Indonesia bukanlah tanpa tujuan dan maksud yang jelas. Mengetahui bahwa risiko yang ada pada Bank tidaklah hanya risiko kredit dan risiko pasar seperti yang diatur pada Basel I, maka melalui implementasi Basel II kekurangan yang ada pada Basel I dapat diperbaiki.
57 Pada Basel II perhitungan kebutuhan modal juga mencakup risiko operasional yang dihadapi oleh bank, Selain itu Basel II juga memberikan ruang bagi risiko-risiko lain yang dihadapi oleh bank. Berikut dibawah ini beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan implementasi Basel II secara umum pada perbankan di Indonesia :
4.2.1 Luas Cakupan Seperti yang kita ketahui, bahwa Basel II memiliki cakupan risiko yang lebih komprehensif jika dibandingkan dengan Basel I. Dimana pada Pilar 1 telah dicakup oleh risiko kredit dan pasar serta memperkenalkan risiko operasional. Sebelum adanya Market Risk Amendement 1996, Basel I hanya mencakup risiko kredit saja. Perubahan terbesar terhadap luasan cakupan risiko dalam Basel II adalah penambahan risiko operasional. Risiko operasional didefinisikan sebagai risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak memadainya proses internal, Manusia dan sistem atau kejadian eksternal lainnya. Basel II juga memperkenalkan pilar 2 dan pilar 3 sebagai bagian integral dari proses penetuan risiko kecukupan modal masing-masing bank. Didalam pilar II, otoritas pengawas perbankan, diharapkan memeriksa berbagai risiko lainnya yang ada pada bank tersebut. Pada pilar 2 sendiri diatur risiko-risiko lain yang tidak diatur pada Basel I seperti: risiko bisnis, risiko stategis, risiko reputasi, risiko hukum dan risiko kepatuhan bank pada Peratuan Bank Indonesia.
58
4.2.2 Kedalaman Cakupan Selain memperluas cakupan, Basel II juga meningkatkan kedalaman cakupan risiko. Hal ini sangat terlihat dalam perlakuannya atas risiko kredit. Basel I membuat bobot risiko yang besarnya berbeda tergantung pada jenis aktiva dan peminjam yang sangat sederhana. Basel I juga sangat terbatas menetapkan bobot risiko yang berbeda dalam kaitan hubungan antara peminjam dengan country risk dan jenis institusinya (OECD dan Non-OECD). Basel II menetapkan pembedaan kualitas debitur secara bervariasi, dan melengkapinya dengan jumlah yang diberikan. Basel II mengizinkan penggunaan dua pendekatan untuk menentukan bobot risiko aktiva: Standardized Approach dan Internal Rating Based Approach. Standardized Approach pada dasarnya adalah ’grid’ approach Basel I yang telah diubah secara signifikan. Pada Internal Rating Approach bank mengunakan model pemeringkatnya masing-masing untuk menilai kelayakan debitur. Kedua pendekatan tersebut memiliki banyak perasamaan dengan cara yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat kredit dalam menetapkan peringkat obligasi. Basel I Accord dikritik karena digunakannya pendekatan yang relatif sederhana pada keterkaitan antara profil risiko suatu aktiva dengan modal yang dibutuhkan oleh bank untuk mendukung pemilikkan aktiva dengan modal yang dibutuhkan oleh bank untuk mendukung pemilikkan aktiva tersebut. Sebagai contoh, Basel I hanya mengakomodasi beberapa tingkatan
59 kredit risiko kredit. Hal ini sangat berbeda dengan lembaga pemeringkat yang menggunakan risk sensitive grades yang luas untuk menilai risiko kredit obligasi. Jika bank menggunakan Standardised Approach, maka ’grid’ bobot risiko Basel II didasarkan pada tingkatan risiko yang terdapat pada Basel I yang disesuaikan dengan peringkat kredit yang tersedia. Sebagaimana halnya pendekatan Basel I, Standardized Approach memungkinkan adanya pengelompokan bobot risiko antar peringkat, namun dengan pembedaan yang jelas untuk kelompok risiko yang berbeda.
4.2.3 Kecukupan Modal Persyaratan kecukupan modal Basel I Accord, yaitu target rasio modal minimum sebesar 8%, diharapkan tidak berubah secara signifikan dalam Basel II. Basel Committee meyakini bahwa target rasio modal 8% untuk bank-bank internasional tetap memadai. Karena bank-bank menghitung sendiri jumlah modal minimum sesaui dengan ketentuan (regulatory capital), kemungkinan besar jumlah modal masing-masing bank akan berbeda dengan jumlah modal sesuai ketentuan Basel I. Sebagai ilustrasi, Bank A memiliki risiko operasional yang cukup besar. Menurut Basel II modal minimum sesuai ketentuan (regulatory capital) akan meningkat jika tidak terdapat off-setting terhadap modal yang diperlukan untuk mendukung kegiatan perkreditan bank. Bank B memiliki risiko
60 operasional yang rendah dan portfolio pemberian kredit yang terdiri dari kredit korporasi yang sangat tinggi kualitasnya Menurut Basel II, Modal minimum sesuai ketentuan (regulatory capital) Bank B akan menurun cukup besar. Pada masa transisi dari Basel I ke Basel II, bank tidak diperkenalkan untuk segera merealisasikan manfaat dari berkurangnya persyaratan modal minimum sesuai ketentuan (regulatory capital). Pengurangan modal ini harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesepakatan bank dengan otoritas pengawas perbankan masing-masing. Secara umum Basel II memang lebih sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada pasar dan risiko kredit dari para debitur jika dibandingkan dengan Basel I. Berikut secara umum perbandingan antara Basel I dan Basel II ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 4.1 Perbandingan Basel I dan Basel II No.
Basel I
Basel II
1.
Fokus pada satu cara pengukuran risiko
Fokus pada metode internal
2.
Memiliki pendekatan sederhana Memiliki tingkatan sensitivitas terhadap sensitivitas risiko risiko yang lebih tinggi
3.
Memakai pendekatan one-sizefits-all pada risiko dan modal
Dapat dengan mudah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bank
61
4.3
Transisi Basel I ke Basel II Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya salah satu tujuan utama Basel II adalah menyusun modal minimum sesuai ketentuan (regulatory capital) yang sesuai dengan profil risiko dari masing-masing bank. Basel Committee telah menerapkan ’aturan dalam masa transisi’ untuk memastikan Accord baru tidak terlalu cepat mengurangi persyaratan modal minimum, baik bagi sistem perbankan secara kesaluruhan maupun bagi masing-masing bank. Dalam ’aturan dalam masa transisi’ akan diterapkan multiplier
oleh
otoritas pengawas perbankan untuk memastikan target rasio modal minimum sebesar 8% dapat dipertahankan. ’Scaling factor’ ini akan diterapkan secara seragam kepada semua bank yang akan diterapkan secara seragam kepada semua bank yang menggunakan pendekatan Internal Rating-Based untuk risiko operasional. Sesuai dengan hasil QIS (Qualitative Impact Study), ’Scaling factor’ ini pada awalnya akan ditetapkan sebesar 106%. Komite yakin bahwa hal ini akan cukup memadai untuk memastikan bahwa pada tahap awal implementasi Basel II, target rasio 8% dapat dipertahankan. Multiplier adalah nilai yang digunakan untuk peningkatan skala dari risiko yang ada pada bank sehingga penurunan atau peningkatan persyaratan modal minimum dari bank tidak terlalu cepat. Hal ini memberikan kesempatan bagi bank untuk mempersiapkan diri apabila diharuskan melakukan penambahan modal ataupun melindungi pasar dari tingginya likuiditas apabila terjadi penurunan modal minimum bank.
62 Pada aturan masa transisi kedua, bank tidak diperkenankan untuk segera merealisasikan manfaat dari berkurangnya persyaratan modal minimum sesuai ketentuan (regulatory captital). Pergurangan modal harus dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini akan ditentukan batas bawah jumlah modal yang nilainya secara bertahap akan diturunkan seiring dengan berjalannya waktu.
4.4
Karakteristik dari Metode-Metode pada Basel II Dalam pemilihan metode pendekatan untuk menghitung risiko kredit, terlebih dahulu kita harus dapat melihat kelebihan dan kekurangan, kondisi internal yang ada pada bank, serta persyaratan minimal yang harus dipenuhi dari tiap metode pendekatan yang ditawarkan pada Basel II.
4.4.1
Standardized Approach Standardized
Approach
merupakan
penyempurnaan
pendekatan
berdasarkan pemilahan neraca berdasarkan bobot risiko yang terdapat pada Basel I. Standardized Approach yang terdapat dalam Basel II merupakan serangkaian bobot risiko sebagaimana hal-nya Basel I. Bobot risiko ini dapat digunakan untuk mengubah nilai nominal aktiva kedalam nilai aktiva tertimbang menurut risiko (RWA) dalam menghitung regulatory capital. Pendekatan yang terdapat pada Basel II Standardized Approach secara fundamental berbeda dengan pendekatan pada Basel I. Untuk mendapatkan sensitivitasnya yang lebih besar dari pada risiko kredit, Standardized Approach yang terdapat pada Basel II menetapkan suatu ’Grid’ yang terutama didasarkan
63 pada kualitas kredit debitur. Pendekatan tersebut menghasilkan serangkaian bobot risiko yang secara umum dikaitkan dengan public credit grade (credit rating yang dikeluarkan oleh external rating agency) debitur. Hal ini dapat dilihat dari adanya bobot risiko yang berbeda untuk credit grade pada kelompok asset yang berlainan. Basel II memberikan kesempatan bagi perhitungan pembobotan risiko berdasarkan public credit grade, namun demikian peringkat kredit yang diberikan oleh lembaga pemeringkat kredit tersebut harus memenui standar yang ditetapkan oleh Basel Committee.
4.4.2
Internal Rating Based Approach Dalam menghitung risiko kreditnya bank menggunakan data yang dimilikinya. Data ini diperoleh dari informasi internal bank yang digunakan untuk penilaian kelayakan dari para debiturnya. IRB approach juga mempunyai fungsi bobot risiko yang sama. Fungsi bobot risiko yang menjelaskan bagaimana komponen risiko untuk kelas asset yang berbeda dipindahkan kedalam bentuk bobot risiko. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan untuk melakukan implementasi IRB: 1. Bank harus menunjukkan kepada pengawas Bank (BI) bahwa penerapan IRB-nya telah memenuhi seluruh kriteria IRB Approach, yaitu : •
Perbedaan yang jelas antara setiap risiko
•
Pendugaan secara kualitatif atas risiko secara akurat dan konsisten
64 •
Sistem yang digunakan mendukung pengambilan keputusan dalam proses pemberian pinjaman.
2. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab II, Basel committee menekankan pentingnya memaintain data dan menggunakannya dalam evaluasi dan backtest atas seluruh aspek yang digunakan dalam model (PD, LGD, EAD) . Kriteria ini diterapkan juga pada pendekatan IRB foundation dimana seluruh komponen kecuali LGD dan EAD ditetapkan oleh supervisor. 3. Bank juga diharuskan untuk mengembangkan “stress testing” (langkahlangkah pengujian dengan kondisi yang paling ekstrim) atas modelnya untuk melihat proyeksi dari kecukupan modal bank (capital adequacy). Stress test ini harus mendapatkan persetujuan dari supervisor dan meliput dampak dari: •
kondisi ekonomi yang memburuk
•
market risk events
•
kondisi likuiditas.
4. Pendekatan IRB mengharuskan bank untuk membentuk unit credit risk control yang bertanggung jawab terhadap kredit sistem. Control unit ini harus independent dari unit yang bertanggung jawab atas usulan eksposur kredit. 5. Bagi bank yang akan mengadopsi IRB approach, harus dapat menunjukkan bahwa bank telah menggunakan IRB sistem dengan benar paling tidak selama 3 tahun. Oleh karenanya bank yang memenuhi IRB
65 foundation approach harus telah melakukan estimasi PD paling sedikit selama 3 tahun, sementara untuk IRB Advanced approach juga harus mengestimasikan LGD dan EAD paling sedikit selama 3 tahun. 6. Ketentuan dalam melakukan estimasi PD berbeda antara penghitungan untuk eksposur corporate, sovereign, dan bank dengan eksposur ritel. Untuk eksposur corporate, sovereign dan bank lebih ditekankan pada estimasi dari rata-rata PD (long-running estimates). Tiga teknik yang digunakan adalah: 1
Pengalaman default secara internal
2
Mapping untuk data eksternal
3
Model default secara statistic (dapat menggunakan rata-rata PD dalam satu grade)
7. Estimasi LGD dan EAD untuk eksposur corporate, sovereign, dan bank harus didasarkan pada sekurang-kurangnya 7 tahun data. Estimasi LGD dan EAD untuk eksposur ritel harus didasarkan pada sekurang-kurangnya 5 tahun data. 8. Untuk menggunakan Internal Rating-Based Approach, jumlah peringkat yang dapat digunakan ditentukan oleh bank itu sendiri, walaupun otoritas pengawas
perbankan
akan
mengasumsikan
menggunakan setidaknya delapan tingkatan.
bahwa
bank
akan
66
4.4.3
Persamaan
dan
Perbedaan
dari
Standardized
Approach dan Internal Rating Based Perbedaan dari Standardized Approach, Internal Rating Based dapat dilihat dari tabel 4.3 dibawah ini: Tabel 4.2 Perbedaan Basel I dan Basel II dari Segi Faktor Risiko Faktor
Standardized
Foundation IRB
Advanced IRB
Risiko
Approach
Approach
Approach
PD
Ditentukan oleh
Estimasi internal
Estimasi internal
lembaga rating
Bank
Bank
Ditentukan oleh
Ditentukan oleh
Estimasi internal
supervisor
supervisor
Bank
Ditentukan oleh
Ditentukan oleh
Estimasi internal
supervisor
supervisor
Bank
Ditentukan oleh
Ditentukan oleh
Ditentukan oleh
supervisor
supervisor
supervisor
-
≥ 5 Tahun
≥ 7 Tahun
LGD
EAD
M
Data Historis
Persamaan dari Standardized Approach dan Internal Rating Based adalah dalam melakukan perhitungan bobot risiko pada Basel II, ada hal yang dipertahankan dari Basel I. Ketiga metode pendekatan pada Basel II tetap mempertahankan rasio modal minimal yang sama yaitu sebesar 8%.
67
4.5
Metode Pendekatan Basel II yang Disarankan Dalam pemilihan metode pendekatan perhitungan risiko kredit dengan menggunakan pendekatan Basel II ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan antara lain: 1. Sensitivitas terhadap perhitungan risiko kredit Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada metode Standardized Approach semua nilai dari faktor risiko ditentukan oleh pihak eksternal. Besarnya nilai dari perhitungan bobot risiko mencerminkan besarnya risiko dari perusahaan terhadap pihak-pihak eksternal yang memberikan pinjaman, bila ditilik lebih dalam besarnya nilai risiko yang ada menjadi kurang akurat untuk mencerminkan besarnya nilai risiko yang ada pada debitur terhadap bank. Mengingat bank berada pada peringkat pertama dalam penyelesaian kewajiban debitur setelah hutang perusahaan terhadap karyawan dan pajak, sehingga seharusnya risiko debitur kepada bank menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan risiko terhadap pihak external lainnya. Sebagai perbandingan, pada metode Foundation Internal Rating Approach walaupun tidak semua nilai faktor risiko dari kewajiban debitur terhadap bank dihitung oleh internal bank tetapi nilai dari bobot risiko yang dihasilkan lebih mencerminkan risiko debitur terhadap bank. Sedikit berbeda pada metode Advance Internal Rating Approach dimana semua bobot dari faktor risiko dihitung oleh internal bank, dimana nilai dari bobot risiko diperoleh dari analisa data historis dari para debitur, sehingga
68 nilai dari risiko debitur terhadap bank memang mencerminkan risiko kredit dari nasabah terhadap bank. Berdasarkan sensitivitas terhadap risiko kredit pada basel II, maka metode pendekatan advance internal rating approach adalah yang paling baik dan paling mencerminkan risiko dari debitur terhadap bank. 2. Elemen yang diperlukan dalam implementasi Basel II Dalam melakukan implementasi Basel II ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti: a. Nilai yang digunakan untuk tiap faktor risiko Pada metode pendekatan Standardized Approach hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan implementasi Basel II cenderung lebih sedikit karena nilai dari faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kredit ditentukan oleh pihak eksternal. Pada metode pendekatan internal rating approach untuk mendapatkan nilai dari PD, bank harus melakukan analisa data historis nasabah, berbeda dengan pendekatan advance Internal Rating Approach dimana semua nilai dari faktor risiko diperoleh dari hasil analisa internal bank. b. Validitas dari nilai pada faktor-faktor risiko Pada metode pendekatan Standardized Approach, nilai dari faktor risiko PD dapat digunakan tanpa harus diuji validitasnya, selama data tersebut dikeluarkan dari lembaga pemeringkat yang telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia, sedangkan untuk nilai dari faktor risiko yang lain ditentukan oleh Bank Indonesia selaku regulator.
69 Pada metode pendekatan Internal Rating Approach, nilai yang digunakan untuk tiap faktor risiko yang akan digunakan harus mendapat disetujui oleh direksi bank atau oleh sebuah komite dari direksi. Bank diwajibkan untuk melakukan ’stress testing’ minimal satu kali dalam satu tahun atas model yang akan digunakan dengan memasukkan pengaruh-pengaruh seperti perubahan ekonomi dan industri, kejadian yang terkait dengan risiko pasar dan kondisi likuiditas bank. Metode yang akan digunakan harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia selaku pengawas. c. Kesiapan dari sistem pendukung Pada metode pendekatan Standardized Approach yang dibutuhkan sistem yang dapat menghitung bobot risiko dari suatu asset, sedangkan untuk metode pendekatan berdasarkan pada Internal Rating Approach, bank juga harus mempersiapkan sistem yang mampu menyimpan data nasabah dalam periode tertentu walaupun terkadang data tersebut tidak diperlukan, serta sistem lain untuk melakukan analisa dalam mengukur bobot risiko dari nasabah berdasarkan data historis debitur. Selain persiapan terhadap sistem untuk mendukung implementasi Basel II, sistem yang akan digunakan juga harus menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya selama tiga tahun telah sesuai dengan Internal Rating Approach secara luas. d. Sumber Daya Manusia Pada metode pendekatan Standardized Approach tidak diperlukan terlalu banyak sumber daya manusia karena nilai dari tiap faktor risiko dapat langsung digunakan untuk mengukur bobot risiko dari nasabah.
70 Pada metode pendekatan Internal Rating Approach bank mungkin harus menambah sumber daya manusia, hal ini karena Bank Indonesia secara tegas mengharuskan bank untuk membentuk unit pengendalian risiko kredit secara independen yang bertanggung jawab terhadap sistem kredit bank yang berfungsi untuk: 1
Menguji dan memantau peringkat
2
Membuat dan melakukan analisa laporan
3
Memastikan prosedur yang independen untuk verifikasi definisi rating dan konsistensi penerapannya
4
Mereview dan mendokumentasi semua perubahan dalam sistem
Selain pembentukan unit pengendalian risiko kredit, Audit intern yang serupa juga harus melakukan review terhadap sistem peringkat bank setidak-tidaknya setahun sekali. e. Data Historis Untuk dapat menerapkan IRB dalam perhitungan risiko kredit maka diperlukan data historis dari internal bank minimal untuk jangka waktu 5 (lima) tahun untuk dapat melakukan estimasi faktor risiko PD dengan benar. Berdasarkan elemen-elemen yang harus dipersiapkan oleh bank, maka metode pendekatan Standardized approach adalah yang paling cocok, karena usaha yang harus dilakukan bank untuk memenuhi persyaratan implementasi risiko kredit menurut Basel II tidak terlalu kompleks.
71
4.6
Road Map BI untuk Implementasi Basel II Dalam melakukan implementasi Basel II pada industri perbankan Indonesia,
Bank
Indonesia
sendiri
mempunyai
road
map
untuk
diimplementasikan. Berikut dibawah ini adalah gambaran dari Road Map Bank Indonesia menuju Basel II. Tabel 4.3 BI Road Map to Basel II
Berikut penjelasan dari tabel 4.3 diatas. Pada Basel II ada tiga risiko yang diatur, yaitu : 1. Risiko Pasar a. Peraturan untuk menggunakan metode pendekatan Standardized telah diterbitkan pada Q3 tahun 2007, rencananya metode perdekatan ini akan dilakukan Pararel Run dengan Basel I dari Q1 sampai Q4 tahun 2008 sebelum akhirnya diharapkan dapat diimplementasikan secara efektif pada Q1 tahun 2009.
72 b. Peraturan untuk mengunakan metode pendekatan Internal telah diterbitkan pada Q3 tahun 2007 dan telah dilakukan validasi pada quartal yang sama dan diharapkan dapat digunakan secara efektif pada Q1 tahun 2009. 2. Risiko Kredit a. Peraturan untuk menggunakan metode pendekatan Standardized telah diterbitkan pada Q3 tahun 2007, dilakukan Pararel Run berlangsung dari Q1 tahun 2008 sampai Q1 tahun 2009 serta diharapkan dapat digunakan secara efektif pada Q1 tahun 2009. b. Peraturan untuk menggunakan Internal Rating Apporach diharapkan dapat terbit pada Q4 2009, dilakukan divalidasi pada Q1 2010, serta direncanakan dapat mulai efektif digunakan pada Q4 2010. 3. Risiko Operasional a. Peraturan mengenai metode pendekatan Basic Indicators diterbitkan pada Q3 tahun 2007, dilakukan Pararel Run berlangsung dari Q1 tahun 2008 sampai dengan Q1 tahun 2009, serta diharapkan dapat diimplementasikan secara efektif pada Q1 tahun 2009. b. Peraturan mengenai metode pendekatan Standardized Approach diharapkan dapat terbit pada Q4, dilakukan validasi pada Q1 2010, serta direncanakan dapat efektif digunakan pada Q4 2010. c. Peraturan mengenai metode pendekatan Advance Measurement Approach diharapkan dapat terbit pada Q4, dilakukan validasi pada Q2 2010, serta direncanakan dapat efektif digunakan pada Q2 2011.
73 4. Pilar 2 dan risiko lainya pada Basel II Peraturan mengenai risiko lainnya pada pilar II diatur melalui Peraturan Bank Indonesia yang telah diterbitkan pada Q3 2007 serta diharapkan dapat efektif untuk dirasakan pengaruhnya pada perhitungan modal yang dibutuhkan bank pada Q1 2009. 5. Pilar 3 dan trasparansi pada pehitungan risiko pada Basel II Peraturan mengenai transparasi transaksi untuk risiko pasar dengan metode pendekatan Standardized Approach dan Internal Rating Approach, risiko kredit dengan metode pendekatan Standardized dan risiko operasional dengan metode pendekatan basic indicator diharapkan dapat terbit pada Q1 2009. Peraturan Bank Indonesia untuk risiko kredit dengan metode pendekatan internal rating dengan metode pendekatan Internal Rating Based Approach, risiko operasional untuk metode pendekatan Standardized Approach dan Advance Measurement Approach diharapkan dapat terbit pada Q2 2011. Berikut ini gambaran dari besarnya modal yang harus disiapkan oleh bank Mega sebelum dan setelah melakukan implementasi Basel II. Misalnya Bank Mega meminjamkan USD 3 juta untuk debitur korporasi. Debitur korporasi ini memiliki peringkat A+ sampai A-. Dengan menggunakan Basel II Standardized Approach pinjaman ini dikonversikan menjadi ATMR sebagaimana yang akan dijelaskan dalam tabel dibawah ini :
74 Tabel 4.4 Gambaran Besaran Modal Menggunakan Basel I dan Basel II No. 1.
Variabel Risk-weight asset
Basel I USD 3 juta
Basel II = USD 3 juta X 50% = USD 1.5 juta
2.
Bobot Risiko
100%
50%
3.
ATMR
USD 3 juta
USD 1.5 juta
4.
Minimum modal yang harus dipenuhi
USD 240,000 (3.0m x 8%)
USD 120,000 (1.5m x 8%)
Dapat dilihat bahwa ATMR berdasarkan perhitungan Basel II lebih kecil dibandingkan dengan Basel I (US$ 1,5 Juta dengan US$ 3 Juta) yang berdampak pada jumlah minimum modal yang harus dipenuhi juga menjadi lebih kecil (US$ 120.000 dengan US$ 240.000).
4.7
Implementasi Basel II pada Bank Mega Dalam rangka persiapan implementasi Basel II pada Bank Mega, maka ada beberapa langkah-langkah yang disarankan untuk dilakukan oleh Bank Mega seperti: 1. Membuat strategi untuk implementasi Basel II pada Bank Mega (road map to Basel II) 2. Menyelenggarakan QIS (Qualitative Impact Study) di Bank Mega dan menggunakan hasil studi dimaksud sebagai masukan dalam implementasi Basel II pada Bank Mega, khususnya terkait dengan kecukupan modal berbasis risiko.
75 3. Membuat rencana aksi persiapan dalam implementasi Basel II, khususnya untuk metode pendekatan Standardized Approach. Berikut ini penjelasan secara sekilas dari beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan oleh bank Mega dalam melakukan implementasi Basel II.
1. Road Map untuk Impelentasi Basel II pada Bank Mega Mengacu pada road map dari Bank Indonesia maka seharusnya Bank Mega juga mempunyai road map untuk implementasi basel II khususnya risiko kredit. Berikut saran dalam bentuk road map pada Bank Mega : Tabel 4.5 Bank Mega Road Map to Basel II 2008 • Melakukan studi kasus untuk menerapkan Basel II berdasarkan International Best Practices. • Melakukan simulasi untuk memberikan gambaran dari kinerja perusahaan sebelum dan setelah implementasi. • Mengumpulkan data sebagai langkah persiapan Bank Mega agar metode pendekatan IRB dapat digunakan pada masa yang akan datang. • Mempersiapkan infrastruktur dan SDM sebagai langkah persiapan implementasi Basel II. • Melakukan diversifikasi asset berdasarkan format Laporan Basel II.
76
2009 • Mulai melakukan perhitungan kebutuhan modal Basel II dengan mengunakan metode pendekatan standardized approach. • Mengumpulkan data sebagai langkah persiapan Bank Mega agar metode pendekatan IRB dapat digunakan pada masa yang akan datang. • Melakukan verifikasi dengan BI atas sistem yang dibangun sebagai persiapan agar dapat menggunakan metode pendekatan Foundation Internal Rating Approach. 2010 • Mengumpulkan data sebagai langkah persiapan Bank Mega agar metode pendekatan Foundation Internal Rating Approach dapat digunakan pada masa yang akan datang. • Melakukan verifikasi dengan BI atas sistem yang dibangun sebagai persiapan agar dapat menggunakan metode pendekatan Foundation Internal Rating Approach. 2011 • Mengumpulkan data sebagai langkah persiapan Bank Mega agar metode pendekatan IRB dapat digunakan pada masa yang akan datang. • Melakukan verifikasi dengan BI atas sistem yang dibangun sebagai persiapan agar dapat menggunakan metode pendekatan Foundation Internal Rating Approach. • Melakukan Case Study sebagai langkah awal untuk menggunakan metode pendekatan Foundation Internal Rating Approach. • Mempersiapkan
infrastruktur
untuk
mempersiapkan
menggunakan metode Foundation Internal Rating Approach.
diri
untuk
77
2012 • Mengumpulkan data sebagai langkah persiapan Bank Mega agar metode pendekatan IRB dapat digunakan pada masa yang akan datang. • Melakukan pararel run untuk antara metode pendekatan Standardized approch dan Foundation Internal Rating Approach. • Melakukan
sosialisasi
kepada
cabang-cabang
sehubungan
akan
dilakukannya peralihan dari metode standardized apporach menuju pada Foundation Internal Rating Based Approach.
2. Melaksanakan QIS terkait dengan perhitungan modal berbasis risiko di Bank Mega Untuk mendapatkan gambaran dari perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR) antara Current Accord (Basel I) dan Standardized Approach (Basel II), Bank Mega dipersyaratkan oleh Bank Indonesia melakukan studi kuantitatif dengan melakukan pengisian QIS (Qualitative Impact Study). Dengan melakukan QIS terhadap Bank Mega maka diperoleh hasil berikut ini yakni berupa perbandingan kinerja Bank Mega sebelum menerapkan Basel II (Current Approach) dan setelah menerapkan Basel II.
78
Berikut ini adalah tabel ringkasan mengenai perbandingan dari hasil perhitungan CAR berdasarkan data internal yang diperoleh dari Bank untuk perhitungan Current Accord dan Basel II dengan menggunakan pendekatan metode Standardized pada periode Juni 2007 – Maret 2008 : Tabel 4.7 Perbandingan Variabel Sebelum dan Sesudah Implementasi Basel II Periode Juni 07 – Mar 08 Juni ’07 No.
Sept ’07
Des ’07
Mar ’08
Variabel Current
Standardized
Current
Standardized
Current
Standardized
Current
Standardized
12,516,126
11,101,580
12,858,776
11,595,414
14,694,861
13,924,232
15,899,983
14,196,807
957,003
957,003
1,077,968
1,077,968
1,043,024
1,043,024
1,165,489
1,165,489
1,358,322
1,358,322
3,444,581
3,444,581
3,247,165
3,247,165
3,048,350
3,048,350
-
1,617,302
-
1,617,302
-
1,617,302
-
2,083,542
2,315,325
3,932,628
4,522,549
6,139,852
4,290,189
5,907,492
4,213,838
6,297,380
Total RWA
14,831,451
15,034,208
17,381,326
17,735,265
18,985,050
19,831,724
20,113,821
20,494,187
Sub-total RWA (Scale-up)
13,267,094
11,767,675
13,630,303
12,291,139
15,576,553
14,759,686
16,853,982
15,048,615
1.
Sub-total RWA
2.
Other Assets
3.
Market risk (general and specific) and settlement risk
4.
Operational risk
5.
Sub-total RWA not subject to scaling
6. 7.
79
15,582,419
15,700,303
18,152,852
18,430,991
19,866,742
20,667,178
21,067,820
21,345,995
Total eligible capital
2,233,380
2,233,380
2,304,726
2,304,726
2,347,271
2,347,271
3,379,012
3,379,012
10.
Minimum required capital for Sub Total RWA
1,061,367
941,414
1,090,424
983,291
1,246,124
1,180,775
1,348,319
1,203,889
11.
Minimum required capital
1,246,593
1,256,024
1,452,228
1,474,479
1,589,339
1,653,374
1,685,426
1,707,680
12.
Total Ratio
14.33%
14.23%
12.70%
12.50%
11.82%
11.36%
16.04%
15.83%
8.
Scaled-up RWA
9.
Capital
Perubahan modal karena pengaruh risiko kredit
-11,3 %
-9,83%
-5,24 %
Perubahan modal karena pengaruh implementasi Basel II
1.00 %
1.41%
4,07 %
-10,71%
1.72%
•
Data yang ditampilkan pada tabel diatas mewakili jangka waktu triwulan untuk tiap satuan waktu.
•
Ilustrasi untuk diversifikasi bobot risiko berdasarkan metode pendekatan Standardized Approach akan dijelaskan lebih detail pada halaman Lampiran.
80 Penjelasan data pada Tabel : No.
Variabel
1.
Sub-total RWA
Keterangan dari Variabel Asset dari bank yang mempunyai bobot risiko berdasarkan Basel II. Ilustrasi data pada Bulan Mar’08 dibagi menjadi bobot resiko asset yang diperhitungkan adalah : Exposure
Current
Corporate Exposure
:
8,070,435
7,852,353
Bank
:
133,552
133,552
Retail Kredit
:
4,690,122
3,688,325
Small Medium Enterprise
:
3,005,873
2,522,577
15,899,983
14,196,807
Total
2.
Other Assets
Asset perusahaan seperti investasi pada instrument yang berhubungan, uang kas, aktiva tetap seperti tanah dan bangunan serta Other assets seperti ruparupa aktiva, Berikut Ilustrasi dari data pada bulan Mar’08 pada tabel berikut: Exposure
Current
Market risk and settlement risk
Standardized
Fixed assets
:
790,589
790,589
Other assets (ruparupa aktiva)
:
376,982
376,982
1,165,489
1,165,489
Total
3.
Standardized
Risiko yang dihadapi bank dari pergerakan pasar dan proses penyelesaian. Risiko pasar (Market Risk) tidak termasuk dalam bahasan tesis ini.
81 4.
Operational risk
Risiko yang dihadapi bank dalam operational seharihari. Risiko Operasional (Operational Risk) tidak masuk dalam thesis ini
5.
Sub-total RWA not subject to scaling
Nilai risiko yang ada pada bank tetapi tidak perlu dilakukan peningkatan skala.
6.
Total RWA
Jumlah dari asset yang harus dinaikkan skalanya dengan asset yang tidak harus dinaikkan resikonya. Merupakan total dari exposure bank, berikut ilustrasi perhitungan data Standardized untuk Mar’08: = Credit risk + Other asset risk + Market risk + Operational risk = 14,196,807+ 1,165,489 + 3,048,350 + 2,083,542 = 20,494,187
7.
Sub-total RWA (Scale-up)
Nilai dari risiko kredit setalah dilakukan peningkatan skala. Ilustrasi perhitungan data current untuk Mar ’08: = (15,899,983 * 106 %) = 16,853,982
8.
Scaled-up RWA
Nilai dari risiko bank yang setelah dilakukan penigkatan skala, Ilustrasi perhitungan data current untuk Mar ’08: = (15,899,983 * 106 %) + 4,213,838 = 21,067,820
9.
Total eligible capital
Total modal yang dimiliki oleh bank. Ilustrasi perhitungan modal dengan menggunakan data Mar’08 : Exposure
Value
Modal Inti
:
2,246,045
Modal Pelengkap
:
1,132,966
Total
3,379,012
82 10 Minimum required capital for Sub Total RWA
Modal minimum yang dibutuhkan berdasarkan exposure dari risiko kredit. Ilustrasi dengan menggunakan standardized pada Mar’08:
oleh
data
bank metode
= 15,048,615 * 8% = 1,203,889
11 Minimum required capital
Modal minimum yang dibutuhkan oleh berdasarkan total exposure yang dihadapi. Ilustrasi dengan menggunakan standardized pada Mar’08:
data
bank metode
= 21,345,995 * 8% = 1,707,680
12 Total Ratio
Capital Perbandingan dari modal terhadap total exposure dari bank. Ilustrasi dengan menggunakan standardized pada Mar’08:
data
metode
= Total eligible capital / Scaled-up RWA = 3,379,012 / 21,345,995 = 15.83 %
Analisa dari data yang diperoleh dari QIS Dari hasil QIS tampak bahwa kebutuhan modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit setelah melakukan implementasi Basel II menurun dengan rincian sbb: •
Juni 2007 – September 2007 modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit mengalami penurunan sebesar 9,83%.
•
September 2007 – Desember 2007 modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit mengalami penurunan sebesar 5,24%
83 •
Desember 2007 – Maret 2008 modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit mengalami penurunan sebesar 10,71%
Hal ini disebabkan karena adanya perubahan komposisi dari bobot risiko untuk tiap kelas asset. Pada Basel I tiap kelas asset mendapat bobot risiko 100%, sedangkan pada Basel II tiap untuk kelas asset dibagi lagi kedalam beberapa peringkat berdasarkan rating dari debitur, sehingga tidak semua kelas asset dari debitur mempunyai bobot risiko sebesar 100%.
Bila dilihat secara keseluruhan bahwa untuk melakukan implementasi Basel II, modal yang dibutuhkan oleh bank meningkat dengan perincian sbb: •
Juni 2007 – September 2007 modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit mengalami kenaikan sebesar 1,41%.
•
September 2007 – Desember 2007 modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit mengalami kenaikan sebesar 4,07%
•
Desember 2007 – Maret 2008 modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit mengalami kenaikan sebesar 1,72%
Peningkatan modal dalam implementasi basel II lebih disebabkan karena adanya tambahan kebutuhan modal untuk melindungi bank dari risiko operasional. Sedikit berbeda dengan Basel I dimana risiko operational tidak diperhitungkan sebagai komponen yang harus diperhitungkan pada modal bank.
84 3. Rencana aksi yang harus disiapkan oleh Bank Mega dalam melakukan implementasi Basel II adalah sebagai berikut : Rencana aksi yang disiapkan oleh Bank Mega harus mencakup keseluruhan aspek kegiatan baik yang bersifat operasional maupun strategis, baik yang merupakan persiapan perangkat keras maupun perangkat lunak. Namun pembahasan dalam tesis ini dibatasi hanya pada aspek Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi, Kebijakan dan Prosedur serta Struktur Organisasi. a. Sumber Daya Manusia Dalam melakukan implementasi Basel II, Bank Mega juga disarankan untuk mempersiapkan tenaga sumber daya manusia yang mampu mendukung implementasi Basel II. Sesuai dengan Road Map dari Bank Indonesia, maka berikut ini adalah usulan pegawai dan target dengan sertifikasi Risk Management. Tabel 4.6 Usulan Target SDM Bank Mega Sertifikasi Resiko
Tahun 2008
2009
2010
2011
2012
Level 1
250
250
250
250
250
Level 2
200
200
200
300
400
Level 3
30
40
50
70
Level 4
20
20
20
30
Level 5
5
85 Penjelasan pada tabel : (1)
Pada Level 1 diberikan pada front liner karyawan sampai dengan Level Officer.
(2)
Pada Level 2 diberikan pada karyawan sampai dengan level Assisten Manager.
(3)
Pada Level 3 diberikan pada karyawan sampai dengan level Manager.
(4)
Pada Level 4 diberikan pada karyawan sampai dengan level Vice Presiden.
(5)
Pada Level 5 diberikan sampai direksi dari Bank Mega
b. Teknologi Informasi Sistem yang diharapkan dapat diakomodir oleh Bank Mega : a. Mempersiapkan aplikasi yang akan digunakan untuk mengakomodir perhitungan resiko kredit pada Bank Mega. b. Sistem yang dapat menampung dan menyimpan data terkait dengan eksposure risiko di cabang. c. Sistem reporting real time berbasis risiko sesuai dengan kebutuhan Bank Mega baik pada level working group maupun manajemen puncak d. Aplikasi teknologi informasi yang mengintegrasikan semua risiko yang ada dalam pemberian kredit kepada nasabah.
86
Gambar 4.1 Gambar Rancangan Sistem yang Diusulkan
Keterangan Gambar : - Setiap aplikasi kredit yang masuk akan ditampung kedalam sebuah database yang berisi semua data aplikasi. - Aplikasi data tersebut akan diinput kedalam LOS (Loan Operating System) dan setiap aplikasi kredit yang disetujui akan ditampung ke dalam database LOS. - Kemudian setiap data debitur yang terdapat dalam database LOS akan dilakukan tahap modelling sebelum pada akhirnya ditampung dalam data warehouse. - Data yang terdapat dari data warehouse terdiri dari data eksternal dan senantiasa data debitur tersebut harus selalu diupdate untuk dapat menghasilkan kredit report bagi manajemen.
87 c. Kebijakan dan Prosedur Kebijakan dan Prosedur yang diharapkan dapat diakomodir atau direview kembali sehubungan dengan implementasi Basel II pada Bank Mega : a. Kebijakan dan prosedur terhadap proses kredit berbasis risiko di cabang dan kantor pusat. b. Kebijakan dan prosedur untuk mengeksekusi wewenang komite pemutus kredit. c. Kebijakan dan prosesur selama masa transisi dari Basel I menuju pada Basel II. d. Kebijakan dan prosedur implementasi Basel II yang sesuai dengan Peraturan dan kebijakan yang di keluarkan oleh Bank Indonesia. e. Kebijakan dan prosedur yang mengatur bobot resiko dari tiap debitur. f. Kebijakan dan prosedur yang mengatur pengikatan dan penilaian jaminan yang mengacu pada Basel II. g. Kebijakan dan prosedur mitigasi kredit macet. h. Kebijakan dan prosedut yang mengatur perhitungan risiko kredit. i. Kebijakan dan Panduan operasional serta urutan kerangka kerja pada cabang. j. User Manual petunjuk cara kerja sistem yang digunakan
88 d. Struktur Organisasi Struktur Organisasi yang bisa dipertimbangkan oleh Bank Mega untuk dikembangkan sehingga mampu mendukung implementasi Basel II, khususnya terkait dengan resiko kredit : a. Credit Risk Compliance yang melakukan review pada peraturan baru dan peraturan yang telah ada untuk persiapan implementasi Basel II. b. Credit Risk System Development yang melakukan pengembangan pada aplikasi agar sesuai dengan permintaan oleh Bank Indonesia dan kebutuhan Bank Mega untuk melakukan implementasi Basel II. c. Credit Risk Management yang melakukan perhitungan resiko kredit dari debitur dan mengelola data dari cabang. d. Credit Risk Help Desk yang membantu operational cabang sehari-hari. e. Credit Risk Auditor yang melakukan fungsi review dan memberikan masukkan terhadap kinerja dari bagian-bagian yang telah dibentuk diatas.