BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis Quasi-
eksperimental yaitu metode penelitian yang digunakan untuk menguji hubungan sebab akibat atau mencari pengaruh dari suatu intervensi terhadap populasi tanpa adanya randomisasi penentuan subjek penelitian. Rancangan penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control group pre-post test design yang dilakukan dengan memberikan perlakuan pada kedua atau lebih kelompok group bertujuan untuk membandingkan hasil intervensi sebelum dan sesudah diberikan (Wood & Heber, 2014). Adapun rancangan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk skema berikut: Skema 3.1. Rancangan Design Penelitian Pretests R1 :
O1
R2 :
O3
Intervensi X
Posttest O2 O5 O4
Keterangan : R1 = Responden kelompok yang menerima intervensi ronde keperawatan (kelompok intervensi) R2 = Responden kelompok yang tidak menerima intervensi ronde keperawatan (kelompok kontrol) X =
Intervensi berupa ronde keperawatan pada kelompok intervensi
Universitas Sumatera Utara
O1 = Kinerja perawat sebelum ronde keperawatan kelompok intervensi O2 = Kinerja perawat sesudah ronde keperawatan kelompok intervensi O3 = Kinerja perawat sebelum ronde keperawatan kelompok kontrol O4 = Kinerja perawat sesudah ronde keperawatan kelompok kontrol O5=
Kinerja perawat sesudah pelatihan ronde keperawatan kelompok intervensi dan kontrol
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Royal Prima Medan. Pelaksanaan
penelitian dilaksanakan pada bulan 10 November sampai dengan 10 Desember 2016. Peneliti ingin mengetahui secara empiris pengaruh pelatihan ronde keperawatan terhadap kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan di Rumah Sakit Royal Prima Medan.
3.3.
Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di ruang rawat
inap lantai 9 dan lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima Medan dimana jumlah perawat di ruang rawat inap lantai 9 sebanyak 38 orang dan perawat di ruang rawat inap lantai 10 sebanyak 36 orang. Perawat yang bertugas di ruang rawat inap lantai 9 sebagai kelompok kontrol sedangkan perawat yang bertugas di ruang rawat inap lantai 10 sebagai kelompok intervensi.
Universitas Sumatera Utara
3.3.1. Besar Sampel Jumlah sampel yang akan dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan power analysis. Power analysis digunakan untuk memastikan signifikan hasil studi. Ada tiga komponen untuk menghitung sampel size yang diinginkan yaitu: dengan menggunakan significance criterion, alfa (α), sample size (N), population effect size, gamma (γ), power (1-β) (Polit & Beck, 2012). Ketika tidak ada penelitian sebelumnya yang relevan, peneliti menggunakan ketentuan berdasarkan efek kecil, menengah, atau efek yang besar. Studi keperawatan memiliki efek sederhana (kecil-menengah) (Polit & Beck, 2012). Penelitian ini menggunakan alfa level (α) = .05, medium effect size (γ) = .50 dan power (1-β) = .80. Maka sampel penelitian untuk perawat dengan tabel power analysis berjumlah 64 orang yaitu 32 perawat pada kelompok kontrol dan 32 perawat pada kelompok intervensi. 3.3.2. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang berdasarkan atas suatu pertimbangan. Pengambilan sampel dengan kriteria inklusi: 1) Rentang usia 21-45 tahun, 2) Masa kerja lebih dari 3 bulan sebagai perawat, 3) Pendidikan minimal D-III keperawatan, dan 4) Perawat yang bekerja di ruang rawat inap. Jumlah perawat di ruang rawat inap lantai 9 sebanyak 38 orang dan yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan sampel sebanyak 32 orang demikian juga jumlah perawat di ruang rawat inap lantai 10 sebanyak 36 orang dan yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 32 orang sehingga 32 orang yang dijadikan sampel.
Universitas Sumatera Utara
3.4.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data tentang kinerja perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan dan karakteristik perawat dikumpulkan oleh peneliti. Intervensi ronde keperawatan dilakukan oleh perawat setelah mendapat pelatihan ronde keperawatan. Prosedur pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. 3.4.1. Tahap Persiapan Tahap penelitian ini dimulai dengan mengurus izin tempat penelitian dengan mengajukan surat permohonan penelitian dari pimpinan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang ditujukan ke bagian pendidikan dan penelitian Rumah Sakit Royal Prima Medan. Setelah mendapat surat persetujuan dari bidang Diklat Rumah Sakit Royal Prima Medan, surat pengantar izin penelitian diberikan ke ruangan rawat inap lantai 9 dan ruangan rawat inap lantai 10. Penelitian dimulai setelah memperoleh izin dari Kepala Bidang Keperawatan dan Kepala ruangan untuk memulai penelitian. Sebelum melakukan intervensi, peneliti memilih responden sesuai dengan kriteria sampel yang ditetapkan. Perawat yang berada di ruangan rawat inap lantai 9 sebagai kelompok kontrol sebanyak 32 orang dan perawat di ruangan rawat inap lantai 10 sebagai kelompok intervensi sebanyak 32 orang. Peneliti juga menjelaskan kepada responden bagaimana prosedur penelitian yang akan dilakukan, dalam hal ini, peneliti menjelaskan kepada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan (intervensi) ronde keperawatan selama proses penelitian berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
3.4.2. Tahap pelaksanaan Tahap awal sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan serta manfaat penelitian, kemudian meminta persetujuan (informed consent). Setelah responden bersedia menjadi responden penelitian, maka kegiatan pretest dilakukan. 1. Pretest Sebelum memberikan intervensi, peneliti melakukan pengukuran untuk mengidentifikasi kinerja perawat pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan menggunakan kuesioner kinerja perawat. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner kepada responden. 2. Intervensi ronde keperawatan Pelaksanaan pelatihan ronde keperawatan dilakukan dalam sehari pada kelompok intervensi sebanyak 32 responden dibagi dalam tiga sesi yaitu 1) sesi pertama, dibagikan modul ronde keperawatan. Setelah itu dilakukan pemberian materi ronde keperawatan selama 20-30 menit. Materi ronde keperawatan dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan rujukan pada ronde keperawatan seperti pengertian ronde keperawatan, tujuan ronde keperawatan, manfaat ronde keperawatan, mekanisme ronde keperawatan dan langkah-langkah ronde keperawatan, 2) sesi kedua dilakukan selama 10 menit untuk berdiskusi atau tanya jawab terkait dengan materi ronde keperawatan yang sudah diberikan di sesi pertama, 3) sesi ketiga dilakukan selama 20 menit untuk demonstrasi pelaksanaan ronde keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
3. Posttest Pengukuran kinerja perawat dilakukan pada minggu ke-4 setelah pelatihan ronde keperawatan diberikan. Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner kinerja perawat. Data yang telah ada kemudian di dokumentasikan ke lembar tabulasi data dan dianalisis dengan uji statistik
Universitas Sumatera Utara
3.5.
Variabel dan Definisi Operasional Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel dependen yaitu kinerja
perawat dan variabel independen dalam penelitian ini adalah pelatihan ronde keperawatan.
Variabel Variabel Independen Pelatihan ronde keperawatan
Tabel 3.1 Variabel dan Defenisi Operasional Defenisi Alat ukur dan Hasil ukur Operasional cara ukur
Skala
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat dengan pasien terlibat aktif dalam diskusi dengan membahas masalah keperawatan serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan
Panduan pelatihan ronde keperawatan dan demonstrasi ronde keperawatan
Hasil dari apa yang telah dikerjakan oleh perawat pelaksana meliputi: 1. Kualitas 2. Kuantitas 3. Penggunaan waktu kerja 4. Kerjasama
Kuesioner kinerja 1. Kinerja rendah Interval (skor 40-80) perawat 2. Kinerja cukup 40 pernyataan (skor 81-121) menggunakan 3. Kinerja tinggi skala likert (skor122-160) (tidak pernah =
Varibel Dependen Kinerja perawat
1, kadangkadang= 2, sering= 3, selalu = 4)
Universitas Sumatera Utara
3.6.
Metode Pengukuran Penggunaan alat ukur dalam penelitian harus bersifat validitas dan
reabilitas, alat ukur ini dapat berbentuk arahan dan bimbingan dengan pertanyaan: apakah alat ukur yang digunakan tersebut sudah dapat mengukur apa yang akan diukur, apakah alat ukur tersebut sudah mencakup semua atau sebagian fenomena yang akan diukur, apakah semua item yang ada didalam instrument tersebut sudah mampu dipahami oleh semua responden, apakah didalam item tersebut tidak ada istilah yang bias atau memiliki arti ganda. 3.6.1. Instrumen Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan beberapa instrumen dari Aitken (2010) yang dimodifikasi. Instrumen karakteristik responden berupa data demografi seperti usia, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja. Instrumen kinerja perawat berisi 40 pernyataan yang dibuat berdasarkan 4 subvariabel yang terdiri dari kualitas, kuantitas, penggunaan waktu kerja dan kerjasama. Kuesioner ini menggunakan model skala Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu tidak pernah dilakukan (1), kadang-kadang dilakukan (2), sering dilakukan (3) dan selalu dilakukan (4). Cara pemberian skor pada pertanyaan yang diajukan adalah nilai 4 untuk “selalu dilakukan”, nilai 3 untuk “sering dilakukan”, nilai 2 untuk “kadang-kadang dilakukan” dan nilai 1 untuk “tidak pernah dilakukan”. Skor kinerja perawat yang tertinggi adalah 160 dan skor kinerja perawat yang terendah adalah 40.
Universitas Sumatera Utara
3.6.2. Validitas Alat Ukur Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Tujuan dari Content Validity Index (CVI) adalah menilai relevansi dari masing-masing item terhadap apa yang akan di ukur oleh peneliti. Para ahli diberikan pertanyaan dan diminta pendapatnya tentang data demografi dan kuesioner kinerja perawat. Content Validity Index (CVI) adalah penilaian/beban maksimum melalui tenaga ahli dari tiap keterkaitan item. Tenaga ahli diminta untuk mengevaluasi item individu pada pengukuran yang baru seperti halnya keseluruhan instrumen. Dua hal yang penting dalam mengevaluasi adalah apakah item individu relevan dan sesuai dalam keterkaitan, dan apakah item yang diambil bersama-sama cukup mengukur semua dimensi yang dibangun (Polit & Beck, 2012). Suatu prosedur umumnya mempunyai tenaga ahli yang menilai materi pada empat skala poin keterkaitan. Ada beberapa variasi label dari 4 poin, tetapi skala yang paling sering digunakan sebagai berikut: 1 = tidak relevan, 2 = agak relevan, 3 = cukup relevan, 4 = sangat relevan. Kemudian, untuk masing-masing item, item CVI dihitung sebanyak jumlah tenaga ahli yang memberi penilaian/beban maksimum 3 atau 4, dibagi dengan banyaknya tenaga ahli yang merupakan proporsi yang menyetujui keterkaitan. Sebagai contoh, suatu item dinilai “sungguh” atau “sangat” relevan oleh 4 dari 5 penilai yang akan membuat suatu I-CVI .80, yang mana dipertimbangkan suatu nilai dapat diterima (Polit & Beck, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Expert terdiri tiga orang lulusan S2 Administrasi Keperawatan. Expert menerima kuesioner kinerja perawat untuk dilakukan penilaian. Penilaian masingmasing instrumen terdiri dari empat kategori: kategori 1 relevance (relevan) terdiri dari: 1 = item tidak relevan, 2 = item perlu banyak revisi, 3 = item relevan tetapi perlu sedikit revisi, 4 = item sudah relevan. Kategori 2 clarity (kejelasan) terdiri dari: 1 = item tidak jelas, 2 = item perlu banyak revisi agar jelas, 3 = item jelas tetapi perlu sedikit revisi, dan 4 = item sudah jelas. Kategori 3 simplicity (kesederhanaan) terdiri dari 1= item tidak sederhana, 2 = item perlu banyak revisi agar sederhana, 3 = item sederhana tetapi perlu sedikit revisi, dan 4 = item sudah sederhana. Kategori 4 ambiguity (ambiguitas) terdiri dari: 1 = item sangat ambigu, 2 = item perlu beberapa revisi, 3 = tidak ambigu tetapi perlu sedikit revisi, dan 4 = item mempunyai makna yang jelas. Instrumen kinerja perawat terdiri dari 40 item meliputi kualitas, kuantitas, penggunaan waktu kerja dan kerjasama. Hasil Content Validity Index (CVI) expert pertama dari instrumen kinerja perawat = 0,95. Empat puluh item pernyataan yang dinilai diperoleh 38 item relevan (nilai 3 dan 4) dan 2 item dinyatakan tidak relevan (nilai 1 dan 2) yaitu item 2 dan 3. Hasil Content Validity Index (CVI) expert kedua dari instrumen kinerja perawat = 1,00. Empat puluh item pernyataan dinilai, diperoleh 40 item relevan (nilai 3 dan 4). Hasil Content Validity Index (CVI) expert ketiga dari instrumen kinerja perawat = 1,00. Empat puluh item pernyataan dinilai, diperoleh 40 item relevan (nilai 3 dan 4).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penilaian ke 3 expert tersebut dapat disimpulkan bahwa para ahli memahami konsep kinerja perawat. Hasil yang didapatkan dari ketiga Expert diperoleh hasil CVI kuesioner kinerja perawat = 0,98 selanjutnya peneliti dapat melaksanakan pilot study. 3.6.3. Reliabilitas Alat Ukur Koefisien reliabilitas adalah indikator yang penting dari suatu mutu instrumen. Pengukuran yang tidak dapat dipercaya bila tidak menyediakan tes yang cukup dari hipotesis peneliti. Jika data tidak benar terhadap konfirmasi dari prediksi, kemungkinan adalah instrumen tidak reliabel. Interpretasi untuk membandingan tingkatan kelompok, koefisien berkisar 0,70 pada umumnya adekuat, walaupun koefisien 0.80 atau yang lebih besar sangat diinginkan (Polit dan Beck, 2012). Pilot study penelitian dilakukan pada sekelompok perawat. Menurut Polit dan Beck (2012) menyatakan pilot study dapat digunakan sebagai versi skala kecil atau uji coba dalam merancang untuk menguji metode yang digunakan dalam penelitian yang lebih luas dan lebih teliti. Pilot study berguna untuk mengetahui instrumen tersebut cukup handal atau tidak, komunikatif, dan dapat dipahami. Hasil CVI instrumen yang sudah valid diuji coba (pilot study) untuk mengetahui kehandalan instrumen, menilai pemahaman dan persepsi responden tentang instrumen. Uji instrumen ini dilakukan pada 30 orang perawat di Rumah Sakit Martha Friska Medan. Hasil Pilot study yang telah dilakukan menggunakan instrumen kinerja perawat diperoleh nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,84 > 0,80 sehingga dikatakan reliabel dan dapat digunakan sebagai kuesioner penelitian.
Universitas Sumatera Utara
3.7.
Metode Analisis Data Metode analisa data yang dilakukan meliputi:
3.7.1 Pengolahan Data. Data yang telah dikumpulkan melalui lembar isian penelitian akan diolah melalui empat tahapan yaitu: 1) Editing. Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan, kejelasan dan relevansi daftar isian kuesioner kinerja perawat, 2) Coding merupakan kegiatan pengkodean atau pengklarifikasian data. Memberikan kode untuk masing-masing kelas data yang diperoleh dari sumber data yang telah diperiksa kelengkapannya, 3) Entry atau memasukkan data dari hasil instrumen penelitian kinerja perawat kedalam komputer melaui program komputer yaitu statistik, 4) Cleaning melakukan pemeriksaan kembali terhadap data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak. 3.7.2 Analisis Data Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentasi variabel penelitian seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui atau mengidentifikasi perbedaan kinerja perawat sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan menggunakan uji beda 2 mean. Uji beda 2 mean yang digunakan adalah uji Paired T-Test digunakan untuk membandingkan dua kelompok atau dua sampel yang saling berpasangan dan uji Independent T-Test digunakan untuk membandingkan dua kelompok yang berbeda atau dua kelompok yang tidak saling ketergantungan atau tidak berpasangan. Uji statistik inidinyatakan bermakna jika nilai pvalue <0.05 pada tingkat kepercayaan 95% (Polit & Beck, 2012).
Universitas Sumatera Utara
3.8.
Pertimbangan Etik Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar
etik penelitian yang meliputi respect of person, beneficiency, Justice dan protection of human rights (Wood & Heber, 2014). Pertimbangan etik terkait penelitian ini dilakukan melalui perizinan dari komite etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 3.8.1 Menghormati Hak Orang Lain (Respect of Person) Setiap individu atau orang lain memiliki hak untuk menentukan pengobatannya secara sendiri dan memiliki hak untuk ikut atau tidak ikut berpartisipasi untuk menjadi responden dalam penelitian (Wood & Heber, 2014). Responden memilik hak untuk memproleh informasi dan tujuan penelitian serta untuk ikut atau tidak ikut berpartisipasi dalam penelitian ini tanpa unsur paksaan. 3.8.2 Asas Manfaat (beneficiency) Kewajiban seorang peneliti harus memberikan asas manfaat serta memaksimalkan manfaat kepada responden penelitian. Responden harus diperlakukan dengan cara yang etis, menghormati keputusan responden, melindungi dari bahaya akibat penelitian dan mengupayakan kesejahteraan mereka selama penelitian (Wood & Heber, 2014). Pada kesempatan ini, peneliti terlebih dahulu meminta persetujuan melalu lembar informed consent kepada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Peneliti juga menjelaskan hak dan kewajiban peneliti untuk melindungi responden dan menggunakan data atau informasi yang diberikan responden hanya sebatas untuk kegiatan penelitian, sehingga responden merasa aman selama dilakukan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
3.8.3 Asas Keadilan (Justice) Setiap manusia yang merupakan penelitian harus diperlakukan dengan adil (Wood & Heber, 2014). Saat penelitian berlangsung, peneliti berupaya untuk memahami perbedaan latar belakang setiap responden, sehingga peneliti dapat menghargai perbedaan tersebut, namun tetap berlaku adil dalam memperlakukan setiap responden sesuai dengan tujuan dan prosedur penelitian. 3.8.4 Asas Menghargai Hak Asasi Manusia Setiap responden penelitian memiliki hak yang harus dipenuhi oleh peneliti sel ama proses penelitian, diantaranya hak untuk menentukan nasibnya sendiri apakah ikut atau tidak berpartisipasi sebagai responden penelitian, hak untuk memproleh kerahasisaan terhadap dirinya dan hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil (Wood & Heber, 2014). Dalam hal ini, peneliti menghargai dan menerima semua keputusan responden sehingga responden terlibat dalam penelitian secara suka rela, memberikan informasi dan perlakuan yang sama terhadap responden sesuai dengan tujuan penelitian dan untuk menjaga kerahasiaan, responden tidak perlu mencantumkan namanya dalam lembar pengumpulan data (anonimity). Semua data dan informasi disimpan dan dijaga kerahasiannya serta hanya untuk kepentingan penelitian dan responden.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1.
Deskripsi Singkat Lokasi Penelitian Rumah Sakit Royal Prima Medan merupakan salah satu rumah sakit
swasta tipe B yang terbesar dan menjadi rumah sakit rujukan bagi masyarakat khususnya Kota Medan dan masyarakat Sumatera Utara pada umumnya. Rumah Sakit Royal Prima Medan berada di Jalan Ayahanda No. 68 A Medan. Visi Rumah Sakit Royal Prima adalah Menjadi Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan terbaik, standar kualitas tinggi serta memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga pasien, dengan misi 1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana/prasarana secara berkesinambungan, 2) Mengembangkan lingkungan kerja yang saling bersinergi, 3) Menciptakan lingkungan kerja yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan religious, 4) Meningkatkan sumber daya manusia sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mentaati kode etik profesi dan berpikir serta berperilaku terpuji, dan 5) Memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien dan keluarga pasien untuk menjadikan Rumah Sakit Royal Prima Medan sebagai mitra terpercaya dan menguntungkan. Rumah Sakit Royal Prima Medan mulai berfungsi sejak 14 Februari 2014 dengan pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap. Rumah Sakit Royal Prima Medan memiliki kapasitas jumlah tempat tidur sebanyak 225 tempat tidur dengan rata-rata pemakaian tempat tidur/ BOR (Bed Occupancy Ratio) sebanyak 67%, LOS (Length of Stay) 5 hari, TOI (Turn Over Interval) 3 hari, jumlah staf
Universitas Sumatera Utara
perawat di Rumah Sakit Royal Prima yaitu 350 orang sedangkan staf perawat khusus di ruang rawat inap adalah sebanyak 180 orang perawat. Penelitian dilakukan di ruang rawat inap lantai 9 dan lantai 10 dengan alasan karena kedua ruang rawat inap tersebut merupakan ruang perawatan kelas tiga dan masalah keperawatan pada klien sering ditemukan di kedua ruangan rawat inap tersebut. 4.2.
Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Ruang Rawat Inap di
Rumah Sakit Royal Prima, berikut akan ditunjukkan karakteristik identitas perawat berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan masa kerja perawat dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Data Demografi Perawat di Rumah Sakit Royal Prima Medan (N = 64) Kelompok Kontrol n %
Kelompok Intervensi n %
Usia 21 – 35 tahun 36 – 45 tahun
20 12
62,50 37,50
20 12
62,50 37,50
Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan
0 32
0 100
0 32
0 100
Tingkat Pendidikan Diploma III Sarjana
18 14
56,25 43,75
18 14
56,25 43,75
Masa Kerja 1,0 – 2 tahun 2,1 – 3 tahun 3,1 – 4 tahun
12 11 9
37,50 34,38 28,12
12 11 9
37,50 34,38 28,12
Data Demografi
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan hasil penelitian yaitu data demografi perawat di rumah sakit Royal Prima didapatkan mayoritas responden berumur 21-35 tahun sebanyak 40 orang (62,50%). Hal ini menunjukkan bahwa pihak manajemen rumah sakit menerima perawat yang bekerja di ruang rawat inap dalam kategori usia produktif karena usia produktif akan sangat mendukung dalam memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu kepada pasien karena perawatnya masih energik dan memiliki motivasi yang tinggi. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden perempuan sebanyak 64 orang (100%). Hal ini menunjukan bahwa rumah sakit ini merekrut tenaga perawat mayoritas perempuan, sehingga dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien, dapat diberikan dengan kelembutan, kesabaran dan kasih sayang yang dimiliki oleh perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas responden berpendidikan D-III keperawatan sebanyak 36 orang (56,25%). Hal ini menunjukkan bahwa umumnya memiliki jenjang pendidikan diploma tiga. Perawat diploma tiga merupakan perawat vokasi yang sudah terlatih dan diharapkan oleh manajemen rumah sakit menjadi praktisi atau pelayanan asuhan keperawatan. Berdasarkan masa kerja, mayoritas responden memiliki masa kerja 1-2 tahun sebanyak 24 orang (37,50%). Hal ini menunjukkan perawat di rumah sakit telah memiliki pengalaman kerja yang memadai mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan job description. Masa bekerja perawat sangat terkait dengan pengalaman kerja, kemampuan pelaksanaan asuhan, dan keterampilan yang dimiliki perawat di ruangan.
Universitas Sumatera Utara
4.3.
Kinerja Perawat
4.3.1. Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Sebelum Pelatihan di Rumah Sakit Royal Prima Medan Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum pelatihan di Rumah Sakit Royal Prima Medan Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat dalam Pemberian Asuhan Keperawatan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Sebelum Pelatihan di Rumah Sakit Royal Prima Medan (N=64)
Kinerja Perawat Kinerja rendah Kinerja cukup Kinerja tinggi Total
Kontrol n % 15 46,87 12 37,50 5 15,63 32 100
Intervensi n % 13 40,63 13 40,63 6 18,74 32 100
Hasil penelitian pada tabel 4.2 menunjukkan kinerja perawat sebelum pelatihan ronde keperawatan pada kelompok kontrol yaitu mayoritas kinerja rendah sebanyak 15 orang (46,87%), kinerja cukup sebanyak 12 orang (37,50%) dan minoritas kinerja tinggi sebanyak 5 orang (15,63%) sedangkan kinerja perawat kelompok intervensi yaitu mayoritas kinerja rendah dan cukup sebanyak 13 orang (40,63%) dan minoritas kinerja tinggi sebanyak 6 orang (18,74%). 4.3.2. Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Sesudah Pelatihan di Rumah Sakit Royal Prima Medan Distribusi frekuensi dan persentase deskripsi kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi sesudah pelatihan di Rumah Sakit Royal Prima Medan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat dalam Pemberian Asuhan Keperawatan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Sesudah Pelatihan di Rumah Sakit Royal Prima Medan (N=64) Kontrol n % 13 40,63 15 46,87 4 12,50 32 100
Kinerja Perawat Kinerja rendah Kinerja cukup Kinerja tinggi Total
Intervensi n % 1 3,13 9 28,12 22 68,75 32 100
Hasil penelitian pada tabel 4.3 menunjukkan menunjukkan kinerja perawat sesudah pelatihan ronde keperawatan pada kelompok kontrol yaitu mayoritas kinerja cukup sebanyak 15 orang (46,87%), kinerja rendah sebanyak 13 orang (40,63%) dan kinerja tinggi sebanyak 4 orang (12,50%) sedangkan kinerja perawat kelompok intervensi yaitu mayoritas kinerja tinggi sebanyak 22 orang (68,75%), kinerja cukup sebanyak 9 orang (28,12%) dan minoritas kinerja rendah sebanyak 1 orang (3,13%). 4.3.3.
Perbedaan Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Sebelum dan Sesudah Pelatihan pada Kelompok Kontrol Hasil analisa data dengan menggunakan uji Paired t test yaitu untuk
mengidentifikasi perbedaan kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel. Tabel
4.4
Perbedaan Kinerja Perawat Sebelum dan Sesudah Pelatihan Ronde Keperawatan pada Kelompok Kontrol di Rumah Sakit Royal Prima Medan (n=32)
Kinerja Perawat Sebelum pelatihan Sesudah pelatihan
n 32 32
Mean 92,94 94,91
SD 26,21 26,18
Pvalue 0,09
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa kinerja perawat sebelum dan sesudah penelitian ronde keperawatan pada kelompok kontrol didapat perbedaan nilai mean -1,96 dan nilai signifikansi pvalue=0,09 (p > 0,05) maka H 0 diterima yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perawat sebelum dan sesudah penelitian ronde keperawatan pada kelompok kontrol. 4.3.4.
Perbedaan Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Sebelum dan Sesudah Pelatihan pada Kelompok Intervensi Hasil analisa data dengan menggunakan uji Paired t test yaitu untuk
mengidentifikasi perbedaan kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok intervensi dapat dilihat pada tabel. Tabel 4.5
Perbedaan Kinerja Perawat Sebelum dan Sesudah Pelatihan Ronde Keperawatan pada Kelompok Intervensi di Rumah Sakit Royal Prima Medan (n=32)
Kinerja Perawat Sebelum pelatihan Sesudah pelatihan
n 32 32
Mean 90,84 122,47
SD 22,21 23,29
Pvalue 0,00
Hasil penelitian pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa kinerja perawat sebelum dan sesudah pelatihan ronde keperawatan pada kelompok intervensi didapat perbedaan nilai mean -31,62 dan nilai signifikansi pvalue=0,00 (p < 0,05) maka H a diterima yaitu ada perbedaan yang signifikan antara kinerja perawat sebelum dan sesudah pelatihan ronde keperawatan pada kelompok intervensi yang artinya terdapat pengaruh ronde keperawatan terhadap kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan di Rumah Sakit Royal Prima Medan.
Universitas Sumatera Utara
4.3.5.
Perbedaan Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Sebelum Pelatihan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Hasil analisa data dengan menggunakan uji Independent test yaitu untuk
mengidentifikasi perbedaan kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan sebelum pelatihan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi dapat dilihat pada tabel. Tabel 4.6 Perbedaan Kinerja Perawat pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Sebelum Pelatihan Ronde Keperawatan di Rumah Sakit Royal Prima Medan (N=64) Kinerja Perawat Kelompok kontrol Kelompok intervensi
n 32 32
Mean 92,94 90,84
Std. Deviation 26,21 22,21
Pvalue 0,09
Hasil penelitian pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa kinerja perawat sebelum mendapatkan pelatihan ronde keperawatan pada kelompok kontrol didapat rata-rata nilai mean 92,94 sedangkan pada kelompok intervensi rata-rata nilai mean 90,84 sehingga diperoleh perbedaan nilai mean -1,96. Standar deviasi sebelum pelatihan pada kelompok kontrol 26,21 dan pada kelompok intervensi 22,21. Nilai signifikansi p value = 0,09 (p>0,05) maka H 0 diterima yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perawat sebelum pelatihan ronde keperawatan pada kelompok kontrol dengan kelompok intervensi.
Universitas Sumatera Utara
4.3.6.
Perbedaan Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Sesudah Pelatihan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Hasil analisa data dengan menggunakan uji Independent test yaitu untuk
mengidentifikasi perbedaan kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan sesudah pelatihan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi dapat dilihat pada tabel. Tabel 4.7 Perbedaan Kinerja Perawat pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Sesudah Pelatihan Ronde Keperawatan di Rumah Sakit Royal Prima Medan (N=64) Kinerja Perawat Kelompok kontrol Kelompok intervensi
N 32 32
Mean 94,91 122,47
Std. Deviation 26,18 23,28
Pvalue 0,00
Hasil penelitian pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa kinerja perawat setelah mendapatkan pelatihan ronde keperawatan pada kelompok kontrol didapat rata-rata nilai mean 94,91 sedangkan pada kelompok intervensi rata-rata nilai mean 122,47 sehingga diperoleh perbedaan nilai mean 27,56. Standar deviasi setelah pelatihan pada kelompok kontrol 26,18 dan pada kelompok intervensi 23,28. Nilai signifikansi p value = 0,00 (p< 0,05) maka H a diterima yaitu ada perbedaan yang signifikan antara kinerja perawat sesudah pelatihan ronde keperawatan pada kelompok kontrol dengan kelompok intervensi yang artinya terdapat pengaruh pelatihan ronde keperawatan terhadap kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan di Rumah Sakit Royal Prima Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1.
Kinerja Perawat Sebelum dan Sesudah Pelatihan Ronde Keperawatan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Kinerja perawat kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan
pelatihan ronde keperawatan menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan perbedaan nilai mean -31,62 dan nilai (p=0.00 atau p<0.05). Hal ini menunjukkan ada perbedaan kinerja perawat sebelum dan sesudah intervensi diberikan sedangkan kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi diberikan, hal ini dapat dibuktikan dengan perbedaan nilai mean -1,96 dan nilai (p=0.09 atau p>0.05). Kinerja perawat merupakan prestasi yang ditujukan oleh perawat dalam melaksanakan tugasnya sehingga menghasilkan output yang baik kepada organisasi, perawat dan pasien dalam kurun waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada kelompok intervensi sebelum pelatihan ronde keperawatan mayoritas kinerja rendah. Berdasarkan hasil penelitian bahwa perawat 31,25% menyatakan “kadang-kadang” melakukan pengkajian head to toe sejak pasien tiba di ruangan dalam waktu 1x24 jam dan 28,12% menyatakan “tidak pernah” melakukan pengkajian dengan alasan bahwa pengkajian itu sudah dilakukan oleh dokter yang memeriksa
pasien.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian bahwa perawat juga tidak teratur memeriksa kondisi pasien 46,87% yang menyatakan “kadang-kadang” dan perawat yang menyatakan “tidak pernah” melakukan 9,37% dengan alasan mereka sudah lelah sehingga terlewati satu tahap menilai kondisi pasien. Perawat dalam hal menegakkan diagnosa keperawatan dan perubahan perkembangan diagnosa keperawatan menyatakan “kadang-kadang” dilakukannya 53,12% dengan alasan keluhan utama pasien belum mencerminkan kondisi penyakitnya. Berdasarkan hasil
respon
perawat
53,12%
menyatakan
“kadang-kadang”
melakukan
pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga, dengan alasan perawat memiliki beban kerja yang berlebihan sehingga tidak mempunyai waktu untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga. Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Manurung (2012) di Rumah Sakit Umum Melati Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai yang menjelaskan bahwa kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan belum optimal untuk pengkajian dan evaluasi tindakan keperawatan. Hal yang sama juga disampaikan pada hasil penelitian Bangun (2012) di RSUD Pirngadi Medan yang menjabarkan bahwa kinerja perawat sebanyak 52,6% pada kategori kurang baik. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada kelompok intervensi sesudah pelatihan mayoritas berada pada kategori kinerja tinggi. Hal ini menunjukkan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
Universitas Sumatera Utara
mengalami peningkatan karena pelatihan yang sudah dilakukan kepada responden sehingga berdampak pada kinerja perawat. Menurut Simamora (2012), manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya program pelatihan terhadap perawat berdampak pada perbaikan atau peningkatan kinerja perawat yang menghasilkan tujuan efisiensi dan efektifitas pelayanan diantaranya meningkatkan kepuasan kerja perawat, mengurangi ketidakhadiran dan keluar masuknya karyawan, memperbaiki metode dan sistem kerja, menaikkan kesejahteraan penghasilan, mengurangi biaya lembur, mengurangi biaya pemeliharaan peralatan keperawatan, mengurangi keluhan perawat, mengurangi
kecelakaan
kerja,
memperbaiki
komunikasi,
meningkatkan
pengetahuan perawat, memperbaiki moral perawat dan menimbulkan kerjasama yang lebih baik. Selain itu ada beberapa faktor karakteristik responden yang juga berpengaruh terhadap kinerja perawat. Menurut Ilyas (2001), kinerja individu dalam organisasi dipengaruhi oleh faktor individu seperti umur, pendidikan, masa kerja dan pengalaman kerja. Pada penelitian ini faktor individu perawat menunjukkan 62,50% perawat yang bertugas berusia 21–35 tahun, dan 37,50% mempunyai masa kerja 1–2 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usia perawat masih termasuk usia produktif dan masih muda, dan masa kerja perawat yang relatif baru 1–2 tahun juga berdampak terhadap pengalaman kerjanya, sehingga pengalaman kerja di ruang rawat inap dapat berimplikasi terhadap hasil kerja perawat.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hasibuan (2003), umur dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental kemampuan kerja dan tanggung jawab karena bertambahnya usia seseorang maka semakin berkualitas kinerjanya dengan bertindak lebih hati-hati dan memiliki rasa tanggungjawab yang lebih tinggi dalam menjalankan tugasnya. Selain itu faktor pendidikan juga sangat berperan terhadap kinerja perawat, namun perawat pelaksana secara umum berpendidikan diploma, sehingga secara strata pendidikan sama, namun yang membedakan pengalaman kerja dan pelatihan yang pernah diikuti. Menurut Siagian (2000), yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan kualitas kepribadaian seseorang, dimana semakin tingginya tingkat pendidikan dan pelatihan yang sering di ikuti maka semakin besar keinginan untuk memanfaatkan pegetahuan dan keterampilan. Hal ini sejalan dengan teori Gibson et al. (2003), kinerja pada dasarnya adalah yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh staf pelayanan. Kinerja mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi baik secara kuantitas maupun kualitas. Menurut telaah peneliti dari hasil penelitian bahwa kinerja perawat masih rendah disebabkan kurangnya motivasi perawat dalam bekerja dimana kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, menentukan diagnosa keperawatan dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan masih kurang tergambar dari respon perawat dalam menanggapi dan memberikan pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kepada pasien masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian ini masih ada perawat menyatakan “kadang-kadang” melakukan pengkajian head to toe sejak pasien tiba di ruangan dalam waktu 1x24 jam dan 28,12% menyatakan “tidak pernah” melakukan pengkajian dengan alasan bahwa pengkajian itu sudah dilakukan oleh dokter yang memeriksa pasien. Berdasarkan hasil penelitian, perawat juga tidak teratur memeriksa kondisi pasien 46,87% yang menyatakan “kadang-kadang” dan perawat yang menyatakan “tidak pernah” melakukan 9,37% dengan alasan mereka sudah lelah sehingga terlewati satu tahap menilai kondisi pasien. Respon perawat dalam hal menegakkan diagnosa keperawatan dan memperbaiki perkembangan diagnosa keperawatan menyatakan “kadang-kadang” melakukannya 53,12% dengan alasan keluhan utama pasien belum mencerminkan kondisi penyakitnya. Berdasarkan hasil respon perawat 53,12% menyatakan “kadang-kadang” melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga, dengan alasan perawat memiliki beban kerja yang berlebihan sehingga tidak mempunyai waktu untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga. Selain itu, perawat jarang mengikuti pelatihan–pelatihan serta perawat kurang mampu menggali masalah pasien yang belum terkaji dikarenakan masih banyaknya perawat yang dalam pekerjaannya masih dan harus menunggu instruksi profesi lain dalam perawatan pasien sehingga dapat mempengaruhi kebebasan perawat untuk pengambilan keputusan tentang perawatan pasien.
Universitas Sumatera Utara
5.2.
Pengaruh Pelatihan Ronde Keperawatan Terhadap Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Royal Prima Medan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kinerja
perawat antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah periode intervensi, hasil ini dapat dibuktikan dengan hasil uji statistik diperoleh perbedaan nilai mean 27,56 dan nilai (p=0.00<0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada kedua kelompok intervensi dan kontrol yang memiliki kriteria inklusi yang sama, namun terdapat perbedaan hasil setelah pelatihan ronde keperawatan. Intervensi yang diberikan oleh peneliti yaitu pelatihan ronde keperawatan selama satu bulan pada kelompok intervensi. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan kepada kelompok intervensi memberikan dampak perubahan kinerja perawat di Rumah Sakit Royal Prima Medan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ronde keperawatan merupakan salah satu kegiatan untuk memberikan peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam mengatasi masalah keperawatan pasien. Ronde keperawatan yang dilakukan secara kontiniu selama satu bulan (4 kali pertemuan) oleh perawat sesuai dengan tujuan ronde keperawatan yaitu melihat kemampuan perawat dalam manajemen pasien,
mampu
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan
perawat,
membangun kerjasama antara perawat dengan tim kesehatan lainnya seta meningkatkan kemampuan perawat untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Materi ronde keperawatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan konsep ronde keperawatan Materi ronde keperawatan ini terdiri dari 1) pengertian ronde keperawatan, 2) tujuan ronde keperawatan, 3) manfaat ronde keperawatan, 4) mekanisme ronde keperawatan dan 5) langkah-langkah ronde keperawatan. Kelompok intervensi yang diberikan pelatihan ronde keperawatan selama satu bulan secara kontiniu menunjukkan peningkatan kinerja perawat yang signifikan dan menjawab hipotesis penelitian yaitu ada pengaruh pelatihan ronde keperawatan terhadap kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini juga sangat didukung oleh minat dan kemampuan perawat, khususnya kelompok intervensi yaitu pada saat dilakukan intervensi, perawat sangat antusias dan memiliki kemauan yang kuat serta motivasi yang tinggi untuk terus mengikuti pelatihan ronde keperawatan dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam pemberian asuhan keperawatan. Hal ini dapat beralasan sebagaimana disampaikan Frederich Herzberg (1959) dalam Ilyas (2001) bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu faktor motivasi dan faktor hygiene. Faktor motivasi merupakan faktor internal apabila terpenuhi maka akan meningkatkan kinerja seseorang. Faktor hygiene merupakan faktor eksternal apabila tidak terpenuhi maka akan menurunkan kinerja seseorang. Faktor motivasi merupakan penghargaan, otonomi, jenis pekerjaan, tanggungjawab, kesempatan untuk maju dan berkembang. Selanjutnya faktor hygiene diantaranya adalah gaji, tunjangan
Universitas Sumatera Utara
administrasi dan kebijakan, beban kerja, kondisi lingkungan dan interaksi antar manusia (atasan, kolega, bawahan). Peningkatan profesionalisme perawat ini juga tidak terlepas dari berbagai faktor, yaitu salah satunya adalah motivasi. Adanya motivasi tersebut diharapkan perawat akan lebih semangat dan bergairah dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan prosedur dan tanggung jawab serta memiliki disiplin yang tinggi. Motivasi bertujuan untuk meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja bawahan guna mencapai tujuan organisasi. Motivasi yang dimiliki oleh seseorang berkaitan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan, maka kuatnya motivasi seseorang bergantung pada besar atau kecilnya keyakinan dalam individu itu sendiri bahwa dia akan berhasil dalam memenuhi kebutuhannya (Marquis & Huston,2003). Setiap perawat hendaknya mempunyai motivasi yang tinggi agar nantinya dapat menunjukkan kinerja yang baik pula. Kegiatan memotivasi para perawat menjadi hal yang sangat penting, karena akan berdampak pada perilaku kerja perawat. Kondisi motivasi yang relatif stabil akan mendorong perawat bekerja dengan lebih baik dan berakibat kepada asuhan keperawatan yang makin baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Siregar (2009) tentang pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Swadana Tarutung Tapanuli Utara dengan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara motivasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Swadana Tarutung Tapanuli Utara.
Universitas Sumatera Utara
Ronde keperawatan merupakan suatu proses interaksi antara perawat dengan pasien dan perawat dengan perawat atau tim kesehatan lainnya. Hal ini sejalan dengan konsep King’s yang digunakan sebagai landasan teori pada penelitian ini. Teori King’s dikenal dengan “Interacting Systems Framework and Theory of Goal Attainment” yaitu adanya interaksi antara perawat dan pasien pada pelaksanaan asuhan keperawatan. Hubungan interaksi antara perawat dan pasien membawa pada pencapaian tujuan. Konsep King’s menjabarkan untuk meningkatkan pemberian pelayanan keperawatan perlu ada komunikasi yang baik dan interaksi antara perawat dengan klien atau keluarga, perawat dengan tim pelayanan keperawatan dan kesehatan. Ronde keperawatan di dalamnya terjadi interaksi dan komunikasi antara sesama perawat dan dengan pasien. Proses interaksi ini menimbulkan peningkatan kerja bagi perawat. Hariandja (2002) menyatakan bahwa dengan komunikasi yang baik akan memudahkan kerjasama tim serta dapat mewujudkan suasana kerja yang nyaman, kondusif dan meningkatkan kinerja dalam bekerja. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antara perawat dengan perawat yang lain. Ronde keperawatan merupakan sarana yang paling baik meningkatkan komunikasi antara sesama perawat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Aitken et. al (2010) yang menyatakan bahwa faktor komunikasi merupakan faktor yang paling berpengaruh untuk meningkatkan kinerja perawat ketika melaksanakan ronde keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Pelatihan ronde keperawatan yang dilakukan oleh peneliti telah meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan
perawat
terhadap
asuhan
keperawatan terlebih lagi telah memberikan dampak pada produktivitas dan kepuasan kerja perawat sehingga kinerja perawat semakin baik. Selain itu juga kinerja perawat meningkat karena proses ronde keperawatan mampu membuat perawat merasa di anggap penting, berharga dan dibutuhkan dalam pekerjaannya. Perawat merasa memperoleh penghargaan yang adil, mendapat pengaruh yang positif dari rekan kerja, peningkatan prestasi dan pengembangan kemampuan diri, otonomi dan tanggungjawab serta tercipta hubungan yang baik antara kepala ruangan dan sesama teman kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Billimoria et al. (2006) menyebutkan bahwa hubungan dengan rekan dan dukungan dari atasan akan meningkatkan kinerja perawat. Selain itu juga menurut Seo et al. (2004) menemukan bahwa dukungan seorang manajer memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja karena hubungan baik dengan manajer merupakan hal yang penting serta mendapatkan evaluasi positif dari kinerjanya. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Aulia,dkk (2014) yang menemukan bahwa pelatihan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja perawat rawat inap di RSUD Kabupaten Siak. Hal ini menggambarkan bahwa dengan adanya pelatihan dapat meningkatkan dan memperbaiki kinerja perawat. Hal ini juga diperkuat penelitian Lumbanraja (2010), yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan prestasi kerja perawat sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.
Universitas Sumatera Utara
Pelatihan yang telah diikuti oleh perawat dapat meningkatkan prestasi kerja, begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Dai (2008) tentang hubungan antara pelatihan terhadap kinerja perawat, menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pelatihan dengan kinerja dengan interprestasi bahwa pelatihan yang diberikan sangat menambah ilmu pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan ronde keperawatan berpengaruh dalam peningkatan kinerja perawat. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Maliya dan Susilaningsih (2012) menunjukkan bahwa ada peningkatan kinerja staf keperawatan setelah dilakukan pelatihan ronde keperawatan. Selain itu, penelitian Aristyawati, Gunahariati dan Lestari (2015) melaporkan bahwa dampak tidak dilaksanakan ronde keperawatan dapat menurunkan produktivitas kerja serta menurunkan komunikasi teraupetik perawat dengan tenaga kesehatan dan komunikasi perawat dengan pasien sehingga motivasi perawat dalam bekerja menurun secara perlahan. Hasil penelitian ini juga diperkuat penelitian Saleh (2012) mengenai pengaruh ronde keperawatan terhadap tingkat kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Abdul Wahab Sajharinie Samarinda menunjukkan ada pengaruh yang bermakna ronde kepewatan terhadap kepuasan kerja, begitu juga dengan hasil penelitian Aitken et al. (2010) menunjukkan bahwa didapatkan adanya
peningkatan yang
bermakna
setelah
dilakukan
tindakan
ronde
keperawatan dibandingkan kelompok kontrol yang tidak dilakukan ronde keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan dan pelatihan berpengaruh terhadap kinerja perawat dan merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengembangan staf (Marquis & Huston, 2013). Pelatihan yang diikuti perawat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan seorang perawat baik dalam pengetahuan, keterampilan maupun sikap
(Notoatmodjo,
2009).
Perawat
yang
mengikuti
pelatihan
dapat
meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien. Perawat dengan kemampuan yang baik akan dapat melaksanakan tugastugasnya dengan maksimal, karena kemampuan tersebut merupakan kapasitas yang dimiliki yang memungkinkan orang tersebut untuk melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Kemampuan tersebut mencakup pemahaman tentang tugas yang menjadi tanggung jawabnya, menguasai bidang tugasnya dengan baik, mampu mengambil keputusan dalam keadaan darurat, kemampuan dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan pasien, sesama perawat maupun atasannya dan juga kemampuan dalam menganalisis masalah serta pemecahan masalah
sesuai
dengan
program
pelatihan
yang
telah
didapatkan.
Pendapat ini didukung oleh Bernadin (2007) yang menyatakan bahwa pelatihan adalah upaya untuk mengembangkan kinerja staf dalam pekerjaan atau yang berhubungan dengan pekerjaannya. Berdasarkan telaah hasil penelitian bahwa kinerja perawat mayoritas pada kategori tinggi setelah dilakukan pelatihan. Hal ini dapat dilihat dari hasil jawaban kuesioner responden sesudah pelatihan bahwa responden selalu melakukan pengkajian kepada pasien (62,50%), responden sudah teratur memeriksa kondisi pasien (56,25%), responden dalam hal menegakkan diagnosa keperawatan dan
Universitas Sumatera Utara
merevisi diagnosa keperawatan selalu melakukannya (43,75%) dan responden selalu melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga (56,25%). Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan ronde keperawatan yang dilakukan telah memberikan dampak perubahan pada kinerja perawat, sehingga terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Perawat yang mengikuti pelatihan berbanding lurus dengan kinerja yang baik di rumah sakit. Oleh sebab itu pelatihan harus senantiasa dilakukan di rumah sakit untuk dapat menjaga konsistensi kinerja perawat yang ada di rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa intervensi atau
pelatihan ronde keperawatan telah memberikan implikasi terhadap peningkatan kemampuan perawat baik dari aspek pengetahuan maupun keterampilan perawat dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga intervensi atau pelatihan ronde keperawatan telah menunjukkan kinerja perawat yang semakin baik dalam pemberian asuhan keperawatan.
6.2.
Saran Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan diatas peneliti menyarankan
hal-hal sebagai berikut : 1.
Pihak Manajemen Rumah Sakit Royal Prima Medan untuk menjadikan ronde keperawatan sebagai salah satu aspek monitoring evaluasi dalam upaya peningkatan kinerja perawat.
2.
Pihak Rumah Sakit Royal Prima Medan agar melakukan berbagai pelatihan-pelatihan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan perawat sehingga kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan semakin optimal.
Universitas Sumatera Utara