9
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Stakeholder Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak awal 1970-an, yang secara umum dikenal dengan stakeholder theory. Artinya sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Untung (Waryanti, 2009) menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan seharusnya melampaui tindakan memaksimalkan laba untuk kepentingan pemegang saham (shareholder). Namun lebih luas lagi bahwa kesejahteraan yang dapat diciptakan oleh perusahaan sebetulnya tidak terbatas kepada kepentingan pemegang saham. Tetapi stakeholder,
yaitu
semua
pihak
juga
untuk
kepentingan
yang mempunyai keterkaitan atau klaim
terhadap perusahaan. Mereka
adalah
pemasok,
pelanggan,
pemerintah, masyarakat lokal,
investor, karyawan, kelompok politik, dan asosiasi perdagangan. Seperti halnya pemegang saham yang mempunyai hak terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, stakeholder juga mempunyai hak terhadap perusahaan.
9
10
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan perusahaan. Oleh karena itu power stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya power yang dimiliki stakeholder atas sumber tersebut. Deegan (Ghozali dan Chariri, 2007) menyatakan bahwa power tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakaian sumber ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses terhadap media yang berpengaruh, kemampuan untuk mengatur perusahaan, atau kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan. Ulman (Ghozali dan Chariri, 2007) “Ketika stakeholder mengendalikan sumber ekonomi yang penting bagi perusahaan, maka perusahaan akan bereaksi dengan cara- cara yang memuaskan keinginan stakeholder”. 2.1.2 Teori Keagenan (Agency Theory) Pada tahun 1960an, para ekonomi meneliti risiko baik secara individual maupun kelompok. Dijelaskan pula masalah pembagian resiko meningkat disaat anggota-anggota organisasi berperilaku berbeda terhadap resiko. Agency Theory memperbesar pembagian resiko, masalah agensi terjadi ketika anggota-anggota
11
organisasi memiliki perbedaan tujuan dan adanya pembagian kerja. Agency Theory mengarah pada hubungan agensi, pemilik (principal) yang memberi mandat pada pekerja (agent). Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk melakukan suatu kegiatan dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan tersebut kepada agen tersebut. (Jensen dan Meckling, 1976). Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan pemegang saham (stakeholders). Kegitan pengelolaan perusahaan diserahkan kepada pihak manajemen. Dalam mengambil keputusan bagi perusahaan manajer sering mengutamakan kepentingan pribadi sehingga tidak sejalan dengan pemegang saham. Manajer sebagai pihak yang diberikan wewenang atas kegiatan perusahaan dan kewajiban menyediakan laporan keuangan akan cenderung melaporkan sesuatu yang memaksimalkan utilitasnya dan mengorbankan kepentingan pemegang saham. Menurut (Permanasari, 2010), menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan teori agensi yaitu : (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat oppurtunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya.
12
Menurut (Jensen dan Meckling,
1976), adanya
masalah keagenan
memunculkan biaya agensi yang terdiri dari : 1. The monitoring expenditure by the principle, yaitu biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku dari agen dalam mengelola perusahaan. 2. The bounding expenditure by the agent (bounding cost), yaitu biaya yang dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak beritindak merugikan prinsipal. 3. The residual Loss, yaitu penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen karena adanya hubungan agensi. Konflik antara manajer dan pemegang saham atau yang sering disebut dengan masalah keagenan dapat diminimumkan dengan suatu penerapan mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan tersebut, yang dapat mengurangi biaya keagenan (agency cost). Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost, salah satu diantaranya adalah penerapan Good Corporate Governance ( Priyatna dan Imam (2013). 2.1.3 Corporate Social Responsibility 2.1.3.1 Definisi Corporate Social Responsibility Pertanggungjawaban sosial perusahaan atau CSR adalah komitmen perusahaan atas dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berlanjutan dengan memperhatikan tanggungjawab sosial perusahaan dan menitikberatkan
pada
keseimbangan
antara
perhatian
terhadap
aspek
ekonomi,sosial,dan lingkungan. Konsep Corporate Social Responsibility
13
melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya masyarakat, serta komunitas setempat (lokal). Kemitraan ini tidaklah bersifat pasif dan statis. Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antara stakeholders. Tanggungjawab sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). ACCA (Anggraini, 2006) menyatakan bahwa Sustainability Reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja
organisasi.
Sustainability report harus menjadi dokumen
strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor industrinya. Sustainable
Development
didefinisikan
sebagai
pembangunan
untuk
memenuhi kebutuhan generasi sekarang, tanpa mengurangi kemampuan generasi selanjutnya untuk memenuhi kebutuhannya (Hansen dan Mowen, 2005:492). Tujuannya adalah membuat keputusan dan menjalankan program dan proyek dalam sebuah tindakan yang memberikan keuntungan
maksimal terhadap
lingkungan alam, makhluk hidup serta budaya dan komunitas mereka sambil tetap mempertahankan dan meningkatkan kinerja keuangan.
14
2.1.3.2 Tanggungjawab Sosial Perusahaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan merupakan strategi perusahaan untuk memuaskan keinginan para stakeholder. Pada umumnya stakeholder dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer terdiri dari pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa,
kelompok pendukung, masyarakat pada
umumnya, dan masyarakat setempat. Kelompok yang paling penting untuk diperhatikan adalah kelompok primer, karena hidup matinya, berhasil tidaknya bisnis suatu perusahaan sangat ditentukan oleh hubungan yang saling menguntungkan yang dijalin dengan kelompok primer tersebut. Oleh karena itu, keberhasilan dan kelangsungan bisnis suatu perusahaan tidak boleh merugikan satu pun kelompok primer stakeholder tersebut. Dengan kata lain, perusahaan tersebut harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok tersebut, jujur, bertanggung jawab dalam penawaran dan jasa, bersikap adil dan saling menguntungkan satu sama lain. 2.1.3.3
Manfaat Corporate Social Responsibility
Dengan menjalankan tanggungjawab sosial, perusahaan diharapkan agar tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek saja, namun juga turut memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat serta lingkungan sekitar dalam jangka panjang.
15
Menurut (Kartini, 2009:124-125) menegaskan bahwa setiap perusahaan yang mengimplementasikan CSR dalam aktivitas usahanya akan mendapatkan 5 (lima) manfaat utama sebagai berikut: 1.
Meningkatkan profitabilitas dan kinerja finansial yang lebih kokoh, misalnya lewat efisiensi lingkungan,
2.
Meningkatkan akuntabilitas, assessment dan komunitas investasi,
3.
Mendorong komitmen karyawan, karena mereka diperhatikan dan dihargai,
4.
Menurunkan kerentanan gejolak dengan komunitas, dan
5.
Mempertinggi reputasi dan corporate brnading. Pelaksanaan program CSR belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat, itu
disebabkan oleh minimnya perhatian perusahaan terhadap pelaksanaan CSR (Untung, 2008:8). Dari penjelasan tersebut tampak bahwa manfaat CSR bagi perusahaan antara lain: a.
Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan
b.
Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial
c.
Mereduksi risiko bisnis perusahaan
d.
Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha
e.
Membuka peluang pasar yang lebih luas
f.
Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah
g.
Memperbaiki hubungan dengan regulator
h.
Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan
i.
Peluang mendapatkan penghargaan
16
2.1.4 Nilai Perusahaan Nilai
perusahaan
merupakan
persepsi
investor
terhadap perusahaan
terbuka, yang sering dikaitkan dengan harga saham (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Harga saham yang tinggi mengindikasikan nilai perusahaan yang tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga prospek perusahaan di masa depan (Hardiyanti, 2012). Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar, seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh (Nurlela dan Islahuddin, 2008). Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga
saham, maka
makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk
mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para professional. Para professional diposisikan
sebagai
manajer
ataupun komisaris (Nurlela dan Islahuddin, 2008). Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika nilai sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Gapensi (Wahidahwati, 2002) menyatakan bahwa tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.
17
2.1.5 Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari kegiatan bisnis yang dilakukannya. Profitabilitas mengukur tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan. Profitabilitas mencakup seluruh pendapatan dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai penggunaan aset dan pasiva dalam sutu periode. Profitabilitas dapat digunakan sebagai informasi bagi pemegang saham untuk melihat keuntungan yang benar-benar diterima dalam bentuk dividen. Investor menggunakan profitabilitas untuk memprediksi seberapa besar perubahan nilai atas saham yang dimiliki. Kreditor menggunakan profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar pokok dan bunga pinjaman bagi kreditor. Dalam penelitian ini, pengukuran terhadap profitabilitas diukur dengan membandingkan jumlah laba setelah pajak dengan total aset. Menurut (Anggraina, 2006) menjelaskan profitabilitas adalah hasil akhir dari berbagai kebijakan yang digunakan sebagai alat pengukur atas kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Ukuran profitabilitas suatu perusahaan dapat bermacam-macam dan sangat tergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan dibandingkan dari laba yang berasal dari operasi perusahaan atau laba netto sesudah pajak dengan modal sendiri. Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, maka semakin besar pengungkapan informasi sosial (Hackston dan Milne, 1996).
18
2.1.6 Penelitian Terdahulu Penelitian empiris terdahulu terkait topik, antara lain : 1. Pengaruh
Corporate
Governance
pada
hubungan
Corporate
Social
Responsibility dan Nilai Perusahaan (Ni Wayan Rustiarini, 2010). Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pengungkan CSR dan CG berpengaruh pada nilai perusahaan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini menguji pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan dengan menggunakan profitabilitas sebagai variabel moderating. Dalam Ni Wayan Rustiarini, CG berkedudukan sebagai variabel moderating, sedangkan dalam penelitian ini profitabilitas sebagai variabel moderating. 2. Pengaruh CSR terhadap Nilai Perusahaan (Ira Agustine, 2014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CSR tidak berpengaruh terhadap Nilai perusahaan. Prosentase Kepemilikan Manajemen dan profitabilitas secara parsial berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini menguji pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan dengan menggunakan profitabilitas sebagai variabel moderating. Dalam Ira Agustine kepemilikan manajemen berkedudukan sebagai variabel moderating. 3. Pengaruh CSR terhadap Nilai Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating (Nurlela dan Islahuddin, 2008) Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel CSR tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini variabel moderating yang digunakan adalah profitabilitas.
19
4. Pengaruh CSR terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Moderating (Rimba Kusumadilaga, 2010). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel CSR berpengaruh terhadap niali perusahaan. Hasil lainnya menunjukkan bahwa variabel profitabilitas sebagai variabel moderating tidak dapat mempengaruhi hubungan CSR dan Nilai Perusahaan. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rimba Kusumadilaga terdapat pada objek penelitiannya yaitu menggunakan perusahaan pertambangan yang listing di BEI sedangkan dalam penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2.2 Rerangka Pemikiran Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dan telaah pustaka, maka variabel yang terkait dalam penelitian ini dapat dirumuskan melalui suatu rerangka pemikiran sebagai berikut:
Corporate Social Responsibility
Nilai Perusahaan
H1 (+)
(Y)
(X1) H2 (+)
Profitabilitas (X2)
20
Gambar 1
Keterangan: =
Pengaruh CSR terhadap Nilai Perusahaan
=
Pengaruh CSR terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Moderasi
2.3 Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Dalam penelitian ini meneliti
tentang pengaruh CSR terhadap nilai
perusahaan dengan profitabilitas sebagai variabel moderating. 2.3.1 Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Stakeholder Theory berpandangan bahwa perusahaan harus melakukan pengungkapan sosial sebagai salah satu tanggung jawab kepada para stakeholder. Dengan melakukan pengungkapan CSR, pasar akan memberikan apresiasi positif yang ditunjukkan dengan peningkatan harga saham perusahaan. Peningkatan ini akan menyebabkan nilai perusahaan meningkat (Edmawati, 2012). Pelaksanaan dan pengungkapan CSR berperan penting dalam meningkatkan nilai perusahaan yang merupakan persepsi investor terhadap perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Tingginya harga saham suatu perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan memiliki nilai yang baik. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaaan. Nilai perusahaan akan terjamin tumbuh secara berkelanjutan (sustainable) apabila
21
perusahaan memperhatikan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup karena
keberlanjutan
merupakan
keseimbangan
antara
kepentingan-
kepentingan ekonomi, lingkungan dan masyarakat. Dengan perusahaan melaksanakan CSR maka perusahaan akan memperoleh banyak manfaat diantaanya adalah produk semakin disukai oleh konsumen dan perusahaan diminati oleh investor. Studi sebelumnya menyatakan bahwa dengan adanya praktik CSR yang baik, maka diharapkan nilai perusahaan akan dinilai dengan baik pula oleh investor (Kusumadilaga, 2010). Banyak manfaat yang diperoleh perusahaan dengan pelaksanan corporate social responsibility, antara lain produk semakin disukai oleh
konsumen dan
perusahaan diminati investor. Pelaksanaan CSR akan meningkatkan nilai perusahaan dilihat dari harga saham dan laba perusahaan (earning) sebagai akibat dari para investor yang menanamkan saham di perusahaan. (Nurlela dan Islahuddin, 2008) menyatakan bahwa dengan adanya praktik CSR yang baik, diharapkan nilai perusahaan akan dinilai dengan baik oleh investor. Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 2.3.2 Pengaruh Profitabilitas sebagai Variabel Moderating dalam hubungan antara Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan Profitabilitas
perusahaan
merupakan
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan laba bersih dari aktivitas yang dilakukan pada periode akuntansi. Profitabilitas dapat menjadi pertimbangan penting bagi investor dalam
22
keputusan investasinya, karena semakin besar dividen (dividend payout) akan semakin menghemat biaya modal.
Di sisi lain para manajer (insider) menjadi meningkat powernya bahkan bisa meningkatkan kepemilikannya akibat penerimaan deviden sebagai hasil keuntungan yang tinggi. Dengan tawaran
mendapatkan
hasil
keuntungan
yang tinggi, diharapkan dapat menarik minat investor didalam berinvestasi. Menurut Bowman & Haire (Kusmadilaga, 2010) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial yang dilakukan perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Corporate Social Responsibility (X1), Nilai Perusahaan (Y), Profitabilitas (X2). Responsibility akan meningkatkan nilai perusahaan pada saat profitabilitas perusahaan meningkat. Hasil penelitian (Thohiri, 2011) menyatakan bahwa profitabilitas bukan merupakan variabel moderating antara CSR dan nilai perusahaan. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian (Edmawati, 2012), yaitu profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara Corporate Disclosure dengan nilai perusahaan. Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2 : Profitabilitas memoderasi pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap nilai perusahaan.