BAB 3 PENGOLAHAN DATA 3.1 Data yang Digunakan Untuk mengamati suatu pola deformasi yang terjadi di suatu wilayah, diperlukan pengamatan GPS dengan ketelitian hingga fraksi milimeter. Metodenya dengan melakukan pengamatan GPS secara kontinu di tiap-tiap stasiun pengamatan. Hal itulah yang dilakukan untuk mengamati pola deformasi di pulau Sumatera, yaitu dengan melakukan pengamatan GPS secara kontinu di stasiun SuGAr (Sumatran GPS Array). Untuk tugas akhir ini, data pengamatan yang digunakan adalah data GPS kontinu dari tahun 2004 hingga tahun 2007. SuGAr merupakan jaringan stasiun pemantau GPS kontinu yang dioperasikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Earth Observatory of Singapore (EOS) – Nanyang Technological University. SuGAr ini dimulai dengan memasang 6 buah stasiun cGPS (continued GPS) pada tahun 2002. Dari waktu ke waktu, SuGAr mengalami penambahan jumlah stasiun dan peningkatan dalam segi teknologi peralatan GPS, termasuk sistem telemetri data dari jaringan ini. Hingga tahun 2008, SuGAR telah memiliki stasiun cGPS sebanyak 33 buah tersebar dari wilayah Bengkulu hingga Sumatera Utara dan Aceh. Bahkan di beberapa lokasi stasiun, cGPS ini dilengkapi dengan alat seismometer dan akselerometer untuk keperluan studi aspek seismologinya. Stasiun SuGAr umumnya menggunakan receiver GPS tipe ASHTECH MICROZ dan antena GPS tipe ASH701945B_M serta interval waktu pengamatan 30 detik dan 120 detik seperti yang ditunjukkan tabel berikut. Tabel 3.1 Daftar interval waktu pengamatan stasiun SuGAr [Rino, 2011]
Interval waktu pengamatan (detik) 30
120
Stasiun Sumatran GPS Array (SuGAr) ACEH
LAIS
SAMP
ABGS
BITI
BSAT
BSIM
BTET
BTHL
JMBI
LEWK
LHWA
LNNG
MKMK
MLKN
MNNA
MSAI
NGNG
PBJO
PBLI
PPNJ
PRKB
PSKI
PSMK
PTLO
SLBU
TIKU
UMLH
31
Data GPS ini diproses dan disimpan di SOPAC (Scripts Orbit and Permanent Array Center) yang dikelola oleh IGPP (Institut of Geophysics and Planetary) Universitas California dengan tujuan untuk membantu pengukuran geodesi dan geofisika berketelitian tinggi sebagai bagian untuk mempelajari bahaya gempa bumi, pergerakan lempeng tektonik, deformasi lempeng dan proses-proses meteorologi. Titik-titik pengamatan GPS kontinu SuGAr ini kemudian diikatkan terhadap stasiun IGS yang termasuk dalam kerangka ITRF-05. Adapun stasiun IGS yang digunakan dalam tugas akhir ini yaitu HYDE, KUNM, COCO dan DGAR. 3.2 Software yang Digunakan dalam Mengolah Data Dalam mengolah data pengamatan GPS SuGAr digunakan software Bernese 5.0, yaitu perangkat lunak yang dikembangkan oleh AIUB (Astronomical Institute University of Berne), Swiss. Software ini dapat digunakan untuk mengolah data yang diperoleh dari GNSS (Global Navigation Satellite System), jadi software ini dapat digunakan baik untuk mengolah data GPS milik Amerika Serikat maupun GLONASS (Global Navigation Satellite System) milik Rusia. Bernese 5.0 ini adalah hasil pengembangan dari versi-versi sebelumnya yang mengalami berbagai peningkatan. Dapat dikatakan bahwa Bernese 5.0 ini mampu memberikan user data hasil yang lebih akurat karena software ini mampu mereduksi kesalahan dan bias yang terjadi pada GPS secara maksimal. Pada umumnya, software GPS Bernese ini cocok digunakan untuk [Dach, et.al, 2007] : a.
proses yang cepat untuk survey single frequency untuk cakupan yang kecil dan survey double frequency,
b.
proses otomatis pada jaringan yang permanen,
c.
memproses data dari banyak receiver,
d.
kombinasi dari berbagai macam tipe receiver,
e.
mengkombinasikan proses dari pengamatan GPS dan GLONASS,
f.
resolusi ambiguitas pada baseline yang panjang (lebih dari 2000km),
g.
generation of minimum constraint network solutions,
h.
memonitor ionosphere dan troposphere,
i.
estimasi clock offset dan perambatan waktu,
j.
perhitungan orbit dan estimasi dari parameter orientasi bumi. 32
3.3 Pengolahan Data dengan Bernese 5.0 Pengolahan data dalam Bernese menuntut data yang akan diolah harus dalam format RINEX (Receiver Independent Exchange). Pada awalnya, seluruh data pengamatan GPS
SuGAr
disimpan
di
situs
ftp://garner.ucsd.edu/pubrinex
atau
http://sopac.ucsd.edu/dataArchive/site dalam format hatanaka yang terkompres (zip). Contohnya untuk data pengamatan untuk stasiun ABGS tahun 2006 bentuknya adalah abgs0010.07d.z (XXXX.doy0.yyd.z). Data tersebut pertama-tama di ekstrak sehingga menjadi dalam format hatanaka abgs0010.07d (XXXXdoy0.yyd) dan untuk merubah formatnya menjadi format RINEX, maka digunakan software CRX2RNX sehingga didapat abgs0010.07o (XXXXdoy0.yyo). Setelah data-data pengamatan GPS yang dibutuhkan telah dalam format RINEX, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data-data pendukung pengamatan GPS, antara lain : a.
Informasi Orbit. Data informasi orbit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data GPS Precise Ephemeris.Data ini dapat diperoleh dengan mendownload dari situs ftp://ftp.unibe.ch/aiub/CODE/200X/ dalam format “CODwwwwd.EPH” dan “CODwwwwd.ERP”. Maksud dari “wwww” yaitu menunjukkan GPS week atau minggu GPS yang informasinya dapat dilihat pada kalender GPS, sedangkan “d” menunjukkan hari (day) dari GPS week. Data “CODwwwwd.EPH” dan “CODwwwwd.ERP” nantinya disimpan dalam directory/folder ORB.
b.
Informasi Differential Code Bias (DCB) satelit. Informasi ini tersedia dalam format P1P2yymm.DCB dan P1C1yymm.DCB dan dapat diperoleh dengan mendownloadnya dari situs ftp://ftp.unibe.ch/aiub/CODE/200X/. Maksud dari “yy” dan “mm” masing-masing yaitu menunjukkan tahun dan bulan dari data pengamatan. Data ini jug disimpan dalam directory/folder ORB.
c.
Parameter ionosfer dan troposfer. Parameter ionosfer ini berisi model ionosfer global yang digunakan untuk memecahkan ambiguitas dase menggunakan Quasi Ionosfer Free (QIF). Parameter ini tersedia dalam format CODwwwwd.ION dan dapat diperoleh dengan mendownloadnya dari 33
situs ftp://ftp.unibe.ch/aiub/CODE.200X lalu kemudian disimpan dalam directory/folder ATM. d.
Parameter GEN. Parameter ini terdapat dalam directory/folder ${X}/GEN. Dalam folder ini, terdapat data-data lain yang juga diperlukan dalam pengolahan yaitu cost, datum, receiver, phase_cose.rel, satellite.101, dan SAT_$Y+0.crx.
e.
Data Koordinat ITRF dan pergerakannya. Terdiri atas file ITRF2005.FIX, ITRF2005_R.FIX, dan ITRF2005_R.VEL. Ketiganya dapat diperoleh dengan mendownloadnya dari situs ftp://ftp.unibe.ch/aiub/BSWUSER/STA dan kemudian data-data tersebut disimpan dalam directory/folder STA.
Data pengamatan GPS biasanya dipengaruhi oleh kesalahan atau bias yang umumnya terkait dengan satelit (kesalahan orbit dan kesalahan jam satelit), receiver (kesalahan jam receiver, kesalahan pusat fase antena dan noise), dan pada data pengamatan (ambiguitas fase serta kesalahan dan bias lingkungan sekitar pengamatan GPS). Dengan menggunakan software Bernese 5.0, diharapkan hasil olahan dari data tersebut akan lebih teliti karena kemampuan software Bernese untuk mengestimasi kesalahan dan bias yang optimal. Kesalahan dan bias yang dapat diestimasi secara optimal dengan menggunakan software Bernese 5.0 adalah sebagai berikut : a.
Kesalahan orbit direduksi menggunakan informasi orbit yang teliti (precise ephemeris),
b.
Kesalahan akibat media propagasi (bias ionosfer dan troposfer) direduksi dengan melakukan pemodelan tertentu, juga dapat dilakukan dengan mengestimasi parameter bias tersebut. Pemodelan bias troposfer pada software Bernese 5.0 antara lain Saastamoinen, Niell, Hopfield, Essen and Frome dan Marini-Murray. Sedangkan bias ionosfer dapat dilakukan dengan pemodelan ionosfer global atau regional,
c.
Kesalahan akibat antena receiver dapat direduksi menggunakan model-model tertentu yang terkait dengan variasi pusat fase antena yang digunakan,
d.
Pemecahan ambiguitas fase merupakan problema utama pengolahan data fase dalam software Bernese 5.0. Resolving ambiguitas fase ini dapat dilakukan 34
dengan berbagai metode, antara lain Round, Sigma, Search dan QIF (Quasi Ionosphere Free). Metode terakhir ini yang digunakan dalam pengolahan data GPS Setelah pendefinisian baseline, data pengamatan diolah dengan Bernese Processing Engine (BPE), yaitu tool di Bernese yang mampu menyelesaikan seluruh program dan script dalam sekali pengolahan sehingga mengefisiensi proses pengolahan. Adapun komponen-komponen penyusun BPE dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3.2 Komponen-komponen penyusun BPE
Bagian Processing Control File (PCF) CPU Control File Run BPE User Script Input Option
Fungsi Daftar job yang akan dilakukan Letak CPU yang akan dijalankan Dasar organisasi yang menjalankan BPE Client Script yang harus dijalankan Direktori option yang dimasuki input kedalam program
Fungsi-fungsi dari komponen BPE diatas dijalankan dengan suatu mekanisme tertentu seperti pada gambar dibawah ini. Membaca List Pekerjaan
Cek Konsistensi dan Ketersediaan dari CPU
ok
Mencari Script yang Dapat Dijalankan
Tidak ada script lagi
yes
Script ditemukan
Apakah Terdapat CPU yang Dapat Menjalankan Script
no
error ok
Menjalankan Client Script Sleep Menunggu Sampai Semua Script Dijalankan
error
End : Session Telah Diproses
Diagram 3.1 Flowchart server BPE [Dach, et.al, 2007].
35
Sebelum menjalankan BPE pada Bernese 5.0, maka dilakukan tahap-tahap sebagai berikut [Meilano, 2008] : a.
b.
c.
Copy Rinex Observation files ke dalam ORX directory 1.
Cek script PCF pada GPSUSER/SCRIPT
2.
Pahami alur dari script BPE pada Bernese 5.0
Masukkan data pendukung pengolahan GPS 1.
CODwwwwd.EPH ke direktori ORB
2.
CODwwwwd.ERP ke direktori ORB
3.
ITRF 2005.CRD ke direktori STA
4.
ITRF 2005_R.VEL ke direktori STA
5.
CODwwwwd ke direktori ATM
6.
P1P2yymm.DCB ke direktori ORB
7.
P1C1yymm.DCB ke direktori ORB
Buat suatu file stasiun informasi 1.
Default berekstensi STA disimpan dalam direktori STA
2.
Optional mendeteksi kesalahan stasiun dalam file koreksi ocean loading (BLQ)
3.
Meng-update tabel abbreviation (singkatan) nama stasiun (ekstensi ABB)
d.
Buat file PLD (Lempeng tektonik yang digunakan untuk model NUVEL)
e.
Buat file FIX (Berisi stasiun yang dipilih sebagai koordinat stasiun referensi)
f.
Buat file BSL (Berisi nama stasiun yang digunakan untuk membangun baseline)
g.
Jalankan script PCF yang digunakan pada menu BPE
Pada dasarnya, penggunaan BPE hanya bekerja pada komponen PCF saja karena komponen ini mengandung daftar script dari direktori ${U}/ SCRIPT untuk dijalankan dalam urutan pendefinisian yang baik oleh server BPE. Adapun untuk Tugas Akhir ini, script yang digunakan adalah BANTEN.PCF. Setelah semua data siap, maka pengolahan data dapat dimulai dengan menjalankan BPE. Pengolahan data yang selesai tanpa ada error akan menghasilkan koordinat titik-titik yang telah ditentukan sebelumnya di dalam folder STA dengan format “FINyydoy0.CRD” dan standar deviasinya terbentuk dalam folder OUT dengan format “ESTyydoy0.OUT”. 36
Koordinat yang berhasil diolah ditandai dengan huruf “A” seperti ada gambar di bawah ini.
Gambar 3.1 Koordinat titik BAKO yang diperoleh dari hasil pengolahan Bernese.
Setelah dilakukan pengolahan data GPS dengan menggunakan Bernese 5.0, maka akan diperoleh ouput berupa koordinat titik-titik stasiun pengamatan dalam sistem koordinat geosentrik (X,Y,Z) beserta standar deviasinya. Adapun proses pengolahan data menggunakan Bernese 5.0 untuk mendapatkan output berupa koordinat titiktitik stasiun pengamatan meliputi tahap-tahap seperti yang digambarkan oleh diagram alir berikut ini.
37
Parameter Ionosfer
Parameter Gen
Data Orbit Data Pengamatan GPS Continuous stasiun SuGAr Tahun 2004-2007
DCB Satelit
Koordinat ITRF 2005
Menyiapkan Campaign dan Session
Data Pengamatan Stasiun IGS Tahun 2004-2007
Convert Menjadi Data Rinex
Data Pengamatan GPS Format Bernese (Observasi)
Persiapan Pengolahan Data
Data Siap Olah
Start Processing BPE
Meng-copy file dan membuat koordinat apriori
Menyiapkan informasi kutub, orbit, dan jam teliti
Konservasi dan sinkronisasi data pengamatan
Membentuk baseline, preprocess, secreen, dan phase
Menghitung solusi jaring Ambiguity float
Menghitung solusi jaring Ambiguity fixed
Membuat file ringkasan dan menyimpan hasil
Koordinat Geosentrik [X,Y,Z] dan standar deviasi
Diagram 3.2 Diagram Alir Pengolahan Data dengan GPS
38
3.4 Strategi Pengolahan Data GPS dengan Menggunakan Bernese 5.0 Menentukan strategi yang tepat dalam mengolah data akan berpengaruh ketelitian koordinat yang diinginkan karena pengaruhnya yang signifikan terhadap hasil yang diperoleh. Strategi pengolahan yang akan diterapkan dapat berbeda-beda, tergantung pada beberapa faktor, contoh pada hal ini yaitu panjang atau pendeknya baseline titik yang akan ditentukan koordinatnya, ketersediaan data pengamatan, dan kualitas data tersebut. Pada Tugas Akhir ini, strategi yang dilakukan dalam melakukan pengolahan data adalah „DEFINE‟, dimana baseline yang digunakan pada proses pengolahan ditentukan secara manual seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2. Dalam kasus ini, baseline yang digunakan yaitu dengan mengikatkan titik IGS (HYDE, KUNM, COCO, dan DGAR) ke titik SAMP, ACEH, BAKO, dan NTUS sebagai titik bantu, kemudian dari titik-titik bantu tersebut diteruskan untuk diikatkan ke titik-titik pengamatan. Cara ini digunakan dengan maksud untuk mereduksi kesalahan yang diakibatkan karena baseline yang terlalu panjang.
Gambar 3.2 Pembuatan baseline manual pada bernese.
39
Baseline yang dibentuk akan disimpan dalam folder tersendiri dengan file berbentuk BSLyydoy0. Adapun daftar baseline yang digunakan adalah sebagai berikut. Tabel 3.3 Baseline yang dibuat [Rino, 2011] 1
COCO
BAKO
5
COCO
ACEH
2
DGAR
BAKO
6
DGAR
ACEH
3
HYDE
BAKO
7
HYDE
ACEH
4
KUNM
BAKO
8
KUNM
ACEH
17
SAMP
JMBI
29
NTUS
JMBI
18
SAMP
LNNG
30
NTUS
LNNG
19
SAMP
MKMK
31
NTUS
MKMK
20
SAMP
MSAI
32
NTUS
MSAI
21
SAMP
PRKB
33
NTUS
PRKB
22
SAMP
PSKI
34
NTUS
PSKI
23
BAKO
JMBI
35
ACEH
JMBI
24
BAKO
LNNG
36
ACEH
LNNG
25
BAKO
MKMK
37
ACEH
MKMK
26
BAKO
MSAI
38
ACEH
MSAI
27
BAKO
PRKB
39
ACEH
PRKB
28
BAKO
PSKI
40
ACEH
PSKI
Untuk empat baris pertama pada Tabel 3.3 menjelaskan bahwa baseline yang terbentuk yaitu dari titik-titik IGS (COCO, DGAR, HYDE, KUNM) masing-masing ke dua buah titik bantu yaitu titik BAKO dan ACEH. Dari titik bantu tersebut kemudian dibentuk baseline ke masing-masing titik pengamatan SuGAr lainnya.
40
3.5 Transformasi Koordinat dari Geosentrik ke Toposentrik Koordinat yang diperoleh dari hasil pengolahan oleh software Bernese 5.0 adalah koordinat dalam sistem geosentrik (X,Y,Z). Koordinat geosentrik adalah koordinat yang pusat koordinatnya berimpitan dengan pusat massa bumi. Untuk keperluan praktis dalam mengamati pergeseran yang terjadi pada suatu titik, umumnya digunakan koordinat toposentrik, yaitu koordinat yang memiliki pusat koordinat di salah satu titik di permukaan bumi. Ilustrasi dari hubungan antara sistem koordinat geosentrik dengan sistem koordinat toposentrik adalah seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.3 Hubungan antara sistem koordinat geosentrik dengan sistem koordinat toposentrik [Kosasih & Wedyanto, 2005].
Pada Gambar 3.3 tersebut, titik yang menjadi objek pengukuran adalah titik P dan titik Q. Kedua titik P dan Q masing-masing telah diketahui koordinat geosentriknya yang diperoleh dari hasil pengukuran GPS.
41
Dengan menjadikan titik Q sebagai pusat koordinat untuk sistem koordinat toposentrik, maka untuk memperoleh koordinat toposentrik dari titik P, maka dilakukan proses transformasi koordinat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut [Kosasih & Wedyanto, 2005] : 𝑛𝑝 𝑒𝑝 𝑢𝑝
∆𝑥 = R (υQ,λQ) ∆𝑦 dengan ∆𝑧
∆𝑥 ∆𝑦 ∆𝑧
=
𝑥𝑃 − 𝑥𝑄 𝑦𝑃 − 𝑦𝑄 𝑧𝑃 − 𝑧𝑄
Adapun R (υQ,λQ) =
− sin 𝜑𝑄 cos (𝜆𝑄) −sin (𝜆𝑄) cos 𝜑𝑄 cos (𝜆𝑄)
– sin 𝜑𝑄 sin(𝜆𝑄) cos (𝜆𝑄) cos 𝜑𝑄 sin (𝜆𝑄)
cos (𝜑𝑄) 0 sin (𝜑𝑄)
adalah matriks rotasi Keterangan : np, ep, up
= koordinat toposentrik
υQ, λQ
= lintang geodetik dan bujur geodetik dari titik Q
xQ, yQ, zQ
= koordinat titik ikat (geosentrik)
xP, yP, zP
= koordinat titik pantau (geosentrik)
∆𝑥, ∆𝑦, ∆𝑧
= selisih antara koordinat titik pantau dan titik ikat
R
= matriks rotasi
3.6 Ekstrak Data Proses ini dilakukan dengan menggunakan software MATLAB dengan tujuan untuk memperoleh data yang bebas dari outlier. Proses ekstrak data ini antara lain yaitu pertama-tama memplot data mentah koordinat dari masing-masing stasiun SuGAr, kemudian lakukan fitting linier terhadap data tersebut. Dari fitting linier tersebut, maka akan diperoleh residu yaitu dengan rumus sebagai berikut v (residu) = data observasi – data model ………….………………………………..[4]
42
Dari data residu tersebut, kemudian dilakukan penghitungan terhadap standar deviasi. Rumus yang digunakan dalam menghitung standar deviasi adalah sebagai berikut. σ = [Σ (xi – μ)2]1/2 / (N-1)……………………………………………………….….. [5] dengan : σ
= standar deviasi
xi
= data ke-i
μ
= mean (rata-rata) sampel
N-1 = jumlah sampel Data yang tidak digunakan adalah data yang nilai residunya lebih dari 3 kali standar deviasi yang dianggap sebagai outlier. Setelah data outlier tersebut direduksi, barulah kita dapatkan data yang telah bersih. Berikut adalah gambar dari stasiun PSKI pada saat outlier belum direduksi dan setelah outlier direduksi. a)
b)
Gambar 3.4 Perbandingan antara data time series stasiun PSKI sebelum oulier dihilangkan (a) dan sesudah outlier dihilangkan (b).
Adapun untuk kondisi data time series stasiun lainnya dapat dilihat pada bagian lampiran Tugas Akhir ini. 43
3.7 Analisis Spektral dengan Metode Normalisasi Periodogram Lomb Sebuah data time series yang dianalisis secara detail dapat menguak informasi penting dengan lebih jauh lagi. Analisis mengenai karakteristik noise dan sinyal musiman dalam suatu time series membuat kita dapat mengetahui lebih dalam mengenai suatu proses dalam suatu jaring GPS, bahkan mengenai lingkungan sekitar suatu stasiun dipasang. Hal ini memungkinkan kita untuk memperoleh estimasi dari ketelitian kecepatan dan memperoleh informasi tentang kestabilan monumen GPS [Kenyeres, 2006]. Analisis dengan metode Periodogram Lomb dimaksudkan untuk mendeteksi adanya periodesitas dalam data pengamatan. Metode ini secara umum merupakan suatu cara yang ampuh dalam mendeteksi dan menguji signifikansi dari sinyal periodik yang pada dasarnya sulit
dideteksi [Press,
1989].
Metode periodogram yang
dikembangkan oleh Lomb (1976) dan Scargle (1982) merupakan pengembangan dari dari analisis tipe periodogram yang lain yaitu spektrum Fourier. Dasarnya adalah jika kita memiliki suatu set data yang bernilai hi, dengan i = 1,…, N dengan waktu pengamatan masing-masing data yaitu ti, maka periodogramnya dibentuk dengan tahapan-tahapan sebagai berikut [Press, 1989] : Pertama-tama yaitu menghitung rata-rata dan variansi dari set data dengan persamaan : 1
ℎ ≡𝑁
𝑁 1 ℎ𝑖
,
𝜎2 ≡
1 𝑁−1
𝑁 1 (ℎ𝑖
− ℎ)2 ………………………………………… [6]
Kedua, untuk tiap frekuensi angular yang memenuhi syarat ω ≡ 2πf > 0, maka hitung time-offset τ dengan persamaan : tan (2ωτ) =
𝑖 sin
2𝜔 𝑡 𝑖
𝑖 cos
2𝜔 𝑡 𝑖
………………………………………………………………. [7]
Langkah ketiga adalah normalisasi periodogram (spectral power sebagai fungsi dari ω, dijelaskan dengan persamaan : 1
PN(ω) = 2𝜎 2
[ 𝑖 ℎ 𝑖 −ℎ cos 𝜔 (𝑡 𝑖 −𝜏)]2 2 𝑖 𝑐𝑜𝑠 𝜔 (𝑡 𝑖 −𝜏)
+
[ 𝑖 ℎ 𝑖 −ℎ sin 𝜔 (𝑡 𝑖 −𝜏)]2 2 𝑖 𝑠𝑖𝑛 𝜔 (𝑡 𝑖 −𝜏)
…………………………. [8]
44
Nilai τ yang konstan membuat nilai PN(ω) benar-benar independen, tidak dipengaruhi oleh perubahan dari t i dengan nilai konstata berapa pun. Lomb (1976) menujukkan bahwa keputusan untuk memilih offset metode ini memiliki efek lain yang lebih penting; yaitu membuat persamaan [8] identik dengan persamaan dalam mengestimasi komponen harmonik dalam suatu data set, pada frekuensi ω, dengan menerapkan fitting linier kuadrat terkecil terhadap model pada persamaan berikut, h(t) = A cos ωt + B sin ωt …………………………………………………………. [9] maka dari itu, metode ini cocok diterapkan pada data yang tidak tersebar merata karena metode ini menekankan akan data per titik, bukan data per selang waktu. 3.8 Metode Menghitung Kecepatan Pergeseran di Setiap Titik Persamaan pengamatan untuk pergerakan yang terjadi pada tiap titik yaitu [Nikolaidis, 2002] :
………………………[10] Keterangan : y(ti)
= pergeseran titik pada t i,
ti
= data epok untuk i = 1,…, n dalam satuan tahun,
a
= koordinat awal stasiun GPS,
b
= kecepatan pergerakan dalam satuan meter/tahun,
c dan d = koefisien dari pergerakan yang bersifat periodik tahunan, e dan f = koefisien dari pergerakan yang bersifat periodik semi-tahunan, H
= fungsi Heaviside ,
g
= besar magnitudes,
Tg
= epok.
45
Jika diasumsikan offset dari epok diketahui, maka model persamaan liniernya memiliki koefisien sebagai berikut x= [ a b c d e f g ]T ……………………………………………………………………….. [11] maka, y = Ax ……....…………………………………………………………………….. [12] dimana A merupakan matriks desain yang berasal dari turunan parsial. Adapun untuk menghitung parameter yang tidak diketahui adalah : x= A-1 y …………………………………………………………………………… [13] Untuk mencegah hasil perhitungan yang error akibat dari kondisi matriks A yang tidak simetris, maka matriks A dikalikan dengan matriks transpose-nya, sehingga dihasilkan matriks A yang simetris. Jika matriks A dikalikan dengan matriks A transpose, maka matriks y pun harus dikalikan dengan faktor pengali yang sama, sehingga persamaannya menjadi, x = [ATA]-1 AT y ………………………………………………………………….. [14]
46