BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Anemia Gizi Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial. 5 Anemia jenis ini disebabkan oleh faktor dari luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi.20 Anemia karena faktor dari luar lebih mudah diatasi bahkan diobati menurut penyebabnya. Bila penyebabnya karena kekurangan salah satu zat gizi, keadaan dapat diperbaiki dengan melengkapi zat gizi yang kurang tersebut.20 Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan/atau vitamin B 12 .5 Pada kehamilan, anemia adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 g/dl pada trimester I dan III, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 g/dl pada trimester II.21 Menurut kriteria WHO (2000), seorang wanita hamil dinyatakan anemia apabila memiliki kadar hemoglobin (Hb) <110 (g/L)2 dan volume hematokrit (Ht) <0,33 (g/L).5
2.2. Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan Anemia dalam kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi anemia gizi besi (62,3%), anemia megaloblastik (29%), anemia hemolitik (8%) dan anemia hipoplastik (0,7%).22
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Anemia Gizi Besi Anemia gizi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang.23 Anemia defisiensi besi disebabkan oleh kurangnya mineral Fe (besi) sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit.24 Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) sehingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi.2 Anemia gizi besi atau anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi utama bagi semua kelompok umur dengan prevalensi paling tinggi pada kelompok ibu hamil. 6 Sekitar 95% anemia terkait kehamilan tergolong anemia gizi besi.11 Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan sumber zat besi, meningkatnya kebutuhan zat besi saat hamil dan menyusui (perubahan fisiologis), dan kehilangan banyak darah. Anemia yang disebabkan oleh ketiga faktor itu terjadi secara cepat saat cadangan zat besi tidak mencukupi peningkatan kebutuhan zat besi.10 2.2.2. Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik disebabkan oleh gangguan pembentukan DNA pada inti eritroblast, terutama akibat defisiensi vitamin B 12 dan asam folat. Anemia defisiensi vitamin B 12 relatif jarang dijumpai di Indonesia, tetapi anemia defisiensi asam folat cukup sering dijumpai, terutama pada wanita hamil. Anemia defisiensi asam folat merupakan penyebab kedua anemia pada wanita hamil setelah defisiensi besi.23
Universitas Sumatera Utara
Anemia megaloblastik dalam kehamilan umumnya mempunyai prognosis cukup baik. Pengobatan dengan asam folat hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan selamat dengan atau tanpa pengobatan, maka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak, keperluan akan asam folat jauh berkurang. Sebaliknya anemia defisiensi vitamin B 12 (anemia perniosa) memerlukan pengobatan terus-menerus, juga di luar kehamian.25 2.2.3. Anemia Hipoplastik Anemia hipoplastik pada wanita hamil adalah anemia yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Pengobatan dengan berbagai obat penambah darah tidak memberi hasil sehingga satu-satunya cara untuk memperbaiki keadaan penderita adalah transfusi darah, yang sering perlu diulang sampai beberapa kali.25 2.2.4. Anemia Hemolitik Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (sebelum masa hidup rata-rata eritrosit yaitu 120 hari). Hemolisis berbeda dengan proses penuaan yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah cukup umurnya.23 Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Hal ini dapat disebabkan karena faktor intrakospukuler (herediter, talasemia, anemia sel sabit) dan faktor ekstrakospukuler (malaria, sepsis, keracunan zat logam, leukimia).22
Universitas Sumatera Utara
Dari keempat jenis anemia di atas, yang termasuk anemia gizi adalah anemia defisiensi zat besi dan anemia megaloblastik. Dalam pembahasan selanjutnya yang akan dibahas adalah anemia gizi besi atau anemia defisiensi zat besi.
2.3. Kebutuhan Zat Besi Pada ibu Hamil Zat besi (Fe) adalah bagian penting dari hemoglobin, mioglobin dan enzim, namun zat gizi ini tergolong esensial sehingga harus disuplai dari makanan. Sumber utama zat besi adalah pangan hewani terutama yang berwarna merah, yaitu hati dan daging, sedangkan sumber lain adalah sayuran berwarna hijau. Pangan hewani relatif lebih tinggi absorpsinya yaitu 20-30% dibandingkan dengan pangan nabati hanya 17%. Hal tersebut karena zat besi dalam nabati yaitu ferri ketika akan diabsorpsi harus direduksi dahulu menjadi bentuk ferro.10 Banyaknya absorpsi zat besi tergantung pada jumlah kandungan besi dalam makanan, jenis besi dalam makanan, adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan, jumlah cadangan besi dalam tubuh, dan kecepatan eritropoesis.23 Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi daripada laki-laki karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mgr. Disamping itu, kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin. Jika persediaan cadangan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya.12
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan meningkat. Peningkatan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan janin untuk bertumbuh (pertumbuhan janin memerlukan banyak sekali zat besi), pertumbuhan plasenta, dan peningkatan volume darah ibu. Jumlahnya sekitar 1.000 mg selama hamil. Kebutuhan akan zat besi selama trimester I relatif sedikit, yaitu 0,8 mg sehari, yang kemudian meningkat tajam selama trimester II dan III yaitu 6,3 mg sehari.5 Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat mutlak dibutuhkan oleh ibu hamil agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dikandungnya dan persiapan fisik ibu untuk menghadapi persalinan dengan aman.26 Selama proses kehamilan, bayi sangat membutuhkan zat-zat penting yang hanya dapat dipenuhi dari ibu. Bidan harus memberikan informasi ini kepada ibu karena
terkadang
pasien
kurang
memperhatikan
kualitas
makanan
yang
dikonsumsinya.26
2.4. Peningkatan Kebutuhan Fisiologi Kebutuhan zat besi meningkat selama hamil untuk memenuhi kebutuhan zat besi akibat peningkatan volume darah, menyediakan zat besi bagi janin dan plasenta, dan untuk menggantikan kehilangan darah pada saat persalinan. Peningkatan absorpsi zat besi selama trimester II kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan hubungan antara suplementasi zat besi salama kehamilan dan peningkatan konsentrasi Hb pada trimester III kehamilan dapat meningkatkan berat lahir bayi.10
Universitas Sumatera Utara
Jumlah zat besi yang dibutuhkan seorang wanita pada saat hamil yaitu sekitar 1000 mg. Kebutuhan zat besi pada kehamilan trimester I relatif sedikit, yaitu 0,8 mg sehari yang kemudian meningkat tajam selama kehamilan trimester II dan III, yaitu 6,8 mg sehari.5
2.5. Patofisiologi Anemia Gizi Pada Kehamilan Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Bila kadar hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11 g/dl maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis, dan kadar Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 g/dl.12 Anemia dalam kehamilan disebabkan karena dalam kehamilan, kebutuhan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Volume darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%.25 Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama-tama pengenceran itu meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil sebagai akibat hidremia cardiac output meningkat. Kerja jantung menjadi lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah
Universitas Sumatera Utara
tidak naik. Kedua, ketika perdarahan pada saat persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental.25 2.6. Gejala Pada dasarnya gejala anemia timbul karena terjadinya anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan, mekanisme kompensasi oleh darah ke jaringan. Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut sebagai sindrom anemia.27 1. Gejala Umum Anemia Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunangkunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku.23 2. Gejala Khas Defisiensi Besi Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah23: a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok. b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Dampak Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Seorang wanita hamil yang menderita anemia gizi besi kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang mempunyai persediaan zat besi sedikit atau tidak mempunyai persediaan zat besi sama sekali di dalam tubuhnya walaupun tidak menderita anemia. Jika setelah lahir bayi tersebut tidak mendapatkan asupan zat besi yang mencukupi, bayi akan berisiko menderita anemia.10 Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama, perdarahan postpartum.20 Selain itu, anemia pada ibu hamil juga dapat mengakibatkan daya tahan ibu menjadi rendah terhadap infeksi dan kurang mampu menolerir perdarahan ketika melahirkan.28 Anemia gizi besi pada wanita hamil mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu, peningkatan angka kesakitan dan kematian janin dan peningkatan risiko bayi dengan berat badan lahir rendah.29
2.8. Epidemiologi Anemia Gizi 2.8.1. Distribusi dan Frekuensi a. Menurut Orang Wanita usia reproduksi dan wanita hamil berisiko mengalami anemia di beberapa negara industri. Berdasarkan data dari Amerika Serikat mengindikasikan bahwa 5% wanita tidak hamil mengalami anemia. Prevalensi anemia meningkat menjadi 17% pada wanita hamil dan prevalensi terbesar yaitu 33% dari wanita hamil tersebut berasal dari kelompok dengan sosial ekonomi rendah.30
Universitas Sumatera Utara
Menurut laporan WHO (2008), prevalensi anemia pada tahun 1993-2005 di dunia paling tinggi pada anak balita yaitu 47,4%. Prevalensi pada anak usia sekolah 25,4%, pada wanita hamil 41,8%, wanita tidak hamil 30,2%, laki-laki 12,7%, dan pada kelompok lanjut usia 23,9%.7 Berdasarkan survei anemia yang dilaksanakan tahun 2005 di 4 kabupaten/kota di Sumatera Utara, yaitu Kota Medan, Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan Langkat, dilaporkan bahwa 40,5% pekerja wanita menderita anemia.31 Berdasarkan hasil penelitian Riris di Kabupaten Simalungun pada tahun 2006 diperoleh proporsi kejadian anemia pada ibu hamil menurut usia kehamilan yaitu pada trimester I 12,5%, trimester II 50%, dan pada trimester III 37,5%.18
b. Menurut Tempat Anemia gizi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai terutama di negara-negara tropis dan berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi masyarakat. Anemia mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia dan memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan.23 Berdasarkan laporan WHO (2008), prevalensi anemia tahun 1993-2005 pada wanita hamil di Afrika 57,1%, di Amerika 24,%, di Asia Tenggara 48,2%, di Eropa 25,1% dan di Timur Tengah 44,2%.7 Anemia umumnya terjadi di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang. Anemia terjadi pada 45% wanita di negara berkembang dan 13% di negara maju.10 Pada tahun 2005 prevalensi anemia pada ibu hamil di negara-negara berkembang seperti Indonesia 44,3%, India 49,7%, Ethiophia 62,7, Laos 56,4%, Irak
Universitas Sumatera Utara
38,2%, dan Arab Saudi 32%. Di negara maju seperti Jepang 14,8%, Spanyol 17,6%, Portugal 17,3%, Italia 15,5%, Belanda 12,5%, Denmark 12,4%, Jerman 12,3%, dan Australia 12,4%, 8
c. Menurut Waktu Prevalensi anemia gizi besi (AGB) pada ibu hamil di Indonesia mengalami penurunan. Pada tahun 1987 prevalensi anemia pada ibu hamil 70%. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992 diperoleh prevalensi anemia 64 % pada ibu hamil dan mengalami penurunan pada tahun 1995 menjadi 50%.32 Berdasarkan data dari Health Nutrition and Population Statistics diketahui bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia tahun 2005 adalah 44,33%.18 Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi anemia pada ibu hami 24,5%.33
2.8.2. Determinan a. Umur Umur ideal untuk kehamilan yang risikonya rendah adalah pada kelompok umur 20-35 tahun. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, perempuan yang mengalami kehamilan pada usia berisiko tinggi (35 tahun ke atas) 4,6% tidak pernah memeriksakan kehamilan, dan yang berusia <20 tahun 5,1% memeriksakan kehamilan pada dukun.34 Kehamilan pada remaja putri sangat berisiko terhadap dirinya karena pertumbuhan linier (tinggi badan) pada umumnya baru selasai pada usia 16-18 tahun,
Universitas Sumatera Utara
dan dilanjutkan dengan pematangan rongga panggul beberapa tahun setelah pertumbuhan linier selesai.10 Berdasarkan hasil penelitian Simanjuntak N. (2009) di Badan Pengelola Rumah Sakit Umum (BPRSU) Rantauprapat diperoleh prevalensi anemia ibu hamil pada kelompok umur <20 atau >35 tahun adalah 65,5% sedangkan pada kelompok umur 20-35 tahun 50,4%.19
b. Pendidikan Anemia lebih sering terjadi pada kelompok penduduk yang berpendidikan rendah. Kelompok ini umumnya tidak dapat memilih bahan makanan yang mengandung zat besi tinggi dan kurang mempunyai akses mengenai informasi anemia dan penanggulangannya.35 Informasi yang berhubungan dengan perawatan kehamilan sangat dibutuhkan sehingga akan meningkatkan pengetahuan ibu hamil. Penguasaan pengetahuan erat kaitannya dengan pendidikan seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin baik pula pengetahuannya tentang sesuatu. Pada ibu hamil dengan tingkat pendidikan yang rendah kadang ketika tidak mendapatkan cukup informasi mengenai kesehatannya maka ia tidak tahu mengenai bagaimana cara melakukan perawatan kehamilan yang baik.26 Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena dengan meningkatnya pendidikan kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat menigkatkan daya beli makanan.10
Universitas Sumatera Utara
Faktor ketidaktahuan dapat disebabkan karena pendidikan yang rendah, atau bila berpendidikan mungkin disebabkan karena ketidakpedulian.36 Berdasarkan penelitian Chatarina dan Hari (2002), terjadi kecenderungan peningkatan anemia sesuai dengan penurunan status pendidikan.37
c. Pekerjaan Menurut penelitian Hasnah dan Atik (2003), jenis pekerjaan yang dilakukan ibu hamil akan berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinannya. Beban kerja yang berlebihan menyebabkan ibu hamil kurang beristirahat, yang berakibat produksi sel darah merah tidak terbentuk secara maksimal dan dapat mengakibatkan ibu kurang darah atau disebut sebagai anemia.38
d. Sosial Ekonomi Upaya perbaikan status gizi masyarakat, terutama masyarakat miskin, menjadi salah satu prioritas pembangunan kesehatan. Masalah kurang gizi disebabkan oleh berbagai faktor seperti tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, pengetahuan, status kesehatan, dan perilaku masyarakat.3 Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah status ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga dan harga bahan makanan itu sendiri. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya, terutama memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya.10
Universitas Sumatera Utara
Di negara seperti Indonesia yang pendapatan penduduk sebagian besar adalah golongan rendah dan menengah akan berdampak kepada pemenuhan bahan makanan terutama makanan yang bergizi. Keterbatasan ekonomi berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizinya juga akan terganggu.39
e. Riwayat Kehamilan Untuk kesehatan ibu telah dibuktikan bahwa makin kecil atau pendek jarak waktu antara kelahiran anak, makin banyak dan tinggi komplikasi kesakitan dan kematian yang timbul bagi ibu dan anak.12 Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga.6 Selain itu makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemia.12 Banyak wanita yang tidak sempat memulihkan tenaganya antara jarak kehamilan. Hal ini membuat wanita lebih sering mengalami tingkat kesehatan yang buruk, komplikasi kehamilan dan persalinan.40 Status gizi ibu belum pulih sebelum 2 tahun pasca persalinan sebelumnya. Oleh karena itu belum siap untuk kehamilan berikutnya.10
f. Infestasi Parasit Kehilangan zat besi dapat diakibatkan oleh adanya infestasi parasit seperti parasit malaria, cacing tambang (ankilostoma dan nekator), dan skistosoma. Kasuskasus tersebut biasanya terjadi di negara-negara tropis, lembab serta keadaan sanitasi
Universitas Sumatera Utara
yang buruk. Darah yang hilang akibat infestasi cacing tambang bervariasi antara 2 sampai 100 cc/hari, bergantung pada jenis dan beratnya infestasi parasit. 5
g. Budaya Budaya berperan dalam status gizi masyarakat karena ada beberapa kepercayaan, seperti tabu mengonsumsi makanan tertentu oleh kelompok umur tertentu yang sebenarnya makanan tersebut justru bergizi dan dibutuhkan oleh kelompok umur tersebut. Contohnya ibu hamil yang tabu mengonsumsi ikan. Selain itu, pola makan masyarakat Indonesia pada umumnya mengandung sumber besi hewani yang rendah dan tinggi sumber besi nabati.10
h. Pelayanan Kesehatan Fasilitas yang memadai akan sangat menentukan kualitas pelayanan kepada ibu hamil. Deteksi dini terhadap kemungkinan adanya penyulit akan lebih tepat, sehingga langkah antisipasi akan lebih cepat diambil. Fasilitas kesehatan ini sangat berpengaruh terhadap upaya penurunan angka kematian ibu (AKI).26 Masih rendahnya kesadaran ibu-ibu hamil untuk memeriksa kandungannya di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga faktor-faktor yang sesungguhnya dapat dicegah atau komplikasi kehamilan yang dapat diperbaiki serta diobati tidak dapat segera ditangani. Seringkali mereka datang setelah keadaannya buruk.36 Semua ibu hamil diharapkan mendapat perawatan kehamilan oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini faktor risiko maka semua ibu hamil perlu melakukan skrining antenatal. Untuk itu pemeriksaan kehamilan paling sedikit dilakukan 4 kali selama kehamilan, yaitu 1 kali pada trimester I (K1), satu kali pada trimester II, dan
Universitas Sumatera Utara
dua kali pada trimester III (K4). Bidan melakukan pemeriksaan klinis terhadap kondisi kehamilan dan memberikan informasi kepada ibu hamil, suami dan keluarganya tentang kondisi ibu hamil dan masalahnya.41 Konsumsi zat besi sangat diperlukan oleh ibu hamil yang ditujukan untuk mencegah ibu dan janin dari anemia, dan faktor risiko lainnya. Diharapkan ibu hamil dapat mengonsumsi tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan. Berdasarkan laporan Riskesdas (2010) 80,7% ibu hamil yang mengonsumsi tablet besi, dengan jumlah hari minum 0-30 hari (36,3%), 31-59 hari (2,8%), 60-89 hari (8,3%) dan 90 hari atau lebih (18%). Dijumpai 38% ibu hamil di Sumatera Utara dan 3,6% di DI Yogyakarta yang tidak pernah minum tablet besi.34 i. Lingkar Lengan Atas Lingkar Lengan Atas (LILA) merupakan salah satu parameter status gizi. LILA memberikan gambaran jaringan otot dan lapisan lemak di bawah kulit melalui pengukuran dengan menggunakan pita LILA. Bila pada wanita usia subur ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).6 2.9. Pencegahan Mengingat tingginya prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu.23 2.9.1. Pencegahan Primer Pendidikan kesehatan melalui penyuluhan gizi pada ibu hamil untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi zat besi.23 Bidan berperan
Universitas Sumatera Utara
untuk memberikan informasi kepada ibu karena terkadang pasien kurang memperhatikan kualitas makanan yang dikonsumsinya. Biasanya masyarakat pada saat lebih mementingkan selera dengan mengabaikan kualitas makanan yang dikonsumsi.26 Suplementasi zat besi adalah salah satu strategi untuk meningkatkan asupan zat besi yang hanya berhasil jika individu mematuhi aturan konsumsinya. Banyak faktor yang mendukung rendahnya tingkat kepatuhan tsersebut, seperti individu sulit mengingat aturan minum tiap hari, minimnya dana untuk membeli suplemen secara teratur dan efek samping yang tidak nyaman dari zat besi.11 Fortifikasi makanan pokok yang banyak dikonsumsi dan dibuat secara massal dengan zat besi merupakan tulang punggung pengawasan anemia di banyak negara. Di negara-negara industri, hasil olahan makanan fortifikasi yang paling lazim adalah tepung jagung dan roti.29 2.9.2. Pencegahan Sekunder a. Diagnosis Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Hemoglobin (Hb) merupakan suatu senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hb dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan hemoglobin yang rendah mengindikasikan anemia.6 Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sahli.8 Metode Sahli adalah metode yang menggunakan teknik kimia dengan membandingkan senyawa akhir secara visual terhadap standar gelas warna. Metode
Universitas Sumatera Utara
sahli merupakan metode yang paling sederhana dan paling banyak digunakan di laboratorium dan yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin. 6 Hasil pemeriksaan Hb dengan Sahli dapat digolongkan menjadi tidak anemia Hb 11 g/dl, anemia ringan 9-10 g/dl, anemia sedang 7-8 g/dl, dan anemia berat < 7 g/dl. Sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, sehingga dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu hamil di puskesmas.12 b. Skrining Skrining diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang harus diobati dalam mengurangi morbiditas anemia. Center of Disease Control (CDC) menyarankan agar remaja putri dan wanita dewasa yang tidak hamil harus diskrining tiap 5-10 tahun melalui uji kesehatan, meskipun tidak ada faktor risiko anemia seperti perdarahan, rendahnya intake gizi dan sebagainya. Namun, jika disertai dengan adanya risiko anemia, maka skrining harus dilakukan secara tahunan.11 c. Suplementasi Zat Besi Seseorang yang telah dipastikan menderita anemia diobati dengan memberikan suplemen zat besi.29 Jika anemia sudah terjadi, tubuh tidak akan mungkin dapat menyerap zat besi dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu pengobatan selalu menggunakan suplementasi zat besi, disamping itu tentu saja menambah jumlah makanan yang kaya akan zat besi.5 2.9.3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit ke arah yang lebih buruk, untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan
Universitas Sumatera Utara
jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang dan memperpanjang hidup.42 Pencegahan tersier yang dapat dilakukan untuk mengatasi anemia pada ibu hamil diantaranya mempertahankan kadar hemoglobin tetap dalam batas normal, memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin, mengeliminasi faktor risiko, tetap mengkonsumsi tablet besi selama kehamilan dan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi setelah persalinan.42
Universitas Sumatera Utara