BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Adopsi Inovasi 2.1.1 Pengertian Adopsi Menurut Notoatmodjo (2003), adopsi adalah perilaku baru seseorang sesuai dengan
latar
belakang
pengetahuan,
kesadaran
dan
sikapnya
terhadap
rangsangan/stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi telah melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama. Rogers dan Shoemaker (1971) mengatakan adopsi adalah proses mental, dalam mengambil keputusan untuk menerima atau menolak ide baru dan menegaskan lebih lanjut tentang penerimaan dan penolakan ide baru tersebut. Sedangkan Feder dkk (1981) adopsi didefinisikan sebagai proses mental seseorang dari mendengar, mengetahui inovasi sampai akhirnya mengadopsi. Di lain pihak Samsudin (1994) menyatakan bahwa adopsi adalah suatu proses dimulai dan keluarnya ide-ide dari suatu pihak, disampaikan kepada pihak kedua, sampai ide tersebut diterima oleh masyarakat sebagai pihak kedua.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Tahapan Proses Adopsi Menurut Rogers (1983) proses keputusan adopsi inovasi memiliki lima tahap, yaitu : knowledge (pengetahuan), persuasion (kepercayaan), decision (keputusan), implementation (penerapan) dan confirmation (penegasan/pengesahan). Kelima langkah ini dapat diuraikan seperti di bawah ini : a. Knowledge Stage (Tahap Pengetahuan) Pada tahapan ini suatu individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. Selama tahap ini individu akan menetapkan “apa inovasi itu ? bagaimana dan mengapa ia bekerja ?. Menurut Rogers (1983), pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis pengetahuan (knowledge) : Awareness-knowledge merupakan pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis ini akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada tahap ini inovasi mencoba diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka maka masyarakat tidak merasa memerlukan akan inovasi tersebut. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran, atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui akan keberadaan suatu inovasi. How-to-knowledge, yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang pengetahuan jenis ini sangat penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian
Universitas Sumatera Utara
sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan memadai berkenaan dengan penggunaan inovasi ini. Principles-knowledge,
yaitu
pengetahuan
tentang
prinsip-prinsip
keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Suatu inovasi dapat diterapkan tanpa pengetahuan ini, akan tetapi penyalahgunaan suatu inovasi akan mengakibatkan berhentinya inovasi tersebut. Peranan para agen perubahan dalam menghasilkan ketiga jenis pengetahuan tersebut kebanyakan memusatkan perhatian pada usaha untuk menciptakan awareness-knowledge yang sebenarnya untuk tujuan ini akan lebih efisien dengan menggunakan jalur media masa. b. Persuasion Stage (Tahap Persuasi) Tahap persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap positif atau negatif terhadap inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah individu tersebut akan menerima atau menolak suatu inovasi. Suatu individu akan membentuk sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi, maka tahap ini berlangsung setelah knowledge stage dalam proses keputusan inovasi. Rogers menyatakan bahwa knowledge stage lebih bersifat kognitif (tentang pengetahuan), sedangkan persuasion stage bersifat afektif karena menyangkut perasaan individu, karena itu pada tahap ini individu akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidakyakinan pada fungsi-fungsi inovasi dan dukungan sosial akan mempengaruhi pendapat dan kepercayaan individu terhadap inovasi.
Universitas Sumatera Utara
c. Decision Stage (Tahap Keputusan) Pada tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak suatu inovasi. Menurut Rogers adoption (menerima) berarti bahwa inovasi tersebut akan digunakan secara penuh, sedangkan menolak berarti “not to adopt an innovation”. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, umpamanya pada keadaan suatu individu, maka inovasi ini akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi pada setiap proses keputusan inovasi ini. Rogers menyatakan ada dua jenis penolakan, yaitu active rejection dan passive rejection. Active rejection terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan berfikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak inovasi tersebut. passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi inovasi. d. Implementation Stage (Tahap Implementasi) Pada tahap implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidakpastiannya akan terlibat dalam difusi. Ketidakpastian dari hasil-hasil inovasi ini masih akan menjadi masalah pada tahapan ini. Maka si pengguna akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat ketidakpastian dari akibatnya. Apalagi bahwa proses keputusan inovasi ini akan berakhir. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang mengadopsi inovasi itu adalah suatu
Universitas Sumatera Utara
organisasi, karena dalam sebuah inovasi jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini akan lebih banyak dan terdiri dari karakter yang berbeda-beda. e. Confirmation Stage (Tahap Konfirmasi) Ketika keputusan inovasi sudah dibuat, maka si pengguna akan mencari dukungan atas keputusannya ini. Menurut Rogers keputusan ini dapat menjadi terbalik apabila si pengguna ini menyatakan ketidaksetujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari halhal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang memperkuat keputusan itu. Jadi dalam tahap ini, sikap menjadi hal yang lebih krusial. Keberlanjutan penggunaan inovasi ini akan bergantung pada dukungan dan sikap individu. 2.1.3 Proses Pengambilan Keputusan Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan adopsi inovasi adalah: 1. Karakteristik Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai melihat, dan mengamati inovasi dari berbagai sumber, khususnya media massa. Pengadopsi awal biasanya merupakan orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa menangkap inovasi baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa
Universitas Sumatera Utara
jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik. 2. Pengadopsian: Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan diri seseorang. Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa melakukannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu, dorongan status juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang dianut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang diberikan untuk mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil tingkat adopsinya. 3. Pengembangan jaringan sosial: Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu ke individu lain melalui
Universitas Sumatera Utara
hubungan sosial yang mereka miliki. Dalam proses adopsi inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal mempengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa. 2.1.4 Kategori atau Tingkatan Adopsi Rogers (1983) dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori pengguna atau mengadopsi inovasi : 1. Inovator: Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi. 2. Pengguna awal: Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru. 3. Mayoritas awal: Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan
Universitas Sumatera Utara
dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orangorang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat. 4. Mayoritas akhir: Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi. 5. Laggard: Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman. 2.1.5 Inovasi Menurut Drucker (1985) inovasi adalah tindakan yang memberikan sumber daya kekuatan, kemampuan baru untuk menciptakan kesejahteraan. Salah satu bekal yang berguna bagi usaha memasyarakatkan ide-ide baru itu adalah pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana ide-ide itu tersebar ke dalam suatu sistem sosial dan memengaruhinya. Masyarakat yang sedang membangun berkepentingan dengan inovasi, dengan penemuan-penemuan baru baik itu berupa gagasan, tindakan atau
Universitas Sumatera Utara
barang-barang baru. Inovasi merupakan pangkal terjadinya perubahan sosial yang merupakan inti dan pembangunan masyarakat (Drucker, 1985). Menurut Drucker (1985), setiap ide/gagasan baru pernah menjadi inovasi. Setiap inovasi pasti berubah seiring berlalunya waktu. Komputer, alat kontrasepsi KB,dan lain-lain, barangkali dianggap sebagai inovasi di beberapa negara tetapi di Amerika Serikat (USA) mungkin telah usang. Suatu inovasi mungkin telah lama diketahui seseorang. tetapi dia belum mengembangkan sikap suka atau tidak suka, menerima atau menolak inovasi tersebut. (Hanafi, 1997). Havelock 1973 (dalam Nasution, 1990) menyatakan bahwa inovasi merupakan segala perubahan yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat yang mengalaminya. KB Pria di Indonesia bisa disebut sebagai suatu inovasi dimana pengertian inovasi adalah segala sesuatu ide, cara-cara ataupun objek yang dipersepsikan oleh seorang sebagai sesuatu yang baru (Rogers 1983). Baru dalam ide yang inovatif tidak berarti harus baru sama sekali kebaruan inovasi ini diukur secara subyektif menurut pandangan individu yang menangkapnya. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka itu adalah inovasi (bagi orang itu). Upaya memperkenalkan ide baru KB pria ke masyarakat akan menjadikan perubahan-perubaban pada sistem sosial, baik dalam lingkup keluarga maupun masyarakat secara keseluruhan, baik bagi yang menerima maupun yang menolak ide tersebut, yang menerima barangkali akan lebih sejahtera kehidupannya sedangkan
Universitas Sumatera Utara
yang menolak barang kali akan menimbulkan masalah-masalah baru dalam kehidupannya (Gema, 2006). 2.1.6 Karakteristik Inovasi Rogers
(1983)
mengemukakan
lima
karakteristik
inovasi
meliputi:
keunggulan relatif (relative advantage), kompatibilitas (compatibility), kerumitan (complexity), kemampuan diuji cobakan (trialability), dan kemampuan untuk diamati (observability). a. Keunggulan Relatif (Relative Advantage) Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi. Untuk meningkatkan laju dari inovasi adopsi dan untuk membuat keuntungan relatif lebih efektif, pembayaran insentif keuangan langsung atau tidak langsung dapat digunakan untuk mendukung individu dari suatu sistem sosial dalam mengadopsi suatu inovasi. Insentif adalah bagian dari faktor dukungan dan motivasi. Faktor lain motivasi dalam proses difusi adalah atribut kompatibilitas. Kesesuaian Dalam beberapa penelitian difusi, keuntungan relatif dan kompatibilitas dipandang sebagai serupa, meskipun mereka secara konseptual berbeda.
Universitas Sumatera Utara
b. Kompatibilitas (Compatibility) Kompatibilitas (compatibility) adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible) Salah satu faktor yang mempengaruhi adopsi KB Pria adalah kompatibilitas. Pengertian ”kompatibilitas” dalam kamus bahasa Indonesia berarti keadaan penyesuaian diri atau kesesuaian. Kompatibilitas KB pria yakni derajat dimana KB pria tersebut dianggap konsisten dengan : (a) pengalaman masa lalu, (b) norma norma yang berlaku dan (c) kebutuhan adopter (Rogers, 1983). c. Kerumitan (Complexity) Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. Rogers (1983) mendefinisikan kompleksitas sebagai "tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dipahami dan digunakan", berlawanan dengan atribut lain, kompleksitas berkorelasi negatif dengan tingkat adopsi. Dengan demikian, kompleksitas yang berlebihan dari suatu inovasi adalah hambatan penting dalam adopsi
Universitas Sumatera Utara
d. Kemampuan diuji cobakan (Trailability) Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya. e. Kemampuan untuk diamati (Observability) Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Karakteristik terakhir inovasi adalah keteramatan. Rogers (1983) keteramatan didefinisikan sebagai "sejauh mana hasil dari suatu inovasi yang dilihat oleh orang lain". Serupa dengan keuntungan relatif, kompatibilitas, dan trailability, keteramatan juga berkorelasi positif dengan tingkat adopsi dari suatu inovasi. Secara ringkas, Rogers (2003) berpendapat bahwa inovasi relatif menawarkan keuntungan lebih, kompatibilitas, kesederhanaan, trailability, dan keteramatan akan diadopsi lebih cepat daripada inovasi lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Program Keluarga Berencana 2.2.1 Pengertian Program Keluarga Berencana Dalam kamus Barat pada umumnya, Family planning diartikan sebagai pembatasan kelahiran dan jarak antar anak. The American Heritage (2007) menyebutkan bahwa KB adalah suatu program untuk mengatur jumlah dan jarak anak dalam keluarga melalui penggunaan kontrasepsi atau metode pengaturan kelahiran lainnya WHO (2011) Dalam konteks Indonesia, definisi family planning dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Disebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peranserta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Dalam buku Pegangan Penyuluh Keluarga Berencana (BKKBN, 2004) disebutkan bahwa Program KB Nasional adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan
keluarga,
peningkatan
kesejahteraan
keluarga
untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera menuju keluarga berkualitas. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai penjabaran visi dan misi Pemerintah untuk kurun waktu 2004-2009, menyebutkan Program KB Nasional merupakan rangkaian pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas sebagai
Universitas Sumatera Utara
langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Pembangunan ini diarahkan sebagai upaya pengendalian kuantitas penduduk. Beberapa negara melaksanakan program KB dalam upaya mengurangi tingkat kelahiran dan mencegah ledakan penduduk. Di China, sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia, program KB mulai benar-benar diterapkan tahun 1970an. Program yang dicanangkan adalah: menunda perkawinan, menunda memunyai anak serta menjaga jarak kelahiran antar-anak. Slogannya adalah: satu anak itu baik, dua anak masih dapat diterima dan tiga anak itu terlalu banyak. Dengan menerapkan program KB, diperkirakan dapat menekan 300 juta kelahiran antara tahun 1970-1994 (Lie, 1998). Pada awalnya, masyarakat tradisional Cina lebih suka menikah muda, memunyai anak pada usia muda serta memunyai banyak anak. Mereka biasanya memunyai anak antara 5-6 orang. Dalam pandangan mereka, “lebih banyak anak berarti suatu kebahagiaan yang besar” (Lie, 1998). Meskipun secara formal disebutkan bahwa kaum perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki di bidang politik, ekonomi, sosial dan kehidupan keluarga, akan tetapi dalam kenyataannya beban kaum perempuan dalam program KB masih lebih berat. Tahun 1992, tingkat partisipasi KB mereka adalah 83,5 persen. Adapun sisanya adalah tingkat partisipasi laki-laki, yang berarti masih di bawah 20 persen. Alat kontrasepsi yang popular di kalangan laki-laki adalah vasektomi yang dipilih oleh sekitar 22,62 juta laki-laki. Kondisi ini tidak meningkat jauh. Partisipasi laki-laki dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang kompleks seperti sosial, ekonomi, politik dan terutama budaya. Kunci keberhasilan pelaksanaan KB mereka adalah pada
Universitas Sumatera Utara
tiga hal yang utama yakni: pendidikan, pelayanan regular dan penggunaan alat kontrasepsi. Di India, program KB dimulai tahun 1950-an, tetapi belum optimal. Akhir 1960-an, barulah dilakukan program besar-besaran untuk menurunkan kelahiran dari 41 per 1000 menjadi 20-25 per 1000 pada pertengahan tahun 1970-an. Kebijakan Kependudukan Nasional yang diadopsi tahun 1976
menyatakan perlunya
pengintegrasian antara program KB dengan tingkat kesejahteraan penduduk. Pembuat kebijakan berasumsi bahwa ukuran/jumlah keluarga yang terlalu besar adalah bagian dari kemiskinan, sehingga harus dikikis dengan strategi terintegrasi. Untuk itu, pendidikan tentang kependudukan dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum sekolah (Wikipedia, 2010). Di Malaysia, Family Planning dimulai sekitar 1950. Metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah pil. Menurut survei tahun 1957, sebanyak 31 persen perempuan di kota dan dua persen di desa menggunakan alat tersebut. Saat ini, kebutuhannya adalah: melatih petugas kesehatan, menginformasikan dan memotivasi keluarga untuk menerima KB, melanjutkan program pendididikan, mereformasi hukum anti aborsi, serta mengintegrasikan pelayanan KB dengan pelayanan kesehatan. Di Banglades yang pada tahun 2003 menjadi negara terpadat terbanyak ke-7 di dunia (sekitar 135 juta) yang hampir setengahnya miskin, program KB mulai dilaksanakan tahun 2003 dengan nama The Health Nutrition and Population Sector Program (HNPSP). Kebijakan program ini adalah meningkatkan jumlah petugas
Universitas Sumatera Utara
lapangan dan klinik-klinik pembantu yang menyediakan layanan KB serta kunjungan rumah ke rumah (Rob, 2006). Dari uraian di atas dapat dirangkum bahwa program KB merupakan salah satu solusi bagi negara-negara “besar” dalam upaya mengendalikan penduduk. Pelaksanaan program KB dilakukan oleh para petugas yang secara resmi diberi mandat untuk itu. Mereka adalah para pegawai negeri sipil baik yang berstatus sebagai penyuluh fungsional (yang disebut dengan Penyuluh KB/PKB) maupun bukan fungsional (yang disebut Petugas Lapangan Keluarga Berencana/PLKB). Keberhasilan penyuluhan KB pada periode awal pelaksanaannya tidak terlepas dari peran petugas lapangannya. Petugas Lapangan KB (PLKB) adalah tenaga penyuluh yang sejak awal perkembangan program KB telah sangat berjasa. Seiring dengan berkembangnya program, tugas mereka pun semakin berat. Tidak hanya mencari akseptor, tetapi juga harus melakukan pencatatan pelaporan, pendistribusian alat kontrasepsi ulangan, kegiatan gizi keluarga dan sebagainya. Tahun 1981, dijadikan Pegawai Negeri Sipil. Tahun 1988, status mereka dinaikkan menjadi pejabat fungsional. Bagi mereka yang tidak memenuhi persyarakat pendidikan, tidak bisa beralih menjadi tenaga fungsional, akan tetapi tetap memiliki tugas penyuluhan dan pelayanan KB. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/120/M.PAN/9/2004 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana dan Angka Kreditnya (BKKBN, 2004:3) menyebutkan bahwa Penyuluh KB (PKB) adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
kegiatan penyuluhan, pelayanan, evaluasi dan pengembangan Keluarga Berencana Nasional. Dengan kata lain, PKB adalah PLKB yang berstatus sebagai pejabat fungsional (BKKBN, 2002). Tugas pokok mereka adalah (1) melakukan penyuluhan KB Nasional dan (2) memberikan pelayanan KB. Kegiatan penyuluhan KB adalah kegiatan penyampaian informasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dan masyarakat guna mewujudkan keluarga berkualitas. Sedangkan pelayanan KB adalah pemberian fasilitas kepada keluarga dan masyarakat guna memenuhi
kebutuhannya
dalam
mewujudkan
keluarga
berkualitas.
Tugas
memberikan penyuluhan KB Nasional meliputi: persiapan penyuluhan, pelaksanaan penyuluhan dan pembinaan generasi muda. Adapun tugas pelayanan KB mencakup: persiapan pelayanan, pelaksanaan pelayanan dan pengembangan model pelayanan. 2.2.2 Alat Kontrasepsi KB Pria Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti ‘mencegah’ atau ‘melawan’ dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma tersebut (Hartanto, 2004). Pelayanan kontrasepsi
merupakan salah satu komponen dalam pelayanan
kependudukan/KB. Selain Pelayanan kontrasepsi juga terdapat komponen pelayanan kependudukan/KB lainnya seperti Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), konseling, pelayanan infertilitas, pendidikan seks (sex education), konsultasi pra-
Universitas Sumatera Utara
perkawinan dan konsultasi perkawinan, konsultasi genetik, tes keganasan dan adopsi (Depkes RI, 2005). Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah : a. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan b. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah kehamilan. Ada beberapa komponen dalam menentukan keektifan dari suatu metode kontrasepsi diantaranya adalah keefektifan teoritis, keefektifan praktis, dan keefektifan biaya. Keefektifan teoritis (theoritical effectiveness) yaitu kemampuan dari suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, apabila cara tersebut digunakan terus menerus dan sesuai dengan petunjuk yang diberikan tanpa kelalaian. Sedangkan keefektifan praktis (use effectiveness) adalah keefektifan yang terlihat dalam kenyataan di lapangan setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu yang mempengaruhi pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan lain-lain (Saifuddin, 2006). c. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya di masyarakat. Ada dua macam penerimaan terhadap kontrasepsi yakni penerimaan awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan lanjut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur,
Universitas Sumatera Utara
motivasi, budaya, sosial ekonomi, agama, sifat yang ada pada KB, dan faktor daerah (desa/kota). d. Terjangkau harganya oleh masyarakat e. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap. Alat kontrasepsi untuk pria yang ada sampai saat ini masih sangat terbatas yaitu kondom dan Medis Operasi Pria (MOP) biasa juga disebut vasektomi. a. Kondom Kondom adalah sarung karet tipis, cara kerjanya adalah dengan mencegah sperma bertemu dengan ovum. Secara teori tingkat efektivitas kondom sebesar 98 % namun dalam prakteknya hanya mencapai 85 % (Saifuddin, 2006). Kondom efektif jika digunakan secara benar tiap kali berhubungan. Namun efektivitasnya kurang jika dibandingkan metode pil, AKDR, suntikan KB. Keuntungan menggunakan alat kontrasepsi kondom adalah : (a) dapat dipakai sendiri, (b) dapat mencegah penularan penyakit kelamin, (c) tidak mempengaruhi kegiatan menyusui, (d) tidak mengganggu kesehatan, (e) tidak ada efek samping sistemik, (f) tersedia secara luas (toko farmasi dan toko-toko yang ada di masyarakat), (g) tidak perlu resep atau penilaian medis. Penggunan
kondom
sudah
lebih
mengemuka
namun
hambatan
pemasyarakatan kondom di kalangan pria karena masih adanya stigma negatif terhadap alat kontrasepsi tersebut, kesan bahwa kondom sebagai alat kontrasepsi yang tingkat kegagalannya tinggi, kurang enak dipakai, rumit penggunaannya dan sebagian
Universitas Sumatera Utara
di antara pria ada yang merasa jijik, terlebih kondom selama ini dianggap dekat dengan pandangan miring masyarakat seperti kondom identik dengan pelacuran, kenakalan pria, seks bebas dan sebagainya. b. Metode Operasi Pria (MOP) atau Vasektomi Program KB pria yang kini semakin marak digalakkan pemerintah dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk adalah terutama Metode Operasi Pria (MOP),
sebagai
bentuk
perubahan
paradigma
program
KB
adalah
pemotongan/pengikatan kedua saluran sperma laki-laki (vasektomi). Prinsip dasar dari vasektomi adalah bagaimana menjadikan pipa saluran spermatozoa atau sel benih vasa deferens pria agar betul-betul dibuat buntu. Operasi vasektomi sebagai metode mencegah pertemuan sel telur dengan sperma secara teori dan praktek mempunyai tingkat efektivitas 99,9 % dengan keuntungan paling efektif mengakhiri kesuburan selamanya (keberhasilan pembalikan tidak bisa dijamin). Metode vasektomi baik untuk pasangan yang: sudah yakin tidak ingin punya anak lagi, jika hamil akan membahayakan jiwanya serta menginginkan metode yang tidak mengganggu. Vasektomi dulu sebelum tahun 1990 dikenal dengan vasektomi konvensional, dimana dalam pelaksanaannya dapat memakan waktu 1 (satu) jam lebih. Namun sehubungan tuntutan masyarakat yang hidup di era globalisasi mempunyai gaya hidup yang berbeda dengan masyarakat di era sebelumnya. Saat ini segala sesuatu dituntut untuk lebih cepat dengan kualitas yang lebih baik. Selain kualitas yang baik, masyarakat juga menginginkan suatu kepuasan termasuk kenyamanan dalam setiap
Universitas Sumatera Utara
pelayanan, maka saat ini telah dikembangkan Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) yang merupakan inovasi teknik Vasektomi yang terbukti lebih cepat, lebih baik dan lebih sehat dibandingkan cara vasektomi yang terdahulu (Rahardjo, 1995). Vasektomi
Tanpa
Pisau
(VTP)
adalah
tindakan
pengikatan
vas
deferens/saluran sperma kiri dan kanan, sehingga pada waktu ejakulasi cairan mani yang keluar tidak lagi mengandung sperma, sehingga tidak terjadi kehamilan. Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1990 dan disambut dengan baik oleh kaum pria karena menurunkan derajat kengerian para pria terhadap pembedahan Vasektomi, dimana pada Vasektomi cara konvensional menggunakan pisau bedah sedangkan pada Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) tindakan dilakukan tanpa menggunakan pisau bedah (Rahardjo, 1995). Efek samping yang umum terjadi pada vasektomi adalah: infeksi dan epididimitis terjadi pada 1-2% pasien. Resiko keluhan pasca vasektomi yang paling sering berupa pembengkakan kantong buah zakar, selain rasa nyeri berkepanjangan di sekitar situ (post vasectomy pain syndrome). Pada nyeri yang berkepanjangan biasanya lantaran kondisi buah zakar memang sudah bermasalah sebelum vasektomi dilakukan. Mungkin sudah ada infeksi menahun di sana, kalau bukan ada tumor atau kanker buah zakar. Untuk mencegah yang tidak mengenakkan itu, sebaiknya kantong buah zakar diberikan kompres es dalam 24 jam pasca vasektomi, selain tetap memakai celana berpenyangga, dan pastikan tidak terinfeksi. Pembengkakan, muncul gejala merah meradang pada kantong buah zakar, berarti kemungkinan sudah terjadi infeksi di sana
Universitas Sumatera Utara
MOP merupakan salah satu bentuk sterilisasi permanent MOP ditolak banyak pria, sebahagian dari mereka merasa ada ego yang terampas ketika kemampuan reproduksinya dihambat dengan tindakan operasi pada tubuhnya sendiri .Kemampuan reproduksi bagi pria masih menjadi lambang kejantanannya sebagai pria .Banyak pria merasa takut bila menjadi peserta MOP atau vasektomi, karena pemahaman yang mengindentikkan MOP dengan kebiri. Selain itu pemahaman yang keliru seperti anggapan MOP dapat membuat impoten, menurunkan libido, membuat pria tidak bisa ejakulasi, atau MOP merupakan tindakan operasi yang menyeramkan. Muncul pula kekhawatiran para istri karena beranggapan suami yang vasektomi atau sterilisasi berpeluang lebih besar untuk menyeleweng. Adanya paradigma yang sudah mengakar dan sulit untuk mengubahnya berkaitan dengan budaya patriarki, yakni peran pria demikian besar dibanding wanita. Dengan demikian sesuatu yang berkenaan dengan mengubah atau mengurangi kemampuan pria, walau bersifat semu, akan berhadapan dengan stigma tersebut. Kemudian, masalah juga terjadi berkaitan dengan tabu, merupakan aib untuk menunjukkan alat kelamin didepan orang lain kecuali pasangan untuk melakukan hubungan sex. Memang ada pengecualian khusus jika berkaitan dengan perawatan medis untuk penyakit semacam disfungsi ereksi maupun penyakit yang berkenaan dengan kantung kemih (Azwar, 2005). Penelitian Ernayati (2007) menemukan bahwa alasan pria peserta KB aktif dalam melakukan KB adalah: (1) untuk menekan jumlah anak karena mereka telah memiliki anak lebih dari 3, (2) karena kesetaraan gender. Para pria yang melakukan
Universitas Sumatera Utara
KB disini ingin membuktikan urusan KB bukanlah semata-mata urusan perempuan tapi pria pun juga bisa ikut berpartisipasi dalam KB, (3) kesadaran para suami untuk ikut berpartisipasi dalam KB. Alasan pria memilih alat kontrasepsi bermacammacam, alasan memilih kondom karena harganya yang murah dan mudah dicari, sedangkan yang memilih vasektomi karena tingkat kegagalan dari vasektomi sangat tipis, selain itu tidak ada efek samping dan merasa aman dan nyaman ketika sedang melakukan aktifitas seksual. Dalam hal tindakan pria peserta KB aktif dalam memilih alat kontrasepsi pertama kali mereka memperoleh pengetahuan tentang KB dari PLKB Kelurahan, setelah itu yang mereka lakukan yaitu dengan mendatangi klinik KB untuk berkonsultasi mengenai alat kontrasepsi yang tepat untuk mereka apakah dengan kondom atau vasektomi. Setelah itu mereka melakukan tindakan dengan berpartisipasi dalam KB dengan kondom atau vasektomi. Hasil penelitian Suprihastuti (2000) menyatakan bahwa adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan ternyata berdampak positif terhadap penggunaan sesuatu alat kontrasepsi. Aksesibilitas pria terhadap informasi mengenai KB rendah karena masih terbatasnya informasi tentang peranan pria dalam KB dan KR; dan aksesibilitas pria terhadap sarana pelayanan kontrasepsi rendah. Dimana Puskesmas terdapat pelayanan KIA yang umumnya melayani Ibu dan Anak saja sehingga pria merasa enggan untuk konsultasi dan mendapat pelayanan, demikian pula terbatasnya jumlah sarana pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pria serta waktu buka sarana pelayanan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, tentang Pokok-pokok Kepegawaian, pengertian pegawai negeri didefinisikan atau dirumuskan sebagai berikut : “Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negara, atau diserahi tugas negara lainnya, dan gaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, yang termasuk dalam pegawai negeri ialah : Pegawai Negeri terdiri dari PNS (Pusat, Daerah), Anggota Tentara Nasional, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya mengenai kedudukan dan tugas Pegawai Negeri adalah sebagai aparatur pelaksana pemerintah dalam mencapai tujuan Nasional, menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan. Pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan, tetapi juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan,
atau
dengan
perkataan
lain
pemerintah
bukan
hanya
menyelenggarakan tertib pemerintahan, tetapi juga harus menyelenggarakan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak. Agar Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka ia harus mempunyai kesetiaan dan ketaatan penuh terhadap Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, sehingga dengan demikian dapat memusatkan segala perhatian dan pemikiran serta mengerahkan segala daya dan tenaganya untuk
Universitas Sumatera Utara
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pegawai negeri diharapkan memiliki gairah dan etos kerja, penuh inisiatif, dedikatif serta langkah-langkah positif guna mewujudkan prestasi kerja dan kariernya. Selain itu, pegawai negeri diharapkan dapat menjaga sikap mental dalam melaksanakan kedinasannya, serta dapat dijadikan suri tauladan atau panutan di tengah-tengah masyarakat. Kemudian tentang Kewajiban Pegawai Negeri disebutkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-IV disebutkan tugas pemerintah secara umum adalah memajukan kesejahteraan umum. Oleh karena pegawai negeri adalah aparatur pemerintah, maka bisa disebut bahwa pegawai negeri mempunyai tugas yang sangat penting, yakni : “melayani kepentingan umum” (public service). Selanjutnya PNS di BPPKB Kota Medan yang menjadi lokus penelitian secara khusus berfungsi membantu pemerintah dalam memberikan informasi tentang program dan pelayanan KB kepada masyarakat dan bukan hanya sebatas menjalankan tugas dan fungsinya semata, akan tetapi PNS pada BPPKB juga harus memiliki kesadaran individu sebagai orang yang siap untuk mengabdi kepada bangsa dan negara dalam mewujudkan program kependudukan, salah satu diantaranya adalah dengan ikut menjadi peserta program KB
Universitas Sumatera Utara
2.4 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan teori Rogers, 1983
COMMUNICATION CHANNEL PRIOR CONDITIONS
1. Previous practice 2. Felt needs/ problems 3. Innovatileness 4. Norms of the social systems
I. KNOW LEDGE
Characteristis of the Decision-Making unit 1 Socio-economic characteristic 2. Personality Variables 3. Communication behavior
II. PERSU ASION
III. DECI SION
Perceived Characteristic of the innovation 1 Relativity advantage 2. Compatibility 3. Complexity 4. Trialability 5. Observability
IV. IMPLE MENTATION
V. CONFIR MATION
1. Adoption
Continued Adoption Later Adoption
2. Rejection
Disconituance Continued Rejection
Gambar 5.1 A Model of stages in the innovation-decision process (Sumber: Rogers, 1983)
Mengacu kepada landasan teori di atas, maka penelitian ini fokus pada karakteristik inovasi yakni kompatibilitas. Kompatibilitas adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan pengalaman masa lalu, norma-norma yang berlaku dan kebutuhan adopter (Rogers, 1983). Sejalan dengan itu, kompatibilitas KB pria pada PNS akan mempengaruhi keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria. Kompatibilitas ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria seharusnya memberi kenyamanan bagi pengguna alat kontrasepsi KB Pria.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Konsep
KOMPATIBILITAS - Pengalaman Masa Lalu - Norma-Norma yang berlaku
Keputusan Adopsi Ide dan Alat Kontrasepsi KB Pria
- Kebutuhan adopter
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara