BAB 3 OBYEK PENELITIAN
3.1
Profil Organisasi
3.1.1
Sejarah Kementerian Pemuda dan Olahraga Tonggak sejarah kelembagaan yang mengurusi pembangunan kepemudaan dan
keolahragaan sebenarnya sudah ada sejak masa awal kemerdekaan Indonesia. Sebagaimana penelusuran Tim tentang sejarah pengelolaan kegiatan olahraga dan pemuda oleh Negara, maka diketahui bahwa keberadaan lembaga kepemudaan dan keolahragaan sudah ada pada susunan Kabinet Pertama yang dibentuk pada tanggal 19 Agustus 1945. Kabinet Pertama yang bersifat presidensial tersebut memiliki Kementerian Pengajaran yang dipimpin oleh Menteri Ki Hajar Dewantoro. Kegiatan olahraga dan pendidikan jasmani berada di bawah Menteri Pengajaran. Istilah pendidikan jasmani dipergunakan dalam lingkungan sekolah sedangkan istilah olahraga digunakan untuk kegiatan olahraga di masyarakat yang berupa cabang-cabang olahraga. Usia Kabinet Pertama yang kurang dari tiga bulan tersebut kemudian diganti dengan Kabinet II yang berbentuk parlementer di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Sutan Sjahrir
yang
dilantik
pada
tanggal
14
November
1945
(Sumber:
http://kemenpora.go.id/index/profil / 2012/19 Maret/16:00). Pada tahun 1978, dalam Kabinet Pembangunan II, untuk pertama kalinya dibentuk Kantor Menteri Muda Urusan Pemuda dengan Abdul Ghafur sebagai Menteri Muda. Diawali dari pengarahan Presiden Soeharto pada Musyawarah Nasional (Munas) Olahraga IV pada tanggal 19 Januari 1981 yang menyatakan bahwa kegiatan olahraga harus ditingkatkan dan disebarluaskan. Pada Munas Olahraga tersesebut Presiden
41 Soeharto mencanangkan slogan “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat”. Sehubungan dengan itu, maka pada bulan Mei 1983 dikeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1983 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Menteri Negara yang didalamnya menegaskan tentang Tupoksi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora) sebagai berikut: a.
merumuskan
kebijaksanaan
Pemerintah
di
bidang
pembinaan
dan
pengembangan pemuda dan olah-raga; b.
merencanakan
pelaksanaan
kebijaksanaan
dalam
rangka
penyusunan
program pembinaan dan pengembangan pemuda dan olah-raga; c.
mengkoordinasi kegiatan seluruh Instansi Pemerintah yang berhubungan dengan
pembinaan
dan
pengembangan
pemuda
dan
olahraga
dalam
rangka pelaksanaan program Pemerintah secara menyeluruh; d.
mengkoordinasi
kegiatan
Komite
Olahraga
Nasional
Indonesia
dan
Yayasan/ Lembaga-lembaga olahraga lainnya di Pusat dan Daerah; e.
menyampaikan laporan, bahan keterangan serta saran dan pertimbangan di bidang tugas dan tanggung jawabnya kepada Presiden. Dari tahun 1983 hingga 2000 Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga selalu
masuk dalam jajaran kabinet. Sebagai menteri selanjutnya secara berturut-turut adalah Akbar Tandjung (1983-1988), Hayono Isman (1988-1993), Agung Laksono (19931998), dan Mahadi Sinambela (1998-1999). Tradisi dalam Kabinet Pembangunan salah satunya adalah membentuk Kementerian Pemuda dan Olahraga yang menterinya selalu diambil dari tokoh pemuda atau mantan aktivis pemuda. Pada pemerintah Kabinet Persatuan, Kementerian Pemuda dan Olahraga dipimpin Mahadi Sinambela, mantan aktivis HMI. Tetapi ketika baru berumur belum
42 genap satu tahun, kementerian ini dilikuidasi oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Dalam Kabinet selanjutnya, yaitu Kabinet Gotong Royong, Kemenpora tetap ditiadakan. Urusan kepemudaan dan keolahragaan dimasukkan ke Departemen Pendidikan Nasional di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga. Kabinet Indonesia Bersatu, menghidupkan kembali Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Adhyaksa Dault, mantan Ketua Umum DPP KNPI periode 1992-2002, dipercaya untuk menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Kehadiran kembali Kemenpora dalam Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla (SBY-JK) ditanggapi dengan berbagai macam pendapat. Ada yang positif, ada juga yang negatif. Pasalnya, karena figur Adhyaksa Dault sebagai Menpora adalah seorang mantan Ketua KNPI dan Garda Merah Putih yang lebih banyak aktif dalam dunia politik. Namun, kemudian mata pelaku dan pecinta olahraga mulai terbuka ketika Adhyaksa Dault dan jajaraannya mulai melakukan berbagai gebrakan penting dan signifikan. Presiden pertama pilihan rakyat, Susilo Bambang Yudhoyono sengaja menghidupkan kembali kementerian ini karena menganggap persoalan kepemudaan dan keolahragaan adalah sangat penting dan strategis dan hal ini sekaligus merupakan sinyal yang kuat adanya keseriusan pemerintah dalam pengembangan dan peningkatan peran pemuda dan olahraga sebagi dua pilar bangsa dalam menunjang pembangunan nasional. Sebagai sebuah kementerian baru yang dimunculkan pasca likuidasi oleh pemerintahan sebelumnya, Kemenpora dihadapkan pada banyak kendala, baik teknis, maupun nonteknis. Hal utama yang menjadi perhatian adalah penataan kelembagaan yang akan menopang kerja kementerian. Pembentukan dan pengesahan struktur kelembagaan memerlukan waktu yang tidak singkat dan melalui berbagai pembahasan
43 yang bertahap dan terpadu guna menghasilkan struktur yang efektif dan efisien. Dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005 pada pasal 140 C disebutkan bahwa Kementerian Pemuda dan Olahraga juga menyelenggarakan fungsi operasionalisasi kebijakan, untuk pelaksanaan tugas-tugas teknis dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis sesuai kebutuhan. Kembalinya Kemenpora sebagai bagian dari kabinet pemerintahan menimbulkan harapan baru bagi peningkatan pembangunan di bidang kepemudaan dan keolahragaan. Bagi pemuda, tentu saja harapannya adalah meningkatnya perhatian pemerintah terhadap upaya pemberdayaan pemuda. Apalagi saat ini banyak kalangan generasi muda yang tidak memiliki akses untuk mandiri. Tetapi, yang juga menjadi sorotan adalah keinginan agar Kemenpora tidak menjadi bahan pengebirian kreativitas pemuda. Mereka tidak ingin pola Orde Baru, yang melakukan penyeragaman dan kooptasi kembali muncul. Tidak berbeda dengan pemuda, masyarakat dan kalangan pecinta olahraga juga menaruh harapan besar. Apalagi prestasi olahraga Indonesia terlihat semakin merosot. Dalam pandangan masyarakat, prestasi olahraga merupakan tanggung jawab Kemenpora. Dengan dibentuknya Kementerian, maka masyarakat berharap adanya peningkatan prestasi olahraga Indonesia. Sejak bulan Oktober 2009 sampai dengan saat ini Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga dalam Kabinet Indonesia Bersatu II berubah nama menjadi Kementerian Pemuda dan Olahraga yang dipimpin oleh Andi Mallarangeng. Di bawah kepemimpinan Andi Mallarangeng, Kemenpora terus melaksanakan program dan kegiatan dalam bidang kepemudaan dan keolahragaan berdasarkan kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan dalam Tupoksi Kemenpora.
44 3.1.2
Visi Kemenpora
Rumusan Visi Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) adalah: “MEWUJUDKAN KEPEMUDAAN DAN KEOLAHRAGAAN YANG BERDAYA SAING” Visi Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2010-2014 tidak terlepas dari upaya mewujudkan Visi Pembangunan 2005-2025, yaitu “Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur” dan melaksanakan Misi Pembangunan Nasional 2005-2025 yaitu “Mewujudkan bangsa yang berdaya saing” sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. BERDAYA SAING dalam lingkup kepemudaan mengandung arti: “memiliki kemampuan berkompetisi yang dihasilkan melalui pola pengaderan dan peningkatan potensi pemuda secara terencana, sistematis, dan berkelanjutan sesuai dengan metode pendidikan, pelatihan, pemagangan, pembimbingan, pendampingan, serta pemanfaatan kajian, kemitraan, dan sentra pemberdayaan pemuda yang terus-menerus dikembangkan sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal dalam menciptakan nilai tambah kepemudaan di berbagai bidang pembangunan, serta peningkatan akhlak mulia dan prestasi pemuda Indonesia di kancah kompetisi global.” BERDAYA SAING dalam lingkup keolahragaan mengandung arti: “memiliki kemampuan berkompetisi yang dihasilkan melalui pola pembinaan dan pengembangan pelaku, ketenagaan, pengorganisasian, pendanaan, pola pelatihan, penghargaan, prasarana, dan sarana olahraga secara berjenjang dan berkelanjutan sesuai dengan metode penataran, pelatihan, penyuluhan, pembimbingan, pemasyarakatan, perintisan, penelitian, uji coba, dan kompetisi yang telah menerapkan manajemen dan iptek olahraga modern, serta pemanfaatan bantuan, pemudahan, dan sentra keolahragaan
45 sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal dalam kompetisi bertaraf regional atau internasional”.
3.1.3
Misi Kemenpora
“MENINGKATKAN DAYA SAING KEPEMUDAAN DAN KEOLAHRAGAAN” Misi Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2010-2014 mengandung arti: 1. Meningkatkan kepemudaan potensi sumber daya dengan memanfaatkan kemitraan lintas sektoral, antar tingkat pemerintahan, untuk dan mendukung pemberdayaan peningkatan
kemasyarakatan
penyadaran
pemuda
wawasan,
dan
melalui
inventarisasi potensi, kapasitas keilmuan, kapasitas keimanan, kreativitas, dan kemampuan berorganisasi pemuda sehingga pemuda dapat meningkatkan partisipasi, peran aktif, dan produktivitas dalam membangun dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara; 2. Mewujudkan pemuda maju, berkarakter, berkapasitas, dan berdaya saing melalui penyiapan pemuda kader sesuai karakteristik pemuda yang memiliki semangat kejuangan, kesukarelaan, tanggung jawab, dan ksatria serta memiliki sikap kritis, idealis, inovatif, progresif, dinamis, reformis, dan futuristik tanpa meninggalkan akar budaya bangsa Indonesia yang tercermin dalam kebhinnekatunggalikaan untuk mendukung
pengembangan
kewirausahaan,
kepeloporan,
pendidikan,
dan
kepemimpinan, kesukarelawanan pemuda di berbagai bidang pembangunan, termasuk penugasan khusus bagi pengembangan kepanduan/kepramukaan sebagai wadah pengaderan calon pemimpin bangsa;
46 3. Meningkatkan potensi sumberdaya keolahragaan dengan memanfaatkan kemitraan lintas sektoral, antar tingkat pemerintahan, dan kemasyarakatan untuk mendukung pemassalan, pembudayaan, serta pengembangan industri dan sentra-sentra olahraga melalui pengenalan olahraga kepada keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat luas sehingga masyarakat gemar melakukan kegiatan olahraga atas kehendak sendiri serta pemasyarakatan olahraga sebagai kebiasaan hidup sehat dan aktif sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat sehingga masyarakat memperoleh tingkat kebugaran jasmani, kesehatan, kegembiraan, dan hubungan sosial yang berkualitas; dan 4. Mewujudkan olahragawan yang berprestasi pada kompetisi bertaraf regional dan internasional melalui peningkatan kemampuan dan potensi olahragawan muda potensial dan olahragawan andalan nasional secara sistematis, terpadu, berjenjang, dan berkelanjutan serta pemanfaatan iptek olahraga modern untuk mendukung pembibitan olahragawan berbakat dan peningkatan mutu pelatih bertaraf internasional pada pembinaan prestasi olahraga.
3.1.4
Arti Lambang dan Logo Gambar 3.1 Logo Kemenpora
47 Tangan Kanan Mengepal : Merupakan wujud Tekad, Semangat, Kokoh, Teguh, Kemauan kuat Pemuda untuk menjaga Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan
UUD
1945
serta
Bhineka
Tunggal
Ika
Tiga pilar pada tangan mengepal: mempunyai makna ketiga peristiwa sejarah yaitu: Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928 dan Kemerdekaan Indonesia 1945 yang Pelaku utamanya adalah Pemuda. Warna Biru mempunyai makna lambang/simbolik : Keliasan Pandangan dan Pikiran, Smart, Bergerak Maju, Inovatif dan Inspiratif, Kedewasaan, Kematangan, Penguasaan Ilmu Pengetahuan, dan Dinamis
Api Obor merupakan perwujudan semangat/spirit Nasionalisme yang tak pernah padam sejak dikobarkan oleh Boedi Oetomo tahun 1908 yang menjadi momentum Kebangkitan Indonesia sebagai Bangsa (Nation).
Tiga
Cincin
warna
Merah
melambangkan
semangat
Kesatupaduan untuk mengembangkan ruang lingkup bidang Olahraga : Olahraga Pendidikan, Olahraga Rekreasi dan Olahraga Prestasi
serta
Semangat
untuk
mengharumkan
dan
memperjuangkan kehormatan Bangsa Indonesia dan mendorong Keolahragaan
Nasional
yang
bertujuan
memelihara
dan
48 meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina Persatuan dan Kesatuan Bangsa, memperkukuh Ketahanan Nasional, serta mengangkat harkat dan martabat dan kehormatan bangsa .
Lingkaran oval : Lingkaran adalah bentuk bidang yang sempurna, ini menggambarkan bahwa Kementerian Pemuda dan Olahraga adalah Lembaga Negara yang Solid, Kokoh, Kuat, Smart, Bernurani, Berdedikasi Tinggi yang membidangi Pemuda dan Olahraga yang dilandasi oleh rasa cinta dan tanggungjawab demi bakti kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Warna Merah mempunyai makna kekuatan, kemampuan, dan semangat yang tidak pernah pudar untuk terus memperjuangkan, mempertahankan, serta menumbuhkembangkan Potensi Pemuda dan semangat Olahraga Indonesia untuk terus mengukur prestasi dalam bidang-bidang pembangunan dan prestasi di bidang keolahragaan. Warna Putih mempunyai arti niat suci tulus ikhlas sebagai landasan pijak dalam semua gerak langkah Kemenpora untuk berkarya nyata dalam mengemban amanah Bangsa Indonesia untuk menjadi Bangsa yang Besar, Bermartabat, Berbudaya dan Disegani di Dunia
49 3.1.5
Struktur Organisasi Gambar 3.2 Struktur Organisasi
(Sumber: http://kemenpora.go.id/index/profil 2012/19 Maret/17:23 WIB)
50 3.2
Prosedur Yang Berlaku Kementerian Pemuda dan Olahraga mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
di bidang pemuda dan olahraga dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Kementerian Pemuda dan Olahraga menyelenggarakan fungsi: 1. perumusan dan penetapan kebijakan di bidang pemuda dan olahraga; 2. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pemuda dan olahraga; 3. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pemuda dan Olahraga; 4. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga; dan 5. penyelenggaraan
fungsi
operasionalisasi
kebijakan
pembinaan
dan
pengembangan kepemudaan dan keolahragaan sesuai dengan undang-undang di bidang kepemudaan dan keolahragaan. Dalam Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Nomor 193 Tahun 2010 Pasal 51-54 bagian Hubungan Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan hubungan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Bagian Hubungan Masyarakat menyelenggarakan fungsi: 1. pelaksanaan hubungan dengan media massa; 2. pelaksanaan peliputan dan dokumentasi; 3. pelaksanaan publikasi.
51 Bagian Hubungan Masyarakat terdiri atas: -
Subbagian Hubungan Media Massa; Subbagian Hubungan Media Massa mempunyai tugas melakukan komunikasi pemberitaan kepada media massa.
-
Subbagian Peliputan dan Dokumentasi; Subbagian Peliputan dan Dokumentasi mempunyai tugas melakukan peliputan dan pengelolaan dokumentasi.
-
Subbagian Publikasi: Subbagian Publikasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan publikasi dan pemberitaan.
3.3
Metode Penelitian
3.3.1 Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti (Herdiansyah, 2010:9). Sebagai peneliti ilmu komunikasi atau public relations dengan metode kualitatif, dalam analisis datanya tidak menggunakan bantuan ilmu statistika, tetapi menggunakan rumus 5w+1h (who, what, when, where, why, how). Selain what (data dan fakta yang dihasilkan dari penelitian), how (bagaimana proses data itu berlangsung), who (siapa saja yang bisa menjadi informan kunci dalam penelitian), where (dimana sumber informasi penelitian itu bisa digali atau ditemukan), dan when (kapan sumber informasi itu bisa ditemukan), yang paling penting dicermati dalam analisis penelitian kualitatif adalah
52 why (analisis lebih dalam atau penafsiran atau interpretasi lebih dalam ada apa di balik fakta dan data hasil penelitian itu, mengapa bisa terjadi seperti itu). Why (mengapa) memberikan pemahaman lebih dalam dari hasil penelitian kualitatif. (Ardianto, 2011:5859). Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Dalam penelitian kualitatif lebih ditekankan adalah soal kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas data). (Kriyantono, 2006:58). Pada penelitian ini, dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti mencoba untuk menggali informasi mengenai peranan Humas dalam pengelolaan citra Kemenpora melalui program Haornas dengan melakukan analisis terhadap kinerja Humas.
3.3.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis DeskriptifKualitatif. Menurut Rakhmat (2002:24), “Penelitian deskriptif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi”. Tujuan penelitian deskriptif menggambarkan karakteristik dari individu, situasi atau kelompok tertentu. Sesuai dengan sifatnya yang deskriptif, maka data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angkaangka (Moleong, 2002:6). Penelitian deskriptif bertujuan untuk: 1.
mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada.
53 2.
mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku.
3.
membuat perbandingan atau evaluasi.
4.
serta menentukan apa saja yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang (Rakhmat, 2002:25).
3.3.3
Metode Pengumpulan Data
3.3.3.1
Data Primer Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek penelitian
perorangan, kelompok, dan organisasi (Ruslan, 2003:29) serta dapat dikumpulkan melalui wawancara mendalam yang dilakukan secara langsung kepada pihak-pihak yang telah dipilih oleh penulis sendiri, yaitu pihak
yang
dapat
memberikan
informasi
berkaitan dengan judul skripsi yang dipilih. Data yang diperoleh biasanya merupakan hasil dari wawancara dan observasi. 1.
Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yaitu yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2002:135). Dalam penelitian ini penulis melakukan teknik pengumpulan data atau informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan informan. Metode pengumpulan data yang yang digunakan untuk wawancara adalah penulis melakukan wawancara secara mendalam dengan key informan
54 dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban mengenai pertanyaan yang akan ditanya pada saat wawancara. Wawancara
mendalam
(intensive/depth
interview)
adalah
teknik
mengumpulkan data atau informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan
informan/narasumber
agar
mendapatkan
data
lengkap
dan
mendalam. Pada wawancara mendalam ini, pewawancara relatif tidak mempunyai kontrol atas respons informan. Artinya, informan bebas memberikan jawaban-jawaban lengkap, mendalam; bila perlu, tidak ada yang
disembunyikan.
Caranya
dengan
mengusahakan
wawancara
berlangsung informal seperti sedang ngobrol (Ardianto, 2011:178). Wawancara juga dilakukan dengan terbuka di mana pewawancara tidak terikat oleh bentuk pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa, melainkan ia bebas mengembangkan wawancaranya dengan responden sejauh ada relevansinya dengan topik penelitian (Mashud, 2006:78). Pada penelitian ini, penulis menggunakan informan/narasumber untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Peneliti akan mencatat informasi yang diberikan oleh
para informan/narasumber selama wawancara
berlangsung, sekaligus menggunakan alat bantu rekam sebagai data cadangan yang dapat disimpan. Pemilihan informan/narasumber dilakukan dengan metode Purposive, yaitu teknik penelitian berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai hubungan dengan pelaksanaan peranan Humas Kemenpora khususnya dalam program peringatan Haornas. Penulis memilih informan berdasarkan karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian atau yang
55 dianggap memiliki informasi yang relevan dengan masalah pokok penelitian. Melalui wawancara dengan teknik pengambilan informan secara purposive, bisa didapatkan pendapat langsung dari informan mengenai peranan Humas dalam program peringatan Haornas tersebut, mulai dari persiapan sampai dengan evaluasi juga pengetahuan yang mereka miliki tentang program calendar event peringatan Haornas yang dilaksanakan setiap tahun oleh Kemenpora. Dari berbagai penjelasan diatas, peneliti dapat menentukan dengan jelas informan yang akan diwawancarai, yakni Kepala Bagian Humas Kemenpora, Kepala Subbagian Hubungan Media, dan Asisten Deputi Industri Olahraga. Para informan yang telah disebutkan diatas adalah orangorang yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program peringatan Hari Olahraga Nasional tahun 2011 yang penulis pilih berdasarkan keperluan penelitian. 2.
Observasi Lapangan Observasi lapangan atau pengamatan lapangan (field observation)
adalah
kegiatan yang setiap saat dilakukan, dengan kelengkapan pancaindra dimiliki. Kegiatan observasi lapangan merupakan
salah
satu
yang
kegiatan
untuk memahami lingkungan (Ardianto, 2011:179). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi nonpartisipan. Observasi nonpartisipan adalah jenis metode observasi, di mana seorang peneliti hanya berperan sebagai “penonton” saja tidak terjun sebagai “pemain” (Ardianto, 2011:180).
56 3.3.3.2
Data Sekunder Menurut Ruslan (2003:132), data sekunder adalah data yang diperoleh secara
tidak langsung melalui media perantara (dihasilkan oleh pihak lain) atau digunakan oleh lembaga lainnya yang bukan pengelolanya, tetapi dapat dimanfaatkan dalam suatu penelitian tertentu. Data sekunder diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi (tersedia) antara lain dari publikasi dan informasi yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi atau perusahaan, seperti majalah, jurnal, buku, maupun dokumen serta informasi melalui internet yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.3.4 Metode Analisis Data Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusun berarti menggolongkannya dalam pola, tema atau kategori. Tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep (Ardianto, 2011:215). Dalam penelitian ini penulis menggunakan model Strauss dan Corbin. Menurut Strauss dan Corbin, analisis data kualitatif terdiri atas tiga jenis pengodean (coding) utama, yaitu (a) pengodean terbuka (open coding), (b) pengodean berporos (axial coding), (c) pengodean selektif (selective coding). Pengodean terbuka (open coding) adalah bagian analisis yang berhubungan khususnya dengan penamaan dan pengategorian fenomena melalui pengujian data secara teliti. Selama pengodean terbuka, data dipecah ke dalam bagian-bagian yang terpisah, diuji secara cermat, dibandingkan untuk persamaan dan perbedaannya, serta diajukan pertanyaan-pertanyaan tentang fenomena sebagaimana tercermin dalam data. Pengodean berporos (axial coding) meletakkan data tersebut kembali ke belakang
57 bersama-sama dalam cara-cara baru dengan membuat hubungan antara sebuah kategori dan subkategorinya. Pengodean selektif (selective coding). Mengintergrasikan kategori-kategori tersebut untuk membentuk sebuah teori dasar (Ardianto, 2011:223-225).
3.3.5 Keabsahan Data Uji validitas dan reliabilitas penelitian kualitatif disebut juga keabsahan data sehingga instrumen atau alat ukur yang digunakan akurat dan dapat dipercaya. Keabsahan data ini tentunya melalui sebuah instrumen atau alat ukur yang sah dalam penelitian kualitatif (Ardianto, 2011:194). Beberapa cara menentukan keabsahan data dalam penelitian kualitatif menurut (Bryman, 2008:376), yaitu: 1. Kredibilitas (Credibility), yaitu apakah proses dan hasil penelitian dapat diterima atau dipercaya. Penerapan derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari non-kualitatif. Dalam menguji keabsahan data penulis menggunakan teknik observasi secara langsung yang besifat non partisipan. Dengan melakukan pengamatan terhadap kinerja Humas dalam mengelola citra Kemenpora melalui peringatan Haornas. Penulis juga melakukan transkrip dari wawancara, kemudian melakukan pengkodean (coding) ke dalam tahapan coding, mulai dari open coding, axial coding dan selective coding, sehingga bisa dianalisis dengan akurat. 2. Transferabilitas (Transferabilty), yaitu apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang lain. Konsep validitas itu menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh pada sample
58 yang secara representative mewakili yang populasi itu. Dalam penelitian ini kualitas transferability menyajikan data deskriptif lebih lengkap, misalnya melalui jawaban dari pertanyaan wawancara, peran informan dalam organisasi dan lain-lain. 3. Ketergantungan (Dependability), yaitu apakah hasil penelitian mengacu pada kekonsistenan
peneliti
dalam
mengumpulkan
data,
membentuk
dan
menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. 4. Konfirmabilitas (Confirmability), yaitu apakah hasil penelitian dapat dibutktikan kebenarannya di mana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan memperlihatkan hasil penelitian pada informan yang kemudian dikonfirmasikan oleh informan agar hasil dapat lebih objektif. Penulis meminta konfirmasi dalam bentuk surat pernyataan yang di tanda tangan langsung oleh para informan.
3.4
Permasalahan Yang Ada Pada umumnya citra dari instansi/lembaga pemerintah memang sudah ada atau
terbentuk, khususnya citra dari lembaga kementerian. Namun, citra tersebut membutuhkan pengelolaan yang baik dan tepat untuk dapat memberikan dampak yang positif terhadap instansi/lembaga pemerintah yang bersangkutan. Mengelola dan memelihara citra jauh lebih berat daripada membentuk citra. Hal ini membuat instansi/lembaga pemerintah memerlukan usaha dan upaya yang lebih kuat atau ekstra untuk memperoleh citra (image) yang baik di mata masyarakat. Terlebih lagi, luasnya cakupan masyarakat yang dihadapi dengan kepentingan yang berbeda-beda membuat
59 Humas di instansi-instansi pemerintah harus bekerja lebih intensif dan optimal. Upaya untuk melakukan pengelolaan citra suatu organisasi termasuk instansi pemerintah, memerlukan peran serta dan keterlibatan Humas secara langsung sebagai garda terdepan dari organisasi. Penulis ingin menggali lebih dalam mengenai kegiatan– kegiatan apa saja yang dilakukan untuk mengelola citra Kementerian Pemuda dan Olahraga sebagai salah satu lembaga kementerian yang ada di Indonesia dan bagaimana peranan Humas di dalamnya.
3.5
Alternatif Pemecahan Masalah Humas harus berperan secara aktif dalam mengkomunikasikan program-program
yang direncanakan dan dilaksanakan oleh suatu instansi/lembaga pemerintah, di mana program-program tersebut dapat memberikan gambaran yang jelas akan arah dan tujuan instansi/lembaga pemerintah yang bersangkutan. Kemenpora mempunyai program unggulan di bidang Olahraga yang dilasanakan setiap tahun, yang juga masuk dalam salah satu kegiatan (Calendar Event) Humas, yaitu pelaksanaan peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas). Dalam hal ini Humas harus menjadi pusat informasi dan berperan secara aktif untuk menyosialisasikan peringatan tersebut kepada masyarakat luas melalui sarana kehumasan yang ada.