40 BAB 3 PERANCANGAN SISTEM
3.1
Konsep Perancangan Robot Dewasa ini dunia robotika mengalami perkembangan yang cukup pesat. Robot
yang baru-baru ini dirilis adalah robot berkaki tiga buatan NASA bernama robot Phoenix
(http:/
/internet
web.
Infogue.com
/robot_phoenix
_lacak_kehidupan_di_planet_mars/email). Robot tersebut digunakan oleh NASA untuk melacak kehidupan di planet Mars. Selain robot buatan NASA ada juga robot dua kaki yang dapat menaiki tangga, buatan Mohsen M. Dalvand and Majid M. Moghadam dari Iran yang bernama Stair Climber Smart Mobile Robot (2006). Selain itu ada robot yang bernama Octopus memiliki 8 roda untuk menaiki tangga. Prinsip yang diambil oleh robot
Octopus
.epfl.ch/aslInternalWeb/ASL/publications/uploadedFiles/Octopuspaper.pdf)
(http://asl adalah
menaiki tangga dengan menempelkan semua rodanya pada anak tangga. Berdasarkan literatur-literatur yang ada maka diputuskan untuk membuat sebuah robot untuk menaiki tangga dan juga menuruni tangga dengan menggunakan roda sebagai cara berjalannya (wheeled robot). Untuk membuat sebuah robot yang dapat menaiki tangga dibutuhkan sebuah sistem sebagai sistem utama dari robot. Dari berbagai jenis sistem yang ada dipilihlah sistem pneumatik sebagai sistem utama robot yang dibuat. Hal ini didasari oleh dari aspek internal di Binus, komponen pneumatik yang ada kurang dimanfaatkan untuk
41 aplikasi lain. Selain itu ada dukungan dari luar, yaitu FESTO sebagai supplier komponen pneumatik dan juga sebagai penerapan mata kuliah mekatronika 2 yang sudah dipelajari. Robot yang dibuat bertipe legged robot (robot berkaki) dengan jumlah kaki sebanyak tiga buah. Jumlah kaki dipilih karena pada saat menaiki atau menuruni tangga, robot memerlukan minimal dua buah kaki, yang berupa silinder pneumatik. Apabila menginginkan robot dalam kondisi yang seimbang pada saat menaiki dan menuruni tangga, maka harus ada dua buah kaki yang menapak sebagai penahan dari robot tersebut agar tidak jatuh. Silinder yang dianalogikan sebuah kaki manusia yang dapat menekuk dan memanjang untuk menaiki tangga. Jumlah kaki yang digunakan sebanyak tiga buah bertujuan sebagai penyeimbang dari robot tersebut dalam menaiki dan menuruni tangga. Robot ini juga bergerak ke arah depan saja (1 arah) untuk menaiki dan menuruni tangga. Penggerak dari robot ini adalah dua buah motor DC yang berada pada kaki bagian depan dan kaki bagian belakang. Sebenarnya dapat juga menggunakan tiga buah motor DC pada setiap kaki robot, namun untuk menekan biaya yang dikeluarkan, maka dipilihlah penggunaan motor DC hanya berjumlah dua buah. Pada setiap kaki juga terdapat roda sebagai penggerak dari robot. Pada bagian depan dan belakang digunakan roda sebanyak dua buah, sedangkan pada bagian tengah robot menggunakan roda sebanyak empat buah. Perbedaan jumlah ban depan serta belakang dengan bagian ban tengah tersebut dikarenakan pada bagian tengah robot adalah titik keseimbangan robot. Ban tengah harus dibuat stabil dan tidak mudah bergerak apabila digunakan sebagai penopang robot pada saat menaiki dan menuruni tangga.
42 Pada penelitian ini robot yang dibuat adalah robot yang bertipe legged robot (robot berkaki) bukan wheeled robot (robot beroda). Hal ini dikarenakan inti gerakan robot adalah menaiki dan menuruni tangga, sedangkan robot tersebut dalam menaiki dan menuruni tangga tidak menggunakan roda sebagai cara robot untuk menaiki dan menuruni tangga. Pada saat menaiki dan menuruni tangga robot menggunakan kakinya, dalam hal ini silinder pneumatik. Roda memang digunakan robot dalam berjalan, namun dalam hal menaiki tangga robot tidak menggunakan roda sebagai alat utama untuk menaiki dan menuruni tangga.
3.2
Perancangan Awal Sistem Pada saat perancangan awal sebuah sistem, ada beberapa analisa yang harus
dilakukan agar sistem tersebut berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal ini, di awali dengan perancangan sistem pneumatik yang diaplikasikan pada mobile robot untuk menaiki dan menuruni tangga. Analisa awal ini berupa pembentukan postur tubuh robot, analisa teknik berjalan robot, keseimbangan robot apabila sedang bertumpu pada media pijakan, dan kemampuan robot dalam menahan beban. Perancangan awal ini bertujuan membentuk robot menjadi seperti yang diinginkan serta mencari permasalahan yang timbul pada perancangan yang sudah dilakukan. Dalam perancangan awal ini nantinya juga peletakan-peletakan komponen pada robot akan ditinjau kembali agar mendapatkan robot yang baik. Pada perancangan awal ini diharapkan sistem dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan dari penelitian ini. Apabila sistem masih belum sesuai dengan tujuan
43 maka hasil dari evaluasi-evaluasi perancangan awal ini nantinya akan dituangkan pada bagian perancangan akhir.
3.2.1
Pembentukan Postur Tubuh Robot Sistem pneumatik yang dibentuk nantinya akan diaplikasikan pada sebuah
robot berkaki tiga. Ketiga kaki ini digunakan untuk menahan berat keseluruhan dari robot,
untuk menjaga keseimbangan dan membuat robot berjalan menaiki atau
menuruni tangga agar tidak terjatuh. Secara umum bentuk kerangka robot dapat di gambarkan dibawah ini:
Gambar 3.1 Bentuk Kerangka Robot
44 Berdasarkan gambar 3.1 diatas, dapat diketahui bahwa dengan kerangka tersebut, maka tubuh robot dapat ditahan agar tidak jatuh. Permukaan utama digunakan untuk meletakkan komponen yang berupa silinder kerja ganda sebagai kaki dari robot dan sensor optik sebagai pendeteksi adanya benda di depan robot, namun karena keterbatasan dana, maka diputuskan untuk mengganti sensor optik dengan sensor kapasitif. Selain permukaan utama ada juga permukaan tambahan yang berada di sisi kanan dan kiri dari permukaan utama yang berfungsi sebagai penempatan komponenkomponen yang ada dan juga sebagai penyeimbang robot pada saat berjalan menaiki dan menuruni tangga. Asumsi yang diambil bahwa kerangka robot rigid, dan beban yang berada pada kerangka utama dan kerangka tambahan robot tersebar secara merata sepanjang permukaan yang ada, maka letak titik pusat massanya terletak di tengahtengah benda tersebut, maka dapat ditentukan kemampuan setiap kaki dalam menahan beban sebagai berikut:
Gambar 3.2 Gaya-gaya Pada Robot
45 Dengan melihat gambar 3.2, dapat dilihat adanya gaya-gaya yang bekerja pada tubuh robot, antara lain NA, NB, dan NC yang merupakan gaya normal dari setiap kaki untuk menahan beban, W merupakan berat dari beban (Titik O merupakan titik pusat massa beban), L merupakan panjang kerangka robot secara keseluruhan, LA merupakan jarak kaki A ke kaki B, dan LB merupakan jarak kaki B ke kaki C (dalam perancangan sistem, LA = LB). Dengan menggunakan parameter-parameter diatas dan rumusan tentang momen gaya, maka dapat ditentukan persamaan matematis keseimbangan dari tubuh robot, yaitu jumlah momen yang bekerja pada setiap kaki sama dengan nol. Persamaan 3.1
Persamaan 3.2
46
Persamaan 3.3
Dari ketiga persamaan diatas, dapat dicari bentuk yang lebih sederhana lagi, yaitu sebagai berikut: Persamaan 3.4 Dari hasil persamaan 3.1 dan 3.2 akan digabungkan, menjadi:
47 --------------------- +
Lihat kembali persamaan 3.1, 3.2, dan 3.3, dengan persamaan tersebut dapat ditentukan persamaan matematis gaya normal NA, NB, dan NC. Persamaan 3.5
3.2.2
Analisa Teknik Berjalan Robot Dalam perancangan robot ini ada beberapa hal yang harus di analisa, yaitu
bagaimana robot dapat bergerak dengan melakukan koordinasi-koordinasi pada masingmasing kaki yang ada. Tubuh dari robot ditopang oleh tiga buah silinder pneumatik kerja ganda. Silinder tersebut juga diberi suatu rel (jalur) agar piston pada silinder pneumatik tidak dapat berputar, sehingga robot dapat berjalan lurus sesuai dengan jalur yang ada. Kondisi awal dari robot adalah semua silinder dalam keadaan retract, dan siap untuk berjalan.
48 Untuk dapat mengidentifikasi teknik berjalan robot dengan lebih mudah, maka dibuatlah step diagram sebagai berikut:
Gambar 3.3 Step diagram pada saat menaiki tangga
Gambar 3.4 Step diagram pada saat menuruni tangga Setelah mendapatkan step diagram diatas, maka langkah selanjutnya adalah membuat diagram alir (flow chart) pada saat robot menaiki dan menuruni tangga. Berikut adalah hasil dari diagram alir pada saat menaiki dan menuruni tangga.
49 START
A
B
C
SIL B EXTEND MOTOR 1&2 TIDAK AKTIF
MOTOR 1 &2 AKTIF
MOTOR 1&2 AKTIF
D S2 B_RET C_RET
T MOTOR 1& MOTOR 2 AKTIF
T
S2
B_EXT C_RET
Y Y
T
SIL C RETRACT MOTOR 1&2 TIDAK AKTIF
MOTOR 1 & 2 TIDAK AKTIF SIL B RETRACT
S2 A_RET B_RET C_RET
SIL C EXTEND
S1
Y T
Y
B_RET C_EXT S2 2 DETIK
T B_EXT C_EXT
T
D
Y Y A
B
C
Gambar 3.5 Diagram alir robot pada saat menaiki anak tangga
START
C
A
B
MOTOR 1&2 AKTIF
MOTOR 1&2 TIDAK AKTIF SIL C EXTEND
D S2 A_RET B_RET C_RET MOTOR 1 &2 AKTIF
T
SIL B RETRACT
MOTOR 1&2 TIDAK AKTIF SIL B EXTEND
S2 = 0 0,4 DETIK
S2 A_EXT B_EXT C_EXT
T
T
Y Y T
Y 2 DETIK
MOTOR 1&2 TIDAK AKTIF SIL A EXTEND
Y
MOTOR 1&2 AKTIF
T
S2 A_EXT B_RET C_RET 2,5 DETIK
Y
T
S2 A_RET B_RET C_RET
MOTOR 1&2 AKTIF SIL A_RETRACT SIL C RETRACT
T
MOTOR 1&2 AKTIF
S2 A_RET B_EXT C_RET
Y
S2 A_EXT B_EXT C_RET
D
Y A
B
C
Gambar 3.6 Diagram alir robot pada saat menuruni anak tangga
50 Dari penjelasan pada step diagram dan diagram alir tersebut, dapat dibentuk pergerakan robot. Berikut adalah tahapan-tahapan dari teknik berjalan robot yang ditunjukkan pada gambar 3.7 dan gambar 3.8.
Gambar 3.7 Diagram langkah teknik berjalan robot pada saat menaiki anak tangga
51 Pada step pertama adalah kondisi awal robot, yaitu sensor bagian bawah mendapat sinyal sehingga menjalankan motor. Pada step ke-2 robot mendapat sinyal pada sensor bagian depan sehingga mematikan motor depan dan motor belakang. Setelah itu silinder bagian tengah memanjang. Setelah silinder bagian tengah memanjang, maka sensor pada silinder tengah extend (b_ext) memberi sinyal lalu masuk ke step 3. Pada step ini PLC menginstruksikan silinder belakang untuk memanjang sampai sensor c_ext memberi sinyal. Setelah itu pada step 4 PLC menginstruksikan motor depan dan motor belakang untuk aktif. Robot akan berjalan sampai sensor bagian bawah mendeteksi adanya permukaan. Setelah itu motor depan dan motor belakang berhenti dan robot akan mengangkat silinder bagian tengah sampai sensor pada silinder bagian tengah (b_ret) aktif, maka sistem akan tetap mengangkat silinder, itulah yang terjadi pada step 5. Apabila sensor b_ret aktif
akan masuk ke step 6 yang
menginstruksikan motor depan dan motor belakang aktif selama beberapa detik (time delay) lalu akan mati kembali setelah time delay telah habis. Setelah itu pada step 7 robot akan mengangkat silinder bagian belakang sampai sensor c_ret aktif. Setelah sensor c_ret aktif maka robot akan kembali berjalan sesuai dengan step 7. Begitu seterusnya kembali lagi pada step 8 intinya adalah posisi semula seperti pada step 1.
52
Gambar 3.8 Diagram langkah teknik berjalan robot pada saat menuruni tangga
53 Pada saat menuruni tangga posisi awalnya sama seperti posisi awal menaiki tangga, yaitu semua silinder dalam posisi memendek dan sensor yang aktif adalah sensor bagian bawah, sensor silinder b retract (b_ret), dan sensor silinder c retract (c_ret), dan motor depan serta belakang dalam keadaan aktif. Apabila sensor bagian bawah tidak mendeteksi adanya permukaan (step 2), maka motor depan dan belakang akan mati dan setelah itu masuk ke dalam step 3 , yaitu memanjangkan silinder bagian depan. Setelah silinder bagian depan benar-benar extend dan silinder bagian bawah mendeteksi adanya permukaan, maka motor depan dan belakang kembali aktif selama beberapa detik (tergantung time delay). Setelah time delay sudah habis (step 4), maka motor depan dan motor belakang kembali mati dan menurunkan silinder tengah (step 5). Apabila sensor silinder bagian tengah menyatakan extend (b_ext), maka motor depan dan motor belakang akan kembali diaktifkan selama beberapa detik (tergantung time delay). Setelah time delay habis, maka pada step 6, silinder bagian belakang akan memanjang (extend) sampai sensor pada silinder bagian belakang menyatakan extend (c_ext). Seteleh itu motor depan dan belakang akan berjalan selama beberapa mili detik agar selang pada bagian belakang sewaktu robot memendek tidak menyentuh anak tangga. Setelah motor berhenti maka pada step 7 silinder bagian belakang dan silinder bagian depan akan ditarik sampai sensor pada silinder bagian belakang menyatakan bahwa silinder bagian belakang sudah retract (b_ret). Setelah itu pada step 8 silinder tengah akan memendek juga sampai sensor pada silinder bagian tengah menyatakan bahwa silinder tengah sudah retract (b_ret). Step selanjutnya, yaitu step 9 adalah kondisi awal seperti step 1.
54 3.2.3
Keseimbangan Robot Bertumpu Dengan 2 Kaki Pada penentuan teknik berjalan ini berdasarkan analisa keseimbangan kerangka
robot saat hanya ditopang dengan 2 kaki. Analisa ini bertujuan untuk membuat robot tidak hilang keseimbangan dan terjatuh pada saat salah satu kaki diangkat , baik bagian depan, tengah, maupun bagian belakang kaki robot. Perhatikan kembali gambar 3.3 dan 3.4 mengenai langkah robot dalam menaiki ataupun menuruni tangga. Pada step 3, 4, 6, dan 7 (proses menaiki tangga), robot berjalan hanya ditopang dengan 2 kaki dengan menanggung beban yang ada diatas kerangka robot. Begitu juga pada proses menuruni anak tangga (step 2,3,4,5, dan 6). Hal ini dapat mempengaruhi gaya normal dari masing-masing kaki. Dengan melihat gambar 3.4 diatas, dapat dilakukan analisa matematis dari keseimbangan tubuh robot agar dapat berjalan dengan baik dan benar. Syarat keseimbangan teknik berjalan tersebut, yaitu: Persamaan 3.6 Kaki C diangkat =
Kaki A diangkat =
Persamaan diatas mempunyai maksud, pada saat kaki C (depan) diangkat, maka jumlah momen gaya didaerah sebelah kanan (depan) dengan titik acuan (O) harus lebih kecil atau setidaknya sama dengan jumlah momen gaya di daerah sebelah kiri (belakang) dari titik acuan. Jika kaki C diangkat, dan jumlah momen gaya sebelah kiri (belakang) lebih
55 besar dari jumlah momen gaya sebelah kanan, maka beban akan berada pada bagian kanan (depan). Hal inilah yang harus dihindari karena mengakibatkan robot akan terjatuh disebabkan kehilangan titik keseimbangan. Yang diinginkan pada syarat tersebut adalah pada saat kaki C terangkat, maka kaki C harus benar-benar terangkat dan kerangka robot tetap dipertahankan secara horisontal.
Gambar 3.9 Momen gaya saat silinder c terangkat Hal sebaliknya terjadi pada saat kaki A (belakang) diangkat, maka jumlah momen gaya sebelah kanan (depan) harus lebih besar atau setidaknya sama dengan dibandingkan dengan jumlah momen sebelah kiri (belakang).
56
Gambar 3.10 Momen gaya saat silinder A terangkat Apabila melihat kembali step-step robot dalam teknik berjalan robot, dapat ditentukan persamaan momen gaya saat kaki belakang diangkat atau saat kaki depan diangkat. a.
STEP 3
b.
STEP 6
57 Pada saat step 1 sampai dengan 8, kondisi robot dalam keadaan seimbang, yaitu titik berat berada di tengah-tengah beban. Persamaan 3.7 Pada saat B dan C menahan beban:
Pada saat kaki A dan B menahan beban:
58
Pada saat kaki A dan C menahan beban :
Berdasarkan persamaan 3.7 diatas, diketahui saat kaki depan atau kaki belakang mengangkat, seluruh beban W ditahan oleh sebuah kaki tengah (pada step 3 dan step 6, yang mungkin dapat membuat kerangka robot menjadi berayun), sehingga silinder pneumatik yang dipasang pada kaki tengah diharuskan menahan seluruh beban robot. Lain halnya ketika kaki tengah diangkat, kaki depan maupun kaki belakang menahan beban. Kaki depan dan kaki belakang sama-sama menahan setengah dari beban total.
59 Analisa keseimbangan robot bertumpu pada 2 kaki ini, khususnya digunakan pada saat kaki belakang atau kaki depan diangkat, karena pada kondisi seperti ini ada kemungkinan tubuh robot jatuh ataupun tidak seimbang. Sehingga dengan analisa ini diusahakan agar tubuh robot tetap bertahan pada kondisi tegak.
3.2.4
Estimasi Berat Robot Untuk menentukan silinder yang dipasang pada setiap kaki, diperlukan
informasi massa beban yang dibebankan oleh silinder. Hal ini dilakukan karena silinder merupakan komponen paling lemah, sehigga perlu analisa lebih untuk menjalankan penelitian ini. Dengan menggunakan sebuah asumsi, nantinya berat robot total adalah sebesar 5 kg. Massa sebesar 5 kg ini, dapat dimasukkan ke dalam analisa matematis keseimbangan robot pada saat berjalan. Persamaan 3.8 massa (m) = 5 kg gravitasi (g) =
60 Setelah melihat perhitungan diatas, maka kemampuan setiap kaki dapat ditentukan (dengan asumsi berat total robot 5 kg), yaitu: a.
Kaki C (depan), seminimal mungkin dapat menahan gaya sebesar 19,62 N atau beban sebesar 2,5 kg.
b.
Kaki B (tengah), seminimal mungkin dapat menahan gaya sebesar 39,24 N atau beban sebesar 5 kg. Kaki A (belakang), seminimal mungkin dapat menahan gaya sebesar 19,62 N
atau beban sebesar 2,5 kg.
3.3
Komponen-Komponen Penyusun Robot Robot yang nantinya akan dibuat akan mempunyai beberapa komponen-
komponen utama. Komponen-komponen tersebut berupa komponen pneumatik, dimana komponen pneumatik itu terdiri dari silinder pneumatik, katup pneumatik, fitting, PLC (Programmable Logic Controller), sensor pneumatik yang terdiri dari sensor magnetik dan sensor kapasitif. Selain itu ada juga komponen-komponen pendukung dari komponen utama, yaitu komponen motor DC, komponen roda robot, dan juga komponen catu daya. Dari semua komponen pendukung disatukan dengan komponen utama maka jadilah sebuah sistem yang diinginkan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang berbagai komponen-komponen tersebut dapat terlihat pada pembahasan sub bab dibawah ini.
61
3.3.1
Komponen Pneumatik Komponen yang terpenting dari sistem ini adalah komponen pneumatik.
Komponen pneumatik menjadi sangat penting karena terdapat beberapa komponen terlemah dari sistem yang akan dibuat. Hal yang mendasari penentuan komponen pneumatik sebagai komponen terlemah sangat tepat, dengan alasan jika silinder pneumatik diberi beban melebihi kemampuannya, maka sistem tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Apabila sistem ini diberikan beban yang berlebih maka harus disesuaikan dengan komponen-komponen pneumatik yang dapat menampung beban tersebut. Setelah mengetahui bahwa komponen pneumatik sebagai yang terlemah, maka solusinya adalah dengan menentukan komponen-komponen pneumatik yang tepat, sesuai dengan perhitungan dari persamaan yang ada.
a.
Komponen Silinder Pneumatik
Silinder-silinder yang akan dipakai pada ketiga kaki robot, akan mempunyai karakteristik seperti: a.
Mempunyai gaya tahan yang cukup.
b.
Merupakan jenis silinder kerja ganda, karena saat silinder maju maka silinder harus menahan benda diatasnya, sedangkan saat silinder memendek, silinder juga harus dapat menahan beban penampang kaki yang dipasang.
62 c.
Mempunyai panjang stroke yang sesuai dengan tinggi rata-rata anak tangga yang ada.
d.
Mempunyai speed control (optional), untuk membantu mengurangi gaya tahan silinder ketika piston memanjang atau memendek.
e.
Mempunyai piston rod internal berbentuk segiempat (bersifat optional), agar penampang kaki robot tidak dapat berputar dengan bebas ketika berjalan menaiki maupun menuruni tangga, robot mampu mempertahankan arahnya sehingga tidak berbelok ke kanan ataupun ke kiri.
f.
Mempunyai magnet internal untuk keperluan penginderaan dengan sensor magnetik. Setelah menganalisa keseimbangan pada robot berjalan, gaya normal ketiga
kaki didefinisikan sebagai NA, NB, dan NC. Asumsi berat robot sebelumnya total sebesar 5 kg, tekanan udara mampat yang dipakai sebesar 10 bar, dan gaya gesek yang terjadi dalam silinder pneumatik sebesar 10% dari gaya yang ingin dikerjakan maka setiap silinder kaki dapat ditentukan, yaitu: a.
Silinder kaki depan (NC), massa beban 2,5 kg dan tekanan sebesar 10 bar (1000000 N/m2). Persamaan 3.9
63
b.
Silinder kaki tengah (NB), massa beban 5 kg dengan tekanan 10 bar. Persamaan 3.10
c.
Silinder kaki belakang (NA), massa beban 2,5 kg dan tekanan sebesar 10 bar. Persamaan 3.11
Setelah melihat perhitungan diatas, maka dapat ditentukan jika berat total robot sebesar 5 kg, maka kaki belakang dan kaki depan harus dipasang silinder dengan
64 diameter 5,86 m, sedangkan untuk kaki tengah silinder akan dipasang silinder dengan diameter 8,29 mm. Karena kerterbatasan dana yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti melakukan kerjasama dengan pihak FESTO. Pihak FESTO memberikan perlengkapan sistem pneumatik, salah satunya adalah 2 buah silinder kerja ganda bertipe DSN-25-100PPV yang magnetik dan 1 buah silinder bertipe DSN-25-100-PPV-A dengan diameter 20 mm secara cuma-cuma untuk mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Peneliti mempertimbangkan penggunaan silinder dengan diameter lebih besar dikarenakan mempunyai daya tahan bobot yang lebih besar pula. Silinder tersebut memiliki diameter sebesar 20 mm dengan panjang stroke sejauh 80 mm, dan memiliki magnet internal.
b.
Komponen Katup Pneumatik Penentuan komponen pneumatik dapat ditentukan setelah tersedianya data jenis
silinder pneumatik yang dipakai dalam sistem, Data-data yang akan dipakai dalam penentuan katup pneumatik antara lain, diameter silinder, frekuensi dari gerakan silinder dalam waktu satu menit, dan tekanan udara mampat yang dipakai (10 bar). Data-data ini kemudian akan dimasukkan dalam rumusan untuk mencari volume udara saat silinder memanjang dan volume udara saat silinder memendek. Jumlah dari kedua volume udara ini akan menunjukkan banyaknya volume udara mampat yang dibutuhkan oleh sebuah silinder untuk memanjang dan memendek.
65 Silinder pneumatik yang dipakai pada kaki mobile robot adalah silinder dengan tipe DSN-25-100-PPV dan DSN-25-100-PPV-A. Berdasarkan katalog yang ada, silinder tipe ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: a.
Diameter Silinder (d)
:
20 mm
b.
Diameter Piston Rod (d1)
:
6 mm
c.
Panjang Stroke (h)
:
150 mm
Persamaan 3.12
66 Setelah melihat persamaan 3.12 diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah konsumsi udara mampat yang dibutuhkan silinder kaki untuk bergerak memanjang dan memendek adalah 0,47124 lt + 0,428828 lt = 0,900068 lt. Apabila diasumsikan silinder kaki ini bergerak memanjang dan memendek sebanyak 30 kali per menit, maka dapat ditentukan flow rate dari katup yang ingin dipakai, yaitu
.
Selain nilai flow rate yang telah diketahui, terdapat beberapa faktor lain yang harus diperhatikan dalam memilih katup pneumatik yang tepat untuk sistem. Faktor-faktor tersebut antara lain: a.
Karena silinder yang digunakan merupakan silinder kerja ganda, maka katup yang digunakan adalah katup pneumatik 5/2.
b.
Sistem akan menggunakan PLC +24 Volt DC sebagai pusat kendali, maka metode aktuasi dari katup menggunakan koil (solenoid) 24 Volt DC. Oleh sebab itu digunakan katup solenoid ganda 24 Volt DC. Dengan mempertimbangkan hasil pengamatan pasar dan pertimbangan dana,
maka digunakan katup pneumati keluaran SNS dengan tipe MVSC-260-4E1. Katup ini merupakan katup 5/2 solenoid ganda, tegangan operasi 24 Volt DC, flow rate sebesar .
c.
Komponen PLC Komponen-komponen diatas tidak dapat dijalankan tanpa komponen PLC. PLC
(Programmable Logic Controller) adalah suatu pengontrol logika yang dapat diprogram
67 berulang-ulang (Computer Engineering Laboratory, Pedoman Praktikum Mekatronika 2). PLC disini berfungsi sebagai pengatur berbagai macam komponen-komponen pneumatik, seperti silinder pneumatik, katup pneumatik, dan sensor pneumatik. Selain komponen-komponen pneumatik tersebut, PLC dapat mengontrol motor DC. Motor DC yang diatur hanya dapat hidup dan mati berdasarkan instruksi dari PLC. Pada sistem pneumatik ini PLC yang digunakan adalah PLC buatan Festo bertipe FECFC34-FST. Karena keterbatasan dana, pihak Festo memberikan PLC ini untuk menunjang penelitian ini. PLC jenis ini dirasa sudah sangat cukup untuk memenuhi komponen-komponen yang ada. Berikut adalah fasilitas-fasilitas yang tersedia di PLC ini: a.
Memiliki 20 I/O (Input/Output), yang terbagi menjadi 12 input dan 8 output dengan konsumsi tegangan sebesar 24 Volt DC dengan arus sebesar 7mA.
b.
Dapat bekerja pada tegangan AC 110/230 Volt. Dengan dua pilihan tegangan AC maupun DC dapat mempermudah catu daya dari PLC ini.
c.
Memiliki 2 buah interface serial untuk menunjang kemampuan kerja PLC.
d.
Mempunyai dimensi yang cukup kecil, yaitu sebesar 130 mm x 53 mm x 35 mm.
e.
Mempunyai beberapa feature counter, timer, flags, dan networking seperti PLC yang lebih muktahir teknologinya.
f.
Dapat diprogram menggunakan statement list maupun ladder diagram dengan pemrograman FST.
68 d.
Komponen Sensor Pneumatik Sensor-sensor yang dibutuhkan pada komponen ini adalah sensor magnetik,
sensor kapasitif, dan sensor optik. Namun karena keterbatasan dana maka diputuskan untuk mengganti sensor optik dengan sensor kapasitif. Penggantian ini menimbulkan sedikit masalah dengan jarak tangkap sensor kapasitif terhadap benda didepannya. Pada sensor optik memiliki keunggulan jarak tangkap sejauh 50 mm, sedangkan sensor kapasitif hanya sebesar 10 mm. Untuk mengurangi kekurangan jarak pancaran sensor kapasitif, maka dibuatlah suatu kerangka untuk sensor kapasitif arah depan. Sensor kapasitif tersebut diberi pegas agar robot dapat terus berjalan walaupun sensor tersebut menabrak suatu benda. Untuk sensor magnetik tidak mengalami masalah karena setiap posisi torak silinder dapat terdeteksi dengan baik oleh sensor magnetik. Terkadang sensor magnetik tidak dapat memberi informasi dengan tepat kepada sistem itu lebih disebabkan karena bergesernya letak sensor magnetik dari tempat yang seharusnya.
d.1.
Komponen Sensor Magnetik Sensor magnetik yang dipakai berfungsi untuk mendeteksi posisi silinder dalam
keadaan memanjang ataupun memendek. Dalam sistem ini sensor magnetik yang digunakan berjumlah 6 buah, masing-masing silinder akan dipasang 2 buah sensor magnetik. Sensor magnetik yang disediakan oleh pihak Festo berjumlah 4 buah tipe
69 SMEO-1-LED-24-SA, sedangkan sisa 2 buah sensor magnet dibeli dari Festo dengan tipe SME-8-K-LED-24. Pada prinsipnya, cara kerja dari kedua tipe sensor tersebut sama saja, hanya saja tipe SME-8-K-LED-24 memiliki beberapa keunggulan dalam dimensi dan tahun pembuatan. Tipe SME-8-K-LED-24 mempunyai dimensi lebih kecil dan tahun pembuatan yang lebih baru dibandingkan tipe SMEO-1-LED-24-SA. Selain kedua perbedaan tersebut, bentuk fisik antara kedua sensor magnetik tersebut berbeda, tipe SMEO-1-LED-24-SA berbentuk balok tebal, sedangkan tipe SME-8-K-LED-24 berbentuk balok pipih dan tipis. Kedua sensor magnetik tersebut memiliki persamaan dalam hal instalasi, yaitu pada keterangan kabel. Pada sensor tersebut memiliki 3 buah kabel berwarna merah, hitam, dan biru. Kabel warna merah adalah kabel power untuk sensor tersebut (VCC), kabel berwarna hitam adalah kabel ground, sedangkan kabel berwarna biru adalah kabel data.
d.2.
Komponen Sensor Kapasitif Sensor kapasitif yang berfungsi untuk mendeteksi adanya sebuah benda yang
berada di depan sensor ini. Sensor kapasitif yang akan digunakan memiliki jarak pancaran sejauh 10 mm. Penggunaan sensor kapasitif bertujuan untuk mendeteksi adanya daratan dan juga mendeteksi adanya anak tangga di depan mobile robot ini. Sensor kapasitif yang
70 akan dipakai diletakkan di bagian bawah motor dan juga di bagian paling depan dari robot. Pada bagian bawah motor mempunyai fungsi mendeteksi daratan yang ada. Sedangkan sensor kapasitif yang diletakkan pada bagian depan motor berfungsi sebagai pendeteksi anak tangga. Peletakkan sensor magnetik pada bagian bawah robot hanya meletakkan dan membaut sensor tersebut pada dudukan motor, sehingga sensor tersebut dapat diletakkan dengan baik. Peletakkan sensor magnetik pada bagian depan robot sedikit dimodifikasi dikarenakan jarak robot untuk merespon adanya sebuah anak tangga didepannya. Karena keterbatasa jarak pancaran dari sensor kapasitif, maka peletakkan sensor kapasitif sedikit dimodifikasi dengan adanya dua buah per sebagai penahan apabila sensor kapasitif tersebut terkena benturan dari anak tangga.
e.
Komponen Pendukung Pneumatik Selain pemilihan komponen silinder, katup pneumatik, dan motor DC, dalam
perancangan sebuah sistem, masih terdapat komponen-komponen lain yang harus ditentukan. Dalam perancangan sistem pneumatik dengan aplikasi pada mobile robot, komponen-komponen lain yang dibutuhkan antara lain: a.
Komponen
speed
control
adalah
komponen
yang
digunakan
untuk
menghambat udara mampat, dalam sistem ini udara buangan yang dihambat/diatur, hasil dari udara buangan yang dihambat akan menyebabkan kecepatan piston silinder dalam memanjang dan memendek dapat diatur.
71 Komponen yang dipakai dalam sistem ini adalah speed control buatan FESTO dengan tipe 151181. b.
Komponen fitting yang berfungsi sebagai port koneksi yang menghubungkan selang angin dengan komponen pneumatik seperti katup dan silinder. Fitting buatan SNS yang dipakai berbentuk L (elbow) dengan ukuran 6 mm dan juga berbentuk T dengan ukuran 6 mm untuk memutar angin yang keluar dari katup pneumatik.
c.
Komponen unit penyalur udara yang dipakai terbuat dari bahan kuningan, dengan port berukuran 6 mm.
d.
Selang angin yang dipakai berukuran 6 mm.
e.
Baut berdiamter 3 mm untuk menstabilkan posisi silinder.
3.3.2
Komponen Motor DC Robot ini digerakkan oleh sebuah motor dengan tipe motor DC. Motor DC
yang dipakai bertipe motor DC brushed yang sudah banyak digunakan dalam mainan Tamiya. Motor DC yang digunakan ini memiliki gear ratio sebesar 1300,9:1. Maksud dari penggunaan gear ratio tersebut adalah 1300,9 putaran pada motor akan memutar ban sebanyak 1 kali. Motor DC yang digunakan bekerja pada tegangan 6 – 10 Volt DC. Motor DC yang digunakan berjumlah 2 buah yang diletakkan pada bagian depan robot dan belakang robot.
72 Pada masing-masing motor DC tersebut dibuatlah sebuah penampang agar motor DC tersebut dapat menopang beban dengan baik. Sumber tegangan dari motor DC adalah batere yang terpisah dengan batere PLC.
3.3.3
Komponen Roda Robot Komponen penggerak robot berupa roda dengan diameter sebesar 38 mm. Roda
tersebut didapatkan dari mainan Tamiya, dengan tipe ban botak (silck). Tipe ban seperti ini diletakan pada bagian depan dan belakang ternyata sangat membantu robot untuk mendapatkan traksi pada permukaan tangga. Traksi tersebut diperlukan oleh robot agar tidak tergelincir (selip) pada saat berjalan. Pada bagian tengah roda dibuat empat roda berjajar tanpa ban. Tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan robot apabila kaki bagian depan diangkat ataupun kaki bagian belakang diangkat.
3.3.4
Komponen Catu Daya Dan Pengatur Motor DC Komponen power (catu daya) dari robot ini terdiri dari 2 paket batere 12 Volt
dengan besar arus 1500 mA. Komponen catu daya ini dipakai sebagai sumber tegangan dari PLC. Satu paket batere berisi 10 buah batere dengan tegangan 1,2 Volt, sehingga batere yang dibtuhkan untuk mengaktifkan PLC adalah 20 buah.
73 Selain itu ada juga batere sebagai sumber tegangan untuk motor DC dengan spesifikasi batere yang sama. Namun jumlah batere yang dibutuhkan hanya empat buah, senilai 6 Volt dengan kapasitas arus 1000 mA. Komponen yang digunakan untuk mengatur motor DC bergerak adalah komponen relay 24 Volt. Komponen ini digunakan sebagai logic dari PLC untuk menjalankan motor DC tersebut.
3.4
Penyusunan Perangkat Keras Setelah menentukan kerangka robot yang akan dibuat, tahap selanjutnya adalah
menyusun sebuah sistem pneumatik yang diaplikasikan pada sebuah mobile robot sederhana, dengan merangkai komponen-komponen pneumatik yang ada pada kerangka robot agar terbentuk sebuah mobile robot
berkaki 3 yang berupa silinder pneumatik
kerja ganda dengan penggerak 2 buah motor DC serta sebuah sistem kontrol yang terdapat pada sebuah PLC.Berikut adalah blok diagram I/O sistem mobile robot tersebut.
74
Gambar 3.11 Blok diagram I/O Setelah melihat blok diagram I/O diatas maka didapatkan penempatanpenempatan komponen-komponen sistem pneumatik seperti dapat terlihat pada gambar dibawah ini:
75
Gambar 3.12 I/O map sistem pneumatik Pada gambar 3.8 diatas dapat dilihat penempatan-penempatan I/O komponen sistem pneumatik pada PLC. Dari keterangan diatas dapat dilihat pada keterangan yang ada di sebelah kiri bawah dari gambar 3.8 bahwa b_ret itu menunjukan sensor magnet pada silinder b yang menunjukan silinder b tersebut dalam keadaan retract (memendek), sedangankan b_ext adalah sensor magnet pada silinder b yang menunjukan silinder b
76 tersebut dalam keadaan extend (memanjang), hal ini berlaku juga bagi sensor c_ret dan sensor c_ext.
3.4.1
Penyusunan Sistem Pneumatik Robot Penyusunan sistem pneumatik robot dengan baik adalah kunci utama dalam
perancangan robot ini. Pada tahap ini meliputi peletakan silinder pneumatik, peletakan katup pneumatik, peletakan PLC, peletakan sensor pneumatik, peletakan motor DC, peletakan roda, dan peletakan catu daya. Setelah melakukan peletakan sistem pneumatik dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah membentuk sistem pneumatik yang ada dengan menggabungkan mekanik mobile robot. Mekanik yang dimaksud adalah rod, alas dari rod, dan juga peletakan masing-masing sensor. Setelah menggabungkan kedua hal tersebut maka didapatkan robot yang sesuai dengan harapan. Pada proses penggabungan ini adalah proses yang rumit karena harus menyesuaikan dengan kondisi komponen yang dimiliki dengan mekanik yang telah dibuat.
a.
Peletakan Silinder Pneumatik Silinder pneumatik adalah komponen vital dalam perancangan sistem ini, maka
dari itu penempatan silinder pneumatik tersebut harus dipikirkan secara matang-matang. Silinder pneumatik yang ada diletakkan pada sebuah mika berukuran dengan memberi
77 lubang sebesar 2 mm sebanyak 3 buah (sesuai dengan jumlah silinder yang diinginkan, yaitu 3 buah). Untuk menopang silinder tersebut dibuatlah penampang sebanyak 2 buah yang nantinya diletakkan pada bagian bawah silinder pneumatik sebagai alas dan juga bagian atas. Tujuan diletakkan pada bagian atas silinder pneumatik agar silinder tersebut tetap berada pada kondisi yang lurus dan tidak bergerak sedikitpun Berikut adalah gambar penampang silinder pneumatik. Bentuk dan ukuran penampang dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3.13 Bentuk penampang peletakan silinder pneumatik
b.
Peletakan Katup Pneumatik Setelah langkah diatas tercapai, langkah selanjutnya adalah peletakan katup
pneumatik. Peletakan katup pneumatik ini cukup penting karena pada langkah ini letak dari katup pneumatik berada di sebelah kanan dan kiri dari silinder pneumatik. Dengan
78 kata lain, peletakan katup pneumatik ini betujuan untuk menyeimbangkan robot pada bagian kanan dan bagian kiri. Dikarenakan jumlah katup pneumatik yang dibutuhkan berjumlah 3 (ganjil) dan juga tempat yang tersedia terbatas, maka ada satu sisi yang tidak diletakan 2 buah katup pneumatik. Pada sebelah kiri diletakkan 1 buah katup pneumatik dan pada bagian kanan diletakkan 2 buah katup pneumatik. Peletakan katup pneumatik sendiri dalam posisi tidur sehingga tidak terlalu memakan banyak tempat, dengan posisi coil dari katup pneumatik tersebut mengarah ke sisi luar dari penampang.
c.
Peletakan PLC Peletakan komponen PLC awalnya mengikuti peletakan katup pneumatik, yaitu
pada posisi tidur (horisontal). Namun peletakan tersebut menimbulkan masalah pada saat kabel-kabel konektor I/O menuju PLC lebih berantakan, sehingga diputuskan untuk menaruh PLC dalam keadaan berdiri (vertikal). PLC diletakan secara vertikal dan juga semua kabel konektor yang menuju PLC sudah ditapung pada suatu terminal kabel yang dibuat tegak lurus terhadap PLC. Tujuan dibuatnya terminal kabel ini adalah memudahkan dalam menyelesaikan masalah (troubleshooting) pada I/O PLC.
79 PLC sendiri memiliki casing berbentuk kotak. Casing tersebut ternyata cukup emakan tempat, sehingga diputuskan untuk tidak memakai casing tersebut. Berikut adalah gambar penampang PLC.
Gambar 3.14 Penampang PLC
d.
Peletakan Sensor Pneumatik Sistem ini menggunakan 2 tipe sensor proximity, yaitu sensor magnetik dan
sensor kapasitif. Peletakan kedua komponen tersebut sedikit berbeda, dengan kata lain ada sedikit modifikasi pada beberapa bagian sensor.
80 Sensor magnetik digunakan untuk mendeteksi posisi torak silinder, sedangkan sensor kapasitif sendiri digunakan untuk mendeteksi anak tangga dan juga mendeteksi permukaan. Pada
perancangannya
peletakan
sensor
magnetik
tidak
mengalamin
permasalahan, namun permasalahan terjadi pada saat peletakan sensor kapsitif, hal ini dikarenakan pada saat peletakan sensor kapasitif harus dibuat sebuah dudukan sensor agar sensor dapat bejalan dengan baik.
e.
Peletakan Sensor Magnetik Sensor magnetik yang digunakan pada sistem ini memiliki 2 model yang
berbeda. Walaupun memiliki 2 model yang berbeda, namun secara umum peletakan sensor magnetik ini tidak mengalami perubahan antara satu sensor dengan sensor lain. Peletakan sensor magnetik ini menggunakan cable ties yang diikatkan pada silinder pnematik yang dimiliki. Peletakan sensor magnetik dengan menggunakan cable ties ini mengalami sedikit permasalahn pada saat sensor magnetik ini bergeser dari letak awalnya. Apabila letak sensor ini bergeser, maka harus diperbaiki kembali letak sensor magnetik tersebut. Sensor magnetik tersebut seharusnya menggunakan suatu dudukan yang dapat dibeli di pasaran, namun karena terbatasnya dana yang dimiliki maka diputuskan untuk membuat sendiri dudukan sensor magnetik ini. Berikut adalah gambar peletakan sensor magnetik.
81
Gambar 3.15 Peletakan sensor magnetik
f.
Peletakan Sensor Kapasitif Sensor lainnya yang digunakan adalah sensor kapasitif. Peletakan sensor
kapasitif ini terbagi menjadi 2, yaitu pada bagian bawah robot dan pada bagian depan robot. Peletakan komponen tersebut berdasarkan fungsi dari masing-masing sensor kapasitif. Pada bagian bawah sensor kapasitif diberikan dudukan berupa besi siku yang diletakan pada bagian bawah motor (permukaan). Sensor kapasitif pada bagian bawah ini yang menentukan apakah robot melakukan program menuruni tangga atau tidak. Selain itu digunakan untuk mendeteksi anak tangga pada saat menaiki anak tangga. Sedangkan pada bagian depan sensor kapasitif berfungsi untuk mendeteksi anak tangga. Peletakan sensor diberikan pegas sehingga robot dapat tetap berjalan lurus
82 walaupun sensor tersebut menabrak anak tangga. Berikut adalah gambar penampang sensor kapasitif bagian bawah dan sensor kapasitif pada bagian depan robot.
Gambar 3.16 Penampang sensor kapasitif bagian bawah
Gambar 3.17 Penampang sensor kapasitif bagian depan
83
g.
Peletakan Motor DC Penggerak dari robot ini berupa motor DC yang terletak pada bagian depan dan
belakang robot. Peletakan motor DC ini terdapat pada silinder bagian depan dan silinder bagian belakang. Agar motor DC dapat bekerja dengan baik, maka dibuatlah dudukan pada masing-masing motor sehingga dapat diletakkan pada silinder pneumatik tersebut. Dudukan tersebut dibuat dari baha acrylic sehingga dapat menopang motor DC dengan baik. Penempatannya adalah dengan melubangi sedikit pada gearbox motor DC tersebut dan dipasang mur serta baut. Berikut adalah gambar penampang motor DC.
Gambar 3.18 Penampang Motor DC
84 h.
Peletakan Roda Roda yang digunakan sebagai penggerak robot adalah roda yang berdiameter
38 mm. Roda untuk penggerak robot ini dilapisi oleh ban karet sehingga dapat memberikan traksi yang cukup pada saat menaiki dan menuruni tangga, serta pada saat berjalan lurus. Roda pada bagian tengah adalah roda yang berdiameter 80 mm tanpa dilapisi ban. Jumlah roda pada bagian tengah robot sebanyak 4 buah, hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan robot pada saat menaiki dan menuruni tangga. Dengan menggabungkan dua komponen roda tersebut didapatkan perancangan roda seperti berikut.
Gambar 3.19 Roda Penggerak
85 i.
Peletakan Catu Daya Sebagai sumber tenaga dari sistem, maka catu daya akan diletakkan pada
bagian atas dari penampang katup pneumatik untu catu daya PLC. Baterai yang digunakan sebagai catu daya PLC diletakkan pada bagian atas dari katup pneumatik dengan diberikan suatu penampang khusus yang terbuat dari mika (acrylic). Sedangkan batere yang digunakan sebagai catu daya motor DC ditempatkan dengan socket batere 4 buah diantara PLC dan juga katup pneumatik. Catu daya yang digunakan berupa batu baterai yang masing-masing mempunyai tegangan sebesar 1,5 Volt sebanyak 10 buah. Karena tegangan efektif dari catu daya sebesar 1,2 Volt, maka tegangan total 10 buah batu batere adalah sebesar 12 Volt. Total batu batere yang digunakan adalah sebanyak 20 buah dengan hubungan seri antara satu baterai dengan baterai lain. Batere untuk catu daya motor DC berjumlah 4 buah dengan tegangan batere adalah sebesar 6 Volt. Berikutadalah gambar penampang catu daya PLC.
Gambar 3.20 Penampang Catu Daya
86 3.4.2
Pembentukan kerangka Robot Kerangka utama robot terbuat dari bahan mika (acrylic) dan terdiri dari empat
bagian, yaitu dua bagian penampang silinder pneumatik atas dan bawah dan dua bagian sebagai penampang katup pneumatik beserta PLC. Penampang silinder pneumatik bawah dan penampang katup pneumatik beserta PLC di dihubungkan dengan dua buah plat di bagian depan dan belakang. Kerangka utama ini digunakan sebagai bagian penahan beban robot. Selain kerangka utama tersebut ada kerangka tambahan, yaitu berupa kerangka penutup silinder bagian atas. Kerangka ini berfungsi untuk menahan silinder agar tidak bergerak.
3.4.3
Penggunaan Rod Sebagai Penyangga Roda Robot Silinder pneumatik yang dimiliki pistonnya dapat bergerak ke segala arah
apabila diputar. Hal ini mengakibatkan akan terjadi penyimpangan jalur yang nantinya akan ditempuh oleh robot. Untuk menghindari terjadinya penyimpangan tersebut maka dibuatlah sebuah rod sebagai penyangga roda robot agar jalur robot apabila sedang berjalan tetap lurus. Pada bagian depan silinder dibuat empat buah rod penyangga, begitu juga pada bagian belakang juga terdapat empat buah rod penyangga. Hal berbeda terjadi pada silinder bagian tengah yang hanya dipasangi oleh dua buah rod penyangga. Alasannya
87 adalah pada bagian depan dan belakang terdapat motor DC beserta gearboxnya sehingga dapat dibuat dudukan pada motor DC tersebut. Sedangkan pada bagian tengah hanya berupa penampang yang bentuknya tidak lebar, karena keterbatasan tempat itulah pada bagian tengah hanya dipasang empat buah rod penyangga pada masing-masing silinder. Berikut adalah gambar dari penyangga rod pada bagian depan serta belakang dan juga rod penyangga pada bagian tengah.
Gambar 3.21 Rod penyangga setiap silinder
88 3.5
Penyusunan Piranti Lunak Untuk menjalankan sistem pneumatik dan juga mengontrol motor DC diatas,
maka diperlukan piranti lunak (software). Piranti lunak yang digunakan adalah FST 4.10 dari Festo sebagai piranti lunak sistem pneumatik. Bahasa program yang digunakan adalah statement list dan juga ladder diagram. Secara umum bahasa pemrograman tersebut berbeda hanya pada sintak-sintaknya. Statement list menggunakan bahasa seperti bahasa layaknya pembicaraan manusia. Namun hal yang berbeda ditemui pada bahasa ladder diagram. Bahasa ini lebih dominan adalah simbol-simbol. Selain itu statement list lebih mudah dimengerti dan dipelajari, hanya saja apabila ingin diimplementasikan dengan PLC dari merk lain, hal ini tidak dapat terjadi. Ladder diagram memang lebih susah untuk dipelajari dan dimengerti, namun ladder diagram adalah bahasa pemrograman umum yang dapat diimplementasikan pada PLC merk lain.
3.6
Perancangan Akhir Pada perancangan akhir ini adalah rangkaian perbaikan-perbaikan yang
dilakukan sebagai penyempurnaan dari perancangan awal. Hal yang terjadi dari perancangan awal adalah terkadang robot jatuh pada saat menaiki anak tangga.
89 Penyebab utama robot jatuh pada saat menaiki dan menuruni tangga adalah kurangnya beban pada silinder B dan C pada saat menaiki tangga. Pada saat menuruni tangga silinder A dan B juga mengalami hal yang serupa. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dibuatlah sebuah sistem lain, yaitu sistem pemindah beban. Cara kerja sistem pemindah beban sesuai dengan silinder C pada robot. Apabila silinder C memendek (retract), maka sistem pemindah beban juga dalam keadaan memendek (retract). Apabila silinder C memanjang (extend) maka sistem pemindah beban juga dalam keadaan menanjang (extend). Selain itu permasalahan yang ada adalah pada rod penyangga silinder. Hal ini menyebabkan robot berjalan miring. Setelah diperbaiki robot sudah berjalan lebih lurus dari sebelumnya.
3.6.1
Sistem Pemindah Beban Sistem pemindah beban ini tidak mengubah bentuk robot secara keseluruhan.
Pemindah beban digunakan dengan tujuan untuk mencapai titik keseimbangan yang tepat (stability equilibrium). Mobile robot ini memiliki titik keseimbangan yang berada pada bagian tengah dari robot. Posisi titik keseimbangan tidak mengalami masalah pada saat robot berjalan lurus ke depan dan juga robot menuruni tangga, namun akan menjadi bermasalah pada saat menaiki anak tangga tanpa menggunakan pemindah beban. Pada saat menaiki tangga robot aka terjatuh karena robot akan kekurangan traksi dan beban pada bagian belakang. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dibuatlah pemindah beban agar membantu robot dapat menaiki dan menuruni tangga dengan sempurna.
90 Sistem pemindah beban yang digunakan terdiri dari sebuah silinder pneumatik kerja ganda, empat buah beban, dan juga penampang sistem pemindah beban yang berbentuk rel. Sistem pemindah beban ini berada pada bagian atas dari silinder pneumatik robot. Cara kerja sistem pemindah beban sama dengan silinder bagian belakang, apabila silinder bagian belakang memanjang, maka silinder pemindah beban akan memanjang juga. Begitu juga halnya apabila silinder bagian belakang memendek, maka silinder sistem pemindah beban juga akan memendek. Berikut adalah penerapannya yang diterapkan dalam analisa teknik berjalan dalam menaiki anak tangga dan teknik berjalan menuruni anak tangga.
91
Gambar 3.22 Analisa teknik berjalan robot pada saat menaiki anak tangga dengan menggunakan sistem pemindah beban
92
Gambar 3.23 Analisa teknik berjalan robot pada saat menuruni anak tangga dengan menggunakan sistem pemindah beban
93
Gambar 3.24 Hasil rancangan akhir dari aplikasi sistem pneumatik pada mobile robot untuk menaiki dan menuruni tangga tampak samping
94
Gambar 3.25 Hasil rancangan akhir dari aplikasi sistem pneumatik pada mobile robot untuk menaiki dan menuruni tangga tampak depan
95
Gambar 3.26 Tampilan hasil rancangan akhir dari aplikasi sistem pneumatik pada mobile robot untuk menaiki dan menuruni tangga