ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) mendefinisikan stres dengan tiga pengertian yang berbeda, yaitu: 1. Stres mengarah pada tiap kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan seseorang merasa tertekan atau dibangkitkan. Dalam hal ini, stres berasal dari eksternal seorang individu. Kondisi yang dapat menimbulkan stres disebut stressor. 2. Stres mengarah pada respon subjektif. Dalam hal ini, stres merupakan bagian internal dari mental, termasuk di dalamnya adalah emosi, pertahanan diri, interpretasi dan proses coping yang terdapat dalam diri seseorang. 3. Stres
mengarah
pada
physical
reaction
dalam
mengatasi
ataupun
menghilangkan gangguan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan setiap tekanan atau ketegangan yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang (Marbun, 2011).
SKRIPSI
GAMBARAN HUBUNGAN STRES ...
IRA ANGGAR KUSUMA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Selye menggolongkan stres menjadi dua golongan berdasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialami yaitu distress (stres negatif) dan eustress (stres positif) (Rice, 1992). Eustress merupakan respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun) yang dapat menyebabkan
tubuh
mempunyai
kemampuan
untuk
beradaptasi,
dan
meningkatkan produktivitas seseorang sedangkan distress merupakan hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak) yang dapat menyebabkan sesorang menjadi sakit (Quick et al., 1990). 2.1.2 Definisi Stressor dan Jenis Stressor Stressor adalah suatu kejadian, keadaan atau pun sebuah pikiran yang mengganggu keseimbangan/penyebab timbulnya stres. Stressor dapat berasal dari luar (kerugian, kematian, jatuh sakit, dan sebagainya) atau dari dalam individu itu sendiri (Maramis, 2006). Berdasarkan penyebabnya, stressor dibagi menjadi 3 kategori yaitu fisik, psikologis, dan sosial. Stressor fisik adalah stressor yang berasal dari luar individu, seperti suara, polusi, radiasi, suhu udara, makanan, zat kimia, trauma, dan latihan fisik yang terpaksa. Sedangkan pada stressor psikologis, sumber stres berasal dari tekanan dari dalam diri individu yang bersifat negatif seperti frustasi, kecemasan (anxiety), rasa bersalah, khawatir berlebihan, marah, benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta rasa rendah diri. Dan stressor sosial adalah stressor yang bersifat traumatik yang tak dapat dihindari, seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pensiun, perceraian, masalah keuangan, dan lain – lain. (Nasution, 2007)
SKRIPSI
GAMBARAN HUBUNGAN STRES ...
IRA ANGGAR KUSUMA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Menurut Girdano (2005), terdapat tiga jenis sumber stres yaitu faktor psikososial, bioekologikal, dan personal: 1. Stres psikososial (Psychosocial Stress) Stres psikososial ialah stres yang disebabkan oleh tekanan dari segi hubungan dengan kondisi sosial di sekitar. Hal – hal yang dapat menimbulkan stres secara psikososial ialah perubahan dalam hidup misalnya berada di lingkungan baru, diskriminasi, terjerat kasus hukum, atau karena kondisi ekonomi. 2. Stres bioekologikal (Bioecological Stress) Stres bioekologikal terdiri atas dua sumber stres yaitu : a. Ecological stress ialah stres yang disebabkan oleh kondisi lingkungan. b. Biological stress ialah stres yang disebabkan oleh kondisi fisik tubuh. 3. Stres kepribadian (Personality Stress) Stres kepribadian ialah stres yang disebabkan oleh permasalahan yang dialami dalam diri sendiri. 2.1.3 Coping Stress Menurut Lazarus (1996), coping stress adalah upaya kognitif dan tingkah laku untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal yang khusus dan konflik diantaranya yang dinilai individu sebagai beban dan melampaui batas kemampuan individu tersebut.
SKRIPSI
GAMBARAN HUBUNGAN STRES ...
IRA ANGGAR KUSUMA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Menurut Yanny, dkk coping bukan merupakan suatu tindakan yang dilakukan individu tetapi merupakan kumpulan respon yang terjadi setiap waktu, yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan individu tersebut. Reaksi emosional, termasuk kemarahan dan depresi, dapat dianggap sebagai bagian dari proses coping untuk menghadapi suatu tuntutan. (Marbun, 2011) Secara umum menurut Folkman dkk coping stress terdiri dari 2 macam, yaitu: (Marbun, 2011) 1. Emotional-focused coping Emotional-focused coping merupakan jenis coping yang digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Pengaturan ini dilakukan melalui perilaku individu, seperti pengguna alkohol, obat-obatan, atau merokok. Bila individu tidak mampu mengubah kondisi yang stressful, individu akan cenderung mengatur emosinya. Salah satu strategi ini disebutkan Freud yaitu mekanisme pertahanan diri (self defense mechanism). Strategi ini tidak mengubah situasi stressful, namun hanya mengubah cara orang memikirkan situasi dan melibatkan elemen penipuan diri (denial). 2. Problem-focused coping Problem-focused coping merupakan strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu dalam menghadapi masalahnya dan berusaha untuk menyelesaikannya. Untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasinya dengan mempelajari stres yang sedang dialami kemudian mencoba untuk menyelesaikan masalah penyebab stress tersebut. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini, bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi.
SKRIPSI
GAMBARAN HUBUNGAN STRES ...
IRA ANGGAR KUSUMA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Ketika berada di luar tembok penjara, orang relatif mempunyai banyak pilihan untuk mengatasi (coping) kecemasan yang dihadapinya. Tetapi bagi tahanan, pilihan untuk melakukan coping menjadi lebih sedikit. Hal tersebut membuat kesempatan
untuk mengungkapkan emosi juga menjadi terbatas,
sehingga mengakibatkan reaksi kecemasan yang negatif pada tahanan relatif menjadi lebih tinggi. Reaksi kecemasan pada tahanan dapat berupa letupan rasa marah, sulit tidur, hilangnya nafsu makan, atau termanifestasi ke dalam gejala – gejala sakit tertentu bahkan hingga gangguan psikologis (Tanti, 2007). 2.1.4 Pengertian stres psikososial Direktorat Kesehatan Jiwa mendefinisikan stres psikososial sebagai perubahan dalam kehidupan. Setiap permasalahan kehidupan yang menimpa diri seorang disebut stressor psikososial. Pemicu stres psikososial adalah peristiwa – peristiwa sosial atau psikologis yang membuat seseorang menjadi tertekan seperti pekerjaan, hubungan sosial, situasi keuangan, keluarga, kelainan psikologis (depresi, kegelisahan, dan lain - lain), rendahnya rasa percaya diri, masalah di lingkungan tempat tinggal, dan keterlibatan dalam hukum (Hyman, 2006). 2.1.5 Stres Psikososial pada Tahanan Menurut Poernomo (1986), ketika seseorang harus memasuki kehidupan barunya di penjara, mau tidak mau ia harus mengalami banyak kehilangan. Kehilangan tersebut dapat berupa kehilangan kebebasan, kehilangan rasa aman, bahkan kehilangan pekerjaan. Menurut Cooke dkk.(1990), kehilangan – kehilangan tersebut dapat menjadi sumber stres (stressor) bagi tahanan. tidak mengherankan jika rumah tahanan menjadi tempat potensial bagi timbulnya
SKRIPSI
GAMBARAN HUBUNGAN STRES ...
IRA ANGGAR KUSUMA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
gangguan psikologis (psychological disturbance) seperti kecemasan dan depresi (deppression). Hal tersebut terbukti dari prevalensi gangguan psikologis termasuk kejadian melukai diri sendiri (self injury), percobaan bunuh diri (suicide) berdasarkan temuan penelitian Alison Libling merupakan kejadian yang rentan terjadi di penjara. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM, pada tahun 2006 angka bunuh diri di Lapas dan Rutan cukup tinggi, yaitu sejumlah 8 orang narapidana dan 11 orang tahanan (Tanti, 2007). 2.2 Nyeri 2.2.1 Pengertian Nyeri Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran sesorang, mengatur aktivitasnya, dan mengubah kehidupan orang tersebut. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapatkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. (Berman et al, 2002) 2.2.2 Pengertian Nyeri Gigi Nyeri gigi merupakan suatu gejala nyeri yang dapat timbul ketika gigi terkena rangsangan, antara lain, rangsang termis yang ditandai dengan perubahan suhu, seperti saat minum minuman yang panas atau dingin, rangsang mekanis yang terjadi melalui masuknya makanan yang manis dan lengket, ataupun juga rangsang elektris yaitu rasa nyeri pada saat melakukan tindakan perawatan pada
SKRIPSI
GAMBARAN HUBUNGAN STRES ...
IRA ANGGAR KUSUMA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
gigi. Selain adanya rangsangan, nyeri juga dapat timbul secara spontan. Nyeri gigi yang dirasakan oleh setiap individu bersifat subyektif, nyeri tersebut terkadang terasa ngilu, timbul dan hilang, atau terasa seperti berdenyut (Cohen & Burns, 1994). 2.2.3 Pengertian nilai ambang nyeri gigi Secara umum nilai ambang nyeri (pain threshold) merupakan intensitas paling rendah suatu rangsangan yang masih dirasakan sebagai nyeri (Maramis, 2006). Penting untuk diperhatikan bahwa kondisi nilai ambang nyeri seseorang tergantung pada banyak faktor, termasuk bagian tubuh yang sedang diteliti, sifat dari stimulus yang diberikan, dan daerah kontak antara tubuh dengan stimulus (Mumford, 1982). Pada uji klinis nilai ambang nyeri pada gigi, saat melakukan tes pulpa, yang dimaksud dengan nilai ambang nyeri gigi adalah ketika pasien yang diberikan stimulus pada pulpa, merasakan nyeri minimal dengan intensitas yang menunjukkan nilai tertentu (Mumford, 1982). 2.3 Pengaruh Sistem Limbik terhadap Reaksi Stres Sistem limbik terkait dengan proses penetapan nilai emosional atau isi berbagai obyek dan pengalaman serta mengekspresikan emosi sebagai sebuah perilaku. Secara singkat sistem limbik dapat dikatakan sebagai wilayah emosi dan selera. Sistem limbik mempunyai fungsi sebagai pengendali emosi, perilaku instingtif, motivasi dan perasaan (Amelia, 2012).
SKRIPSI
GAMBARAN HUBUNGAN STRES ...
IRA ANGGAR KUSUMA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dalam struktur hirarki otak sistem limbik berada di tengah, antara diensefalon dan cerebrum. Sistem limbik memungkinkan manusia belajar beradaptasi dan mengontrol perilaku instingtif mereka. Sistem limbik terdiri dari amigdala, septum, hipokampus, gyrus singulatus, thalamus anterior dan hipotalamus. Hipotalamus berperan dalam mengatur reaksi terhadap tekanan dan stres. Amigdala bertugas untuk memberikan respon dalam emosi, khususnya kemarahan dan agresi. Septum memainkan peran penting dalam emosi, khususnya kemarahan dan rasa takut Hipokampus berperan dalam proses belajar dan membentuk memori. Sedangkan gyrus singulatus berperan dalam pengaturan perilaku sosial (Heryati dkk., 2008). 2.4 Mekanisme Stres Psikososial Mempengaruhi Nilai Ambang Nyeri Gigi Pengaruh stres psikososial terhadap rasa nyeri gigi secara fisiologis terjadi melalui hubungan antara thalamus dan formasio retikularis dengan hipotalamus dan sistem limbik. Stres psikososial yang dialami oleh seseorang mengakibatkan terjadinya reaksi di hipotalamus dan sistem limbik. Hipotalamus bertugas untuk mengatur reaksi terhadap tekanan dan stres. Sedangkan sistem limbik bertugas untuk mengendalikan emosi, perilaku instinktif, motivasi, dan perasaan. Reaksi tersebut kemudian menyebabkan perubahan aktivitas organ tubuh seseorang sehingga munculnya respon emosi dan perilaku tertentu. (Amelia, 2012) Apabila seseorang yang sedang mengalami stres psikososial mendapatkan rangsangan pada daerah gigi, maka rangsangan tersebut akan dipersepsikan di thalamus dan formasio retikularis. Thalamus dan formasio retikularis merupakan bagian dari jalur nyeri asendens yang bertanggungjawab terhadap reaksi rasa
SKRIPSI
GAMBARAN HUBUNGAN STRES ...
IRA ANGGAR KUSUMA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
nyeri. Formasio retikularis bertugas untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap rangsangan sedangkan thalamus mempersepsikan rangsangan tersebut sebagai rasa nyeri (Sherwood, 2001). Ketika terjadi peningkatan aktivitas sistem saraf pusat akibat reaksi antara rasa nyeri pada gigi dan stres psikososial tersebut, maka terjadilah respon perilaku dan emosi terhadap rasa nyeri pada gigi. Respon dan emosi tersebut menyebabkan seseorang yang mengalami stres psikososial menjadi peka terhadap rasa nyeri pada gigi. Kepekaan terhadap rasa nyeri pada gigi tersebut didukung oleh meningkatnya produksi hormon asetikolin dan pengeluaran hormon epinefrin (Vedolin et al., 2008).
SKRIPSI
GAMBARAN HUBUNGAN STRES ...
IRA ANGGAR KUSUMA