BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Faktor Daya Pada suatu jaringan distribusi arus bolak-balik dengan tegangan (V), daya
aktif (P) dan daya reaktif (Q), maka besarnya daya semu (S) adalah sebanding dengan arus (I) yang mengalir pada rangkaian sesuai dengan Persamaan 2.1.yaitu:
S = P2 + Q2 =
(V ⋅ I ⋅ cos ϕ )2 + (V ⋅ I ⋅ sin ϕ )2
...................................
(2.1)
Faktor daya atau sering disebut power factor (pf) dapat didefinisikan sebagai rasio perbandingan antara daya aktif (P) dan daya semu (S) yang merupakan salah satu indikator baik buruknya kualitas daya listrik. Faktor daya biasanya dinyatakan dalam Cos φ [5].
cos ϕ = pf =
P ................................................................. S
(2.2)
Faktor daya mempunyai nilai range antara 0 – 1 dan dapat juga dinyatakan dalam persen (%). Faktor daya yang baik apabila bernilai mendekati satu.
Salah satu cara yang lazim dilakukan untuk memperbaiki faktor daya adalah dengan cara kompensasi daya reaktif dimana sebagian daya reaktif yang dibutuhkan beban diperoleh dari kompensator daya reaktif, yaitu dengan memasang kapasitor.
2.2.
Kompensasi Daya Reaktif Pada Gambar 2.1 ditunjukkan Gambar segitiga daya pada suatu rangkaian
arus bolak-balik, bahwa daya semu (S) adalah vektor penjumlahan antara daya aktif (P) dan daya reaktif (Q).
Daya Aktif (P) φ
Daya Semu (S)
Daya Reaktif (Q)
Gambar 2.1 Hubungan segitiga daya pada rangkaian arus bolak-balik
Perbaikan faktor daya dengan kompensator daya reaktif (kapasitor) yang dibutuhkan untuk memperbaiki faktor daya beban ditunjukkan pada Gambar 2.2.
P1=P2 φ1
P(W)
φ2
Q2
S2 (VA)
Q1
S1 (VA)
Gambar 2.2 Gambar vektor perbaikan faktor daya
Karena komponen daya aktif (P) umumnya konstan, daya semu (S) dan daya reaktif (Q) berubah sesuai dengan faktor daya, maka dapat ditulis sebagai berikut. Daya Reaktif (Q ) = Daya Aktif (P ) × tan ϕ Dengan merujuk dari Gambar 2.2, maka Daya reaktif pada pf awal Q1 = P1 × tan ϕ1 ...................................................................
(2.3)
Daya reaktif pada pf diperbaiki Q2 = P2 × tan ϕ 2 .................................................................
(2.4)
dimana P 1 =P 2 = konstan Sehingga rating kapasitor yang diperlukan untuk memperbaiki faktor daya adalah: Daya reaktif ∆Q = Q1 − Q2 atau, ∆Q = P × (tan ϕ1 − tan ϕ 2 ) ..................................................
(2.5)
Beberapa keuntungan mengkompensasi daya reaktif atau dengan kata lain meningkatkan faktor daya adalah: a.
Kapasitas distribusi sistem tenaga listrik akan meningkat.
b.
Mengurangi rugi-rugi daya pada sistem.
c.
Adanya peningkatan tegangan sistem.
2.3.
Harmonisa Harmonisa adalah pembentukan gelombang-gelombang dengan frekuensi
berbeda yang merupakan perkalian bilangan bulat dengan frekuensi dasarnya. Hal ini disebut frekuensi harmonisa yang timbul pada bentuk gelombang aslinya sedangkan bilangan bulat pengali frekuensi dasar disebut angka urutan harmonisa. Misalnya, frekuensi dasar suatu sistem tenaga listrik adalah 50 Hz, maka harmonisa keduanya adalah gelombang dengan frekuensi sebesar 100 Hz, harmonisa ketiga adalah gelombang dengan frekuensi sebesar 150 Hz dan seterusnya [6]. Apabila sistem distribusi mensuplai beban non linier, dimana beban non linier menghasilkan harmonisa. Tegangan harmonisa ini mengalir dalam sistem yang akan menghasilkan susut tegangan pada inpedansi sistem. Harmonisa tegangan atau arus ini akan berkombinasi dengan tegangan atau arus frekuensi fundamental dan membentuk distorsi gelombang yang terdistorsi seperti dijelaskan pada Gambar 2.4. Gelombang tegangan fundamental mempunyai frekuensi f 1 , harmonisa ke-dua mempunyai frekuensi 2f 1 , harmonisa ke-tiga mempunyai frekuensi 3f 1 harmonisa ke-h mempunyai frekuensi hf 1 , seperti Gambar 2.3.
dan
Gambar 2.3 Gelombang tegangan fundamental dan harmonisa ke-3
Jika gelombang tegangan fundamental dijumlahkan dengan harmonisa ke-tiga akan diperoleh bentuk gelombang tegangan yang nonsinusoidal seperti Gambar 2.4:
Gambar 2.4. Gelombang non linier dengan menjumlahkan gelombang fundamental dan harmonisa ke-tiga.
Secara umum setiap fungsi periodik f(t) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4 dapat diuraikan menjadi deret trigonometri tak terhingga dan disebut deret Fourier.
f (t ) = A0 + A1 cos(ω1t ) + A2 cos(2ω1t ) + A3 cos(3ω1t ) + ... B1 sin(ω1t ) + B2 sin( 2ω1t ) + B3 sin(3ω1t ) + ...
…(2.6)
atau ∞
f (t ) = A0 + ∑ [Ah cos(hω1t ) + Bh sin( hω1t )] ...................
(2.7)
h =1
dengan h = 1, 2, 3, ………, dan A h dan B h adalah koefisien dari tiap harmonisa, ditentukan pada persamaan 2.8 dan 2.9. T
1 Ah = f (t ) cos ht dt .................................................. T / 2 ∫0
(2.8)
T
1 Bh = f (t ) sin ht dt ................................................. T / 2 ∫0
(2.9)
Berdasarkan Persamaan 2.8 dan 2.9 gelombang tegangan atau arus yang nonsinusoidal dapat diuraikan menjadi komponen fundamental dan komponenkomponen harmonisa dan bila dinyatakan dalam deret Fourier adalah
v(t ) = V0 + V1m sin(ω1 t) + V2m sin (2ω1 t) + V3m sin(3ω1t ) + ... + Vhm sin( hωt )
(2.10)
dimana: V o adalah komponen DC dari gelombang tegangan (konstan) V 1m , V 2m , V 3m , ...., V hm berturut-turut adalah nilai puncak gelombang tegangan dengan h adalah orde harmonisa.
2.4.
Definisi dan Standard Harmonisa Yang Umum Digunakan
2.4.1. Orde harmonisa Orde dari harmonisa merupakan perbandingan antara frekuensi harmonisa dengan frekuensi fundamental, dimana: h=
fh .............................................................................. (2.11) f1
Dimana: h = orde harmonisa f h = frekuensi harmonisa ke-h f 1 = frekuensi fundamental
Sesuai dengan definisi diatas, maka orde harmonisa frekuensi dasar f 1 adalah 1. Artinya orde ke-1 bukan harmonisa melainkan orde ke-2 sampai orde ke-h. 2.4.2. Spektrum Harmonisa Spektrum harmonisa adalah distribusi dari semua amplitudo komponen harmonisa sebagai fungsi dari orde harmonisa, dan diilustrasikan menggunakan histogram. Bisa dikatakan spektrum adalah merupakan perbandingan arus atau tegangan pada frekuensi harmonisa terhadap arus atau tegangan pada frekuensi fundamental [7]. Spektrum digunakan sebagai dasar perancangan filter untuk mengurangi harmonisa, terutama bila yang digunakan adalah filter pasif. Gambar spektrum harmonisa diperlihatkan pada Gambar 2.5.
I h / I1 (%)
100
50
0
3 5 7 Order harmonisa (h)
1
Gambar 2.5. Spektrum harmonisa arus 2.4.3.
Harga rms tegangan dan arus Harga rms tegangan: Vrms =
∞
∑V h =1
2 h
................................................................... (2.12)
Harga rms arus: I rms =
∞
∑I h =1
2 h
..................................................................... (2.13)
dimana : V h adalah harga rms tegangan untuk harmonisa ke-h (volt) I h adalah harga rms Arus untuk harmonisa ke-h (ampere)
2.4.4. Total Harmonic Distortion (THD) Distorsi harmonisa total disebut dengan Total Harmonic Distortion (THD) adalah indeks yang menunjukkan total harmonisa dari gelombang tegangan atau arus yang mengandung komponen individual harmonisa, yang dinyatakan dalam persen terhadap komponen fundamentalnya [8]. THD untuk gelombang tegangan adalah: ∞
THDV =
∑V
2 h
h=2
V1
× 100% .................................................. (2.14)
dimana V 1 adalah tegangan fundamental V h adalah tegangan harmonisa ke-h THD untuk gelombang arus adalah: ∞
THDI =
∑I h=2
I1
2 h
× 100% ................................................... (2.15)
dimana I 1 adalah arus fundamental I h adalah arus harmonisa ke-h 2.4.5. Total Demand Distortion (TDD) Distorsi harmonisa (harmonic distortion) paling berarti apabila dimonitor pada Point of Common Coupling (PCC) dimana beban dihubungkan yang jauh dari
pembangkit. Distorsi harmonisa pada PCC ini cenderung menunjukkan distorsi yang lebih besar jika arus beban (demand load current) besar dan sebaliknya. Oleh karena itu total kandungan harmonisa diukur berdasarkan arus beban I L yang disebut dengan Total Demand Distortion (TDD). Total Demand Distortion adalah: ∞
TDD =
∑I h=2
2 h
IL
× 100% .................................................... (2.16)
Hasil perhitungan sebaiknya tidak melebihi atau sama dengan nilai yang ditetapkan oleh standar yang berlaku. Bila hasilnya lebih maka tingkat harmonisa sistem membahayakan komponen-komponen sistem dan sebaiknya harus difikirkan cara menguranginya. Ada dua kriteria yang digunakan dalam analisis distorsi harmonisa, limitasi untuk distorsi arus harmonisa dan distorsi tegangan harmonisa. Standar yang dipakai untuk limitasi tegangan harmonisa adalah IEEE-519-1992. Untuk standard harmonisa arus, ditentukan oleh rasio Isc/I L (arus hubung singkat dibagi dengan arus beban) untuk tegangan 120 V s/d 69.000 V seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Maksimum harmonisa arus menurut standar IEEE 519-1992 [9]
<11
<20 20-50 50-100 100-1000 >1000
11-16
17-22
23-24
>35
Total Distorsi Harmonisa
2.0 3.5 4.5 5.5 7.0
1.5 2.5 4.0 5.0 6.0
0.6 1.0 1.5 2.0 2.5
0.3 0.5 0.7 1.0 1.4
5 8 12 15 20
Orde Harmonisa (dalam %)
I SC /I LOAD
4.0 7.0 10.0 12.0 15.0
dimana I SC
: arus hubung singkat pada PCC (Point of Common Coupling)
I L O A D : arus beban fundamental nominal THD : Total Harmonic Distortion (%) I SC adalah arus hubung singkat yang ada pada Point of Common Coupling (PCC). I LOAD adalah arus beban fundamental nominal. Sedangkan untuk standar harmonisa tegangan ditentukan oleh tegangan sistem yang dipakai seperti Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Batas harmonisa tegangan pada frekuensi fundamental menurut standar IEEE 519-1992 [9]
2.5.
Tegangan Bus Pada PCC
Distorsi Tegangan Individu (%)
Total Distorsi Tegangan (THD V ) (%)
V ≤ 69 kV
3.0
5.0
69 kV < V ≤ 161 kV
1.5
2.5
V > 161 kV
1.0
1.5
Pengaruh Negatif dari Harmonisa Pada keadaan normal, arus beban setiap fasa dari beban linier yang
seimbang pada frekuensi dasarnya akan saling menghapuskan sehingga arus netralnya menjadi nol. Sebaliknya beban non linier satu fasa akan menimbulkan harmonisa kelipatan tiga ganjil yang disebut triplen harmonisa (harmonisa ke 3, ke 9, ke 15 dan seterusnya) yang sering disebut zero sequence harmonisa (Tabel 2.3).
Tabel 2.3 Polaritas dari komponen harmonisa [2] Harmonisa
1
2
3
4
5
6
7
8
Frekuensi
50
100
150
200
250
300
350
400
Urutan
+
-
0
+
-
0
+
-
Harmonisa ini dapat menghasilkan arus netral yang lebih tinggi dari arus fasa karena saling menjumlah di tiap fasanya. Harmonisa pertama urutan polaritasnya adalah positif, harmonisa kedua urutan polaritasnya adalah negatif dan harmonisa ketiga urutan polaritasnya adalah nol, harmonisa keempat adalah positif (berulang berurutan dan demikian seterusnya). Akibat yang ditimbulkan oleh arus urutan nol dari komponen harmonisa (Tabel 2.4) antara lain tingginya arus netral pada sistem tiga fasa empat kawat (sisi sekunder transformator) karena arus urutan nol (zero sequence) kawat netral 3 kali arus urutan nol masing-masing fasa.
Tabel 2.4. Akibat dari polaritas komponen harmonisa [2] Polaritas
Dampak dari harmonisa
Positif
- Panas
Negatif
- Panas - Menghambat atau memperlambat putaran motor
Nol
- Panas - Menimbulkan atau menambah arus pada kawat netral
Pengaruh harmonisa pada transformator sering tanpa disadari keberadaannya sampai terjadi gangguan yang penyebabnya tidak jelas. Hal ini dapat juga terjadi bila perubahan konfigurasi atau jenis beban yang dicatu. Transformator dan peralatan induksi lainnya, selalu terpengaruh oleh harmonisa karena transformator itu sendiri dirancang sesuai dengan frekuensi kerjanya, selain itu transformator juga merupakan media utama antara pembangkit dengan beban. Frekuensi harmonisa yang lebih tinggi dari frekuensi kerjanya akan mengakibatkan penurunan efisiensi atau terjadi kerugian daya tambahan pada transformator. 2.6.
Transformator Penggunaan transformator yang sederhana dan handal memungkinkan dipilih-
nya tegangan yang sesuai dan ekonomis untuk tiap-tiap keperluan serta merupakan salah satu sebab penting bahwa arus bolak-balik sangat banyak dipergunakan untuk pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik. Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan hukum Ampere dan hukum Faraday, yaitu arus listrik dapat menimbulkan medan magnet dan sebaliknya medan magnet dapat menimbulkan arus listrik. Jika pada salah satu kumparan pada transformator diberi arus bolak-balik maka jumlah garis gaya magnet berubah-ubah. Akibatnya pada sisi primer terjadi induksi. Sisi sekunder menerima garis gaya magnet dari sisi primer yang jumlahnya berubah-ubah pula. Maka di sisi sekunder juga timbul induksi, akibatnya antara dua ujung konduktor disisi sekunder terdapat beda tegangan [2].
2.6.1. Losses (rugi-rugi) pada transformator Sebagai akibat dari beban non linier antara tiap-tiap fasa pada sisi sekunder transformator (fasa R, fasa S, fasa T) mengalirlah arus di netral transformator. Arus yang mengalir pada penghantar netral transformator ini menyebabkan losses (rugi-rugi). Losses pada penghantar netral transformator ini dapat dilihat pada Persamaan 2.17. PN = I N2 ⋅ RN ..................................................................... (2.17) dimana P N = losses pada penghantar netral transformator (watt) IN = arus yang mengalir pada netral transformator (A) RN = tahanan penghantar netral transformator (Ω) Sedangkan losses yang diakibatkan karena arus netral yang mengalir ke tanah (ground) dapat dilihat pada Persamaan 2.18. PG = I G2 ⋅ RG ....................................................................... (2.18) dimana PG = losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah (watt) IG = arus netral yang mengalir ke tanah (A) RG = tahanan pembumian netral transformator (Ω) 2.6.2. Harmonisa pada transformator Transformator dirancang untuk menyalurkan daya yang dibutuhkan ke beban dengan rugi-rugi minimum pada frekuensi fundamentalnya. Arus dan tegangan harmonisa secara signifikan akan menyebabkan panas lebih. Ada dua pengaruh
yang ditimbulkan panas lebih pada transformator ketika arus beban mengandung komponen harmonisa. a.
Harmonisa
arus menyebabkan meningkatnya rugi-rugi tembaga yang
dinyatakan dengan Persamaan 2.19. ∞
PCU = ∑ I n2 Rn .................................................................... (2.19) n =1
b.
Harmonisa tegangan menyebabkan meningkatnya rugi-rugi besi, seperti eddy current dan rugi-rugi hysteresis. Eddy current terjadi bila inti dari sebuah material jenis ferromagnetic (besi) secara elektrik bersifat konduktif. Konsentrasi Eddy current lebih tinggi pada ujung-ujung belitan transformator karena
efek
kerapatan
medan
magnet
bocor
pada kumparan yang
menyebabkan fenomena terjadinya arus pusar (arus yang bergerak melingkar). Bertambahnya rugi-rugi Eddy current karena harmonisa berpengaruh pada temperatur kerja transformator yang terlihat pada besar rugi-rugi daya nyata (watt) akibat Eddy current ini. 2.7.
Filter Pasif Solusi umum untuk mengurangi gangguan harmonisa dalam sistem tenaga
adalah dengan cara memasang filter harmonisa. Dalam konteks umum, kita bisa menggunakan filter pasif dan filter aktif. Fungsi filter pasif secara sederhana dapat dikatakan sebagai “jalan” yang harus dilewati oleh harmonisa sehingga harmonisa tidak sampai pada sistem dan beban lain
yang mengganggu sistem. Filter aktif dibentuk dari peralatan elektronika daya, sedang filter pasif dibentuk dari kapasitor (C), induktor (L) dan resistor (R) . Jenis umum konfigurasi filter pasif adalah single tune filter, second-order damped filter, third-order damped filter dan C-type damped filter [10]. Pada Gambar 2.6 menyajikan bentuk konfigurasi dari filter pasif. Filter pasif relatif lebih murah dibandingkan dengan filter aktif, namun mempunyai kelemahan karena dapat berpotensi berinteraksi dengan sistem tenaga, dan untuk itu sangat penting untuk secara cermat memeriksa sistem sebelum merancang filter pasif tersebut [10]. Filter yang dipakai C
C
C1
C1
C2 R
L
Filter Single-tuned
Filter Orde dua
L
R
Filter Orde tiga
C2
R
L
Filter Type C
Gambar 2.6. Bentuk konfigurasi dari filter pasif[10] 2.7.1. Resonansi Resonansi adalah keadaan dimana reaktansi induktif X L dari sistem dan reaktansi kapasitif X C dari kapasitor untuk perbaikan faktor daya sama besar pada satu frekuensi harmonisa resonansi tertentu [10]. Umumnya elemen dari rangkaian sistem distribusi adalah elemen induktif, oleh karena kapasitor yang digunakan untuk perbaikan faktor daya dapat menyebabkan siklus transfer energi antara elemen induktif dan kapasitif pada frekuensi resonansi, dimana pada frekuensi resonansi ini
besarnya reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif sama besar. Kombinasi elemen induktif (L) dan kapasitif (C) dilihat dari suatu bus dimana arus harmonisa diinjeksikan oleh beban non linier (Source bus), interaksi antara arus harmonisa dengan impedansi sistem yang terdiri dari L dan C ini dapat menghasilkan resonansi seri (L dan C seri) atau resonansi paralel (L dan C paralel). Pada sistem distribusi arus harmonisa yang dibangkitkan sumber harmonisa akan mengalir menuju ke sumber daya sistem distribusi, karena impedansi dari sistem adalah sangat kecil jika dilihat dari bus dimana arus harmonisa diinjeksikan. sebagian besar arus harmonisa mengalir menuju sumber tegangan, seperti pada Gambar 2.7. G
T
Beban Nonlinear
Beban Nonlinear
Gambar 2.7. Arus harmonisa mengalir menuju sumber tegangan
Kapasitor yang digunakan sebagai perbaikan faktor daya dapat mengubah pola aliran arus harmonisa [10], sebab arus harmonisa akan mengalir menuju impedansi terkecil dan karena pada frekuensi harmonisa reaktansi kapasitor adalah kecil dan dapat lebih kecil dari impedansi sistem, sehingga sebahagian aliran arus harmonisa akan menuju kapasitor seperti Gambar 2.8. Hal ini akan menyebabkan terjadinya panas berlebihan pada kapasitor dan merusak isolasinya.
G
T
Arus harmonisa arah normal
Arus harmonisa berubah arah
C Beban Nonlinear
Beban Nonlinear
Gambar 2.8. Arus harmonisa sebahagian mengalir menuju kapasitor 2.7.2. Resonansi seri Rangkaian resonansi seri ditunjukkan Gambar 2.9 dimana elemen-elemen R, L dan C terhubung seri [10]. I
R
j XL
+ V
- j XC -
Gambar 2.9 Rangkaian resonansi seri Dari Gambar 2.9, impedansi seri adalah Z = R + j ( X L − X C ) ........................................................ (2.20)
Arus dalam rangkaian I=
V V ................................................ (2.21) = Z R + j( X L − X C )
Rangkaian dikatakan mengalami resonansi bila reaktansi
X L = XC ,
sehingga Persamaan 2.21 menjadi: I=
V ............................................................................... (2.22) R
Frekuensi resonansi adalah: X L = X C ; ωr L =
ωr =
1 LC
fr =
1
1 1 ; ωr2 = ; ωr C LC
...................................................................... (2.23)
atau 2π LC
.................................................................... (2.24)
Dari Persamaan 2.22 dapat dilihat bahwa impedansi total rangkaian hanya terdiri dari R saja yang relatif kecil, sehingga arus yang mengalir menjadi besar pada kondisi resonansi seri ini. Jika digambarkan impedansi rangkaian terhadap frekuensi akan diperoleh bentuknya seperti Gambar 2.10, dimana harga impedansi terendah terdapat pada frekuensi resonansi f r .
Gambar 2.10. Impedansi vs frekuensi untuk resonansi seri
Sistem distribusi tenaga listrik yang berpotensi terjadi resonansi seri ditunjukkan dalam Gambar 2.11 , dimana dapat dilihat bahwa kapasitor dipasang terhubung seri dengan transformator.
Lintasan arus resonansi seri
G
T
C Beban
(a) Sumber tegangan mengandung harmonisa
Beban Lain
G
T Beban Lain
C Lintasan arus resonansi seri
Beban Nonlinear
(b) Sumber tegangan tidak mengandung harmonisa
Gambar 2.11. Sistem distribusi tenaga listrik yang berpotensi resonansi seri
2.7.3. Resonansi paralel Rangkaian resonansi paralel [10] ditunjukkan seperti Gambar 2.12.
I R + - j XC
V jX
-
L
Gambar 2.12. Rangkaian resonansi paralel
Besarnya impedansi total rangkaian adalah:
Z=
(− jX C )(R + jX L ) R + j(X L − X C )
...................................................... (2.25)
Dalam keadaan resonansi XL = XC
maka Z=
(− jX C )(R + R
jX L )
...................................................... (2.26)
Tegangan adalah: (− jX C )(R + jX L ) V = IZ = I ......................................... (2.27) R
Dari Persamaan 2.27, bila impedansi Z >> X L atau X C , tegangan V akan menjadi sangat besar, dengan frekuensi resonansi paralel seperti ditunjukkan pada Persamaan 2.24. Bila digambarkan frekuensi response atau impedansi total rangkaian terhadap frekuensi bentuknya adalah seperti Gambar 2.13, dimana dapat dilihat bahwa impedansi terbesar terdapat pada frekuensi resonansi f r , artinya terjadi peningkatan tegangan pada frekuensi resonansi paralel f r . Sistem distribusi tenaga listrik industri yang berpotensi terjadi resonansi paralel seperti ditunjukkan Gambar 2.14.
Gambar 2.13. Impedansi vs frekuensi untuk resonansi paralel
Beban Lain
G
T
C
Lintasan arus resonansi paralel
Beban Nonlinear
.
Gambar 2.14. Sistem distribusi industri yang berpotensi resonansi paralel
2.8.
Filter Pasif Orde Tiga Filter pasif orde tiga ini adalah filter yang akan digunakan untuk mengurangi
harmonisa akibat beban non-linier, konfigurasi rangkaiannya terdiri dari dua buah kapasitor dengan satu kapasitor diseri dengan resistor seperti diperlihatkan pada Gambar 2.15. C1
C2 L R
Gambar 2.15 Filter Pasif orde tiga [10]
Dari Gambar 2.15 langkah yang paling penting adalah menentukan parameter besaran nilai dari X C1 , X C2 , R dan X L pada frekuensi fundamental. Reaktansi X C1 dapat dihitung dengan menentukan nilai dari daya reaktif Q C1 yang dibutuhkan serta tegangan sumber V pada frekuensi fundamental dengan Persamaan 2.28. V2 ......................................................................... (2.28) X C1 = QC1 Sedangkan parameter-parameter lainnya harus memenuhi kondisi berikut: 1.
Resistansi filter pada harmonisa ke-h sama dengan R F.
2.
Reaktansi filter pada harmonisa ke-h sama dengan nol.
3.
X C 2 = mX C1 ,dimana m diambil dalam hubungan antara X C1 dan X C2 [7]. Untuk mengurangi harmonisa tegangan pada jaringan menjadi (0,5-0,75) dari
nilai K V(h) pada harmonisa yang ditentukan, filter harus mempunyai nilai resistansi sebesar R F . K V(h) adalah norma untuk indeks K V . Nilai dari R F dapat dihitung berdasarkan Persamaan 2.29. RF =
(K
KV ( h )
V
− KV (h ) ) g ns2 + bns2
............................................ (2.29)
dimana: KV
= total distorsi harmonisa pada frekuensi fundamental
K V(h)
= total distorsi harmonisa pada harmonisa ke-h
g ns , b ns = konduktansi dan suseptansi dari titik jaringan dimana filter dipasang.
Impedansi dari filter pasif orde tiga pada harmonisa ke-h dapat dituliskan seperti Persamaan 2.30: Z f (h ) =
jhX L (R − jhX C 2 ) .............................................. (2.30) R + j (hX L − hX C 2 )
Kemudian transformasikan Z f (h), dengan memisahkan antara bagian real dan bagian imajiner sehingga menjadi:
Z f (h ) =
( ) ( )
R hX L2 + 2 R 2 + hX LC 2
{
(
2 R 2 (hX LC 2 ) − {(hX L )(hX C 2 )(hX LC 2 )} − (hX C 2 ) hX LC 2 j 2 R 2 + hX LC 2
(
)
)}
…(2.31)
Dimana: hX LC1 = hX L - hX C1 , hX LC2 = hX L - hX C2
Sesuai dengan kondisi 1 dan 2 bahwa bagian imajiner Z f (h) pada harmonisa ke-h adalah sama dengan nol, maka bagian real adalah sama dengan R F . Setelah ditransformasikan bagian real dan imajiner Z f (h) dapat direpresentasikan menjadi dua Persamaan sistem yaitu:
(
)
(
)
2 R hX L2 − R f R 2 − Rf hX LC 2 = 0 ....................................... (2.32)
{
(
)}
2 .... (2.33) R 2 (hX LC1 ) − {(hX L )(hX C 2 )(hX LC 2 )}− (hX C1 ) hX LC 2 = 0
Setelah memecahkan Persamaan sistem (2.32,2.33), dan mengingat bahwa X C2 = mX C1 , kita peroleh ekspresi Persamaan 2.34 dan Persamaan 2.35.
hX L =
R=
(− B ±
B 2 − 4 AC 2A
)
........................................ (2.34)
RF {hX L − m(hX C1 )} ........................................... (2.35) hX LC1
Dimana: A = −hX C1 (1 + m ) B = RF2 + hX C21 (1 + 2m )
(
C = − RF2 m(hX C1 ) 1 + hX C21
)
Dalam Persamaan 2.34 dan 2.35 Nilai m tidak diketahui. Dalam rangka untuk mencari nilai m kita gunakan kondisi C 1 >> C 2 dan ekspresi dibawah tanda akar Persamaan 2.34 adalah positif, yaitu:
B 2 − 4 AC > 0 , sehingga pemecahan
ketidaksamaan kita memperoleh nilai interval m adalah sebagai berikut: 1< m <
RF2 h 2 .............................................................. (2.36) 2hRF X C1
Persamaan 2.35 menunjukkan bahwa hubungan antara X C1 dan X C2 ditentukan oleh nilai X C1 dan R F pada harmonisa dimana filter dipasang.
X C1 =
V2 ......................................................................... (2.37) QC1
X C 2 = mX C1 ....................................................................... (2.38) XL =
(− B ±
)
B 2 − 4 AC .................................................. (2.39) 2A ⋅ h
( (
)
RF X L h 2 − mX C1 ...................................................... (2.40) R= X L h 2 − X C1
)
Dengan demikian parameter-parameter dari filter pasif orde tiga ditentukan atas dasar Persamaan 2.32, 2.35 dan 2.40.
2.9.
Perhitungan Impedansi Sistem Untuk menghitung arus hubung singkat, Short Circuit Capacity (SCC), Short
Circuit Ratio (SCR) dan orde harmonisa resonansi, diperlukan data impedansi dari sistem. Impedansi yang diperoleh, harus diubah kedalam satuan p.u berdasarkan dasar (base) yang sama atau yang dipilih [11]. Perhitungan impedansi dalam p.u adalah dengan menggunakan Persamaan 2.41: 2
MVAb (2) kVb (1) × ........................ (2.41) Z pu (2) = Z pu (1) × MVAb (1) kVb (2) Dimana:
Z pu (1) adalah Impedansi dalam p.u berdasarkan base yang lama
Z pu (2) adalah Impedansi dalam p.u berdasarkan base yang baru
MVAb (1) adalah base daya yang lama
MVAb (2) adalah base daya yang baru kVb (1) adalah base daya tegangan lama kVb (2) adalah base daya tegangan baru
Jika impedansi dari peralatan diberikan dalam satuan ohm, maka impedansi tersebut diubah kedalam satuan p.u dengan menggunakan Persamaan 2.42:
Z pu = Z (Ω) ×
MVAb ......................................................... (2.42) kVb2
Untuk menghitung besar tegangan harmonisa, arus harmonisa, THD tegangan, THD arus dan simulasi dari sistem diperlukan data impedansi dalam satuan ohm. Jika perhitungan menggunakan impedansi dalam satuan ohm, maka semua impedansi dalam sistem harus dinyatakan terhadap sisi tegangan tinggi atau tegangan rendah. Dalam perhitungan ini semua impedansi dinyatakan terhadap sisi tegangan rendah 400 V. Jadi bila impedansi yang diberikan dalam p.u harus diubah menjadi satuan ohm, berdasarkan Persamaan 2.42, impedansi dalam satuan ohm adalah seperti ditunjukkan Persamaan 2.43:
Z (Ω) = Z pu ×
kVb2 ........................................................... (2.43) MVAb