BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Wireless Local Area Network (WLAN) Sejarah WLAN diawali pada tahun 1970, IBM mengeluarkan hasil rancangan
WLAN dengan teknologi Infra red (IR) dan Hewlett-packard (HP) menguji WLAN dengan teknologi Radio Frequency (RF). Pada tahun 1987, Federal Communication Commission (FCC) menetapkan pita Industrial, Scientific and Medical (ISM band) yaitu 915 MHz, 2.4 GHz dan 5 GHz yang bersifat tidak terlisensi, sehingga pengembangan WLAN memasuki tahapan komersial dengan membangun protokol Medium Access Control (MAC) dan spesifikasi media fisik. Selanjutnya pada tahun 1997, IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineer) mengeluarkan Standar untuk WLAN yaitu IEEE 802.11 bekerja pada frekuensi 2.4 GHz dan memanfaatkan Teknik Spread Spectrum (SS) yaitu Direct Sequence (DS) dan Frequency Hopping (FH) dengan kecepatan transfer data (throughput) 2 Mbps [19]. Langkah ini diambil agar produk WLAN dengan berbagai merek agar dapat saling berfungsi. Selanjutnya pada tahun 1999, IEEE mengeluarkan spesifikasi WLAN bernama 802.11a dan 802.11b [20]. Namun kedua spesifikasi ini memiliki teknologi yang berbeda. Gelombang radio yang dipancarkan oleh perangkat 802.11a mempunyai kesulitan untuk menembus dinding atau halangan lainnya, sehingga pada
Universitas Sumatera Utara
tahun 2003, IEEE kembali membuat spesifikasi baru yang dapat menggabungkan kelebihan 802.11a dan 802.11b. Spesifikasi ini diberi kode 802.11g yang bekerja pada frekuensi 2.4 GHz dengan kecepatan transfer data 54 Mbps [21]. Berdasarkan standar IEEE 802.11 terdapat 2 konfigurasi dasar untuk WLAN yaitu: a.
Independent basic service set (IBSS) Konfigurasi ini dikenal sebagai konfigurasi independent, dimana tidak ada
WS yang berfungsi sebagai server. WS saling berkomunikasi secara langsung satu dengan lainnya. Bentuk konfigurasinya seperti pada Gambar 2.1. .
Gambar 2.1 Independent basic service set (IBSS)
b.
Extended service set (ESS)
Universitas Sumatera Utara
Konfigurasi ini terdiri dari beberapa WS, LAN dan AP. Semua terhubung seri dan saling overlapping. WS pada konfigurasi ini dapat melakukan handoff diantara AP yang ada. Setiap AP yang berdekatan harus memiliki SSID yang sama untuk bisa melakukan handoff. Bentuk konfigurasinya seperti pada Gambar 2.2.
. Gambar 2.2 Extended service set (ESS)
2.2
Mekanisme Load Balancing Load balancing merupakan sebuah mekanisme dalam jaringan WLAN. Load
balancing secara umum digunakan untuk efisiensi pemanfaatan sumber daya fisik dan logik serta untuk peningkatan kinerja sistem terdistribusi dan peningkatan skalabilitas jaringan [22]. Load balancing adalah proses pendistribusian beban layanan yang terdapat pada sekumpulan server. Ketika banyak permintaan client maka server terbebani karena harus melakukan proses pelayanan terhadap semua
Universitas Sumatera Utara
permintaan tersebut. Solusinya adalah membagi-bagikan beban layanan ke beberapa server sehingga tidak berpusat ke salah satu server tertentu [4]. Mekanisme ini penting untuk peningkatan kinerja sistem terdistribusi dan dapat mengurangi respon waktu akses, menjadikan sumber daya seimbang dan memadai [16]. Jaminan kualitas layanan menjadi persyaratan utama dalam standar kinerja jaringan WLAN. Parameter yang digunakan untuk spesifikasi kualitas layanan tersebut yaitu: 1.
Throughput adalah banyaknya bit-bit yang berhasil dikirimkan dalam suatu periode waktu tertentu.
2.
Delay adalah perbedaan waktu antara saat kedatangan paket dengan saat paket berhasil dikirimkan.
3.
Delay Jitter adalah beda maksimum antara delay dua paket.
4.
Packet Loss adalah berkaitan dengan buffer yang sudah meluap melewati ambang batas delay yang ditentukan.
Algoritma umum yang dapat dijalankan pada mekanisme load balancing adalah: 1.
Round Robin Algoritma ini membagi beban secara merata ke setiap perangkat yang ada sehingga beban terbagi secara bergiliran dan berurutan membentuk suatu alur putaran.
2.
Random
Universitas Sumatera Utara
Algoritma ini merupakan algoritma statis dengan menggunakan pendekatan probabilitas dalam proses membagi beban. Algoritma ini berlawanan dengan algoritma round robin. 3.
Threshold Ratio Algoritma ini membagi beban berdasarkan angka penetapan ratio beban untuk setiap perangkat. Algoritma ini merupakan algoritma yang dinamis karena membutuhkan perhitungan terhadap parameter beban untuk setiap perangkat dan selanjutnya ditentukan kondisinya berdasarkan angka ratio. Kondisinya yaitu kekurangan beban, seimbang dan kelebihan beban.
4.
Least Connections Algoritma ini membagi beban berdasarkan jumlah koneksi yang paling sedikit. Algoritma ini merupakan algoritma yang dinamis karena membutuhkan perhitungan jumlah koneksi secara dinamis. Load balancer menambahkan jumlah koneksi ketika ada koneksi yang baru dan mengurangi jumlah koneksi jika ada koneksi yang selesai.
5.
Fastest Response Algoritma ini membagi beban berdasarkan pada kecepatan respon dari perangkat tersebut dalam mengambil beban. Perangkat yang mempunyai beban yang paling sedikit merupakan perangkat yang memiliki respon yang paling cepat.
6.
Central Manager
Universitas Sumatera Utara
Algoritma ini membagi beban yang diatur oleh prosesor utama. Prosesor tersebut memilih host yang akan menerima beban yang baru berdasarkan informasi tentang keadaan beban sistem. Informasi tersebut di-update oleh remote processor. Algoritma-algoritma tersebut merupakan suatu cara untuk menjalankan mekanisme load balancing. Targetnya adalah meningkatkan index keseimbangan sistem sebagai parameter keberhasilan load balancing tersebut. Nilai ideal index keseimbangan (β) = 1. Index keseimbangan (β) dihitung dengan Persamaan 2.1 dengan jumlah minimum n=2.
(∑ B ) β= (n∑ B ) i
2 i
2
.........…………………………….(2.1)
keterangan: β adalah Index Keseimbangan B i adalah besar throughput pada AP i n adalah jumlah banyaknya AP pada area yang berdekatan Index keseimbangan (β) hanya memberikan gambaran tentang keseimbangan AP pada area yang berdekatan tetapi tidak dapat menetapkan kondisi. Untuk itu, diukur parameter L untuk menetapkan kondisi dengan Persamaan 2.2. L=
∑B
i
n
...............……………………………(2.2)
Berdasarkan nilai L maka kondisi dapat terbagi menjadi 3 bagian yaitu kelebihan beban, seimbang dan kekurangan beban. Hal ini dapat dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
membuat interval keseimbangan (d 1 , d 2 ) berdasarkan parameter toleransi (α) yang besar nilainya 10% dengan Persamaan 2.3 dan 2.4 sebagai berikut: d1 = L + αL .............…………………………….(2.3) d 2 = L − αL .............……………………………(2.4)
Semua AP diharapkan berada pada zona seimbang dengan mekanisme load balancing, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Kondisi akses point (AP) dengan load balancing
2.3
Teknologi Agent Teknologi agent memainkan peranan yang penting dalam sistem terdistribusi.
Agent merupakan aplikasi yang mempunyai kemampuan berproses secara otonom (autonomous agent) dan mampu mendeteksi perubahan di lingkungan sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
Selain aspek otonom, hal yang penting lainnya adalah kemampuan berkolaborasi dengan agent yang lain (non autonomous agent). Teknologi ini memanfaatkan threads, yang diharapkan menjadi pengontrol di dalam sebuah proses. Peran threads digunakan untuk pengorganisasian client sehingga kinerjanya seperti server. Pada Gambar 2.4 diperlihatkan teknologi layanan akses dengan mengunakan agent. Agent dapat bermigrasi secara otomatis melalui jaringan dan dapat berkomunikasi serta bekerja secara lokal. Agent membawa logika aplikasi selama migrasi dan menjalankan pekerjaannya secara otomatis. Agent memperpendek jalur interkoneksi menjadi koneksi lokal. Hal tersebut dapat mengurangi waktu respon secara keseluruhan [13].
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Teknologi layanan akses menggunakan agent [13]
Keunggulan menggunakan teknologi agent pada perangkat lunak yaitu : [23] a.
Agent dapat mengenkapsulasi data lalu mengirimkannya ke dalam jaringan sehingga penggunaan bandwidth jaringan menjadi lebih rendah.
b.
Data tidak dikirimkan melalui jaringan tetapi terlebih dahulu diproses secara lokal.
c.
Agent dapat mengatasi masalah latency dengan mengurangi kapasitas jaringan sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melalui jaringan tersebut bisa dikurangi.
Maka agent dapat dimanfaatkan untuk fungsi korespondensi tentang informasi beban dan dapat berperan menjadi load balancer dalam konfigurasi jaringan. Agent bekerja pada client dan server. Agent memerlukan suatu protokol sebagai jalur untuk saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk memantau konektifitas client ke AP dan AP ke server. Berdasarkan data hasil pantauan tersebut selanjutnya algoritma membagi beban akan dijalankan. Bentuk konfigurasi agent seperti pada Gambar 2.5.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Konfigurasi agent
Universitas Sumatera Utara