Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kecerdasan emosi Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan maupun saat bertanding. Menurut Suranto (2005, dalam Anggraeni, 2013) mengatakan bahwa seorang pemain yang terus menerus berlatih baik secara fisik maupun teknik, tetapi tidak memberikan kesempatan melatih proses berpikir akan berakibat kegiatan yang bersifat intelektual menjadi tidak berkembang. Oleh karena itu kecerdasan dalam pencapaian prestasi olahraga sangat berperan penting. Menurut Salovey dan Mayer (1990, dalam Sulivan, 2006), kecerdasan emosional merupakan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan untuk memantau dan membedakan perasaan seseorang
dengan orang
lain,
serta
menggunakan informasi tersebut untuk membimbing pemikiran seseorang dan tindakannya. Dari pemikiran Salovey dan Mayer (1990) tersebut, Goleman (1995, dalam Sulivan, 2006) menambahkan bahwa emosi memainkan peran utama dalam cara pengambilan keputusan. Dapat pula diartikan bahwa kita memiliki dua pikiran, satu untuk berpikir dan satu untuk merasakan. Menurut Mayer dan Caruso (2002, dalam Sulivan, 2006), mendefinisikan kecerdasan emosional terbagi menjadi dua sisi, sisi yang pertama sebagai kapasitas untuk memahami dan menjelaskan emosi dan di sisi yang kedua yaitu kecerdasan emosi untuk meningkatkan pemikiran.
6
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi merupakan suatu kemampuan individu dalam memantau dan mengetahui perasaan sendiri dan orang lain. Pengetahuan ini membimbing seseorang untuk berpikir dan bertindak. 2.1.1
Dimensi Kemampuan personal (personal competence) Dalam Kecerdasan Emosi Pada awalnya Goleman menjelaskan ada dua puluh lima kemampuan (competence) dalam kecerdasan emosi, kemudian kemampuan (competence) tersebut diperbaharui menjadi lima kemampuan (competence), yaitu: kesadaran diri, peraturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Dari lima kemampuan (competence) tersebut
Goleman
menyempurnakannya
kembali
menjadi
dua
kemampuan
(competence) yaitu kemampuan personal (personal competence) dan sosial. Melanjutkan
dari
penjelasan
di
atas,
kemampuan
personal
(personal
competence) adalah untuk mengetahui dan mengelola emosi dalam diri sendiri, yang terdiri dari tiga dimensi yaitu kesadaran diri, peraturan diri, dan motivasi. Sedangkan kemampuan (competence) sosial adalah untuk mengetahui dan mengelola emosi diri sendiri dengan orang lain, yang terdiri dari dua dimensi yaitu dimensi empati, dan keterampilan sosial (Goleman, 2001). Menurut Goleman (2003, dalam Anggraeni, 2013) mengatakan bahwa seseorang yang cerdas dalam emosinya adalah seseorang yang dapat mengaplikasikan ciri kecerdasan emosional dalam dirinya. Ciri kecerdasan ini meliputi memotivasi diri, ketahanan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, dan menjaga suasana hati. Peneliti mengambil aspek kemampuan personal (personal competence) dikarenakan kemampuan (competence) sosial merupakan bagian pendukung dari kemampuan
personal
(personal
competence)
(Goleman,
2001).
Kemampuan
(competence) sosial adalah bagian kecerdasan emosional yang berhubungan dengan dunia luar individu. Bila individu tidak dapat atau belum menyelesaikan masalah yang ada pada dirinya, maka individu tersebut tidak dapat melakukan kegiatan diluar atau berhubungan dengan orang lain dengan baik. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Goleman (2001) bahwa kecerdasan emosional sebagai kemampuan manajemen diri pribadi seperti kontrol impuls dan kecerdasan sosial sebagai hubungan keterampilan. Hal ini didukung oleh Gardner (dalam Goleman, 2007) mengatakan nama lain dari kecerdasan emosional adalah kecerdasan intrapersonal dan interpersonal atau kecerdasan pribadi. Kecerdasan intrapersonal dan interpersonal dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu (Salovey dalam Goleman, 2007). Kemampuan personal (personal competence) dibagi menjadi dua yaitu kesadaran diri dan manajemen diri. Berikut adalah penjelasan dari kemampuan personal (personal competence) : a. Kesadaran diri (Self awareness) Menurut Goleman (2001) kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan oleh dirinya sendiri. Lebih lanjut Goleman menjelaskan bahwa kesadaran diri adalah kemampuan untuk merasakan, mengartikulasi, dan merefleksikan keadaan emosional seseorang. Menurut Goleman (2001) ada tiga dimensi dari kemampuan (competence) kesadaran diri yaitu : 1. Kesadaran emosional diri (Emotional self awareness). Kesadaran emosional diri yaitu mencerminkan pentingnya mengenali perasaan sendiri dan bagaimana mereka mempengaruhi performa atlet. Pada tingkat lain, kesadaran emosional diri adalah kunci untuk menyadari kekuatan dan kelemahan sendiri (Goleman, 2001).
2. Penilaian diri yang akurat (Accurate self assessment). Orang-orang dengan penilaian diri yang akurat mampu mengenali kekuatan dan kelemahan, mencari umpan balik dan belajar dari kesalahan, mengetahui bagaimana cara mengembangkan diri dan kapan harus
bekerja sama dengan orang
lain yang
dapat
mengimbangi kekurangan mereka (Goleman, 2001). 3. Kepercayaan diri (Self confidence). Kepercayaan disini adalah keyakinan seseorang bahwa dia mampu melakukan tugas (Goleman, 2001). Dampak positif dari kepercayaan diri pada suatu penampilan telah ditunjukkan dalam berbagai studi. Menurut Saks (1995) tingkat dari kepercayaan diri itu sebenarnya adalah faktor terkuat yang dapat memprediksi dari suatu performa dibandingkan tingkat keahlian atau pelatihan sebelumnya (Goleman, 2001). b. Manajemen diri (Self management) Menurut Goleman (2001) manajemen diri adalah kemampuan untuk mengatur distress (stres yang negatif seperti kecemasan dan kemarahan) serta untuk menghambat tekanan emosi. Menurut Goleman (2001) ada enam dimensi dari kemampuan (competence) manajemen diri yaitu :
1. Kendali emosi diri (Emotional self control). Ditandai dengan tidak terpengaruh ke dalam situasi yang menekan, dapat mengatasi orang yang kasar tanpa membalas (Goleman, 2001). 2. Dapat dipercaya (Trustworthiness). Dapat dipercaya adalah membiarkan orang-orang tahu bahwa nilainilai dan prinsip-prinsip, niat dan perasaan, serta bertindak dengan cara yang konsisten dengan hal-hal tersebut. Individu yang dapat dipercaya akan berterus terang tentang kesalahannya sendiri dan juga mampu menghadapi kesalahan orang lain. 3. Bersikap berhati-hati (Conscientiousness). Ciri-ciri individu yang memiliki sikap berhati-hati adalah cermat, disiplin diri, teliti dan tanggung jawab (Goleman, 2001). 4. Adaptasi (Adaptability). Ciri-ciri individu yang memiliki adaptasi adalah terbuka kepada informasi baru dan dapat melepaskan asumsi yang lama sehingga dapat beradaptasi dengan pekerjaannya. Selain itu individu dengan adaptasi juga tetap nyaman dengan kecemasan yang sering menyertai ketidakpastian dan dapat berpikir kreatif serta menampilkan ide baru untuk mencapai hasil (Goleman 2001). 5. Dorongan berprestasi (Achievement drive). Dorongan berprestasi adalah kerja keras yang optimis untuk terus menerus meningkatkan performa (Goleman 2001). Individu yang menampilkan dorongan berprestasi mampu mengambil banyak resiko serta mendukung penemuan baru dalam organisasi barunya serta dapat menentukan tujuan yang menantang.
Optimisme adalah salah satu kunci keberhasilan dari prestasi karena dapat menentukan reaksi seseorang terhadap peristiwa atau keadaan yang tidak menguntungkan (Schulman, 1995 dalam Goleman, 2001). 6. Inisiatif (Initiative). Inisiatif yaitu bertindak sebelum dipaksa untuk melakukan suatu tindakan. Hal ini berarti mengambil tindakan antisipatif untuk menghindari masalah sebelum terjadi atau mengambil keuntungan dari peluang sebelum terlihat orang lain (Goleman 2001). Individu yang kurang insiatif cenderung lebih reaktif daripada proaktif. 2.2
Prestasi Prestasi sendiri memiliki beberapa pengertian diantaranya hasil yang telah dicapai, dilakukan dan dikerjakan. Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional bab I ketentuan umum pasal 1 yaitu prestasi adalah hasil upaya maksimal yang dicapai olahragawan atau kelompok olahragawan (tim) dalam kegiatan olahraga. Sedangkan menurut Djamarah (2002) prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, dan diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa suatu prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari suatu usaha yang telah dikerjakan dan diciptakan baik secara individu maupun kelompok.
2.2.1
Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Atlet yang memiliki kemampuan personal (personal competencies) dalam kecerdasan emosi membuat mereka mampu mengatasi kecemasan dan ketegangan yang terjadi pada saat menghadapi pertandingan. Atlet juga mampu mengatasi tekanan yang dihadapi, baik saat latihan maupun pertandingan serta mampu mengendalikan diri saat gagal (Satiadarma, 2000).
Prestasi yang diraih oleh atlet merupakan buah dari penampilannya ketika bertanding dilapangan. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi atlet untuk mendapatkan sebuah prestasi. Menurut Gunarsa (2004) menjelaskan ada tiga faktor yang mempengaruhi penampilan seorang atlet yaitu : 1. Fisik Fisik terdiri stamina, kekuatan, fleksibilitas, dan koordinasi. Kekuatan fisik hanya dapat diperoleh melalui proses latihan yang baik, teratur, sistematis, terencana, sehingga dapat membentuk kondisi siap bertanding atau berpenampilan sebaik–baiknya. Namun demikian, terdapat kondisi fisik yang berkaitan dengan bakat atau kondisi khusus yang ada, yang merupakan faktor bawaan sejak lahir atau faktor keturunan. Artinya, ada faktor yang dapat dikembangkan, tetapi tidak dapat melewati batas dari faktor keturunan sejak lahir. 2. Teknik Penampilan seorang atlet juga dipengaruhi oleh faktor keterampilan khusus yang dimiliki. Contohnya, seorang atlet lompat tinggi melakukan gerakan melompat yang merupakan rangkaian dari sejumlah teknik yang rumit. Mulai dari mengambil ancang-ancang, memperhatikan langkah mana yang perlu penekanan khusus, menyesuaikan kondisi tubuh saat menjejakan kaki sebagai tumpuan agar dapat melewati mistar, sampai pada teknik menggerakkan badan melewati mistar. Seluruh teknik ini banyak dipengaruhi oleh berbagai keterampilan dasar, baik yang diperoleh dari hasil belajar maupun bakat yang dimiliki. 3. Psikis (Mental) Sering kali, kemauan yang kuat saja masih belum dapat menjamin seorang atlet meraih prestasi yang baik. Hal ini harus disertai dengan berfungsinya
akal sebagai taktik dan strategi bermain untuk melakukan suatu pukulan menuju sasaran yang merupakan titik lemah lawan. Apa yang dipikirkan dan direncanakan atlet tidak selalu dapat ditampilkan olehnya. Hal ini umumnya disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan, misalnya ketakutan akan kalah, yang tentunya dapat berpengaruh negatif terhadap penampilannya sehingga akal yang sebenarnya sudah dimiliki tidak dapat diperlihatkan. Selain tiga faktor diatas, ada faktor lain juga yang mempengaruhi atlet dalam bertanding yaitu bakat. Menurut Gurnarsa (2008) salah satu faktor penting dalam pembentukan atlet andal adalah faktor bakat. Apabila seseorang memiliki bakat khusus maka harus ditentukan bagaimana bakat dapat dikembangkan sampai mencapai suatu prestasi tertentu. Menurut undang–undang Republik Indonesia nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional bab VI Ruang Lingkup Olahraga pasal 20 yaitu setiap orang yang memiliki bakat, kemampuan, dan potensi untuk mencapai prestasi biasa disebut sebagai olahraga prestasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Adisasmito (2007) mengemukakan bahwa orang tua yang mempunyai anak yang berbakat dapat mendukung anak berprestasi dengan cara menfasilitasi bakat yang dimiliki anaknya. Bakat anak dapat difasilitasi dengan memberikan atau mencarikan pembinaan yang sesuai dengan bakatnya. Sikap orangtua juga dapat mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi anaknya. 2.3 2.3.1
Atlet Bulu Tangkis Definisi Atlet Bulu Tangkis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), atlet adalah olahragawan terutama yang mengikuti perlombaan atau pertandingan (kekuatan, ketangkasan, dan kecepatan).
Bulu tangkis adalah permainan yang dimainkan diatas sebidang tanah berbentuk persegi panjang yang mempunyai panjang 13,40 m dan lebar 6,10 m dengan dibatasi oleh jaring (net) setinggi 1,55 m dari lantai yang membagi bidang permainan yang sama luasnya. Permainan bulu tangkis bersifat individu seperti yang dikemukakan oleh Subarjah dan Hidayat (2007, dalam Hadiati, 2012) bahwa pada hakekatnya permainan bulu tangkis adalah permainan yang saling berhadapan satu lawan satu orang (tunggal) maupun dua orang lawan dua orang (ganda), dengan menggunakan raket dan kok (shuttlecock) sebagai alat permainan, dimainkan dengan melewati jaring agar jatuh di bidang permainan lawan yang sudah ditentukan dan berusaha mencegah lawan melakukan hal yang sama terhadap bidang permainan kita. Jadi atlet bulu tangkis adalah olahragawan yang mendalami bidang olahraga bulu tangkis, baik itu berlatih atau mengikuti perlombaan atau pertandingan dalam lingkup antar klub (amatir dan profesional) daerah, maupun antar negara (internasional). Ada lima partai yang biasa dimainkan dalam pertandingan bulu tangkis, yaitu : 1.
Tunggal putra yaitu satu orang laki–laki melawan satu orang laki–laki.
2.
Tunggal putri yaitu satu orang perempuan melawan satu orang perempuan.
3.
Ganda putra yaitu dua orang laki–laki melawan dua orang laki–laki.
4.
Ganda putri yaitu dua orang perempan melawan dua orang perempan.
5.
Ganda campuran yaitu satu orang laki–laki dan perempuan melawan satu orang laki–laki dan perempuan.
Sementara sistem penghitungan poin mengacu pada peraturan IBF, di mana semua partai menggunakan sistem perhitungan poin yang sama yaitu dalam setiap set, setiap pemain harus berlomba mengumpulkan 21 angka dengan rally point. Rally point sendiri adalah sistem penghitungan yang langsung memberikan poin kepada pihak yang berhasil memasukkan kok (shuttlecock) ke dalam lapangan lawan atau lawan tidak berhasil mengembalikan bola pada tempatnya.
2.4
Kerangka Berpikir Kecerdasan emosi merupakan suatu kemampuan individu dalam memantau dan mengetahui perasaan sendiri dan orang lain. Pengetahuan ini membimbing seseorang untuk berpikir dan bertindak. Kecerdasan emosi terbagi menjadi dua kemampuan (competence) yaitu personal dan sosial. Kemampuan personal (personal competence) adalah untuk mengetahui dan mengelola emosi dalam diri sendiri, yang dibagi menjadi dua yaitu kesadaran diri dan manajemen diri. Sedangkan kemampuan (competence) sosial adalah untuk mengetahui dan mengelola emosi diri sendiri dengan orang lain, yang terdiri dari dua dimensi yaitu kesadaran sosial dan manajemen hubungan (Goleman, 2001). Untuk mendapatkan prestasi yang baik dan maksimal, seorang atlet harus memiliki dua dimensi yang ada didalam kemampuan personal (personal competence) yaitu kesadaran diri dan manajemen diri. Kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan oleh dirinya sendiri, seperti kemampuan untuk merasakan, mengartikulasi, dan merefleksikan keadaan emosional seseorang. Sedangkan manajemen diri adalah kemampuan untuk mengatur distress (stres yang negatif seperti kecemasan dan kemarahan) serta untuk menghambat tekanan emosi (Goleman, 2001).
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Kesadaran Sosial Sosial Manajemen Hubungan
Kecerdasan Emosi
Kesadaran Diri Personal
Prestasi Manajemen Diri