BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Penelitian ini menguji pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang baik secara individual maupun secara bersama-sama terhadap likuiditas perusahaan. Hasil perputaran persediaan dan perputaran piutang dalam penelitian ini diolah penulis dengan sumber data yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan secara triwulan. Likuiditas perusahaan dilihat dari Current Ratio perusahaan. Data penelitian ini diambil dari 4 perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kriteria lainnya adalah perusahaan harus telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia minimal sejak tahun 2004 dan mempublikasikan secara lengkap laporan keuangannya dalam triwulan untuk periode 31 Maret 2004 hingga 31 Desember 2010 yang dinyatakan dalam Rupiah (Rp), serta tidak mengalami delisting selama periode berjalan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa regresi berganda, analisa korelasi parsial, dan analisa koefisien determinasi. Penelitian ini menggunakan periode 2004-2010 yaitu selama 7 tahun.
33
Tabel 4.1 Prosedur Pemilihan Sampel Seluruh perusahaan dalam kategori industri rokok
4
Tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia minimal sejak (1) tahun 2004 Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan keuangan triwulan secara lengkap selama periode
-
31 Maret 2004 - Desember 2010 Total Sampel Perusahaan
3
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, semua perusahaan dalam industri rokok tersebut menyajikan laporan keuangan yang dinyatakan dalam Rupiah. Dari 4 perusahaan yang termasuk dalam kategori industri rokok, hanya 3 perusahaan yang memenuhi kriteria, dan 1 perusahaan lainnya tidak memenuhi kriteria pengumpulan sampel. Dari 4 perusahaan tersebut, terdapat 1 perusahaan yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia minimal sejak tahun 2004 yaitu PT. Wismilak Inti Makmur Tbk yang baru listing di Bursa Efek Indonesia pada akhir tahun 2012. Tabel 4.2 Daftar Kode dan Nama Perusahaan
No 1 2
Kode Perusahaan GGRM HMSP
Nama Perusahaan Gudang Garam Tbk. HM Sampoerna Tbk. 34
3 RMBA Bentoel International Investama Tbk. Sumber: Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) 4.2 Analisis Perputaran Persediaan Perputaran persediaan akan memperlancar jalannya operasi perusahaan yang dilakukan
secara
teratur
untuk
memproduksi
barang-barang
kemudian
mendistribusikannya. Besar dari hasil perhitungan perputaran persediaan akan menunjukkan tingkat kecepatan persediaan bertransformasi menjadi kas setelah melalui penjualan yang menghasilkan piutang yang akan ditagih. Berikut ini data hasil perhitungan perputaran persediaan pada perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2004-2010 secara triwulan yang disajikan dalam bentuk grafik. Gambar 4.1 Grafik Perputaran Persediaan Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2004
35
Berdasarkan grafik perputaran persediaan perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2004 Bentoel International Investama Tbk dari triwulan I hingga triwulan IV memiliki perputaran persediaan paling tinggi dan jauh melebihi tingkat perputaran persediaan di antara 2 perusahaan lainnya. Hal ini disebabkan karena HPP pada Bentoel International Investama Tbk memiliki nilai jauh lebih besar dibanding nilai persediaan rata-ratanya. Gambar 4.2 Grafik Perputaran Persediaan Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2005
Berdasarkan grafik perputaran persediaan perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2005 Bentoel International Investama Tbk dari triwulan I dan triwulan II memiliki perputaran persediaan paling tinggi. Pada triwulan III Bentoel International Investama Tbk dan Gudang Garam Tbk memiliki 36
nilai perputaran persediaan yang sama. Pada akhir periode HM Sampoerna Tbk yang memiliki tingkat perputaran tertinggi. Sedangkan Gudang Garam Tbk dari triwulan I hingga triwulan IV memiliki tingkat perputaran paling rendah di antara 2 perusahaan lainnya. Gambar 4.3 Grafik Perputaran Persediaan Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2006
Berdasarkan grafik perputaran persediaan perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2006 dari triwulan I hingga triwulan IV HM Sampoerna Tbk dan Bentoel International Investama Tbk kurang lebih memiliki nilai perputaran persediaan yang hampir sama. Sedangkan Gudang Garam Tbk 37
dari triwulan I hingga triwulan IV memiliki tingkat perputaran paling rendah di antara 2 perusahaan lainnya.
Gambar 4.4 Grafik Perputaran Persediaan Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2007
Berdasarkan grafik perputaran persediaan perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2007 dari triwulan I dan triwulan II Bentoel International Investama Tbk memiliki nilai perputaran persediaan tertinggi, sedangkan pada triwulan III dan triwulan IV HM Sampoerna Tbk yang memiliki nilai perputaran persediaan paling tinggi. Namun secara keseluruhan dari triwulan I hingga 38
triwulan IV HM Sampoerna Tbk dan Bentoel International Investama Tbk kurang lebih memiliki nilai perputaran persediaan yang hampir sama. Sedangkan Gudang Garam Tbk dari triwulan I hingga triwulan IV memiliki tingkat perputaran paling rendah di antara 2 perusahaan lainnya. Gambar 4.5 Grafik Perputaran Persediaan Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2008
Berdasarkan grafik perputaran persediaan perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2008 triwulan I HM Sampoerna Tbk dan Bentoel International Investama Tbk memiliki nilai perputaran persediaan yang sama. Pada triwulan II hingga triwulan IV, HM Sampoerna Tbk yang memiliki nilai perputaran persediaan tertinggi. Saat triwulan III, Gudang Garam Tbk dan Bentoel
39
International Investama Tbk memiliki nilai perputaran persediaan yang sama. Namun Gudang Garam Tbk secara keseluruhan dalam satu periode memiliki tingkat perputaran paling rendah di antara 2 perusahaan lainnya seperti tahun-tahun sebelumnya.
Gambar 4.6 Grafik Perputaran Persediaan Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2009
Berdasarkan grafik perputaran persediaan perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2009 HM Sampoerna Tbk memiliki perputaran persediaan paling tinggi, terutama pada triwulan II hingga triwulan IV jauh melebihi tingkat perputaran persediaan di antara 2 perusahaan lainnya. Sedangkan 40
Gudang Garam Tbk dan Bentoel International Investama Tbk selama triwulan I hingga triwulan III memiliki nilai perputaran persediaan yang hampir sama, hanya pada triwulan IV Bentoel International Investama Tbk memiliki nilai perputaran persediaan lebih tinggi dibanding Gudang Garam Tbk.
Gambar 4.7 Grafik Perputaran Persediaan Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2010
Berdasarkan grafik perputaran persediaan perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2010 HM Sampoerna Tbk memiliki nilai perputaran persediaan paling tinggi, disusul Bentoel International Investama Tbk, dan kemudian Gudang Garam Tbk. Namun tingkat perputaran persediaan 41
Gudang Garam Tbk memiliki nilai yang jauh lebih rendah di antara 2 perusahaan lainnya, terutama saat triwulan II hingga triwulan IV. Berdasarkan hasil pengolahan data, naik turunnya tingkat perputaran persediaan ini dikarenakan jumlah persediaan dan nilai HPP yang tidak menentu di setiap periode. Terkadang perusahaan menyediakan jumlah stok persediaan lebih banyak atau bahkan lebih sedikit dibanding periode sebelumnya. 4.3 Analisis Perputaran Piutang Tingkat perputaran piutang dapat diketahui melalui perhitungan dari data laporan keuangan perusahaan yang disajikan. Besar dari hasil perhitungan perputaran piutang juga dapat menunjukkan seberapa efektif manajemen perusahaan dapat mengelola salah satu unsur modal kerjanya ini. Berikut ini data hasil perhitungan perputaran piutang pada perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2004-2010 secara triwulan yang disajikan dalam bentuk grafik. Gambar 4.8 Grafik Perputaran Piutang Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2004
42
Berdasarkan grafik perputaran piutang perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2004 dari triwulan I hingga triwulan IV HM Sampoerna Tbk memiliki nilai perputaran persediaan paling tinggi di antara 2 perusahaan lainnya, disusul Bentoel International Investama Tbk, dan kemudian Gudang Garam Tbk. Hal ini disebabkan karena penjualan bersih pada HM Sampoerna Tbk memiliki nilai jauh lebih besar dibanding nilai piutang rata-ratanya. Gambar 4.9 Grafik Perputaran Piutang Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2005
43
Berdasarkan grafik perputaran piutang perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2005 dari triwulan I hingga triwulan IV HM Sampoerna Tbk memiliki nilai perputaran persediaan paling tinggi di antara 2 perusahaan lainnya, disusul Bentoel International Investama Tbk, dan kemudian Gudang Garam Tbk. Hal ini disebabkan karena penjualan bersih pada HM Sampoerna Tbk memiliki nilai jauh lebih besar dibanding nilai piutang rata-ratanya. Gambar 4.10 Grafik Perputaran Piutang Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2006
44
Berdasarkan grafik perputaran piutang perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2006 dari triwulan I hingga triwulan IV HM Sampoerna Tbk memiliki nilai perputaran persediaan paling tinggi di antara 2 perusahaan lainnya, disusul Bentoel International Investama Tbk, dan kemudian Gudang Garam Tbk. Hal ini disebabkan karena penjualan bersih pada HM Sampoerna Tbk memiliki nilai
jauh lebih besar dibanding nilai piutang rata-ratanya. Pada Bentoel
International Investama Tbk terjadi peningkatan nilai perputaran piutang dibanding tahun sebelumnya. Gambar 4.11 Grafik Perputaran Piutang Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2007 45
Berdasarkan grafik perputaran piutang perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2007 dari triwulan I hingga triwulan IV HM Sampoerna Tbk memiliki nilai perputaran persediaan paling tinggi di antara 2 perusahaan lainnya, disusul Bentoel International Investama Tbk, dan kemudian Gudang Garam Tbk. Hal ini disebabkan karena penjualan bersih pada HM Sampoerna Tbk memiliki nilai
jauh lebih besar dibanding nilai piutang rata-ratanya. Pada Bentoel
International Investama Tbk terjadi peningkatan kembali nilai perputaran piutang dibanding tahun 2006. Gambar 4.12 Grafik Perputaran Piutang Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2008 46
Berdasarkan grafik perputaran piutang perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2008 dari triwulan I hingga triwulan IV HM Sampoerna Tbk memiliki nilai perputaran persediaan paling tinggi di antara 2 perusahaan lainnya, disusul Bentoel International Investama Tbk, dan kemudian Gudang Garam Tbk. Hal ini disebabkan karena penjualan bersih pada HM Sampoerna Tbk memiliki nilai
jauh lebih besar dibanding nilai piutang rata-ratanya. Pada HM
Sampoerna Tbk memiliki nilai perputaran piutang yang jauh lebih besar dan meningkat dengan signifikan dibanding tahun 2007. Gambar 4.13 Grafik Perputaran Piutang Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2009 47
Berdasarkan grafik perputaran piutang perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2009 dari triwulan I hingga triwulan IV HM Sampoerna Tbk memiliki nilai perputaran persediaan paling tinggi di antara 2 perusahaan lainnya, disusul Bentoel International Investama Tbk, dan kemudian Gudang Garam Tbk. Hal ini disebabkan karena penjualan bersih pada HM Sampoerna Tbk memiliki nilai jauh lebih besar dibanding nilai piutang rata-ratanya. Pada akhir periode HM Sampoerna Tbk memiliki nilai perputaran piutang yang lebih besar dibanding tahun 2008. Nilai perputaran piutang pada Gudang Garam Tbk dan Bentoel International Investama Tbk terlihat hampir sama dengan tahun sebelumnya. Gambar 4.14 Grafik Perputaran Piutang Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2010 48
Berdasarkan grafik perputaran piutang perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2010 dari triwulan I hingga triwulan IV HM Sampoerna Tbk memiliki nilai perputaran persediaan paling tinggi di antara 2 perusahaan lainnya, disusul Bentoel International Investama Tbk, dan kemudian Gudang Garam Tbk. Hal ini disebabkan karena penjualan bersih pada HM Sampoerna Tbk memiliki nilai jauh lebih besar dibanding nilai piutang rata-ratanya. Pada akhir periode ini nilai perputaran piutang HM Sampoerna Tbk menurun drastis dibanding akhir periode tahun 2009. Nilai perputaran piutang pada Bentoel International Investama Tbk mengalami kenaikan dibanding tahun lalu. Sedangkan pada Gudang Garam Tbk, nilai perputaran piutangnya hanya mengalami sedikit kenaikan pada triwulan I dan triwulan II dibanding 2 triwulan pertama tahun lalu.
49
Naik turunya perputaran piutang, dari faktor internal, hal ini dapat disebabkan oleh manajemen pengelolaan piutang yang baik (seperti penentuan syarat pembayaran penjualan kredit, ketentuan mengenai pembatasan kredit, dan kebijaksanaan dalam mengumpulkan piutang), dan peningkatan volume penjualan secara terus menerus melalui kegiatan pemasaran yang baik pula. Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi tingkat perputaran piutang perusahaan seperti kebiasaaan baik membayar dari para pelanggan dengan mematuhi kebijakan penjualan kredit yang ditetapkan. 4.4 Analisis Likuiditas Tingkat likuiditas dapat diketahui melalui perhitungan dari data laporan keuangan perusahaan yang disajikan. Besar dari hasil perhitungan tingkat likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan melunasi kewajiban lancarnya. Berikut ini data hasil perhitungan likuiditas pada perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2004-2010 secara triwulan yang disajikan dalam bentuk grafik.
Gambar 4.15 Grafik Likuiditas Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2004
50
Berdasarkan grafik likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2004 dari triwulan I hingga triwulan IV Gudang Garam Tbk memiliki nilai likuiditas terendah di antara 2 perusahaan lainnya dan mengalami sedikit penurunan di setiap triwulannya. HM Sampoerna Tbk memiliki nilai likuiditas sangat tinggi di awal periode, namun pada triwulan II turun secara signifikan dan naik secara perlahan di triwulan-triwulan selanjutnya, hal ini dikarenakan pada awal tahun HM Sampoerna Tbk memiliki aktiva lancar yang jauh lebih besar dibanding hutang lancarnya. Pada Bentoel International Investama Tbk nilai likuiditasnya mengalami fluktuasi di setiap triwulannya.
Gambar 4.16 51
Grafik Likuiditas Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2005
Berdasarkan grafik likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2005 triwulan I nilai likuiditas HM Sampoerna Tbk dan Bentoel International Investama Tbk adalah sama. Pada triwulan II, nilai likuiditas Bentoel International Investama Tbk mengalami penurunan dan relatif stabil di triwulan berikutnya. Sedangkan nilai likuiditas pada HM Sampoerna Tbk juga mengalami penurunan pada triwulan II dan triwulan III. Dibanding pada tahun sebelumnya, pada tahun ini HM Sampoerna Tbk memiliki tingkat likuiditas yang lebih rendah. Pada Gudang Garam Tbk memiliki nilai likuiditas terendah di antara 2 perusahaan lainnya dan relatif stabil di setiap triwulannya.
52
Gambar 4.17 Grafik Likuiditas Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2006
Berdasarkan grafik likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2006 triwulan I hingga triwulan IV nilai likuiditas Bentoel International Investama Tbk mengalami penurunan secara bertahap, tingkat likuiditas tahun ini juga lebih rendah dibanding likuiditas tahun sebelumnya. Nilai likuiditas Gudang Garam Tbk pada triwulan I hingga triwulan III adalah cenderung stabil dan mengalami sedikit kenaikan di akhir periode. Pada HM Sampoerna Tbk, nilai likuiditasnya juga cenderung stabil dari triwulan I hingga triwulan II, dan mengalami sedikit penurunan di triwulan berikutnya.
53
Gambar 4.18 Grafik Likuiditas Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2007
Berdasarkan grafik likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2007 triwulan I hingga triwulan IV nilai likuiditas Gudang Garam Tbk dan HM Sampoerna Tbk adalah relatif stabil. Tingkat likuiditas Gudang Garam Tbk pada tahun ini lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan nilai likuiditas Bentoel International Investama Tbk pada triwulan I hingga triwulan III terendah di antara 2 perusahaan lainnya, namun pada akhir periode nilai likuiditasnya meningkat signifikan, hal ini disebabkan oleh nilai hutang lancarnya jauh menurun dibanding nilai hutang lancar pada triwulan-triwulan sebelumnya. Tingkat 54
likuiditas Bentoel International Investama Tbk pada triwulan I hingga triwulan III tahun ini juga lebih rendah dibanding triwulan I hingga triwulan III pada tahun 2006. Gambar 4.19 Grafik Likuiditas Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2008
Berdasarkan grafik likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2008 triwulan I hingga triwulan IV nilai likuiditas HM Sampoerna Tbk adalah relatif stabil dan terendah di antara 2 perusahaan lainnya. Tingkat likuiditas HM Sampoerna Tbk tahun ini menurun dibanding tahun sebelumnya. Pada Gudang Garam Tbk nilai likuiditasnya juga relatif stabil di setiap triwulannya dan sama seperti tahun lalu, hanya saja tingkat likuiditas pada akhir periode tahun ini mengalami sedikit peningkatan dibanding akhir periode tahun lalu. Nilai 55
likuiditas Bentoel International Investama Tbk mengalami penurunan yang signifikan dari triwulan I hingga triwulan III dan mengalami sedikit kenaikan di akhir periode. Tetapi tingkat likuiditas Bentoel International Investama Tbk pada triwulan I hingga triwulan III tahun ini lebih baik dibanding triwulan I hingga triwulan III pada tahun 2007. Gambar 4.20 Grafik Likuiditas Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2009
Berdasarkan grafik likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2009 triwulan I hingga triwulan IV nilai likuiditas Gudang Garam Tbk adalah cukup stabil dan lebih baik dibanding tingkat likuiditas pada tahun sebelumnya. Terjadi fluktuasi nilai likuiditas triwulan I hingga triwulan III 56
pada HM Sampoerna Tbk, namun dapat disimpulkan bahwa tingkat likuiditasnya lebih baik dibanding tahun 2008, dan nilai likuiditas HM Sampoerna Tbk terendah di antara 2 perusahaan lainnya pada tahun ini. Nilai likuiditas Bentoel International Tbk mengalami penurunan mulai triwulan III hingga triwulan IV dan dibanding tahun sebelumnya tingkat likuiditas tahun ini lebih rendah. Gambar 4.21 Grafik Likuiditas Perusahaan Industri Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2010
Berdasarkan grafik likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2010 triwulan I nilai likuiditas Gudang Garam Tbk termasuk tinggi, lalu mengalami penurunan pada triwulan II, dan nilainya stabil pada triwulan-triwulan berikutnya. Pada tahun ini tingkat likuiditas Gudang Garam Tbk tertinggi di antara 2 perusahaan lainnya dan lebih baik dibanding tingkat 57
likuiditas tahun lalu. Tingkat likuiditas Bentoel International Investama Tbk secara keseluruhan pada tahun ini sedikit menurun dibanding tahun 2009. Pada HM Sampoerna Tbk terjadi penurunan nilai likuiditas yang signifikan pada triwulan I ke triwulan II, lalu kembali mengalami kenaikan secara perlahan untuk triwulan-triwulan berikutnya. Nilai likuiditas HM Sampoerna Tbk pada triwulan II hingga triwulan IV jauh lebih rendah dibanding 2 perusahaan lainnya. Secara keseluruhan, tingkat likuiditas HM Sampoerna pada tahun ini lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Naik turunnya tingkat likuiditas ini dikarenakan aktiva lancar dan hutang lancar perusahaan di setiap periode nilainya tidak menentu. Tingkat likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia termasuk kategori tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 2.10 (210%). 4.5 Analisis Statistik Deskriptif Berikut ini merupakan hasil deskripsi secara statistik atas variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.3 Uji Statistik Deskriptif
58
Descriptive Statistics N
Minimu m
Maximu m
Mean
Std. Deviation
Perputaran persediaan (X1)
84
.44
5.39
1.6742
.91887
Perputaran piutang (X2)
84
3.03
123.93
28.1363
23.92846
Likuiditas (Y)
84
1.21
3.89
2.0998
.52800
Valid N (listwise)
84
Hasil perhitungan menunjukkan, jumlah data yang digunakan adalah 84. Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui hasil dari uji statistik deskriptif pada variabel penelitian ini, yaitu:
Variabel independen pertama adalah Perputaran Persediaan. Secara keseluruhan perusahaan industri rokok mempunyai Perputaran Persediaan sebesar 1.67, yang artinya adalah perusahaan rata-rata memiliki perputaran persediaan terjadi 2 kali dalam satu periode. Nilai minimum dari Perputaran Persediaan dimiliki oleh Gudang Garam Tbk pada triwulan I tahun 2006 dengan nilai 0.44 dan nilai maksimum dari Perputaran Persediaan dimiliki oleh Bentoel International Investama Tbk pada triwulan IV tahun 2004 dengan nilai 5.39. Variabel penelitian ini memiliki standar deviasi sebesar 0.92.
Variabel independen kedua adalah Perputaran Piutang. Secara keseluruhan perusahaan industri rokok mempunyai Perputaran Piutang sebesar 28.14, yang artinya adalah perusahaan rata-rata memiliki perputaran piutang terjadi 28 kali dalam satu periode. Nilai minimum dari Perputaran Piutang dimiliki oleh Gudang Garam Tbk pada triwulan I tahun 2008 dengan nilai 3.03 59
dan nilai maksimum dari Perputaran Persediaan dimiliki oleh HM Sampoerna Tbk pada triwulan IV tahun 2009 dengan nilai 123.93. Variabel penelitian ini memiliki standar deviasi sebesar 23.93.
Variabel dependen adalah Likuiditas. Secara keseluruhan perusahaan industri rokok mempunyai Likuiditas sebesar 2.10, yang artinya adalah perusahaan ratarata memiliki tingkat likuditas sebesar 210% dalam satu periode. Nilai minimum dari Likuiditas dimiliki oleh HM Sampoerna Tbk pada triwulan II tahun 2010 dengan nilai 1.21 dan nilai maksimum dari Likuiditas dimiliki oleh Bentoel International Investama Tbk pada triwulan I tahun 2008 dengan nilai 3.89. Variabel penelitian ini memiliki standar deviasi sebesar 0.53.
Nilai N pada tabel menunjukkan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini untuk periode 2004-2010 (7 tahun) dengan menggunakan laporan keuangan triwulan, yaitu sebanyak 84 sampel. Berikut ini tampilan grafik histogram berdasarkan statistik deskriptif.
Gambar 4.22 Grafik Histogram Perputaran Persediaan Sumber: SPSS 17.0 for Windows
60
Gambar 4.23 Grafik Histogram Perputaran Piutang Sumber: SPSS 17.0 for Windows
61
Gambar 4.24 Grafik Histogram Likuiditas Sumber: SPSS 17.0 for Windows
62
Gambar di atas menunjukkan histogram untuk variabel independen dan variabel dependen. Garis diagonal pada grafik relatif simetris (menyerupai bentuk lonceng), hal ini menunjukkan bahwa data terdistribusi normal. Untuk pengambilan keputusan yang lebih jelas dan akurat, maka akan dilakukan pengujian normalitas lainnya. 4.6
Uji Normalitas Data Pada peneilitian ini digunakan uji parametrik untuk menguji normalitas model
regresi. Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan melalui analisis grafik Normal P-Plot 4.6.1 Uji Kolmogorov-Smirnov Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan software SPSS maka hasil uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Uji Kolmogorov-Smirnov
63
One-Sample Kol mogorov-S mirnov Test Perputaran
Perputaran
Unstandardized
persediaan (X1) piutang (X2) Likuiditas (Y) N Normal Parameters
a,,b
Residual
84
84
84
84
Mean
1.6742
28.1363
2.0998
.0000000
Std. Deviat ion
.91887
23.92846
.52800
.50652762
Most Ext reme
Absolute
.098
.147
.108
.119
Differences
Positive
.098
.129
.108
.119
Negative
-.090
-.147
-.070
-.065
Kolmogorov-Smirnov Z
.902
1.348
.987
1.087
Asymp. Sig. (2-tailed)
.390
.053
.285
.188
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Dari hasil pengujian normalitas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi (Asym.sig 2 tailed) untuk variabel Perputaran Persediaan (X1), Perputaran Piutang (X2), Likuiditas (Y) dan residual lebih besar dari 0,05. Berdasarkan nilai ini menghasilkan kesimpulan bahwa data berdistribusi normal. 4.6.2 Analisis Grafik Normal P-Plot Untuk memastikan pembuktian mengenai normal atau tidaknya data dapat dilakukan dengan analisis grafik normal P-Plot. Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan software SPSS maka hasil uji adalah sebagai berikut: Gambar 4.25 Grafik Normal P-Plot
64
Data-data menyebar sekitar garis dan mengikuti garis diagonal, maka hal ini menunjukkan bahwa model tersebut berdistribusi normal. 4.7 Uji Multikolinearitas Dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) pada model regresi, berdasarkan pengolahan data melalui software SPSS maka hasil uji multikolinearitas adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas
65
Coefficients a Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
Perputaran persediaan (X1)
.632
1.581
Perputaran piutang (X2)
.632
1.581
a. Dependent Variab le: Liku iditas (Y)
Dari hasil pengujian multikolinearitas dapat diketahui bahwa nilai VIF
pada
masing-masing variabel independen kurang dari 10 dan Tolerance lebih dari 0,1 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak terjadi masalah multikolinearitas.
4.8 Uji Heteroskedastisitas Regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas. Untuk membuktikan dan meyakinkan data terhindar dari heteroskedastisitas, maka akan dilakukan 2 jenis pengujian yang berbeda. 4.8.1 Analisis Grafik Scatterplot Dengan menggunakan pendekatan grafik scatterplot pada model regresi, berdasarkan
pengolahan
data
melalui
software
SPSS
maka
hasil 66
uji
heteroskedastisitas adalah sebagai berikut: Gambar 4.26 Grafik Scatterplot
Dari hasil pengujian heteroskedastisitas dapat diketahui bahwa titik-titik menyebar dengan pola yang tidak jelas diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas pada model regresi di penelitian ini. 4.8.2 Uji White Untuk lebih memastikan ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi, maka akan dilakukan uji White. Berdasarkan pengolahan data
67
melalui software SPSS maka hasil uji heteroskedastisitas adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 Hasil Uji White
Model Summary Std. Error of the Model
R
R Square .273a
1
Adjusted R Square
.074
.027
Estimate .46001
a. Predictors: (Constant), x22, x12, Perputaran piutang (X2), Perputaran persediaan (X1)
Dari hasil perhitungan persamaan regresi White menghasilkan nilai R² (R Square) sebesar 0,074. Kemudian mencari nilai chi-kuadrat (C2) : n x R² = 84 x 0,074 = 6,216. Lalu mencari nilai chi-kuadrat tabel dengan derajat kebebasan k-1 = 5-1 = 4 dan a = 95%, didapat nilai 9,488. Diperoleh nilai c² hitung < c² tabel ( 6,216 < 9,488), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah heteroskedastisitas pada model regresi. 4.9 Uji Autokorelasi Dengan menggunakan pendekatan uji Durbin Watson (D-W) pada model regresi, berdasarkan pengolahan data melalui software SPSS maka hasil uji autokorelasi adalah sebagai berikut: Tabel 4.7 Hasil Uji Autokorelasi
68
Model Summaryb
Model 1
R
R Square .282a
Adjusted R
Std. Erro r of the
Square
Estimate
.080
.057
Durbin-Watson
.51274
2.368
a. Pred ictors: (Constant), Perputaran piutang (X2), Perputaran persediaan (X1) b. Dependent Variable: Likuid itas (Y)
Dari hasil pengujian autokorelasi dapat diketahui bahwa nilai Durbin Watson sebesar 2.37. Sedangkan dari tabel DW dengan signifikansi 0.05 dan jumlah data (n) = 84, serta jumlah variabel independen (k) = 2 diperoleh nilai dl sebesar 1.597 dan du sebesar 1.694. Karena nilai DW (2.368) berada pada daerah antara 4-du dan 4-dl, maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti (berada di daerah keragu-raguan). Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.27 Hasil Uji Durbin-Watson
Menolak Ho Daerah bukti keraguautokorelasi raguan negatif
Menerima Ho tidak ada autokorelasi
Daerah keraguraguan
Menolak Ho bukti autokorelasi
69
0
dl 1.597
du 1.694
2
4-du 2.306
4-dl 2.403
4
2.368 (DW)
4.10 Analisis Regresi Linier Berganda Pada model regresi yang digunakan, variabel Perputaran Persediaan sebagai variabel independen X1, variabel Perputaran Piutang sebagai variabel independen X2, dan variabel Likuiditas sebagai variabel dependen Y. Dalam memperoleh bentuk hubungan linier dari Perputaran Persediaan dan Perputaran Piutang terhadap Likuiditas digunakan analisis regresi linier berganda. 4.10.1 Uji Koefisien Regresi Secara Individual ( Uji t) Untuk mengetahui pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang secara individual terhadap likuiditas, maka dilakukan pengujian hipotesis secara individual melalui uji t, dengan hasil pengolahan SPSS sebagai berikut.
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Koefisien Regresi
70
Coefficients a
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
(Constant)
2.360
.117
Perputaran persediaan (X1)
-.111
.077
Perputaran piutang (X2)
-.003
.003
Beta
t
Sig.
20.183
.000
-.193
-1.439
.154
-.120
-.896
.373
a. Dependent Variable: Likuiditas (Y)
Jadi, model regresi berganda yang digunakan adalah: Y = 2.360 - 0.111X1 - 0.003X2 Berikut penjelasan mengenai hasil model regresi berganda tersebut sebagai berikut: Nilai konstanta a = 2.360 Berarti jika semua variabel independen (Perputaran Persediaan dan Perputaran Piutang) tidak berubah atau dianggap konstan (bernilai 0), maka rata-rata Likuiditas akan bernilai sebesar 2.360. Penentuan hasil pengujian dilakukan dengan membandingkan thitung dengan ttabel. Penentuan nilai ttabel dapat dilihat pada tabel statistik dengan (uji 2 sisi) α = 0,05 : 2 = 0.025, dengan nilai df (n-k-1) = 84-2-1 = 81, jadi diperoleh ttabel = 1,990. Kriteria pengujian: Ho diterima bila -t hitung ≥ -t tabel atau t hitung ≤ t tabel, Ho ditolak bila -t hitung < t
tabel
atau t
hitung
>t
tabel.
Dari hasil pengujian, berdasarkan nilai t dapat disimpulkan
sebagai berikut: 71
- Perumusan hipotesa sebelumnya yakni Ho1 : Perputaran persediaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap likuiditas, sedangkan hasil yang diperoleh melalui uji t : nilai -t hitung > -t tabel (1,439 > -1,990). Jadi diperoleh kesimpulan bahwa Ho1 diterima, yaitu perputaran persediaan secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. - Perumusan hipotesa sebelumnya yakni Ho2 : Perputaran piutang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap likuiditas, sedangkan hasil yang diperoleh melalui uji t : nilai t hitung < t tabel (-0,896 < 1,990). Jadi diperoleh kesimpulan bahwa Ho2 diterima, yaitu perputaran piutang secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. 4.10.2 Uji Koefisien Regresi Secara Bersama-sama ( Uji F) Untuk mengetahui pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang secara bersama-sama terhadap likuiditas, maka dilakukan
pengujian
hipotesis secara bersama-sama yang dapat dilihat pada tabel ANOVA hasil pengolahan SPSS.
Tabel 4.9 Hasil Uji F
72
ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
1.844
2
.922
Residual
21.295
81
.263
Total
23.139
83
F
Sig. .035a
3.507
a. Pred ictors: (Constant), Perputaran piutang (X2), Perputaran persediaan (X1) b. Dependent Variable: Likuid itas (Y)
Berdasarkan tabel di atas diperoleh F
hitung
sebesar 3.507. Dengan
menggunakan tingkat keyakinan 95%, α = 5%, df 1 (jumlah variabel – 1) = 2, dan df 2 (n-k-1) = 81 hasil diperoleh untuk F tabel sebesar 3,109. Kriteria pengujian : Ho diterima bila F hitung < F tabel, Ho ditolak bila F hitung > F tabel. Perumusan hipotesa sebelumnya yakni Ho3 : Perputaran persediaan dan perputaran piutang secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap likuiditas, sedangkan hasil yang diperoleh melalui uji t : Hasil F hitung > F tabel
(3,507 > 3,109). Jadi diperoleh kesimpulan bahwa Ho3 ditolak, yaitu perputaran
persediaan dan perputaran piutang secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 4.11 Analisis Korelasi Parsial Untuk mengetahui tingkat keeratan suatu hubungan linier antara variabel independen dengan variabel dependen dapat diukur dengan menggunakan metode
73
Pearson Correlation pada model regresi. Berdasarkan pengolahan data melalui software SPSS maka hasil analisis korelasi adalah sebagai berikut: Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Korelasi Parsial Correlations
Perputaran persediaan (X1)
Pearson Correlation
Perputaran
Perputaran
persediaan (X1)
piutang (X2) .606**
-.266*
.000
.015
84
84
84
.606**
1
-.237*
1
Sig. (2-tailed) N Perputaran piutang (X2)
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Likuiditas (Y)
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Likuiditas (Y)
.000
.030
84
84
84
-.266*
-.237*
1
.015
.030
84
84
84
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari hasil pengolahan data, nilai korelasi Perputaran Persediaan dengan Likuiditas yaitu -0.266. Nilai korelasi tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara Perputaran Persediaan dengan Likuiditas bersifat negatif, berarti arah hubungan berkebalikan. Nilai ini termasuk dalam kategori rendah. Jika semakin tinggi Perputaran Persediaan maka Likuiditas diperkirakan akan mengalami penurunan.. Besar pengaruh Perputaran Persediaan terhadap Likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ketika Perputaran Piutang tidak berubah adalah (-0.266)2 x 74
100% = 0.0708% dan sisanya sebesar 99,9292% dipengaruhi oleh faktor lain seperti total penjualan, nilai aktiva lancar lainnya, dan hutang lancar. Sedangkan nilai korelasi Perputaran Piutang dengan Likuiditas yaitu -0.237. Nilai korelasi tersebut juga menunjukkan bahwa hubungan antara Perputaran Piutang dengan Likuiditas bersifat negatif, berarti arah hubungan berkebalikan. Nilai ini termasuk dalam kategori rendah. Jika semakin tinggi Perputaran Piutang maka Likuiditas diperkirakan akan mengalami penurunan.. Besar pengaruh Perputaran Piutang terhadap Likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ketika Perputaran Persediaan tidak berubah adalah (-0.237)2 x 100% = 0.0562 % dan sisanya 99.9438% dipengaruhi oleh faktor lain seperti total beban, nilai aktiva lancar lainnya, dan hutang lancar. 4.12 Analisis Koefisien Determinasi (R2) Hasil perhitungan korelasi Perputaran Persediaan dan Perputaran Piutang terhadap Likuiditas melalui uji R2 dapat dilihat pada output Regression. Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi
75
Model Summaryb
Model 1
R
R Square .282a
Adjusted R
Std. Erro r of the
Square
Estimate
.080
.057
Durbin-Watson
.51274
2.368
a. Pred ictors: (Constant), Perputaran piutang (X2), Perputaran persediaan (X1) b. Dependent Variable: Likuid itas (Y)
Nilai korelasi R yang diperoleh adalah 0.282, hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang rendah antara perputaran persediaan dan perputaran piutang secara bersama-sama terhadap likuiditas. Dari hasil pengujian dapat diketahui nilai R Square (R2) sebesar 0.080 (8.0%). Jadi sumbangan pengaruh variabel Perputaran persediaan dan Perputaran Piutang sebesar 8.0% terhadap likuiditas, sedangkan sisanya sebanyak 92.0% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Nilai koefisien determinasi ini termasuk dalam kategori sangat rendah. Jadi kesimpulannya perputaran persediaan dan perputaran piutang secara bersama-sama mempunyai hubungan yang rendah terhadap likuiditas. 4.13 Pembahasan Hasil Penelitian Membahas secara lebih mendalam atas hasil pengujian hipotesis dari penelitian yang telah dilakukan. 4.13.1 Pengaruh Perputaran Persediaan Terhadap Likuiditas Hasil dari pengujian membuktikan bahwa perputaran persediaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas. Dengan nilai 76
signifikansi t 0.154 > 0.05, sehingga Ho diterima. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Suseno (2009)
yang menyatakan bahwa
perputaran persediaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perputaran persediaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas, maka perputaran persediaan tidak dapat dijadikan bahan pertimbangan
pengaruh dalam likuiditas perusahaan
industri rokok di yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan jenis industri perusahaan yang digunakan dengan penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Suseno (2009) menggunakan objek satu organisasi saja yang terdapat dalam industri kosmetik dan keperluan rumah tangga. Di dalam industri rokok persediaan bahan baku utamanya adalah tembakau, dimana pesediaan bahan baku tembakau ini memiliki jumlah yang paling besar di antara persediaan bahan lainnya. Periode atau lama waktu penyimpanan persediaan pada perusahaan rokok memiliki ciri yang berbeda dengan industri consumer goods lainnya, penyimpanan bahan baku tembakau ini dilakukan dalam waktu tertentu (lama) guna memperkuat cita rasa dari rokok yang akan dihasilkan akan memperkuat apabila tembakau disimpan dalam waktu yang lama.
Hal ini tentunya
mempengaruhi perputaran persediaan pada industri rokok, yang mana secara teori apabila perusahaan mempersingkat periode penyimpanan
persediaan akan
mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan. Faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan terjadinya perbedaan pada hasil penelitian pengaruh perputaran persediaan terhadap likuiditas. 77
4.13.2 Pengaruh Perputaran Piutang Terhadap Likuiditas Hasil dari pengujian membuktikan bahwa perputaran piutang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas. Dengan nilai signifikansi . t 0.373 > 0.05, sehingga Ho diterima. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ridwan (2009) yang menyatakan bahwa perputaran piutang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perputaran piutang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas, maka perputaran piutang tidak dapat dijadikan bahan pertimbangan pengaruh dalam likuiditas perusahaan industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan jenis industri perusahaan yang digunakan dengan penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Ridwan (2009) menggunakan objek satu organisasi saja yang terdapat dalam industri farmasi. Secara teori, banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat likuiditas pada perusahaan. Tidak hanya diukur melalui perputaran piutang saja, aktiva lancar lainnya dan hutang lancar juga memiliki
peranan yang menentukan dalam besarnya tingkat likuiditas
perusahaan. Faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan terjadinya perbedaan pada hasil penelitian pengaruh perputaran piutang terhadap likuiditas. 4.13.3 Pengaruh Perputaran Persediaan dan Perputaran Piutang Secara Bersama-sama Terhadap Likuiditas Hasil dari pengujian membuktikan bahwa perputaran persediaan dan perputaran piutang secara bersama-sama memiliki pengaruh yang 78
signifikan terhadap likuiditas. Dengan nilai signifikansi sebesar t = 0.035 yang bernilai lebih kurang dari α = 0.05, sehingga Ho ditolak. Hal ini berarti perputaran persediaan dan perputaran piutang secara bersama-sama dapat menjadi dasar pertimbangan pengaruh
dalam
likuiditas perusahaan industri rokok yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia di Indonesia selama periode penelitian. Pengaruh yang signifikan antara perputaran persediaan dan perputaran piutang secara bersama-sama terhadap likuiditas, mendukung penelitian yang dilakukan oleh Herawati (2006) yang memberikan hasil penelitian bahwa adanya pengaruh yang signifikan atas perubahan modal kerja terhadap likuiditas perusahaan dan Cesaria (2010) yang memberikan hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara perputaran modal kerja dengan likuiditas.
79