BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan Boiler merupakan peralatan yang digunakan untuk mengkonversi air menjadi uap (steam) untuk berbagai keperluan. Air pada tekanan atmosfir dipanaskan menjadi uap
maka volumenya akan meningkat sekitar 1600 kali, menghasilkan kekuatan yang hampir sama
dengan bahan peledak seperti gunpowder. Oleh karena itu boiler
merupakan peralatan yang harus diperlakukan dengan seksama [6]. Komponen boiler yang beroperasi pada temperatur tinggi akan gagal jika kondisi operasi berfluktuasi, desain yang kurang baik, kesalahan fabrikasi, dan pemilihan material yang kurang tepat. Pada temperatur tinggi, suatu komponen akan dihadapkan pada dua masalah utama yang cenderung memperlemah komponen itu sendiri. Pertama, kekuatan yang cenderung menurun seiring dengan naiknya temperatur. Kedua, terjadinya thermal stress akibat ekspansi yang dihalangi, baik oleh bentuk geometri, kerena dikonstrain, atau karena adanya gradien temperatur [5]. Analisa kegagalan merupakan suatu investigasi yang konprehensif untuk menemukan mekanisme kejadian kegagalan dan penyebabnya. Uji simulasi membuka jalan lebih lanjut penyelidikan penyebab kegagalan, terutama pada struktur dengan geometri dan atau pembebanan yang kompleks. Hal penting adalah kesesuaian dan koneksi sistematis dari semua data, baik yang diperoleh di lapangan maupun data hasil pengujian dan simulasi. 8 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
2.2. Review Literatur Pada penelitian ini, program Ansys Workbench digunakan untuk menganalisa thermal stress pada tube superheater dengan mengkombinasikan antara beban termal dan mekanik. Oleh karena itu, untuk mempelajari kegagalan komponen boiler, dan khususnya thermal stress pada tube superheater, beberapa literatur yang berkenaan telah dipelajari, antara lain adalah: J. Dobrzanski et al. [2], mempelajari sifat mekanik komponen boiler (lowalloy steel) yang telah lama beroperasi dengan menguji komponen melebihi 100 ribu jam dan mengamati struktur mikro dengan Scanning Electron Microscope (SEM). X-Ray Diffraction Phase Analysis digunakan untuk mengamati proses presipitasi. Hasil menunjukkan adanya korelasi antara presipitasi karbida pada struktur mikro dengan umur pemakaian komponen. Juga struktur mikro dan fasa logam mengalami degradasi selama pemakaian sehingga dapat menurunkan sifat mekanik komponen. O. M. Al-Habahbeh et al. [7], mempelajari thermal stress dan mengestimasi umur pada silinder akibat beban kombinasi termal dan mekanik. Pada penelitian ini, model dikembangkan dengan Ansys Workbench dengan melibatkan simulasi Computational Fluid Dynamic (CFD) dalam menentukan koefisien perpindahan panas. Model dimesh dengan CFX-Mesh, kondisi batas dengan CFX-Pre, termal pada kondisi steady dan transient diselesaikan dengan CFX-Solver, dan hasil diperoleh dengan CFX-Post. Hasil simulasi menunjukkan fluks panas baik internal atau eksternal dapat menimbulkan gradien temperatur pada silinder. Turbulensi aliran dapat mempengaruhi besarnya thermal stress, kemudian
thermal stress yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
didasarkan pada aliran transient lebih dominan dibandingkan dengan aliran steady. Terakhir, thermal stress yang diterima oleh komponen dapat memperpendek masa pakai komponen tersebut. I. Nonaka [8], mempelajari kerusakan-kerusakan yang sering terjadi pada header dan cara untuk menginspeksinya. Penelitian ini didasarkan pada kenyataan bahwa komponen boiler di Jepang pada umumnya dapat beroperasi melebihi umur desain, walaupun tanpa mengabaikan faktor efesiensi dan keselamatan. Sistem inspeksi yang didukung oleh peralatan canggih, seperti penggunaan sensor dan kamera pemantau sehingga dapat memonitor kerusakan sejak dini. Dari penelitian ini didapat bahwa kerusakan yang paling potensial pada header adalah kerusakan pada daerah lasan. Nakoneczny, G.J & Schultz, C.C. [9], mempelajari header yang beroperasi pada temperatur melebihi 900°F (482°C) dan material SA-335 P 11 (1¼Cr-½Mo). Metode analisa yang digunakan adalah survey, eksperimental, dan dengan simulasi numerik. Dari beberapa kasus kerusakan pada header yang diteliti menunjukkan bahwa kerusakan yang paling dominan adalah kerusakan lasan. Hasil menunjukkan bahwa dengan penelitian, pengujian material, simulasi numerik, dan inpeksi rutin dapat meminimalisir kegagalan komponen dimasa yang akan datang. Viswanathan, R & Stringer, J. [10], mempelajari kerusakan komponen boiler, khususnya header yang didominasi oleh kerusakan lasan. Pada penelitian ini kerusakan pada daerah lasan dibagi menjadi empat tipe, masing-masing tipe menjelaskan fenomena kerusakan dalam kaitannya dengan struktur mikro lasan pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
daerah Heat Affected Zone (HAZ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Non Destructive Evalution (NDE) dan inpeksi berkelanjutan dapat meminimalisir kegagagalan komponen boiler. A. Kandil et al. [11], mempelajari thermal stress pada silinder berdinding tebal (thick-wall cylinder) akibat laju aliran panas transient dan tekanan internal. Kondisi batas yang dipakai adalah distribusi temperatur time-dependent, regangan longitudinal dianggap nol, dan temperatur luar adalah temperatur ambien. Dengan mengaplikasikan hal tersebut di atas, dapat diamati thermal stress dan tegangan efektif (von-Mises). Hasil menunjukkan tegangan efektif selalu terjadi pada bagian dalam silinder yang terjadi pada beban start-up. Variasi waktu hingga mencapai kondisi steady dipengaruhi oleh diameter silinder dan waktu pemanasan. Behera, P. [12], mempelajari perpindahan panas konduksi transient pada silinder dan slab dengan mengadopsi sistem lumped (distribusi temperatur merupakan fungsi waktu), modifikasi Biot Number dan menggunakan metode pendekatan polynomial untuk mengamati distribusi temperatur pada slab dan silinder. Hasil analisa menunjukkan kecocokan jika dibandingkan dengan dengan kajian teoritis dan numerik sebelumnya. Biot Number memainkan peranan yang penting dalam mendapatkan distribusi temperatur transient pada slab dan silinder Kumar, R. [13], menganalisa termo-elastisitas transient pada rem dengan menggunakan program ANSYS. Model rem yang dianalisa dengan menggabungkan analisa termal dan mekanikal. Kondisi batas dan kondisi inisial yang menunjukkan karakteristik kontak dan perpindahan panas pada aplikasi pengereman. Pengaruh sifat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
material, terutama koefisien perpindahan panas dan modulus elastisitas, dan juga ketidakstabilan pada saat pengereman termasuk hal yang dianalisa. Hasil simulasi menunjukkan distribusi tegangan tangensial lebih besar dibanding dengan tegangan tekan, sehingga tegangan ini dapat dijadikan acuan dalam analisa kerusakan rem. Juga efek gesekan material dapat mempengaruhi koefisien perpindahan panas dan modulus elastisitas material itu sendiri. Latfi R., & Moawiah S. [14], melakukan studi kasus pada kegagalan tube superheater SA-213 T2 (tebal 5,6 mm) akibat deformasi lasan pelat diaphragms dalam header. Tahap pertama perbaikan dilakukan dengan mengganti tube yang gagal dengan tube lain yang dianggap sama yaitu SA-213 T22 (tebal 4,8 mm). Setelah dilakukan perbaikan dan boiler diuji coba, maka tube yang telah diganti kembali gagal. Kemudian diputuskan untuk memotong dua kolom tube yang gagal, dan dijumpai posisi diaphragms telah bergeser. Perbaikan pada diaphragms dilakukan dengan memotong header pada dua sisi hingga memudahkan tangan masuk, kemudian posisi diaphragms ditempatkan pada posisi semula dan dilas. Penutupan lubang dilakukan dengan pengelasan dan dicek dengan dye penetrant test. Untuk perbaikan yang terakhir ini, dua kolom tube yang sudah dipotong juga ditutup dengan plug-insitu. Hasil uji coba setelah perbaikan terakhir menunjukkan kondisi superheater yang aman dengan performansi yang dapat diterima. Metallurgical Technologies, Inc., P.A. [15], menguji tube superheater SA-213 T11 yang gagal dan sudah digunakan selama 6 hingga 8 tahun. Bentuk kegagalan adalah short-term overheating. Pengujian dilakukan dengan Energy Dispersive x-ray
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
Spectroscopy (EDS). Hasil pengujian didapati bahwa struktur mikro dan lapisan scale
menunjukkan tube beroperasi diatas temperatur desain. Juga tube telah mengalami beberapa kali overheating dan setidaknya dari beberapa kali kejadian tersebut tube pernah menerima temperatur melebihi 1350°F (732°C). Hal ini ditandai dengan adanya dua tipe karbida pada bagian internal. Satu tipe karbida berbentuk aglomerat sepanjang batas butir, dan tipe lainnya bergerombol pada pada struktur mikro halus. Adanya dua tipe karbida ini menunjukkan bahwa tube telah beroperasi atau pernah menerima beban temperatur yang melebihi batas kritis bawah temperatur transformasinya. V. Radu et al. [16], mempelajari termo-elastisitas pada silinder dengan kondisi batas temperatur time-dependent. Adapun langkah-langkah analisa adalah; pertama, menggunakan transformasi finite Hankel untuk distribusi temperatur pada dinding silinder. Kedua, menyelesaikan solusi analitis untuk distribusi temperatur transient pada dinding silinder. Ketiga, komponen tegangan termal dan perpindahan diperoleh pada silinder dengan menggunakan kasus satu dimensi. Terakhir, hasil simulasi
dibandingkan
dengan
jurnal-jurnal
terdahulu
yang
menganalisa
permasalahan yang sama. Verifikasi hasil dilakukan dengan program ABAQUS. K. Abrinia et al. [17], mempelajari pembebanan kombinasi antara termal dan mekanikal pada Functionally Graded Materials (FGM), kemudian dihitung solusi analitis menggunakan metode elemen hingga, dengan kondisi batas modulus elastisitas dan koefisien ekspansi termal bervariasi pada dinding silinder, sedangkan rasio Poison konstan. Efek pembebanan kombinasi dianalisa mengacu pada parameter
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14 non dimensi β. Hasil simulasi tegangan versus radius pada beberapa harga β menunjukkan harga β yang ideal dapat diperoleh dengan kondisi batas tertentu. Poworoznek, P.P. [18], mempelajari fenomena termo-mekanikal pada silinder yang menerima beban kombinasi dengan menggunakan program ABAQUS. Simulasi menggunakan konsep 2D pada segmen silinder ukuran 3 inci (76.2 mm), dan material yang diuji adalah ASTM-A36. Analisa pertama pada solusi elastis, dengan membandingkan hasil antara formulasi silinder berdinding tipis dengan silinder berdinding
tebal.
Kemudian
dikombinasikan
dengan
beban
termal.
Hasil
menunjukkan korelasi yang baik antara analitis dan simulasi. Pada deformasi plastis diasumsikan tidak terjadinya strain hardening, sehingga model material elastis-plastis dipilih elastic-perfecly plastic. A. B.Ayob et al. [19], mempelajari desain yang optimal pada thick-wall cylinder yang menerima tekanan internal, yaitu dengan mengamati pengaruh tegangan sisa pada dinding silinder setelah beban ditiadakan. Terdapat tiga skenario yang menjadi variabel penelitian ini. Pertama, autofrettege process. Pada proses ini tekanan internal yang besar diberikan pada bagian dalam silinder. Setelah beban dihilangkan, tegangan sisa pada dinding silinder diamati. Kedua, optimum autofrettege, yaitu dengan tekanan dan radius autofrettege, dan ketiga, full autofrettege, yaitu radius autofrettege sama dengan radius silinder. Hasil menunjukkan pada pembebanan maksimum tidak ada kecocokan dengan proses dijadikan variabel. Full autofrettege sesuai jika mulur pada bagian dalam silinder dibatasi. Optimum autofrettege sesuai jika tegangan equivalen minimum dicapai.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
2.3. Package Boiler Boiler merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk mengkonversi air menjadi uap untuk berbagai keperluan. Sedangkan package boiler, seperti tampak pada gambar 2.1 merupakan tipe boiler yang sudah tersedia sebagai paket lengkap. Pada saat dikirim ke pabrik hanya memerlukan pipa uap, pipa air, suplai bahan bakar dan sambungan listrik untuk dapat beroperasi [6]. Kelebihan package boiler antara lain adalah: 1. Kecilnya
ruang
pembakaran
dan
tingginya
panas
yang
dilepas
menghasilkan penguapan yang lebih cepat. 2. Banyaknya jumlah pipa yang berdiameter kecil membuatnya memiliki tingkat efesiensi termisnya yang lebih baik.
Gambar 2.1. Package boiler (Babcock & Wilcox)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
2.3.1. Skema package boiler Gambar 2.2 menjelaskan skema package boiler dalam mengkonversi air menjadi uap yang siap digunakan. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Boiler feed water memompa fluida cair (temperatur 110°C dan tekanan 6,5 MPa) ke economizer. Disini terjadi pemanasan akibat flue gas sisa pembakaran hingga temperatur 182°C. 2. Kemudian fluida (temperatur 182°C, tekanan 5,2 MPa) masuk ke steam
drum, diteruskan ke seluruh tube evaporator untuk diubah fasanya menjadi uap jenuh dan kembali lagi ke steam drum hingga temperatur 268°C.
Gambar 2.2. Skema package boiler pada pembentukan uap (Data survey di PT PIM)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
3. Uap jenuh dari steam drum (temperatur 268°C, tekanan 5 MPa) masuk ke primary upper header. Disini uap panas lanjut bersirkulasi dari primary upper header ke primary lower header melalui tube superheater, dan dipanaskan hinga temperatur 390°C. 4. Dari primary lower header, uap panas lanjut (temperatur 390°C, tekanan 5 MPa) diteruskan ke desuperheater, yang berfungsi menjaga temperatur keluaran tetap dalam batas kontrol (395°C - 400°C). 5. Desuperheater menyemprotkan uap panas lanjut (temperatur 395°C, tekanan 5 MPa) ke secondary upper header (final). Disini uap panas lanjut bersirkulasi dari secondary upper header ke secondary lower header melalui tube superheater, dan dipanaskan hinga temperatur 400°C. 6. Secondary lower header merupakan pengumpul uap final (main steam)
yang siap digunakan untuk menggerakkan turbin dan keperluan proses (temperatur 400°C dan tekanan 5 MPa). Jika langkah-langkah pembentukan uap tesebut di atas kita analisa dengan siklus Rankine, seperti tampak pada gambar 2.3, maka langkah nomor 1 s.d. 2 proses pembentukan uap berada pada titik 1-2 pada siklus Rankine, kemudian langkah nomor 2 s.d. 3 berada pada titik 2-3, dan langkah nomor 3 s.d. 6 pada titik 3-3’. Karena siklus Rankine merupakan siklus tertutup, maka pada titik 3’-4; uap panas lanjut menuju turbin, hal ini menyebabkan turunnya temperatur dan tekanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
uap. Pada titik 4-1; uap sisa memasuki kondenser, kemudian diembunkan pada tekanan dan temperatur tetap hingga menjadi cairan jenuh.
Gambar 2.3. Siklus Rankine pada pembentukan uap (Google Image)
2.3.2. Superheater Superheater merupakan komponen boiler yang berfungsi untuk menaikkan temperatur uap jenuh hingga temperatur tertentu
menjadi uap final, seperti
ditunjukkan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Penempatan superheater pada package boiler & flue gas (Data survey di PT PIM)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
Sumber panas (flue gas) dari furnace mengenai water tube, kemudian lintasan flue gas membelok hingga 180° mengenai seluruh tube dalam boiler. Superheater dibagi menjadi dua tingkat, primary dan secondary. Primary superheater berfungsi mengalirkan uap ke desuperheater, kemudian uap yang telah dikabutkan disemprot kembali ke secondary superheater. Banyaknya air yang akan disemprotkan dikontrol oleh valve sesuai dengan temperatur kontrol. Pada package boiler, superheater terdiri dari tube, header, piping, support dan spacer. Superheater terdiri dari tiga model yaitu, horizontal, vertikal dan inverted loop. Model yang sering digunakan adalah model inverted loop, seperti tampak pada gambar 2.5. Hal ini didasarkan pada lintasan tube yang dapat menghasilkan efisiensi perpindahan panas yang baik dan juga tidak membutuhkan ruangan yang luas [20].
Gambar 2.5. Inverted loop superheater (Babcock & Wilcox).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
2.3.3. Header dan tubing Header, seperti tampak pada gambar 2.6 adalah pipa tempat pengelasan tube membentuk baris dan kolom baik secara aksial dan melingkar. Header merupakan komponen
utama
superheater
yang
digunakan
untuk
mengoleksi
dan
mendustribusikan steam ke tubing dan piping. Header biasanya didesain menurut ASME Boiler and Pressure Code, Section VIII [5]. Beberapa pertimbangan khusus pada desain header adalah sebagai berikut: 1. Semua header harus terbuat dari pipa seamless. 2. Semua tee pada header harus menggunakan desain forging. 3. Ligament spacing pada arah circumferential minimum 12,7 mm diukur pada diameter dalam header. 4. Hindari penetrasi tube stub joint pada pengelasan circumferential pada daerah transisi antara header dan tee. 5. Semua pengelasan plat header harus diinspeksi dengan ultrasonic testing.
Gambar 2.6. Ligament dan tube stub pada header [13].
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
Kerusakan yang paling sering terjadi pada header adalah pada header temperatur tinggi (secondary superheater header), yang merupakan pengumpul uap final. Temperatur yang bervariasi pada header, seperti tampak pada gambar 2.7, akan berakibat kegagalan jika terdapat kelemahan desain dan fabrikasi, faktor operasional, dan pemilihan material yang tidak sesuai. Adapun bentuk kerusakannya yang paling sering terjadi adalah creep/overheating, thermal fatigue, dan thermal stress [10].
Gbr 2.7. Variasi temperatur pada header
Semua komponen yang melekat pada header, baik support, tubing, steam separator (diaphragm), dan komponen lain yang melekat padanya difabrikasi dengan cara dilas, sepert tampak pada gambar 2.8. Oleh karena itu kerusakan pengelasan merupakan penyebab yang dominan pada kerusakan header atau bagiannya [11].
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
Gambar 2.8. Bentuk pengelasan pada header Suatu komponen yang beroperasi pada temperatur tinggi akan dihadapkan pada dua masalah utama yang cenderung memperlemah komponen itu sendiri. Pertama, kekuatan yang cenderung menurun seiring dengan naiknya temperatur. Kedua, terjadinya thermal stress akibat ekspansi yang dihalangi, baik oleh bentuk geometri, kerena dikonstrain, atau karena adanya gradien temperatur [5]. Pemilihan material yang tepat merupakan salah satu syarat utama untuk konstruksi komponen boiler. Komposisi unsur chrome, moly, dan nickel akan meningkatkan ketahanan terhadap temperatur tinggi, tidak korosif. Material yang sering digunakan untuk tube boiler seperti ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Material yang biasa digunakan untuk tube boiler [21, 22]
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
2.4. Gejala dan Penyebab Kegagalan pada Komponen Boiler Kegagalan pada komponen boiler merupakan salah satu penyebab menurunnya produktivitas dalam industri proses. Penyebab kegagalan yang sering terjadi pada komponen boiler adalah mengalami kegagalan akibat 5 hal berikut, yaitu: (1) overheating/creep (2) fatik (3) korosi
(4) erosi dan (5) kurangnya kontrol
kualitas, seperti tampak pada gambar 2.9.
Kerusakan material
• Penurunan kwalitas material akibat pemaKaian yang sudah lama • Perubahan kwalitas material • Material cacat
Overheating
• Aliran terhalang oleh benda asing • Aliran yang tidak seimbang • Adanya terak pada permukaan dalam pipa
Deformasi dan bengkak
• Korosi temperatur tinggi Korosi
Keausan
Fatik
Korosi fatik
• Korosi temperatur rendah • Korosi kimia
Peningkatan tegangan akibat penipisan dinding
Pecah akibat tegangan statik
• Erosi akibat debu • Aus akibat aliran partikel dalam fluida
Bocor
• Fatik termal • Fatik mekanik
Adanya pertumbuhan retak
Pecah akibat fatik
• Fatik pada permukaan dalam pipa akibat aliran fluida
Adanya pertumbuhan retak
Pecah akibat Korosi fatik
Gambar 2.9. Penyebab kegagalan komponen boiler[23]
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
2.5. Analisa Kegagalan Pada malam 14 April 1912, kapal penumpang, RMS Titanic, menabrak gunung es terapung dan tenggelam 2 jam 40 menit kemudian. Kecelakaan yang mengakibatkan kematian 1,517 orang, menjadikannya salah satu bencana yang paling mematikan dalam sejarah. Analisa dan penyelidikan yang intensif terhadap kegagalan tersebut mendorong pengembangan suatu konsep baru yaitu “ductile to brittle transition” tentang baja. Pada era teknologi sekarang, konsep ini merupakan pengetahuan dasar bagi mahasiswa dibidang ilmu material dan rekayasa. Analisa kegagalan merupakan suatu investigasi yang konprehensif untuk menemukan mekanisme kejadian kegagalan dan akar penyebabnya [24]. Kegagalan suatu komponen dan struktur sering kita jumpai dalam industri, biasanya tanpa peringatan. Beberapa kegagalan mungkin dianggap sepele, sedangkan yang lainnya memiliki konsekuensi serius. Kegagalan dapat menyebabkan: 1. Kematian 2. Cederanya karyawan 3. Kerusakan properti 4. Shutdown pabrik 5. Rugi produksi 6. Timbulnya masalah ekologi seperti bocornya bahan berbahaya 7. Kerugian jangka panjang akibat hilangnya legitimasi dan kredibilitas perusahaan dan keandalan produknya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
Semua kejadian kegagalan suatu komponen dan struktur ditunjukkan dengan gejala-gejala awal, misalnya performansi yang menurun, tidak nyaman saat digunakan, tidak mau start, dan lain-lain. Analisa kegagalan merupakan masalah yang kompleks, meliputi aspek mekanik, termal, fisik, metalurgi, kimia, korosi, proses manufaktur, analisa tegangan termasuk simulasi numerik dengan software finite element method [FEM] [25].
2.6. Metode Analisa Kegagalan Jika suatu analisa kegagalan akan dilakukan, pada awalnya, sangat penting untuk mengumpulkan informasi latar belakang yang relevan. Ini akan memudahkan dalam pengembangan sejarah kasus yang lengkap tentang kegagalan [26]. Deskripsi komponen yang gagal sangat penting dibuat sebelum memilih potongan untuk pemeriksaan laboratorium lebih lanjut. Hal dimaksud meliputi fotografi, dokumentasi dan sket lokasi kegagalan seperti apa adanya. Pemeriksaan secara visual permukaan retak segera mengungkapkan adanya tanda-tanda korosi pada produk; perubahan warna permukaan, abrasi, dan bekas tergosok, logam irisan dan bentuk mencuat keluar, beban yang berlebih dan sebagainya. Pemeriksaan ini juga menunjukkan kualitas pengerjaan dalam pembuatan komponen dan segala pelanggaran komponen yang mungkin terjadi selama dioperasikan. Spesimen harus dikumpulkan dengan hati-hati, dan lokasinya dalam struktur harus dicatat. Setiap sampel lainnya yang dapat memberikan bukti sekunder atau tambahan juga harus dikumpulkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
Sebagian besar kegagalan adalah hasil akhir dari retakan yang berasal dari kelemahan komponen yang sudah ada atau yang terbentuk selama operasi. Oleh karena itu, pengujian laboratorium dapat menyediakan informasi mengenai setiap penyimpangan dari spesifikasi standar, komposisi yang tidak homogen, pembebanan yang berlebih, produk korosi, inklusi, segregasi. Hal ini juga membantu dalam mengidentifikasi sifat komponen dan gangguan eksternal. Jika suatu komponen menerima pembebanan eksternal, respon material tersebut akan bergantung pada beberapa faktor, yaitu; tipe pembebanan, temperatur, cacat, pengaruh unsur kimia, dan ukuran komponen [27]. Simulasi numerik dapat membantu untuk menguji komponen sesuai kondisi operasi. Uji simulasi membuka jalan lebih lanjut penyelidikan penyebab kegagalan, terutama pada struktur dengan geometri dan atau pembebanan yang kompleks. Hal penting dalam analisa kegagalan adalah konsolidasi dan koneksi sistematis dari semua data, baik yang diperoleh di lapangan maupun data hasil pengujian dan simulasi. Hasil dibandingkan dengan spesifikasi dan penyimpangan, jika ada, dan harus dipertimbangkan dengan cermat sebagai faktor kontribusi. Inisialisasi kegagalan, sifat dan arah beban yang bekerja pada komponen. Peran faktor lain seperti suhu, fabrikasi, perbaikan dan kelainan operasi. Pada akhirnya, urutan hasil analisa kegagalan akan dapat menemukan penyebab utama kegagalan tersebut. Dalam kasus seperti ini, harus dinyatakan kesimpulan secara jelas didasarkan pada fakta dan ditentukan pada dugaan dan kenyataan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
2.7. Tegangan Elastis pada Silinder Jika suatu silinder, seperti tampak pada gambar 2.10 menerima tekanan internal, maka ada tiga tegangan normal yang akan timbul yaitu: tegangan tangensial (σ H ), dan tegangan radial (σ R ), dan tegangan aksial (σ Z ) [28, 29, 30].
Gambar 2.10. Tegangan normal pada silinder 2.7.1. Tegangan tangensial (σ H ) Tegangan tangensial atau tegangan keliling (hoop stress), yaitu tegangan yang searah dengan garis singgung penampang silinder. Tegangan tangensial (σ H ) terjadi akibat tekanan internal yang bekerja secara tengensial dan besarnya bervariasi tergantung pada tebal dinding silinder. Pada radius tertentu: σH =
Pi ri2 ro2 �1 + � r2 ro2 − ri2
… … … … … … … … ….
(2.1)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
pada permukaan dalam, r=r i ro2 +ri2 σH = Pi � 2 � …………………………… ro − ri2
(2.2)
2Pi ri2 σH = � 2 � …………………………… ro − ri2
(2.3)
pada permukaan luar, r=r o
dengan σ H, P i, r i, r o, dan r berturut-turut adalah hoop stress,
tekanan
internal,
radius dalam, radius luar, dan radius pada lokasi tertentu. 2.7.2. Tegangan radial (σ R ) Tegangan radial (radial stress), yaitu tegangan yang searah dengan jari-jari penampang silinder, seperti pada gambar 2.10. Besarnya tegangan radial (σ R ) adalah:
Pada permukaan luar, r=r o
σR =
Pi ri2 ro2 �1 − � … … … … … … … … … .. r2 ro2 − ri2
(2.4)
σR = 0 … … … … … … … … … … … … ….
(2.5)
σR = −Pi
(2.6)
Sedangkan pada permukaan dalam, r=r i
2.7.3. Tegangan aksial (σ Z )
… . … … … … … … … … … . ..
Tegangan aksial (axial stress), yaitu tegangan yang searah dengan panjang silinder, seperti pada gambar 2.10. Besarnya tegangan aksial (σ Z ) adalah: σZ =
Pi ri2 …………………………… ro2 − ri2
(2.7)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
2.8. Regangan Elastis pada Silinder Regangan dihitung berdasarkan bentuk geometri dan Hukum Hooke, dengan asumsi material linier isotropik. Jika modulus elastisitas E, dan rasio Poison v, maka besarnya regangan tangensial (ε H ), radial(ε R ), dan aksial(ε Z ), akibat tegangan elastis berturut-turut adalah [28, 29, 30]: εH = εR = εZ =
1 [σ − v(σR + σZ )] … … … … … … … .. E H
(2.8)
1 [σ − v(σR + σH )] … … … … … … … … E Z
(2.10)
1 [σ − v(σH + σZ )] … … … … … … … … E R
(2.9)
2.9. Tegangan Equivalen (von-Mises) Tegangan equivalen atau von-Mises (σ e ), seperti tampak pada gambar 2.11 adalah tegangan prinsipal yang bekerja pada suatu bidang tanpa tegangan geser [31].
Gambar 2.11. Tegangan equivalen (von-Mises) Jika tegangan tangensial, radial, dan aksial berturut-turut adalah (σ H ), (σ R ), dan (σ Z ), maka tegangan equivalen (σ e ) dapat ditulis: 1 σe = � [(σH − σR )2 + (σR − σZ )2 + (σZ − σH )2 ] … … …. 2
(2.11)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
2.10. Regangan Equivalen (von-Mises) Jika regangan tangensial, radial, dan aksial berturut-turut adalah (ε H ), (ε R ), dan (ε Z ), maka besarnya regangan equivalen (ε e ) dapat ditulis: εe =
1 1 ([(εH − εR )2 + (εR − εZ )2 + (εZ − εH )2 ])2 … … 1 + v′
(2.12)
Dengan v’ adalah rasio Poison, yang dihitung berdasarkan temperatur pada komponen, dan 0,5 untuk regangan plastis (plastic strain) [32, 33].
2.11. Distribusi Temperatur Silinder, seperti tampak pada gambar 2.12 dalam aplikasinya menerima pemanasan dari luar dan dalam sehingga memiliki gradien temperatur pada dindingnya sebagai akibat perpindahan panas [34, 35, 36].
Gambar 2.12. Distribusi temperatur pada silinder Jika temperatur dalam, temperatur luar, temperatur rata-rata, radius dalam, radius luar, dan radius rata-rata, berturut-turut adalah T i , T o , ∆T, r i , r o , dan r, maka distribusi temperatur pada dinding dapat ditulis dengan persamaan berikut: T(r) =
∆T To ln � � + To T r ln �To � 1
………………
(2.13)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
2.12. Fluks Panas Silinder, seperti tampak pada gambar 2.12 dengan k adalah konduktivitas termal dalam satuan (W/mm°C), L adalah panjang silinder, maka fluks akibat gradien temperatur dapat ditulis dengan persamaan Fourier sebagai berikut [35, 36, 37]:
Q =
2πL k (Ti − To ) r ln� o�ri �
……………………
(2.14)
2.13. Tegangan Termal pada Silinder Jika tube superheater yang identik dengan silinder seperti gambar 2.12 menerima beban termal, maka akan timbul regangan akibat temperatur. Silinder dengan temperatur dalam dan luar masing-masing T i dan T o , beda temperatur ΔT=T i –T o , modulus elastisitas E, rasio Poison v, dan koefisien ekspansi termal α dalam satuan (1/°C), maka tegangan termal arah tangensial (σ Ht ), radial (σ Rt ), dan aksial (σ Zt ) akibat beban termal dapat dihitung berturut-turut dengan pers. (2.15), (2.16), dan (2.17) pada penjelasan berikut [4, 27, 30]:
2.13.1. Tegangan termal arah tangensial Tegangan tangensial akibat beban termal (σ Ht ) dapat ditulis dengan persamaan: σHt =
ri 2 ro 2 ro� r �1 − ln� � − �1 + � ln� o�ri �� (2.15) r ro 2 2 2 ro − ri r 2(1 − v) ln� �ri � Eα∆T
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
2.13.2. Tegangan termal arah radial Besarnya tegangan radial akibat beban termal (σ Ht ) dapat ditulis dengan persamaan:
σRt
ro 2 ri 2 ro� r = �−ln� r� − 2 �1 − 2 � ln� o�ri �� ro 2 ro − ri r 2(1 − v) ln� �ri � Eα∆T
(2.16)
2.13.3. Tegangan termal arah aksial Besarnya tegangan radial akibat beban termal (σ Ht ) dapat ditulis dengan persamaan: σZt
2ri 2 ro� r = �1 − 2 ln� r� − 2 ln� o�ri �� ro 2 ro − ri 2(1 − v) ln� �ri � Eα∆T
(2.17)
2.14. Regangan Termal pada Silinder Regangan termal arah tangensial (ε Ht ), arah radial (ε Rt ), dan aksial (ε Zt ) akibat beban termal berturut-turut dapat ditulis dengan pers. (2.18), (2.19), dan (2.20) berikut [4, 27, 30]: εHt = εRt = εZt =
1 [σ − v(σRt + σZt )] + α∆T … … … … … E Ht
(2.18)
1 [σ − v(σRt + σHt )] + α∆T … … … … … E Zt
(2.20)
1 [σ − v(σHt + σZt )] + α∆T … … … … … E Rt
(2.19)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
2.15. Thermal Stress pada Silinder Thermal stress merupakan penggabungan antara beban elastis ditambah dengan beban termal. Jika silinder menerima pembebanan kombinasi antara termal dan mekanik maka terjadi thermal stress pada dindingnya [4, 18, 27, 30].
2.15.1. Thermal stress arah tangensial Thermal stress akibat beban kombinasi arah tangensial (σ Ht ) dapat ditulis dengan persamaan:
σHts =
Pi ri2 ro2 Eα∆T ro 2 ri 2 r r �1 − ln� o�r� − 2 �1 + 2 � ln� o�ri �� …. (2.21) 2 �1 + 2 � + r 2 o − ri r r − r r 2(1 − v) ln� �ri � o i
ro2
2.15.2. Thermal stress arah radial Thermal stress akibat beban kombinasi arah radial (σ Rts ), dapat ditulis dengan persamaan:
σRts =
Pi ri2 ro2 Eα∆T ro 2 ri 2 ro� r �1 − � + �−ln� �1 − � ln� o�ri �� …. (2.22) � − r r ro2 − ri2 r2 ro 2 − ri 2 r2 2(1 − v) ln� o�ri �
2.15.3. Thermal stress arah aksial Thermal stress akibat beban kombinasi arah aksial (σ Zts ), dapat ditulis dengan persamaan:
σZts =
Pi ri2 ro2 Eα∆T 2ri 2 ro� r �1 + � + �1 − 2ln� ln� o�ri �� … … … (2.23) � − r 2 ro 2 −r2 ro2 − ri r2 r 2(1 − v) ln� �ri � o i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
2.15.4. Thermal stress maksimum Bagian luar, r=ro σHts =
Bagian dalam, r=ri
σHts
Eα∆T 2Pi ri2 +� 2 � ……………………… (1 − v) ro − ri2
Eα∆T ro2 +ri2 = + Pi � 2 � … … … … … … … …. (1 − v) ro − ri2
(2.24) (2.25)
2.16. Teori Kegagalan (Failure/Yield Criteria) Jika suatu material yang ulet dibebani melewati batas elastis, ia akan memulur akibat deformasi plastis. Material yang gagal akibat deformasi plastis yang kecil dikatatan rapuh (brittle). Respon material yang tidak bergantung pada pembebanan atau deformasi dinamakan rate-independent. Jika sebaliknya, maka dinamakan retedependent. Kebanyakan material logam menunjukkan rete-independent pada temperatur (1/4 atau 1/3 titik cairnya) dan laju regangan rendah [31, 32, 38].
2.16.1. Teori kegagalan von-Mises Pada umumnya material menunjukkan fenomena tegangan multiaksial, sehingga kriteria mulur digunakan untuk menghubungkan tegangan multiaksial dengan tegangan uniaksial. Teori kegagalan von-Mises memprediksi bahwa pemuluran akan terjadi jika tegangan equivalen melebihi tegangan mulur uniaksial, dirumuskan dengan [31, 32, 38]: 1⁄2
(𝜎𝜎1 − 𝜎𝜎2 )2 + (𝜎𝜎2 − 𝜎𝜎3 )2 + (𝜎𝜎3 − 𝜎𝜎1 )2 � � 2
≥ 𝜎𝜎𝑦𝑦 . … …. (2.26)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
Plot dua demensi tegangan prinsipal, seperti tampak pada gambar 2.13 a menunjukkan permukaan mulur berbentuk elip. Sedangkan plot tiga dimensi, gambar 2.13 b permukaan mulur adalah silinder. Silinder ditandai dengan sumbu σ 1 = σ 2 = σ 3 . Jika tegangan berada di dalam silinder, maka tidak terjadi pemuluran.
(a) dua dimensi
(b) tiga dimensi
Gambar 2.13. Konsep tegangan equivalen (von-Mises)
2.16.2. Hardening rule Suatu material akan mulai gagal jika tegangan equivalen melebihi kekuatan
mulurnya. Dengan kata lain tidak boleh ada tegangan yang melebihi diameter lingkaran, seperti tampak pada gambar 2.14. Tetapi, hardening rule merespon pemuluran ini dengan perubahan ukuran, bentuk, dan titik pusat komponen. Hardening rule menentukan pemuluran jika beban ditambah atau dibalik [32, 39].
Gambar 2.14. Kriteria pemuluran (yielding)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Hardening rule dibagi menjadi dua tipe yaitu; isotropic hardening, dan kinematic hardening. Pada isotropic hardening, seperti tampak pada gambar 2.15, permukaan mulur setelah beban ditambah berekspansi seragam ke semua arah aliran plastis (plastic flow). Isotropic hardening biasa digunakan untuk simulasi dengan regangan yang besar atau pembebanan yang proporsional. Model ini tidak cocok untuk pembebanan berulang (cyclic loading).
Gambar 2.15. Isotropic hardening
Sedangkan
pada kinematik hardening, seperti tampak pada gambar 2.16,
ukuran permukaan mulur setelah beban ditambah tetap konstan dan bertranslasi ke arah mulur. Kebanyakan material logam memiliki prilaku kinematic hardening untuk regangan yang kecil dan pembebanan berulang [31, 32, 39].
Gambar 2.16. Kinematic hardening.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
2.17. Simulasi Numerik Berbagai fenomena dalam dunia science dan engineering dapat dideskripsikan dengan formulasi persamaan diferensial menggunakan model kontinum mekanik. Penyelesaian persamaan diferensial dengan kondisi yang bervariasi seperti kondisi batas atau kondisi inisial dapat membantu memahami fenomena dan dapat mengestimasi fenomena pada masa yang akan datang. Untuk persamaan diferensial, umumnya sulit diperoleh solusi analitisnya, ini disebabkan oleh kompleksitas sifat material, kondisi batas, dan juga bentuk struktur itu sendiri. Solusi yang mungkin untuk permasalahan yang demikian adalah dengan menggunakan analisa numerik menggunakan metode elemen hingga. Metode elemen hingga menerjemahkan pemasalahan persamaan diferensial parsial menjadi persamaan aljabar linier dengan mengadopsi metode numerik untuk mendapatkan solusi pendekatan [40].
2.17.1. Simulasi struktur Analisa struktur merupakan aplikasi metode elemen hingga yang paling sering digunakan. Struktur disini tidak dibatasi hanya pada bangunan dan jembatan, melainkan meliputi aeronautical, naval, dan struktur mechanical. Analisa struktur (static structural) memperhitungkan perpindahan, tegangan, regangan, dan gaya pada struktur akibat pembebanan dengan mengabaikan efek inersia dan redaman. Analisa struktur sangat berperan dalam ilmu solid mechanics. Analisa struktur statik dapat berupa linier maupun nonlinier [32, 33].
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
2.17.2. Simulasi termal Analisa termal memperhitungkan distribusi temperatur dan besaran termal lainnya pada suatu komponen atau sistem. Simulasi termal memainkan peran yang penting dalam aplikasi engineering, seperti pada heat exchanger, piping systems, combustion engine, turbin, dan komponen elektronik. Pada kasus tertentu, analisis termal dimasukkan untuk memperhitungkan thermal stress [32, 37].
2.17.3. Simulasi thermal stress Simulasi thermal stress memungkinkan solusi dari analisa termal dimasukkan ke analisa struktur. Fitur ini berguna untuk menentukan efek distribusi temperatur terhadap respon struktur. User dapat memberikan beban termal secara terpisah atau dihubungkan dengan beban mekanik dalam satu seri dengan mengimpor beban termal Analisa termal dilakukan terlebih dahulu. Dari analisa ini didapat hasil seperti distribusi temperatur sesuai dengan kondisi batas yang diberikan. Temperatur dari solusi termal kemudian digunakan sebagai beban (load) dengan preprocessing dan solusi untuk analisa struktur [32].
2.18. Ansys Workbench Pada penelitian ini, thermal stress yang terjadi pada tube superheater didefinisikan sebagai fenomena engineering yang melibatkan dua domain fisik yang berbeda, yaitu termal-struktur. Untuk itu, analisa fenomena tersebut menggunakan program Ansys Workbench.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
Untuk memulai analisa menggunakan Ansys Workbench dapat dilakukan dengan langkah-langkah seperti pada gambar 2.17.
Gambar 2.17. Cara memulai analisa dengan program Ansys Workbench
Kelebihan program ini adalah dapat mengoperasikan beberapa solver dalam satu paket dengan interface yang berbeda namun data tetap terintegrasi dalam suatu sistem, seperti tampak pada gambar 2.18.
Gambar 2.18. Interface program Ansys Workbench [41,42,43]
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
2.18.1. Workbench environment Ansys Workbench menyediakan metode yang memungkinkan untuk berinteraksi dengan
Ansys family solver. Workbench environment memberikan
integrasi yang unik dengan sistem CAD. Ansys Workbench terdiri dari berbagai aplikasi [44, 45]: – Mechanical; untuk melakukan analisa struktur dan termal menggunakan solver Ansys. Meshing juga termasuk dalam aplikasi mechanical – Fluid Flow (CFX); untuk melakukan analisa CFD menggunakan CFX – Fluid Flow (FLUENT); untuk melakukan analisa CFD menggunakan FLUENT – Geometry (DesignModeler); untuk membuat geometri dan menyiapkan model solid yang digunakan dalam aplikasi Mechanical. – Engineering Data; untuk mendifinisikan sifat-sifat material – Meshing Application; untuk menghasilkan mesh CFD dan Explicit Dynamics – Design Exploration; untuk analisa optimasi – Finite Element Modeler (FE Modeler); untuk menterjemahkan mesh NASTRAN dan ABAQUS agar dapat digunakan di Ansys Workbench. – BladeGen (Blade Geometry); untuk membuat geometri sudu – Explicit Dynamics; untuk simulasi explicit dynamics dan menampilkan pemodelan nonlinear.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
Workbench environment mendukung dua tipe aplikasi, seperti tampak pada gambar 2.19 yaitu; (1) Native applications (workspaces); Aplikasi asli (native) terkini adalah Project Schematic, Engineering Data, dan Design Exploration. Aplikasi asli yang diluncurkan dan dijalankan di jendela Workbench. (2) Data Integrated Applications; aplikasi terkini mencakup Mechanical, Mechanical APDL, FLUENT, CFX, AUTODYN dan aplikasi lainnya.
Native application Data integrated application
Gambar 2.19. Workbench environment
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA