BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Trauma kapitis. Trauma kapitis merupakan trauma pada kepala yang dapat menyebabkan kerusakan kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak dengan pembuluh darahnya, dan jaringan otak itu sendiri. Craniotomy merupakan suatu tindakan operasi pada kepala untuk membuka tengkorak (tempurung otak) dengan tujuan untuk memperbaiki kerusakkan pada jaringan otak.6 Trauma kapitis terbuka (ekstrakranial) bila terjadi hubungan antara isi rongga kepala dengan dunia luar, seperti pada luka tembak, luka bacok, luka memar otak, benturan kepala, dan lain-lain. Trauma kapitis tertutup (intrakranial) jika otak tidak berhubungan
dengan
dunia
luar,
seperti
pada
hematoma
(pembekuan
darah/perdarahan) epidural, subdural, subaraknoid, intraserebral, dan fraktur kranii terbuka. Pada Trauma kapitis intrakranial ini sering dilakukan tindakan pembedahan craniotomy.4 Hematoma yang semakin membesar, maka seluruh isi dalam otak akan terdorong kearah yang berlawanan menyebabkan tekanan intrakranial yang membesar sehingga menimbulkan gangguan tanda-tanda vital dan gangguan fungsi pernafasan.21 Sewaktu terkena benturan yang hebat di kepala, pergerakan dari otak akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan duramater, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inilah yang disebut dengan hematoma epidural.22
Universitas Sumatera Utara
Hematoma
epidural
yang
progresif
membesar
memerlukan
operasi
craniotomy untuk mengeluarkan hematoma dan menghentikan perdarahan. Bila hematoma tidak membesar dalam keadaan baik, maka operasi tidak perlu dilakukan karena bekuan darah akan mencair dan diserap, dan perlu dilakukan pemeriksaan CTScan.6 2.2. Klasifikasi Trauma kapitis 2.2.1. Klasifikasi Trauma kapitis Berdasarkan Lokasi Anatomi6 Berdasarkan lokasi anatomi Trauma kapitis digolongkan dalam dua bagian yaitu : Trauma kapitis yang tidak membutuhkan tindakan operasi craniotomy dan Trauma kapitis yang membutuhkan tindakan operasi craniotomy. a. Trauma kapitis yang tidak membutuhkan tindakan operasi craniotomy Trauma kapitis yang tidak membutuhkan tindakan operasi craniotomy adalah: a.1. Komosio serebri yaitu disfungsi neuron otak sementara yang disebabkan oleh trauma kapitis tanpa menunjukkan kelainan makroskopis jaringan otak a.2. Kontusio serebri (memar otak) yaitu trauma kapitis yang menimbulkan lesi perdarahan intersinial pada jaringan otak tanpa terganggunya kontinuitas jaringan otak dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang menetap b. Trauma kapitis yang membutuhkan tindakan operasi craniotomy Trauma kapitis yang membutuhkan tindakan operasi craniotomy adalah : b.1. Hematoma epidural adalah perdarahan dalam ruang antara tabula interna kranii dengan duramater. Pada anak-anak duramater melekat pada dinding periosteum kranium sedangkan pada dewasa duramater paling lemah di daerah temporal
Universitas Sumatera Utara
b.2. Hematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi antara duramater dan araknoid, biasanya sering di daerah frontal, pariental dan temporal. Hematoma subdural ini sering bersamaan dengan kontusio serebri b.3. Hematoma intraserebral adalah perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di dalam jaringan otak, sebagai akibat dari trauma kapitis berat b.4. Higroma (Hidroma) subdural adalah penimbunan cairan diantara duramater dan araknoid. Higroma ini sering terjadi di daerah frontal dan temporal b.5. Hematoma serebri adalah massa darah yang mendesak jaringan di sekitarnya akibat robeknya sebuah arteri, biasanya terjadi di dalam serebelum dan diensefalon b.6. Fraktur kranii terbuka adalah fraktur pada dasar tengkorak dan jaringan otak yang biasanya disebabkan oleh trauma kapitis berat. Penderita biasanya masuk rumah sakit dengan kesadaran menurun, bahkan sering dalam keadaan koma dalam beberapa hari dan bila penderita siuman sering terjadi amnesia
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Anatomi Trauma kapitis Anatomi Tauma kapitis secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.2.2
Gambar 2.2.2. Anatomi Trauma kapitis berdasarkan Lokasi Anatomik
Universitas Sumatera Utara
2.3. Etiologi Trauma kapitis craniotomy22 Trauma kapitis yang dilakukan tindakan craniotomy dapat disebabkan oleh benturan di dalam rongga otak kepala yang menyebabkan perdarahan, dan biasanya terjadi pada kecelakaan bermotor lalu lintas jalan raya, jatuh, kecelakaan pada saat berolah raga, dan cedera kekerasan. Klasifikasi Trauma kapitis yang dilakukan tindakan craniotomy sebagai berikut : 2.3.1. Hematoma epidural Penyebab akibat Trauma kapitis yang biasanya berhubungan dengan perdarahan tulang tengkorak, laserasi pembuluh darah, perdarahan akibat dari robeknya salah satu cabang arteri meningea media dan sinus venosus duramater 2.3.2. Hematoma subdural Penyebab akibat Trauma kapitis yang terjadi karena geseran atau putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk, pecahnya aneurisma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruang subdural (yang terletak antara duramater dan araknoid), dan gangguan pembekuan darah 2.3.3. Hematoma intraserebral Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di dalam jaringan otak, sebagai akibat Trauma kapitis berat, dan kontusio berat 2.3.4. Higroma (Hidroma) subdural Penyebab karena cairan higroma dalam jaringan otak dapat terbentuk dari likuor serebrospinalis yang mengalir ke dalam rongga subdural, dan hematoma subdural yang mencair tercampur likuor serebrospinalis
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Fraktur basis kranii Penyebab biasanya terjadi karena fraktur pada os.petrosum, unilateral/bilateral orbital hematom (Brill”s hematom), dan perdarahan melalui hidung dan likuorrhoe. 2.4. Pathofisiologi Trauma kapitis11 2.4.1. Proses primer Proses
primer
merupakan
kerusakan
otak
yang
diakibatkan
oleh
benturan/proses mekanik yang membentur kepala. Derajat kerusakan tergantung pada kuatnya
benturan dan arahnya,
kondisi kepala
yang
bergerak/diam,
dan
percepatan/perlambatan gerak kepala. Proses primer ini mengakibatkan fraktur tengkorak, perdarahan dalam rongga tengkorak/otak, robekan selaput saraf dan kematian langsung neuron pada daerah yang terkena 2.4.2. Proses sekunder Proses sekunder merupakan tahap lanjutan dari kerusakan otak primer dan timbul karena berubahnya struktur anatomi maupun fungsional dari otak, misalnya: meluasnya perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berlanjut, iskemia lokal/global otak, dan hipertermi 2.5. Cara Pengkajian Trauma kapitis craniotomy22 Hal yang penting harus diperhatikan dalam Trauma kapitis yang dilakukan tindakan craniotomy adalah : 2.5.1. Adanya fraktur yang di diagnosa dengan pemeriksaan CT-Scan serta status kesadaran (GCS)
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Status neurologis : perubahan kesadaran, pusing kepala, menurunnya refleks, malaise, kejang, kegelisahan, pupil ( ukuran dan refleks terhadap cahaya), hemiparesis, letargi, coma 2.5.3. Status gastrointestinal : adanya mual dan muntah 2.5.4. Status kardiopulmonal : kesukaran bernafas atau sesak, depresi nafas, nafas lambat, hipotensi, dan bradikardi. 2.6. Tanda dan Gejala Trauma kapitis craniotomy23 Trauma kapitis yang dilakukan craniotomy dapat menimbulkan bermacammacam tanda dan gejala seperti : 2.6.1. Gejala dari Hematoma epidural a. Penurunan kesadaran (koma) b. Binggung dan gelisah sehingga tekanan darah meningkat dan tekanan nadi menurun c. Sindrom Weber, yaitu midriasis (pembesaran pupil) pada sisi yang sama dari garis fraktur dan hemiplegi (gangguan fungsi motorik/sensorik pada satu sisi tubuh) pada sisi yang berlawanan d. Fundoskopi dapat memperlihatkan papilledema (pembengkakan mata) setelah 6 jam dari kejadian 2.6.2. Gejala dari Hematoma subdural a. Penderita mengeluh sakit kepala yang bertambah hebat b. Tampak adanya gangguan psikis c. Setelah beberapa lama tampak kesadaran penderita semakin menurun
Universitas Sumatera Utara
d. Kelainan neurologis seperti : hemiparesis (kelumpuhan salah satu anggota tubuh) dan bangkitan epilepsi 2.6.3. Gejala dari Hematoma intraserebral a. Hemiplegi (gangguan fungsi motorik/sensorik pada satu sisi tubuh) b. Papilledema (pembengkakan mata) serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat c. Arteriografi karotis dapat memperlihatkan suatu pergeseran dari arteri perikalosa ke sisi berlawanan serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang tidak normal 2.6.4. Gejala dari Fraktura basis kranii terbuka a. Kesadaran menurun (koma) b. Setelah siuman sering terjadi amnesia retrograd (amnesia tentang hal-hal yang terjadi beberapa saat sampai beberapa hari sebelum dan sesudah terjadi trauma kapitis) yang cukup panjang c. Fraktur basis kranii media : keluar darah dari telinga dan liquorhe d. Fraktur basis kranii anterior : perdarahan melalui hidung dan liquorhe biasanya jarang sembuh e. Fraktur basis kranii posterior : kesadaran menurun, tampak belakang telinga bewarna biru 2.7. Tingkat Keparahan Trauma kapitis craniotomy24,25 2.7.1. Pemeriksaan neurologis Tingkat/derajat kesadaran merupakan indikator beratnya kerusakan otak. Penilaian tingkat/derajat kesadaran secara kualitatif seperti : samnolen, apatis, sopor,
Universitas Sumatera Utara
dan koma sulit dikomunikasikan diantara para petugas medis karena batasan dan interpretasi yang tidak tegas. Skala Koma Glasglow (SKG) adalah kriteria kuantitatif yang dinyatakan dalam bentuk respon mata, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan motorik yang disusun berdasarkan sebuah studi internasional di kota Glasglow dan diterima secara luas untuk menilai tingkat/derajat kesadaran penderita Trauma kapitis. Skala Koma Glasgow Derajat Kesadaran Respon Membuka Mata ( E )
Reaksi
Skore
Membuka mata spontan
4
Membuka mata terhadap panggilan (atas
3
perintah) Membuka mata terhadap rangsangan nyeri
2
Tidak membuka mata (tidak bereaksi)
1
Mengikuti perintah
6
Melokalisasikan rangsangan nyeri
5
Menarik ekstremitas yang dirangsang
4
Sikap fleksi pada perangsangan nyeri
3
Sikap ekstensi pada perangsangan
2
Tidak ada respon motorik (gerakkan)
1
Respon Verbal Terbaik (V)
Bicara terarah (orientasi baik)
5
(kemampuan berkomunikasi)
Bingung (disorientasi)
4
Mengucapkan kata-kata tidak dimengerti
3
Respon Motorik Terbaik (M)
Universitas Sumatera Utara
Mengeluarkan bunyi tidak jelas
2
Tidak ada suara (tidak bereaksi)
1
Nilai Skala Koma Glasgow berkisar 13-15 Berdasarkan SKG maka pembagian Trauma kapitis sebagai berikut : SKG 13-15
= Trauma kapitis Ringan
SKG 9-12
= Trauma kapitis Sedang
SKG 3-8
= Trauma kapitis Berat
Jika dilakukan tindakan craniotomy dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakkan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan prognosis sangat buruk pada penderita yang mengalami koma sebelum dilakukan tindakan operasi craniotomy.22 2.7.2. Pemeriksaan Penunjang11,26 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain : a. Foto polos kepala Pemeriksaan ini untuk melihat pergeseran (displacement) fraktur tulang tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan intrakranial b. CT-Scan kepala Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat seluruh struktur anatomis kepala, dan merupakan alat yang paling baik untuk mengetahui, menentukan lokasi dan ukuran dari perdarahan intrakranial
Universitas Sumatera Utara
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala Pemeriksaan ini untuk menemukan perdarahan subdural kronik yang tidak tampak pada CT-Scan kepala d. Angiografi Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada pasien yang mengalami hemiparesis (kelumpuhan salah satu anggota tubuh) dengan kecurigaan adanya hematoma. Bila ada kelainan di dalam otak akan terlihat adanya pergeseran lokasi pembuluh darah. Pemeriksaan ini bermanfaat bila alat CT-Scan tidak ada e. Arteriografi Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya efek massa, letak, dan luas hematoma tetapi tidak dapat menunjukkan penyebab hematoma dan kelainan otak yang terjadi 2.8. Epidemiologi Trauma kapitis 2.8.1. Distribusi dan Frekuensi Trauma kapitis Epidemiologi penyakit Trauma kapitis yaitu mempelajari frekuensi, distribusi penyakit Trauma kapitis serta faktor-faktor (determinan) yang mempengaruhinya. Dalam distribusi penyakit Trauma kapitis ada 3 variabel yang dapat dilihat yaitu: variabel orang (person), variabel tempat (place), dan variabel waktu (time).27 a. Menurut Orang (person) Trauma kapitis hingga pada saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Di Spanyol (1992), insiden Trauma kapitis 91 per 100.000 penduduk, dan cause specific death rate 19,7 per 100.000 penduduk. Taiwan (1992), insiden
Universitas Sumatera Utara
Trauma kapitis 180 per 100.000 penduduk, dan cause specific death rate 23 per 100.000 penduduk.8 Menurut penelitian Junandar Siahaan (2002) di RS Santha Elisabeth Medan, proporsi penderita Trauma kapitis terbanyak pada kelompok umur 17-24 tahun (23,8%), dan proporsi jenis kelamin laki-laki (63,1%).19 Menurut penelitian Wahyoepramono dan Yunus (2002) di RS Siloam Gleneagle Lippo Karawaci, Trauma kapitis 89 kasus dengan proporsi Trauma kapitis berat 41 kasus (46,1%) diantaranya memerlukan tindakan operasi craniotomy dan 48 kasus (53,9%) proporsi Trauma kapitis ringan-sedang yang tidak memerlukan tindakan operasi. Dari 41 kasus yang memerlukan tindakan operasi craniotomy, diantaranya 13 kasus (31,71%) disebabkan kontusio serebri, 11 kasus (26,83%) hematoma subdural, 9 kasus (21,95%) hematoma intraserebral, dan 8 kasus (19,51%) hematoma epidural.28 b. Menurut Tempat (place) Dari pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kematian Trauma kapitis di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh mobilisasi penduduk yang tinggi dan perkembangan di bidang industri dan pertumbuhan kota disertai dengan adanya peningkatan yang sangat tinggi di bidang transportasi yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas.2 Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan penyakit cedera intrakranial tahun 2007 dengan CFR (4,37%) di seluruh RS Kota Medan,17 dan berdasarkan penelitian Siahaan (2000) di RS Santha Elisabeth Medan penderita Trauma kapitis craniotomy dengan proporsi (2,7%).19
Universitas Sumatera Utara
c. Menurut Waktu (time) Berdasarkan Data Depkes RI (2000-2007), bahwa proporsi kematian karena Trauma kapitis di Indonesia menunjukkan penurunan dan peningkatan yaitu pada tahun (2000) dengan Proporsi Mortality Rasio (PMR) sebesar 2,3%, tahun (2002) PMR sebesar 6,7%, tahun (2004) PMR sebesar 2,3% dan tahun (2006-2007) PMR sebesar 4,3%.17 Berdasarkan Data Kepolisian RI selama kurun waktu 2003-2005, frekuensi kasus kecelakaan meningkat dengan CFR dari (34,32%) menjadi (39,91%).13 2.8.2. Determinan Trauma kapitis a. Faktor Agent (Penyebab) Penyebab Trauma kapitis bersifat mekanis, yaitu berupa benturan, pukulan, jatuh, peluru, tusukan, dan tenaga mesin.6 b. Faktor Host (Pejamu) b.1. Umur Kelompok usia produktif secara sosio-ekonomi paling aktif dengan mobilitas tinggi dibandingkan anak-anak dan orangtua, 60% penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan diatas 60 tahun, angka kematian meningkat pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun yang beresiko pada orangtua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.4
Universitas Sumatera Utara
b.2. Jenis Kelamin Menurut penelitian Dwikoryanto dan Paranrengi (2002) di RSUD Dr. Soetomo, terdapat kecenderungan tingkat kematian pria lebih tinggi daripada wanita.29 Menurut penelitian Yuda Turana (2001) di RSCM diperoleh 263 penderita Trauma kapitis dengan pendarahan intrakranial, terdapat sebesar 83% pada penderita laki-laki dan 17% pada penderita wanita.30 c. Faktor Lingkungan (Environment) Keadaan lingkungan fisik seperti konstruksi jalan yang tidak layak menyebabkan kurang/hilangnya kontrol pada beberapa kasus kecelakaan lalu lintas. Jarak penglihatan dan tanda bahaya di persimpangan juga ikut berperan selain arus lalu lintas dan cuaca.7 2.9. Pencegahan Trauma kapitis30 Upaya pencegahan Trauma kapitis pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan lalu lintas yang berakibat trauma pada kepala. Upaya yang dilakukan yaitu : 2.9.1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadi yang dirancang untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya Trauma kapitis seperti : lampu lalu lintas dan kendaraan bermotor, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm. 2.9.2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) Pencegahan sekunder yaitu berupa upaya pencegahan pada saat peristiwa kecelakaan untuk menggurangi atau meminimalkan beratnya Trauma yang dialami.
Universitas Sumatera Utara
Dilakukan dengan memberikan pertolongan pertama, yaitu : menghentikan pendarahan, usahakan jalan nafas yang lapang, memberikan bantuan nafas buatan bila keadaaan berhenti bernafas. Tindakan Pengobatan Trauma kapitis craniotomy5,11 a. Meningkatkan jalan nafas dan pola nafas yang efektif Pada pasien Trauma kapitis dengan tindakan craniotomy kesadaran menurun tidak dapat mempertahankan jalan nafas dan pola nafas yang efekif, maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik tanda-tanda vital, memberikan posisi ekstensi pada kepala, mengkaji pola nafas, memberikan jalan nafas tetap terbuka dan tidak ada sekret (sputum) yang mengganggu pola nafas b. Mempertahankan perfusi otak Tekanan perfusi otak dipengaruhi oleh tekanan darah arteri dan tekanan intrakranial. Oleh karena itu pada Trauma kapitis dengan tindakan craniotomy tekanan darah perlu diperhatikan supaya tidak menurun. Jika terdapat syok dan pendarahan, harus segera diatasi serta menghindari terjadinya infeksi pada otak c. Meningkatkan perfusi jaringan serebral Pada pasien Trauma kapitis craniotomy dengan kesadaran menurun perlu diberikan tindakan dengan cara meninggikan posisi kepala 15-30 derajat posisi “midline (setengah terlentang)” untuk menurunkan tekanan vena jugularis, dan menghindarkan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial
Universitas Sumatera Utara
d. Cairan dan elektrolit Pada pasien Trauma kapitis craniotomy dengan kesadaran menurun atau pasien dengan muntahan, pemberian cairan dan elektrolit melalui infus merupakan hal yang penting untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada tubuh e. Nutrisi Pada pasien dengan Trauma kapitis craniotomy dengan kesadaran menurun kebutuhan kalori dapat meningkat karena terdapat keadaan katabolik. Perlu diberikan makanan melalui sonde lambung f. Pasien yang gelisah Pada pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang, misalnya haloperidol. Untuk nyeri kepala dapat diberikan obat analgetik 2.9.3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Pencegahan tersier yaitu upaya untuk menggurangi akibat patologis dari Trauma kapitis. Dilakukan dengan membawa penderita Trauma kapitis ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut dengan tindakan segera craniotomy.
Universitas Sumatera Utara