BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. PERSONAL HYGIENE 1.1. Defenisi personal hygiene Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Alimul, 2006). Personal hygiene adalah perawatan diri dimana individu mempertahankan kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta keterampilan (Mosby, 1994 dalam Pratiwi, 2008). Menurut Mubarak (2008) personal hygiene adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. Pemenuhan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan personal hygiene ini diperlukan baik pada orang sehat maupun pada orang sakit. Praktik personal hygiene bertujuan untuk peningkatan kesehatan dimana kulit merupakan garis tubuh pertama dari pertahanan melawan infeksi. Dengan implementasi tindakan hygiene pasien, atau membantu anggota keluarga untuk melakukan tindakan itu maka akan menambah tingkat kesembuhan pasien (Potter & Perry, 2005). 1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene Menurut Potter dan Perry (2005), sikap seseorang melakukan personal hygiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain: Citra tubuh (Body Image) penampilan umum pasien dapat menggambarkan pentingnya personal hygiene pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep
Universitas Sumatera Utara
subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Personal hygiene yang baik akan mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu (Stuart & Sudeen, 1999 dalam setiadi, 2005). Citra tubuh dapat berubah, karena operasi, pembedahan atau penyakit fisik maka perawat harus membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan hygiene dimana citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Body image seseorang berpengaruhi dalam pemenuhan personal hygiene karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya. Praktik sosial kelompok-kelompok sosial wadah seorang pasien berhubungan dapat mempengaruhi bagaimana pasien dalam pelaksanaan praktik personal hygiene. Perawat harus menentukan apakah pasien dapat menyediakan bahan-bahan yang penting seperti deodorant, sampo, pasta gigi, dan kosmetik. Perawat juga harus menentukan jika penggunaan dari produk-produk ini merupakan bagian dari kebiasaan sosial yang dipraktekkan oleh kelompok sosial pasien. Status sosial ekonomi menurut Friedman (1998) dalam Pratiwi (2008), pendapatan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk menyediakan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang hidup dan kelangsungan hidup keluarga. Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkatan praktik personal hygiene. Untuk melakukan personal hygiene yang baik dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, seperti kamar mandi, peralatan mandi, serta perlengkapan mandi yang cukup (mis. sabun, sikat gigi, sampo, dll). Pengetahuan pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting, karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik hygiene.
Universitas Sumatera Utara
Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup, pasien juga harus termotivasi untuk memelihara personal higiene. Individu dengan pengetahuan tentang pentingnya personal higene akan selalu menjaga kebersihan dirinya untuk mencegah dari kondisi atau keadaan sakit (Notoatmodjo, 1998 dalam pratiwi, 2008). Kebudayaan kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi kemampuan perawatan personal higiene. Seseorang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda, mengikuti praktek perawatan personal higiene yang berbeda. Keyakinan yang didasari kultur sering menentukan defenisi tentang kesehatan dan perawatan diri. Dalam merawat pasien dengan praktik higiene yang berbeda, perawat menghindari menjadi pembuat keputusan atau mencoba untuk menentukan standar kebersihannya (Potter & Perry, 2005). Kebiasaan dan kondisi fisik seseorang setiap pasien memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut. Orang yang menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi seringkali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan personal higiene. Seorang pasien yang menggunakan gips pada tangannya atau menggunakan traksi membutuhkan bantuan untuk mandi yang lengkap. Kondisi jantung, neurologis, paru-paru, dan metabolik yang serius dapat melemahkan atau menjadikan pasien tidak mampu dan memerlukan perawatan personal higiene total.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Macam-Macam Personal Hygiene dan Manfaatnya Pemeliharaan personal hygiene berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki personal hygiene baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung, dan telinga, kaki dan kuku, genitalia, serta kebersihan dan kerapihan pakaiannya. Menurut Potter dan Perry (2005) macam-macam personal hygiene dan tujuannya adalah: Perawatan kulit kulit merupakan organ aktif yang berfungsi sebagai pelindung dari berbagai kuman atau trauma, sekresi, eksresi, pengatur temperature, dan sensasi, sehingga diperlukan perawatan yang adekuat dalam mempertahankan fungsinya. Kulit memiliki 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis, dan subkutan. Ketika pasien tidak mampu atau melakukan perawatan kulit pribadi maka perawat memberikan bantuan atau mengajarkan keluarga bagaimana melaksanakan personal higiene. Seorang pasien yang tidak mampu bergerak bebas karena penyakit akan beresiko terjadinya kerusakan kulit. Bagian badan yang tergantung dan terpapar tekanan dari dasar permukaan tubuh (misalnya matrasi gips tubuh atau lapisan linen yang berkerut), akan mengurangi sirkulasi pada bagian tubuh yang terkena sehingga dapat menyebabkan dekubitus. Pelembab pada permukaan kulit merupakan media pertumbuhan bakteri dan menyebabkan iritasi lokal, menghaluskan sel epidermis, dan dapat menyebabkan maserasi kulit. Keringat, urine, material fekal berair, dan drainase luka dapat mengakumulasikan pada permukaan kulit dan akan menyebabkan kerusakan kulit dan
Universitas Sumatera Utara
infeksi. Pasien yang menggunakan beberapa jenis alat eksternal pada kulit seperti gips, baju pengikat, pembalut, balutan, dan jaket ortopedik dapat menimbulkan tekanan atau friksi terhadap permukaan kulit sehinggga menyebabkan kerusakan kulit. Tujuan perawatan kulit adalah pasien akan memiliki kulit yang utuh, bebas bau badan, pasien dapat mempertahankan rentang gerak, merasa nyaman dan sejahtera, serta dapat berpartisifasi dan memahami metode perawatan kulit. Mandi memandikan pasien merupakan perawatan higienis total. Mandi dapat dikategorikan sebagai pembersihan atau terapeutik. Mandi ditempat tidur yang lengkap diperlukan bagi pasien dengan ketergantungan total dan memerlukan personal higiene total. Keluasan mandi pasien dan metode yang digunakan untuk mandi berdasarkan pada kemampuan fisik pasien dan kebutuhan tingkat hygiene yang dibutuhkan. Pasien yang bergantung dalam pemenuhan kebutuhan personal higiene, terbaring ditempat tidur dan tidak mampu mencapai semua anggota badan dapat memperoleh mandi sebagian di tempat tidur. Tujuan memandikan pasien di tempat tidur adalah untuk menjaga kebersihan tubuh, mengurangi infeksi akibat kulit kotor, memperlancar sistem peredaran darah, dan menambah kenyamanan pasien. Mandi dapat menghilangkan mikroorganisme dari kulit serta sekresi tubuh, menghilangkan bau tidak enak, memperbaiki sirkulasi darah ke kulit, dan membuat pasien merasa lebih rileks dan segar. Pasien dapat dimandikan setiap hari di rumah sakit. Namun, bila kulit pasien kering, mandi mungkin dibatasi sekali atau dua kali seminggu sehingga tidak akan menambah kulit menjadi kering. Perawat atau anggota keluarga mungkin perlu membantu pasien berjalan ke kamar mandi atau kembali dari kamar mandi. Perawat atau anggota keluarga harus ada untuk membantu pasien
Universitas Sumatera Utara
mengguyur atau mengeringkan bila perlu atau mengganti pakaian bersih setelah mandi. Kadang pasien dapat mandi sendiri di tempat tidur atau mereka memerlukan bantuan dari perawat atau anggota keluarga untuk memandikan bagian punggung atau kakinya. Kadang pasien tidak dapat mandi sendiri dan perawat atau anggota keluarga memandikan pasien di tempat tidur. Hygiene mulut pasien immobilisasi terlalu lemah untuk melakukan perawatan mulut, sebagai akibatnya mulut menjadi terlalu kering atau teriritasi dan menimbulkan bau tidak enak. Masalah ini dapat meningkat akibat penyakit atau medikasi yang digunakan pasien. Perawatan mulut harus dilakukan setiap hari dan bergantung terhadap keadaan mulut pasien. Gigi dan mulut merupakan bagian penting yang harus dipertahankan kebersihannya sebab melalui organ ini berbagai kuman dapat masuk. Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi, gusi, dan bibir, menggosok membersihkan gigi dari partikel – partikel makanan, plak, bakteri, memasase gusi, dan mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasa yang tidak nyaman. Beberapa penyakit yang mungkin muncul akibat perawatan gigi dan mulut yang buruk adalah karies, gingivitis (radang gusi), dan sariawan. Hygiene mulut yang baik memberikan rasa sehat dan selanjutnya menstimulasi nafsu makan. Tujuan perawatan hygiene mulut pasien adalah pasien akan memiliki mukosa mulut utuh yang terhidrasi baik serta untuk mencegah penyebaran penyakit yang ditularkan melalui mulut (misalnya tifus, hepatitis), mencegah penyakit mulut dan gigi, meningkatkan daya tahan tubuh, mencapai rasa nyaman, memahami praktik hygiene mulut dan mampu melakukan sendiri perawatan hygiene mulut dengan benar.
Universitas Sumatera Utara
Perawatan mata, hidung, dan telinga perhatian khusus diberikan untuk membersihkan mata, hidung, dan telinga selama pasien mandi. Secara normal tidak ada perawatan khusus yang diperlukan untuk mata karena secara terus – menerus dibersihkan oleh air mata, kelopak mata dan bulu mata mencegah masuknya partikel asing kedalam mata. Normalnya, telinga tidak terlalu memerlukan pembersihan. Namun, pasien dengan serumen yang terlalu banyak telinganya perlu dibersihlkan baik mandiri pasien atau dilakukan oeh perawat dan keluarga. Hygiene telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran. Bila benda asing berkumpul pada kanal telinga luar, maka akan mengganggu konduksi suara. Hidung berfungsi sebagai indera penciuman, memantau temperature dan kelembapan udara yang dihirup, serta mencegah masuknya partikel asing ke dalam sistem pernapasan. Pasien yang memiliki keterbatasan mobilisasi memerlukan bantuan perawat atau anggota keluarga untuk melakukan perawatan mata, hidung, dan telinga. Tujuan perawatan mata, hidung, dan telinga adalah pasien akan memiliki organ sensorik yang berfungsi normal, mata, hidung, dan telinga pasien akan bebas dari infeksi, dan pasien akan mampu melakukan perawatan mata, hidung, dan telinga sehari – hari. Perawatan rambut penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau ketidakmampuan mencegah seseorang untuk memelihara perawatan rambut seharisehari. Menyikat, menyisir dan bersampo adalah cara-cara dasar higienis perawatan rambut, distribusi pola rambut dapat menjadi indikator status kesehatan umum, perubahan hormonal, stress emosional maupun fisik, penuaan, infeksi dan penyakit
Universitas Sumatera Utara
tertentu atau obat obatan dapat mempengaruhi karakteristik rambut. Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi sebagai proteksi serta pengatur suhu, melalui rambut perubahan status kesehatan diri dapat diidentifikasi. Penyakit atau ketidakmampuan menjadikan pasien tidak dapat memelihara perawatan rambut sehari – hari. Pasien immobilisasi rambutnya cenderung terlihat kusut. Menyikat, menyisir, dan bersampo merupakan dasar higyene rambut untuk semua pasien. Pasien juga harus diizinkan bercukur bila kondisi mengizinkan. Pasien yang mampu melakukan perawatan diri harus dimotivasi untuk memelihara perawatan rambut sehari – hari. Sedangkan pada pasien yang memiliki keterbatasan mobilisasi memerlukan bantuan perawat atau keluarga pasien dalam melakukan higyene rambut. Tujuan perawatan rambut adalah pasien akan memiliki rambut dan kulit kepala yang bersih dan sehat, pasien akan mencapai rasa nyaman dan harga diri, dan pasien dapat berpartisifasi dalam melakukan praktik perawatan rambut. Perawatan kaki dan kuku kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian khusus untuk mencegah infeksi, bau, dan cedera pada jaringan. Tetapi seringkali orang tidak sadar akan masalah kaki dan kuku sampai terjadi nyeri atau ketidaknyamanan. Menjaga kebersihan kuku penting dalam mempertahankan personal hygiene karena berbagai kuman dapat masuk kedalam tubuh melalui kuku. Oleh sebab itu, kuku seharusnya tetap dalam keadaan sehat dan bersih. Perawatan dapat digabungkan selama mandi atau pada waktu yang terpisah. Tujuan perawatan kaki dan kuku adalah pasien akan memiliki kulit utuh dan permukaan kulit yang lembut, pasien merasa nyaman dan bersih, pasien akan memahami dan melakukan metode perawatan kaki dan kuku dengan benar.
Universitas Sumatera Utara
Perawatan genitalia perawatan genitalia merupakan bagian dari mandi lengkap. Pasien yang paling butuh perawatan genitalia yang teliti adalah pasien yang beresiko terbesar memperoleh infeksi. Pasien yang mampu melakukan perawatan diri dapat diizinkan untuk melakukannya sendiri. Perawat mungkin menjadi malu untuk memberikan perawatan genitalia, terutama pada pasien yang berlainan jenis kelamin. Dapat membantu jika memiliki perawat yang sama jenis kelamin dengan pasien dalam ruangan pada saat memberikan perawatan genitalia. Tujuan perawatan genitalia adalah untuk mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan kebersihan genitalia, meningkatkan kenyamanan serta mempertahankan personal higiene. 1.4. Jenis personal hygiene berdasarkan waktu pelaksanaannya Menurut Alimul (2006) personal hygiene berdasarkan waktu pelaksanaannya dibagi menjadi empat yaitu: Perawatan dini hari merupakan personal hygiene yang dilakukan pada waktu bangun tidur, untuk melakukan tindakan untuk tes yang terjadwal seperti dalam pengambilan bahan pemeriksaan (urine atau feses), memberikan pertolongan seperti menawarkan bedpan atau urinal jika pasien tidak mampu ambulasi , mempersiapkan pasien dalam melakukan sarapan atau makan pagi dengan melakukan tindakan personal hygiene, seperti mencuci muka, tangan, menjaga kebersihan mulut, . Perawatan pagi hari merupakan personal hygiene yang dilakukan setelah melakukan sarapan atau makan pagi seperti melakukan pertolongan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAB / BAK), mandi atau mencuci rambut, melakukan perawatan kulit, melakukan pijatan pada punggung, membersihkan mulut,
Universitas Sumatera Utara
kuku, rambut, serta merapikan tempat tidur pasien. Hal ini sering disebut sebagai perawatan pagi yang lengkap. Perawatan siang hari merupakan personal hygiene yang dilakukan setelah melakukan berbagai tindakan pengobatan atau pemeriksaan dan setelah makan siang dimana pasien yang dirawat di rumah sakit seringkali menjalani banyak tes diagnostik yang melelahkan atau prosedur di pagi hari. Berbagai tindakan personal hygiene yang dapat dilakukan, antara lain mencuci muka dan tangan, membersihkan mulut, merapikan tempat tidur, dan melakukan pemeliharaan kebersihan lingkungan kesehatan pasien. Perawatan menjelang tidur merupakan personal hygiene yang dilakukan pada saat menjelang tidur agar pasien relaks sehingga dapat tidur atau istirahat dengan tenang. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAB / BAK), mencuci tangan dan muka, membersihkan mulut, dan memijat daerah punggung. 1.5. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene Menurut Tarwoto (2004) dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene adalah Dampak fisik banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya personal higiene dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku. Dampak psikososial masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene pada pasien immobilisasi adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.
Universitas Sumatera Utara
2. IMMOBILISASI 2.1. Defenisi immobilisasi Immobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan atau aktivitas (Alimul, 2006). Konsep immobilisasi merupakan hal relatif dalam arti tidak saja kehilangan pergerakan total tetapi juga terjadi penurunan aktifitas dari normalnya. Pada keadaan immobilisasi, pasien tidak dapat menghindari pembatasan gerakan pada setiap aspek kehidupan (Potter dan Perry, 2005). Dalam hubungannya dengan perawatan pasien, maka immobilisasi adalah keadaan dimana pasien berbaring lama ditempat tidur, tidak dapat secara bebas karena kondisi yang mengganggu atau aktivitas. Pada pasien immobilisasi yang mengalami tirah baring yang lama, maka makin besar kemungkinan untuk mengalami komplikasi karena kurang pergerakan. Penyebab immobilisasi antara lain: trauma, fraktur pada ekstremitas, kecacatan dan sebagainya (Asmadi, 2008). 2.2. Jenis Immobilisasi Menurut Alimul (2006) secara umum ada beberapa keadaan immobilitas yang dialami pasien yaitu Immobilitas fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan, dan pasien post operasi fraktur, immobilitas intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit misalnya pasien yang ,mengalami tumor otak
Universitas Sumatera Utara
atau kanker otak, immobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai, dan immobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial. Sebagai contoh pasien yang mengalami kecacatan pada anggota tubuhnya karena kecelakaan, dan pasien yang mengalami gangguan jiwa. 2.3. Efek dari Immobilisasi Menurut Asmadi (2008) ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan akibat immobilisasi fisik antara lain: Sistem integument immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit, seperti abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada immobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehinggga terjadi iskemik pada jaringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk. Immobilitas merupakan faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan (dekubitus) (Yunita, 2007). Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu Rumah Sakit di Pontianak juga menunjukkan bahwa immobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan (dekubitus).
Universitas Sumatera Utara
Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh immobilisasi. Ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri), peningkatan beban kerja jantung (jika beban kerja jantung meningkat maka konsumsi oksigen juga meningkat. Jika immobilisasi meningkat maka curah jantung menurun, penurunan efisiensi jantung yang lebih lanjut dan peningkatan beban kerja), dan pembentukan thrombus (akumulasi trombosit, fibrin, faktor - faktor pembekuan darah, dan elemen sel – sel darah yang menempel pada dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang – kadang menutup lumen pembuluh darah). Sistem respirasi immobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat immobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehinggga mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru. Sistem perkemihan immobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi urine. Dalam kondisi normal urine mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu ke bladder yang disebabkan adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi terlentang, ginjal dan ureter berada pada posisi yang sama sehingga urine tidak dapat melewati ureter dengan baik (urine menjadi statis). Akibatnya urine banyak tersimpan dalam pelvis renal. Kondisi ini berpotensi tinggi untuk menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih.
Universitas Sumatera Utara
Sistem muskuloskletal pengaruh immobilisasi pada sistem muskuloskletal meliputi gangguan mobilisasi permanen. Immobilisasi mempengaruhi otot pasien, menyebabkan penurunan massa otot (atropi otot) sebagai akibat dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya aktivitas sehingga mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya memburuknya koordinasi pergerakan. Pengaruh lain dari immobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi. Sistem neurosensoris dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata pada pasien immobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan gangguan syaraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut menyebabkan pasien tidak dapat menggerakkan bagian bagian anggota tubuh yang distal dari gips, mengeluh terjadi sensasi yang berlebihan atau berkurang, dan timbul rasa nyeri yang hebat. Perubahan
perilaku
immobilisasi
menyebabkan
respon
emosional,
intelektual, sensori dan sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. Perubahan emosional yang peling umum adalah perubahan perilaku sebagai akibat immobilisasi, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, menurunnya perhatian serta kemampuan terhadap pemeliharaan kebersihan diri.
Universitas Sumatera Utara
3. FRAKTUR 3.1. Defenisi fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Brunner & Suddarth, 2002). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995 dalam Suharto, 2007). Fraktur adalah terputusnya kontiniutas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret & Bryant, 1990 dalam Suharto 2007). 3.2. Etiologi Etiologi dari fraktur antara lain kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring, kekerasan tidak langsung kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan, dan kekerasan akibat tarikan otot patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, atau penarikan. 3.3. Klasifikasi fraktur Berdasarkan
sifat
fraktur
(luka
yang
ditimbulkan)
maka
fraktur
diklasifikasikan menjadi dua yaitu fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
Universitas Sumatera Utara
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi, dan fraktur terbuka (open / compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan maka fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang, dan fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma maka fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur tranversal yaitu fraktur yang arah melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung, fraktur oblik yaitu fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi (langsung), fraktur spiral yaitu fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi, fraktur kompresi yaitu fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kearah permukaan lain, dan fraktur avulse yaitu fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. Sedangkan berdasarkan jumlah garis patah maka fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur komunitif yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan, fraktur segmental yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan, dan fraktur multiple yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
Universitas Sumatera Utara
3.4. Manifestasi klinis Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, deformitas (kelainan bentuk), krepitasi (suara berderik), bengkak, peningkatan temperature lokal, pergerakan abnormal, echymosis (perdarahan sub kutan yang lebar - lebar), dan kehilangan fungsi. 3.5. Prinsip penatalaksanaan fraktur Cara konservatif dilakukan pada anak – anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinyan pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi, dan cara operatif / pembedahan pada saat ini metode pelaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami
cedera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomic menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen – fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen – fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat – alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku. 3.6. Pasien immobilisasi post operasi fraktur Hari pertama post operasi fraktur (anastesi spinal) tidak dianjurkan duduk, pasien masih mengalami nyeri, karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan menjadi berkurang termasuk dalam kemampuan pasien untuk pelaksanaan pemenuhan personal higiene, sehingga kebutuhan pasien perlu banyak
Universitas Sumatera Utara
dibantu oleh perawat atau keluarga, sehingga perlu dipertimbangkan toleransi pasien melakukan aktivitas. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik. Reduksi dan immobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. partisifasi dalam aktivitas hidup sehari – hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Masa penyembuhan biasanya memerlukan waktu 3 – 12 minggu, tetapi pada usia lanjut atau status kesehatan yang buruk mungkin diperlukan waktu yang lebih lama (Brunner & Suddarth, 2002).
Universitas Sumatera Utara