BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Caring Watson (1985), menjelaskan keperawatan merupakan pengetahuan kemanusiaan dengan fokus utamanya adalah proses kepedulian pada manusia sebagai individu, keluarga, dan kelompok. Dasar teorinya merupakan bentuk kemanusiaan dan merupakan dasar mula philosophy being and knowing. Sebagaimana tujuan dari teorinya adalah berpusat pada pertolongan terhadap manusia untuk mencapai harmoni yang tinggi dalam pikiran, tubuh, dan jiwa dapat tercapai melalui perilaku Caring. Untuk dapat melaksanakan Caring dalam aktifitas sehari-hari, watson juga mengidentifikasi teorinya kedalam 10 karatif faktor, juga dihubungkan dengan transpersonal Caring yang digambarkan sebagai ideal antar pasien dan perawat. Roach’s (1984), Caring dalam bentuk human mode merupakan dasar pemikiran dalam tulisannya. Dasar teori kerjanya konteks philosophy theology, dimana Roach menyatakan Caring sebagai sesuatu yang unik dalam keperawatan. Selanjutnya dia menghadirkan salah satu konsep karakteristik penting perawat sebagai disiplin yang memberikan pertolongan. Dengan konsep pemikiran atribut Caring dikenal dengan istilah 5C : Compassion (keharuan dan kasih sayang), Competence (kompetensi), Confidence (percaya diri), Concience (hati nurani), Comitment (komitmen). Boykin dan Schoenhofer (1993), menyajikan fokus unik keperawatan sebagai nurturing (memelihara) manusia hidup dan berkembang di dalam Caring. Teori filosofinya mencerminkan pandangan bahwa Caring adalah cara
Universita Sumatera Utara
memperlakukan individu sebagai manusia seutuhnya (human mode of being) dan merupakan
gagasan penting yang harus diekspresikan manusia. Dasar
pemikirannya tergambar dalam pernyataan all persons are Caring (setiap orang adalah Caring). Untuk mempertahankan gagasan tersebut setiap orang harus terlibat dan memiliki komitmen untuk tahu diri sendiri dan orang lain sebagai wujud Caring, serta gagasan akan menjadi lengkap dan bernilai penting dengan memperlihatkan rasa hormat pada setiap orang ketika berkomunikasi. Donabedians
(1980),
menyatakan
bahwa
praktek
Caring
dalam
keperawatan terdiri dari struktur, proses, dan outcome. Struktur terdiri dari kategori dan sub kategori. Kategori struktur mencakup atribut perawat, isu organisasi, atribut pasien. Atribut perawat yaitu kompetensi profesional, komitmen dalam tugas, keterampilan interpersonal, karakteristik personal. Isu organisasi adalah waktu, keterampilan yang beragam, peran perawat. Kategori proses mencakup aktifitas perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien yaitu kebutuhan pasien akan pemeriksaan, kebutuhan psikologi adalah komunikasi dan pemberian informasi, kenyamanan, penuh perhatian (being attentive), mengetahui pasien lebih dalam, mengambil waktu bersama pasien, memperlihatkan perilaku respek, being firm dengan mengatakan hal-hal yang menarik bagi pasien dan memberi sentuhan. Hasil dari proses Caring Donabedian (outcome) adalah pasien merasa puas, pasien merasa nyaman, suasana lingkungan yang mendukung. Berdasarkan kerangka konsep Donabedian jelas bahwa, kategori struktur merupakan sumber daya dari Caring, sedangkan proses merupakan segala aktifitas untuk mewujudkan Caring, dan outcome adalah hasil dari aktifitas Caring antara perawat dengan pasien.
Universita Sumatera Utara
Beberapa pakar menguraikan pengertian serta konsep Caring sebagai suatu sistem yang terbuka dan dalam pelaksanaannya dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor lingkungan individu. Faktor internal Caring sebagai kemurahan hati, serta Caring sebagai nilai-nilai yang sangat tinggi yang sulit didefenisikan sebagai compassion, concern, comitment, dan respect (Lea & Watson, 1988). Caring sebagai esensi keperawatan dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, dan masyarakat dengan penuh perhatian. Memberikan pelayanan keperawatan Caring menjadi sangat penting baik dari pihak perawat sebagai pemberi pelayanan tetapi juga bagi pihak keluarga pasien dengan anggota keluarga yang dirawat (Hegedus,1999). Hasil riset O’connell, Landers, 2008 tentang persepsi keluarga terhadap perilaku Caring perawat di ruang kritikal adalah perlakukan klien sebagai individu, perawat mengerti terhadap apa yang akan dilakukan, perawat tahu bagaimana memberikan suntikan dan infus, perawat tahu menggunakan peralatan, memberikan pengobatan pasien dengan tepat waktu, perlakukan klien dengan hormat, membuat klien atau keluarga merasakan keberadaan perawat dan memberikan waktu yang fleksibel untuk kunjungan keluarga. Pada penelitian yang sama, perilaku Caring yang dipersepsikan perawat adalah perawat tahu apa yang akan dilakukan, memperlakukan pasien dengan hormat, perlakukan pasien sebagai individu, yakinkan pasien dalam kondisi yang baik dan diperhatikan, mengerti akan kebutuhan pasien untuk kunjungan, pertahankan cara yang tenang, berikan perhatian yang penuh pada pasien saat bersamanya, bantu pasien dalam perawatannya sampai pasien mampu melakukannya, tahu kapan memanggil dokter.
Universita Sumatera Utara
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa lebih banyak persamaan daripada perbedaan tentang persepsi Caring dari pihak perawat maupun dari pihak keluarga pasien. Menggabungkan pandangan keluarga dan perawat dalam konteks perawatan klien kritis dapat membuat perawat lebih kreatif dan berpusat pada klien. Perawatan pada ruang kritikal care adalah perawatan yang berfokus pada klien, dengan peralatan yang serba modern, dan kolaborasi tim medis yang sangat baik, sehingga faktor keluarga pada klien yang dirawat di ruang kritikal care terabaikan. Penelitian lain yang dilakukan di ruang kritikal tentang dampak perilaku Caring perawat terhadap respon stres keluarga (Pryzby, 2004), bahwa pentingnya melibatkan keluarga pada klien yang dirawat di ruang kritikal, karena perilaku Caring perawat terhadap keluarga merupakan bagian dari perilaku Caring terhadap klien. 60% keluarga yang memiliki anggota keluarga dirawat di ruang kritikal care mengalami kecemasan karena mengalami masalah hidup dan mati. Perilaku Caring perawat berdasarkan pengalaman perawat yang bekerja di intensive care unit (Wilkin & Slavin, 2004). Ada tiga perilaku Caring perawat dalam melaksanakan tugasnya terlibat, mempertahankan, dan frustasi. Terlibat dapat dilakukan perawat bila perawat melibatkan diri dan hadir pada saat momenmomen pemenuhan kebutuhan klien sebagai bagian dari keluarga, empati dan memahami
bahwa
setiap
individu
memiliki
kebutuhan
yang
berbeda.
Mempertahankan merupakan perilaku perawat dengan menunjukkan dukungan dengan aspek teknik Caring, pengetahuan, keterampilan, dan menjaga stabilitas
Universita Sumatera Utara
hemodinamik pasien, perilaku Caring perawat dengan memberi dukungan terhadap pasien dan keluarga terhadap kebutuhan informasi dan dukungan emosional. Frustasi dapat terjadi bila perawat kurang mampu dalam bekerja sama dalam tim untuk mencapai tujuan terhadap pasien, perawat tidak mampu berkomunikasi secara efektif dengan keluarga atau karena adanya hambatan dalam proses Caring. Perawatan kritikal merupakan bentuk pelayanan dimana perilaku Caring perawat kepada klien lebih mengutamakan kemampuan pengetahuan perawat. Seorang perawat harus memiliki kompetensi terhadap penggunaan teknologi dan diaplikasikan sebagai salah satu wujud Caring kepada klien (Wilkin & Slavin 2004). Informasi yang diperoleh perawat melalui berbagai monitor dan mesin-mesin yang digunakan klien akan menjadi acuan perawat untuk berespon terhadap kebutuhan klien untuk melakukan berbagai prosedur pelayanan keperawatan maupun pengobatan klien.
2.2 Tujuan Caring Tujuan Caring adalah perilaku perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan, terdiri dari upaya melindungi, meningkatkan, dan menjaga/ mengabadikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain dalam proses penyembuhan penyakit, penderitaan, dan keberadaannya, membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri dengan sentuhan kemanusiaan (Watson, 2004).
Universita Sumatera Utara
2.3 Paradigma Keperawatan Menurut Watson 2.3.1
Keperawatan Keperawatan adalah penerapan art dan human science melalui transaksi
transpersonal caring untuk membantu manusia mencapai keharmonisan pikiran, jiwa, dan raga, yang menimbulkan self knowlodge, self control, self care, dan self healing. 2.3.2
Klien Klien adalah individu atau kelompok yang mengalami ketidak harmonisan
pikiran, jiwa, dan raga, yang membutuhkan bantuan terhadap pengambilan keputusan tentang kondisi sehat-sakitnya untuk meningkatkan harmonisasi, self control, pilihan, dan self determinant. 2.3.3
Kesehatan Kesehatan adalah kesatuan dan keharmonisan di dalam pikiran, jiwa, dan
raga antara diri dengan orang lain dan antara diri dengan lingkungan. 2.3.4
Lingkungan Lingkungan adalah dimana interaksi transpersonal caring terjadi antara
klien dan perawat.
2.4 Asumsi Dasar Science Caring Watson mengidentifikasi banyak asumsi dan beberapa prinsip dasar dari transpersonal caring. Watson meyakini bahwa jiwa seseorang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Watson menyatakan tujuh asumsi tentang science of caring. Asumsi dasar tersebut yaitu:
Universita Sumatera Utara
a. Caring dapat didemonstrasikan dan di praktekkan dengan efektif hanya secara interpersonal. b. Caring terdiri dari carative factor yang menghasilkan kepuasan terhadap kebutuhan manusia tertentu. c. Efektif caring meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan individu dan keluarga d. Respon Caring menerima seseorang tidak hanya sebagai dia saat ini, tetapi juga menerima akan jadi apa dia kemudian e. Lingkungan caring adalah sesuatu yang menawarkan perkembangan dari potensi yang ada, dan disaat yang sama membiarkan seseorang untuk memilih tindakan terbaik bagi dirinya saat itu f. Caring lebih Healthogenic dari pada Curing g. Praktek Caring merupakan sentral bagi keperawatan
2.5 Elemen Caring Sepuluh faktor karatif membentuk komponen utama dari Caring menurut Watson (Watson, dalam Tomey, 2006). Faktor-faktor ini dapat diaktualisasikan dalam setiap kegiatan ketika pasien berada bersama pasien dan membutuhkan aktualisasi perawat secara personal, sosial, moral, dan spiritual. Sepuluh faktor karatif tersebut meliputi: a. Pembentukan sistem nilai humanistic dan altruistic Pandangan Watson tentang manusia yaitu individu merupakan totalitas dari bagian-bagian memiliki harga diri di dalam dan dari dirinya yang memerlukan perawatan, penghormatan, dipahami dan kebutuhan untuk
Universita Sumatera Utara
dibimbing. Disamping itu lingkungan perawat yang memiliki sifat Caring dapat meningkatkan dan membangun potensi seseorang untuk membuat pilihan tindakan terbaik bagi dirinya (Tomey, 2006). Manifestasi perilaku Caring perawat berdasarkan pengertian humanistic dan altruistic adalah memanggil nama klien dengan nama yang paling disukai, memenuhi dan merespon panggilan klien dengan segera, menghormati dan melindungi privacy klien, menghargai dan menghormati pendapat dan keputusan klien, menghargai dan mengakui sistem nilai klien, malakukan pengakuan terhadap kebutuhan klien. Perilaku ini dilakukan perawat saat pengkajian, perencanaan, tindakan dan eveluasi. b. Menanamkan perilaku penuh pengharapan (Faith Hope) Dapat dilakukan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Disamping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan dan membantu memahami alternatif terapi yang diberikan, memberi keyakinan akan adanya kekuatan penyembuahan dan kekuatan spiritual dengan penuh pengharapan (Tomey, 2006). Manifestasi perilaku Caring perawat berdasarkan pengertian faith hope adalah memberi motivasi kepada klien untuk terus berusaha mencari pengobatan dan perawatan, melaksanakan perawatan dengan kepedulian yang tinggi, menganjurkan klien untuk terus berdoa demi kesembuhannya, menunjukkan perilaku yang hangat, kesan mendalam pada klien.
Universita Sumatera Utara
c. Menumbuhkan sensitifitas terhadap diri dan orang lain Perawat harus bisa belajar menghargai kesensitifan dan perasaan kepada klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan berperilaku wajar pada orang lain karena penerimaan terhadap perasaan diri merupakan kualitas personal yang harus dimiliki perawat sebagai orang yang memberi bantuan kepada klien (Tomey, 2006). Manifestasi
perilaku
Caring
perawat
berdasarkan
pengertian
menumbuhkan sensitifitas terhadap diri dan orang lain adalah menunjukkan perilaku tenang dan sabar, menemani atau mendampingi klien, menawarkan bantuan dan memenuhi kebutuhan klien. d. Mengembangkan hubungan saling percaya dan membantu Perilaku ini merupakan hubungan saling menguntungkan dan sangat penting bagi terbentuknya transcultural Caring atau berperilakuCaring antara perawat dan klien yang dapat meningkatkan penerimaan perwujudan perasaan baik positif maupun negatif. Hubungan ini menyangkut 3 hal, kecocokan yang meliputi kesesuaian dengan kenyataan, kejujuran, ketulusan (tidak minta imbalan) dan nyata, non possessive warmth ditunjukkan dengan bicara dengan volume suara rendah, rileks, perilaku terbuka dan ekspresi wajah sesuai dengan komunikasi orang lain (Tomey, 2006). Manifestasi mengembangkan
perilaku hubungan
Caring
perawat
berdasarkan
saling
percaya
dan
pengertian
membantu
adalah
mengucapkan salam dan memperkenalkan diri serta menyepakati dan menepati kontrak yang dibuat bersama, mempertahankan kontak mata,
Universita Sumatera Utara
berbicara dengan suara lembut, posisi berhadapan, menjelaskan prosedur, mengorintasikan klien baru, melakukan terminasi. Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan perilaku empati yaitu, turut merasakan apa yang dialami klien. e. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien Tujuan dari perilaku ini adalah untuk menciptakan hubungan perawatklien yang terbuka, saling menghargai perasaan dan pengalaman antara perawat, klien dan keluarga. Perawat harus memahami dan menerima pikiran dan perasaan baik positif ataupun negatif yang berbeda pada situasi berbeda. Manifestasi perilaku Caring perawat berdasarkan meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien adalah memberi kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaannya, perawat mengungkapkan penerimaannya terhadap klien, mendorong klien untuk mengungkapkan harapannya, menjadi pendengar yang aktif. f. Menggunakan metode secara sistematis dalam penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan. Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan dalam penyelesaian masalah dan mengambil keputusan secara sistematis. Manifestasi perilaku Caring perawat berdasarkan penggunaan metode secara sistematis dalam penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan adalah melakukan proses keperawatan sesuai masalah klien, memenuhi kebutuhan klien, melibatkan kliien, menetapkan rencana keperawatan bersama klien, melibatkan klien dan keluarga dalam setiap tindakan dan evaluasi tindakan.
Universita Sumatera Utara
g. Meningkatkan pembelajaran dan pengajaran interpersonal Caring efektif bila dilakukan melalui hubungan interpersonal sehingga dapat memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan persoanal, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal klien. Manifestasi
perilaku
Caring
perawat
berdasarkan
meningkatkan
pembelajaran dan pengajaran interpersonal adalah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pemberian pendidikan kesehatan sesuai kebutuhan klien, menjelaskan keluhan secara rasional dan ilmiah, meyakinkan klien tentang kesediaan perawat untuk memberikan informasi. h. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spiritual yang mendukung Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan kondisi penyakit klien. Manifestasi perilaku Caring perawat berdasarkan menciptakan lingkunagn fisik, mental, sosiokultural, dan spiritual yang mendukung adalah menyetujui keinginan dan memfasilitasi klien untuk bertemu dengan pemuka agama dan menghadiri pertemuannya, bersedia mencarikan alamat atau menghubungi keluarga yang ingin ditemui oleh klien, menyediakan tempat tidur yang selalu rapih dan bersih, menjaga kebersihan dan ketertiban ruang perawatan. Dari uraian tentang elemen Caring diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa elemen Caring terdiri dari komponen pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dilakukan oleh perawat. Komponen pengetahuan diwakili dengan pernyataan seperti kemampuan perawat untuk menggunakan metode sistematis dalam pemecahan
Universita Sumatera Utara
masalah. Komponen keterampilan diwakili oleh pernyataan seperti membantu kebutuhan dasar pasien dan menciptakan lingkungan yang mendukung kesembuhan pasien. Komponen perilaku yang diwakili dengan pernyataan seperti mampu berperilaku empati, jujur, menghargai, memiliki kerendahan hati. Komponen perilaku memiliki proporsi yang lebih banyak dibandingkan dengan
komponen
pengetahuan
dan
keterampilan,
maksudnya telah
disinggung oleh para ahli dalam keperawatan sebagai elemen dari perilaku Caring. Walaupun demikian, tidak ada komponen yang tidak penting karena pasien juga mengharapkan perawat yang melakukan asuhan keperawatan kepada mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang adekuat untuk mendukung proses penyembuhan. i. Membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan penuh penghargaan dalam rangka mempertahankan keutuhan dan martabat manusia Perawat
harus
mengenal
kebutuhan
biofisical,
psikofisical,
dan
interpersonal dirinya dan klien. Kebutuhan klien pada tahap paling rendah adalah kebutuhan biofisikal misalnya : makan, minum, eliminasi, ventilasi. Kebutuhan yang lebih tinggi : psikososial misalnya, kemampuan aktivitas dan seksual. Sedangkan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang lebih tinggi dari kebutuhan intrapersonal dan interpersonal. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar teori caring, bahwa caring menjamin adanya
kepuasan
terhadap
kebutuhan
manusia,
karena
caring
mengintegrasikan pengetahuan biofisikal dengan pengaruh perilaku manusia untuk meningkatkan kesehatan dan memberi pelayanan bagi mereka yang
Universita Sumatera Utara
sakit. Faktor ini juga sesuai dengan definisi sehat menurut Watson yaitu dicapainya level yang tinggi secara menyeluruh dari fungsi-fungsi fisik, mental dan sosial serta kemampuan adaptasi dan pemeliharaan kesehatan pada level fungsional setiap hari (Tomey, 1996). Manifestasi perilaku caring perawat adalah selalu bersedia memenuhi kebutuhan dasar dengan selalu menyatakan bangga dapat menajdi orang yang bermanfaat bagi klien, dan mampu menghargai klien dan privasi klien ketika sedang memenuhi kebutuhannya, dan mampu menunjukkan pada klien bahwa klien adalah orang yang pantas dihormati dan dihargai (Tomey, 1996). Perilaku caring ini dapat dilakukan perawat pada saat pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi asuhan keperawatan. j. Mengizinkan untuk terbuka pada eksistensial ; phenomenological dan dimensi spiritual caring serta penyembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara utuh dan ilmiah melalui pemikiran masyarakat modern Fenomenologi menguraikan tentang data suatu situasi yang membantu pemahaman klien terhadap fenomena psikologi eksitensial adalah keberadaan ilmu tentang manusia yang digunakan untuk menganalisis fenomenological. Watson menyatakan faktor ini sulit untuk dipahami dan yang termasuk hal ini adalah pengalaman berpikir dan memprovokasi untuk pemahaman yang lebih baik (Tomey, 1996). Manifestasi perilaku caring adalah memberi kesempatan kepada klien dan keluarga untuk melakukan hal-hal yang bersifat ritual demi proses penyembuhannya, mampu memfasilitasi kebutuhan klien dan keluarga terhadap keinginan melakukan terapi alternatif sesuai pilihannya, mampu
Universita Sumatera Utara
memotivasi klien dan keluarga untuk berserah diri pada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menyiapkan klien dan keluarganya ketika menghadapi fase berduka (proses kematian). Perilaku caring ini dapat dilakukan perawat pada saat perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan (Tomey, 1996).
2.6 Alat Mengukur Caring 2.6.1
CARE Q dan CARE/SAT Caring Assesment Report evaluation-Q merupakan intrumen kuantitatif
pertama dan yang paling sering digunakan dalam mengukur perilaku Caring. Instrumen ini dikembangkan oleh Larson pada tahun 1984 dan pada perkembangannya dikembangkan untuk mengukur kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diterima (CARE/SAT) (Watson, 2009). Instrumen awal dikembangkan pada pasien yang meliputi 50 subskala perilaku Caring yang terdiri dari accessible, comfort, anticipate, trusting relationship, monitor and follow through. Penelitian dilakukan pada dua sampel perawat profesional (n=57 dan n=112) memiliki total alfa cronbach 0,95. 2.6.2
Caring Behavior Assesment (CBA) Instrumen ini dikembangkan oleh Cronin dan Harrison (1988, dalam
Watson, 2009) untuk mengukur perilaku Caring perawat yang ditinjau dari persepsi pasien. Instrumen pernah dipakai pada pasien dengan infark miokard, pasien di ruang bedah sebanyak 19 orang, serta 46 orang pasien dengan AIDS (Parson, et all, 1993 dalam Watson, 2008). Kebenaran isi (content validity) sudah dibuktikan oleh 4 orang yang berpengalaman dalam teori Caring. Kebenaran isi juga dilaporkan oleh Huggins et al (1993, dalam Watson, 2009) dengan
Universita Sumatera Utara
melakukan penelitian di ruang UGD dan jumlah sampel pasien sebanyak 288 orang. Instrumen ini terdiri dari 63 pernyataan yang dikembangkan berdasarkan sepuluh faktor karatif yang dikemukakan oleh Watson. 2.6.3
Caring Behavior Inventory (CBI) Caring Behavior Inventory merupakan alat ukur perilaku Caring yang
dikembangkan dari konsep dasar teori Watson tentang transpersonal Caring (1998). Uji coba dilakukan pada perawat dengan jumlah populasi 278 dan jumlah klien 263. Instrumen ini terdiri dari 42 item pertanyaan dan memiliki nilai alfa cronchbach antara 0,81 – 0,92 serta memiliki nilai reliabilitas 0,96. Instrumen ini memiliki kelebihan yaitu penggunana waktu yang cukup singkat dalam pengisian (12,38 menit, pada peringkat 2 dari 5 instrumen caring), konsisten dalam penggunaan bahasa, instruksi mudah dimengerti, dapat menggambarkan persepsi caring perawat dan pasien. Caring Behavior Inventory/CBI, Wolf, et al (2006) membuat konsep lima kategori dimensi perilaku Caring tersebut tergambar pada tabel berikut :
Universita Sumatera Utara
Tabel 2.1. Lima Kategori Karatif yang Berhubungan dengan Intervensi Karatif dari Teori Watson (Watson Theory) Berhubungan dengan Intervensi Karatif dari Teori Watson • Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik • Memberikan kepercayaan-harapan • Menumbuhkan sensitifitas terhadap diri dan orang lain. • Mengembangkan hubungan saling percaya • Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien
Kategori
Karatif
I
Mengakui keberadaan manusia
II
Menanggapi dengan rasa hormat
III
Pengetahuan dan keterampilan profesional Menciptakan hubungan positif
• Penggunaan sistematis metoda penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan • Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal • Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spiritual yang mendukung
Perhatian terhadap yang dihadapi orang lain
• Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi • Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomologis agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai
IV
V
Kategori 1) Mengakui keberadaan manusia, kategori ini merupakan kombinasi dari tiga intervensi karatif yaitu pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik, memberikan kepercayaan, harapan dan menumbuhkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain. Kategori mengakui keberadaan manusia terdiri dari aktifitas Caring seperti menolong klien, berbicara dengan klien, menghargai klien sebagai manusia dan bertindak cepat jika klien memanggil. Kategori 2) Menanggapi dengan rasa hormat, kategori ini merupakan kombinasi dari dua intervensi karatif yaitu : mengembangkan hubungan saling percaya dan meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif
Universita Sumatera Utara
klien. Kategori menanggapi dengan rasa hormat terdiri dari aktifitas Caring seperti jujur, tulus hati, terus terang dengan klien, menunjukkan perilaku tanggap terhadap klien dan memberikan informasi kepada klien untuk dapat mengambil keputusan. Kategori 3) Pengetahuan dan keterampilan profesional, kategori ini merupakan kombinasi dari dua intervensi karatif yaitu, penggunaan sistematis metode penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan dan peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal. Kategori ini terdiri dari aktivitas Caring seperti menjaga klien, mempercayai klien, dan memberikan perhatian khusus pada saat kunjungan klien pertama kali. Kategori 4) Menciptakan hubungan positif, kategori ini hanya terdiri dari satu intervensi karatif yaitu menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spiritual yang mendukung. Kategori ini terdiri dari aktivitas Caring seperti memberi harapan kepada klien, membiarkan klien mengekspresikan perasaannya dan mempercayai klien. Kategori 5) Perhatian terhadap yang dialami orang lain, kategori ini mencakup dua intervensi karatif yaitu memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi dan mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomenologis agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kategori ini terdiri dari aktifitas membebaskan klien dari gejala-gejala, melakukan perawatan klien dengan lembut dan baik. 2.7 Caring Perawat di ruang ICU Berdasarkan hasil penelitian O’Connel (2008) tentang pentingnya perilaku Caring pada unit critical care ternyata ada kesamaan atau kesesuaian antara
Universita Sumatera Utara
perawat dan keluarga pasien. Perilaku Caring perawat sangat penting dan menjadi sangat berharga bila dilakukan dengan kemampuan teknik perawat sehingga, dapat mempersatukan perbedaan persepsi antara perawat dan keluarga pasien. Pada penelitian lain tentang pengaruh perilaku Caring perawat terhadap respon stres keluarga pada unit critical care diketahui bahwa perilaku Caring perawat pada keluarga merupakan bagian dari perilaku Caring kepada pasien dengan memberi kesempatan kepada keluarga terlibat dalam proses penyembuhan (Pryzby, 2004).
2.8 Beban Kerja Beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau hasil yang harus dicapai dalam suatu satuan waktu (Kep. Menpan no.75/2004). Sementara menurut Marquis dan Houston (2010) beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan, Workload atau beban kerja diartikan sebagai patients days yang merujuk pada jumlah prosedur, pemeriksaan kunjungan (visite) pada klien. Hasil penelitian tentang beban kerja di bagian pelayanan intensive Norwegia didapatkan bahwa score aktifitas perawat 75-90% per perawat (Stafseth, 2011). Hasil penelitian tentang pengukuran beban kerja pada sumber daya perawat bagian unit kritikal di Kanada, bahwa dengan menempatkan seorang sekretaris dan seorang farmasi dapat menurunkan kebutuhan 2 perawat RPS dan 1 perawat RP untuk setiap shift (Vanderberg, 1998). Berdasarkan defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktifitas yang dilakukan perawat pada tingkat
Universita Sumatera Utara
prestasi yang ditetapkan dalam satuan waktu tertentu. Gillies (1996) menyatakan bahwa untuk memperkirakan beban kerja perawat pada sebuah unit, manajer harus mengumpulkan data tentang : jumlah pasien yang masuk pada unit itu setiap hari/bulan/tahun, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien, di unit tersebut, ratarata hari perawatan pasien, jenis tindakan keperawatan yang dibutuhkan pasien, frekuensi masing-masing tindakan keperawatan yang dibutuhkan pasien, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memberikan tindakan keperawatan. Perkiraan beban kerja perawat pada tiap unit dapat dilakukan dengan mengumpulkan data tentang jumlah klien yang masuk pada unit itu setiap hari/bulan/tahun, kondisi atau tingkat ketergantungan klien di unit tersebut, ratarata hari perawatan, jenis tindakan yang dibutuhkan klien, frekuensi masingmasing tindakan keperawatan yang dilakukan, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memberi tindakan keperawatan (Gillies, 1996). 2.9 Tujuan Menghitung Beban Kerja (Work Load) Menghitung beban kerja perawat memiliki beberapa alasan penting, seperti yang dikemukakan Gillies (1999), menyebutkan alasan diukurnya beban kerja perawat untuk mengkaji status kebutuhan perawatan klien, menentukan dan mengelola staf, kondisi kerja dan kualitas asuhan, menentukan dan mengeluarkan biaya alokasi sumber-sumber yang adekuat dan untuk mengukur hasil intervensi keperawatan. 2.10 Mengukur Beban Kerja Perawat Untuk mengukur beban kerja dikembangkan berdasarkan sistem klasifikasi klien, (Gillies, 1994). Perhitungan ini menghasilkan perhitungan beban
Universita Sumatera Utara
kerja yang lebih akurat karena dalam sistem klasifikasi klien dikelompokkan sesuai tingkat ketergantungan klien atau sesuai waktu, tingkat kesulitan serta kemampuan yang diperlukan untuk memberikan perawatan. Lebih jauh Swansburg & Swansburg (1999) membagi tingkat ketergantungan klien menjadi lima kategori : 1. Kategori 1 Perawatan Mandiri a. Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai berikut : dapat melakukan makan, minum sendiri atau dengan bantuan yang minimal, merapikan diri dapat melakukan sendiri, dan kebutuhan eliminasi dapat ke kamar mandi sendiri serta mengatur kenyamanan posisi tubuh dapat dilakukan sendiri. b. Keadaan umum baik, masuk ke rumah sakit untuk prosedur diagnosik sederhana, check-up, bedah minor. c. Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi, membutuhkan penjelasan
untuk
tiap
prosedur
tindakan,
membutuhkan
penjelasan/orientasi waktu, tempat dan orang tiap shift. d. Tindakan dan pengobatan tidak ada atau hanya tindakan dan pengobatan sederhana. 2. Kategori 2 Perawatan Minimal a. Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai berikut : makan/minum perawat membantu dalam mempersiapkan, masih dapat makan dan minum sendiri, merapikan diri perlu sedikit bantuan demikian juga dengan penggunaan urinal, kenyamanan posisi tubuh perlu sediikit bantuan.
Universita Sumatera Utara
b. Keadaan umum : tampak sakit sedang, perlu monitoring tanda-tanda vital, urine diabetik, drainage atau infus. c. Kebutuhan pendidikan kesehatan dibutuhkan 5-10 menit setiap shift, klien mungkin sedikit bingung atau agitasi tetapi dapat dikendalikan dengan obat. d. Pengobatan dan tindakan diperlukan waktu 20-30 menit setiap shift. Diperlukan evaluasi terhadap aktifitas pengobatan dan tindakan. Perlu observasi status mental setiap 2 jam. 3. Kategori 3 Perawatan Moderat a. Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai berikut : makan dan minum disuapi, masih dapat mengunyah dan menelan makanan, merapikan diri tidak dapat dilakukan sendiri, eliminasi disediakan pispot atau urinal, ngompol dua kali setiap shift, kenyamanan posisi tergantung kepada perawat. b. Keadaan umum mencakup gejala sakit dapat hilang timbul, perlu observasi fisik dan emosi setiap 2-4 jam. Infus monitoring setiap 7 jam. c. Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi perlu 10-30 menit setiap shift, gelisah, menolak bantuan dapat dikendalikan dengan obat. d. Pengobatan dan tindakan perlu 30-60 menit per shift, perlu sering diawasi terhadap efek samping atau reaksi alergi. Perlu observasi status mental setiap 1 jam. 4. Kategori 4 Perawatan Ekstensif (Semi Total) a. Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai berikut : makan dan minum, tidak bisa mengunyah dan menelan, perlu sonde,
Universita Sumatera Utara
merapikan diri perlu dibantu semua, dimandikan, perawatan rambut dan kebersihan gigi dan mulut harus dibantu, eliminasi sering ngompol lebih dari dua kali setiap shift. Kenyamanan posisi perlu dibantu dua orang. b. Keadaan umum : tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan atau darah, gangguan sistem pernapasan akut, perlu sering dipantau. c. Kebutuhan pendidikan dan kesehatan dan dukungan emosi : perlu lebih dari 30 menit setiap shift, klien gelisah, agitasi dan tidak dapat dikontrol atau dikendalikan dengan obat. d. Pengobatan atau tindakan : perlu lebih dari 60 menit per shift. Pengobatan lebih banyak dilakukan dalam satu shift. Observasi status mental perlu lebih sering (kurang dari 1 jam). 5. Kategori 5 Perawatan Intensif (Total) Klien yang termasuk dalam kategori ini memerlukan pengawasan secara intensif terus-menerus dalam setiap shift dan dilakukan satu perawatan untuk satu klien. Semua kebutuhan klien diurus/dibantu oleh perawat.(Johnson, 1984 dalam Swansburg and Swansburg, 1999). Sedangkan kebutuhan waktu untuk pendidikan kesehatan, pengobatan dan tindakan lain dijelaskan pada tabel 2.
Universita Sumatera Utara
Tabel 2.2. Kebutuhan Waktu untuk Pendidikan Kesehatan, Pengobatan dan Tindakan untuk Setiap Shift No.
Kategori
1
Mandiri
2 3 4 5
Minimal Moderat Semi total Total
Pendidikan Kesehatan Minimal (asumsi 20’) 5’-10’ 10’-30’ >30’ (asumsi 50’) Klien di ICU
Pengobatan dan Tindakan Lain Minimal (asumsi 0’) 20’-30’ 30’-60’ >60% (asumsi 80%) Klien di ICU
Jumlah 20’ 40’ 90’ 130’
Waktu yang diperlukan untuk melakukan pendidikan kesehatan pada klien dengan kategori mandiri relatif lebih tinggi dari kategori klien minimal karena pada klien mandiri memerlukan pendidikan kesehatan yang terkait dengan perawatan diri di rumah (discharge planning). Menurut Meyer (dalam Gillies, 1994) dibutuhkan waktu 15 menit untuk pendidikan kesehatan. Untuk shift malam hari kegiatan langsung diterima oleh klien hanya berupa tindakan dan pengobatan, sebab klien perlu beristirahat dan tidur. Jadi pendidikan kesehatan pada umumnya diberikan pada shift pagi dan sore. Perhitungan beban kerja berdasarkan tingkat ketergantungan atau klasifikasi klien dapat dilakukan berdasarkan kegiatan keperawatan selama memberi asuhan keperawatan. Kegiatan keperawatan seperti kegiatan keperawatan langsung dan kegiatan keperawatan tidak langsung (Johnson, 1984 dalam Swansburg and Swansburg, 1999). Lebih lanjut Situmorang (1994), mengatakan bahwa kegiatan keperawatan selama memberikan asuhan keperawatan terbagi dalam tiga kategori, yaitu :
Universita Sumatera Utara
a. Kegiatan keperawatan langsung (direct care) Kegiatan keperawatan langsung adalah kegiatan yang difokuskan kepada klien dan keluarganya, meliputi komunikasi dengan klien dan keluarganya, pemeriksaan atau kontrol klien, mengukur tanda-tanda vital, tindakan atau prosedur keperawatan atau pengobatan, nutrisi dan eliminasi, kebersihan klien, mobilisasi, transfusi, serah terima klien, pemeriksaan specimen untuk pemeriksaan laboratorium, termasuk pendidikan kesehatan. Menurut Gillies (1994) kebutuhan waktu untuk perawatan langsung setiap klien adalah 4 jam/hari, sedangkan untuk klasifikasi perawatan mandiri (self care) dibutuhkan waktu 1/ 2 x 4 jam = 2 jam; partial care dibutuhkan waktu 3/ 4 x 4 jam = 3 jam; total care dibutuhkan waktu 1-1 1/ 2 x 4 jam = 4-6 jam; intensif care dibutuhkan waktu 2 x 4 jam = 8 jam. Penyuluhan kesehatan tiap klien = 0,25 jam. b. Kegiatan keperawatan tidak langsung (indirect care) Kegiatan keperawatan tidak langsung (indirect care) adalah kegiatan yang tidak langsung pada klien tetapi berhubungan dengan persiapan atau kegiatan
untuk
melengkapi
asuhan
keperawatan
seperti
mendokumentasikan hasil pengkajian, membuat diagnosa keperawatan, menyusun intervensi, mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan,
melakukan
mendokumentasikan
kolaborasi
dengan
hasil
dokter
evaluasi
tentang
keperawatan,
program
terapi,
mempersiapkan status klien, mempersiapkan formulir untuk memeriksa laborarium/radiologi, mempersiapkan alat untuk pelaksanaan tindakan keperawatan/pemeriksaan atau tindakan khusus.
Universita Sumatera Utara
Masih merupakan kegiatan tidak langsung yaitu merapikan lingkungan klien, menyiapkan atau memeriksa alat dan obat emergensi, melakukan
koordinasi/konsultasi
dengan
tim
kesehatan
lainnya,
mengadakan atau mengikuti pre dan post konferes, keperawatan/kegiatan ilmiah keperawatan dan medis, memberikan bimbingan dalam melakukan tindakan keperawatan, melakukan komunikasi tentang obat klien dengan pihak farmasi/apotik, mengirim/menerima berita klien melalui telepon dan membaca status klien. Waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tidak langsung tidak dipengaruhi
oleh
tingkat
ketergantungan
klien.
Apapun
tingkat
ketergantungan klien, waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tidak langsung tetap sama, yaitu 38 menit/hari/klien (Gillies, 1989). Sedang menurut Wolf & Young dalam Gillies, 1994 = 60 menit/hari/klien, hal yang sama berdasar hasil riset di John hopkins Hospital dibutuhkan 60 menit/hari/klien untuk kegiatan tidak langsung (Gillies, 1994). c. Kegiatan non-keperawatan (pribadi perawat) Kegiatan pribadi perawat adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perawat, seperti sholat, makan,minum, kebersihan diri, duduk di nurse station, ganti pakaian, dan ke toilet, dengan lokasi 15% dari total waktu kerja setiap shift. Kegiatan lain perawat dan tidak produktif adalah kegiatan yang tidak terkait dengan tugas dan tanggung jawab sebagai perawat, merupakan kegiatan pribadi, misalnya : nonton TV, baca koran, mengobrol, telepon, urusan pribadi, pergi ke luar ruangan, pergi untuk keperluan pribadi, atau keluarga, datang terlambat dan pulang lebih awal dari jadwal.
Universita Sumatera Utara
Perhitungan
beban
kerja
juga
dapat
dilihat
dengan
mengkategorikan kegiatan ke dalam kegiatan produktif atau tidak produktif. Waktu produktif adalah waktu maksimum atau optimum yang dipakai/digunakan karyawan atau staf untuk kegiatan uatma (sesuai tugas, peran, dan fungsinya), artinya disini dilakukan dengan cara benar oleh orang yang benar dan menggunakan alat/peralatan yang benar (Mochal, 2001). Lebih lanjut disebutkan secara umum rata-rata jam produktif perhari karyawan adalah 6 – 6,5 jam perhari dari 8 jam perhari atau 75%80%, sedang sisanya digunakan untuk kegiatan yang non produktif seperti aktifitas administratif, bersifat pribadi seperti kebutuhan utuk berobat, ke kamar mandi (toilet) dan lainnya. Sedangkan menurut Marquis (2010), karyawan memiliki waktu tidak produktif selama 1 jam dari waktu kerja terdiri dari 30 menit istirahat makan siang, dan 2 kali 15 menit untuk istirahat. Ilyas (2004), waktu kerja produktif optimum perawat adalah berkisar dari 80% waktu kerja, digunakan untuk menilai apakah beban kerja perawat tinggi. Berdasarkan Undang Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 77 ayat 1 bahwa jam kerja karyawan dalam 1 minggu adalah 40 jam, jika menggunakan 5 hari kerja maka jam kerja per hari adalah 8 jam, dan jika menggunakan 6 hari kerja/minggu maka jam kerja per hari adalah 7 jam. 2.11 Teknik Perhitungan Beban Kerja Menghitung beban kerja personal secara sederhana dapat dilakukan dengan mengobservasi apakah beban kerja yang ada dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu dengan menunjukkan langsung pada yang bertugas, hasilnya
Universita Sumatera Utara
bersifat kualitas sehingga sulit untuk menggambarkan beban kerja personal tersebut dan sangat subjektif. Swansburg and Swansburg (1999), mengatakan bahwa ada empat teknik perhitungan beban kerja perawat, yaitu : 1. Time study and task frequency Adalah studi untuk menghitung beban kerja dari segi kualitas yang dikaitkan pekerjaan dengan waktu yang dibutuhkan. Tujuannya untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan, langkahlangkahnya adalah sebagai berikut : a. Menentukan sampel yang akan diambil setelah diklasifikasikan b. Membuat formulir kesehatan yang akan diamati serta waktu yang digunakan c. Menentukan observer, harus yang mengetahui kompetensi responden d. Satu observer mengamati satu orang perawat selama 24 jam. 2. Work sampling (merupakan variasi dari time study and task frequncy) Work sampling adalah mengamati apa yang dilakukan perawat. Informasi yang dibutuhkan dengan teknik ini adalah waktu da kegiatan yang dilakukan oleh perawat melalui pengamatan interval waktu tertentu atau secara random sebagai sample kegiatan. Pada work sampling orang yang diamati harus dilihat/amati dari kejauhan. Ilyas (2004), menjelaskan pada work sampling dapat diamati hala-hal spesifik terhadap pekerjaan seperti : a) aktifitas apa yang sedang dilakukan personal pada waktu jam kerja; b) apakah aktivitas personal tersebut berkaitan
Universita Sumatera Utara
dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja; c) proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif; d) pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja. Masih menurut Ilyas (2004) dengan cara work sampling peneliti akan mendapatkan informasi yang tepat dari sejumlah personal yang diteliti mengenai kegiatan dan banyaknya pengamatan kegiatan dari mulai datang sampai pulangnya responden. Beberapa tahap yang harus dilakukan dalam melakukan survey adalah : a. Menentukan jenis personal perawat yang ingin diteliti b. Bila jenis personel ini jumlahnya banyak, perlu dilakukan simple random sampling. c. Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif atau diklasifikasikan kegiatan langsung dan tidak langsung. d. Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan menggunakan work sampling. Pengamat diharapkan memiliki latar belakang sejenis dengan subjek yang ingin diamati. Setiap peneliti/ pengamat akan mengamati 5-8 orang perawat yang bertugas saat itu. e. Pengamatan kegiatan perawat dilakukan dengan interval 2 – 15 menit tergantung karakteristik pekerjaan yang dilakukan perawat. Semakin tinggi tingkat mobilitas pekerjaan yang diamati, maka makin pendek waktu pengamatan. Semakin pendek jarak pengamatan semakin banyak sampel pengamatan yang dapat diambil oleh peneliti sehingga akurasi penelitian
Universita Sumatera Utara
menjadi lebih akurat. Pengamatan dilakukan selama jam kerja (7 jam) dan bila jenis tenaga yang diteliti berfungsi 24 jam atau 3 shift, maka pengamatan dilakukan sepanjang hari. Contoh formulir kegiatan teknik work sampling pada tabel berikut : Tabel 2.3. Format Observasi Kegiatan Keperawatan (Formulir Work Sampling) Pengamat : Ruang : Tanggal : Dinas pagi/sore/malam*)
No.
Jam
1 2 3 4
07.30 07.45 08.00 08.15 Dst
Kode Responden
Kegiatan Keperawatan (dituliskan nomor kegiatan yang dilaksanakan) Tidak Non Langsung Langsung Keperawatan
Secara teknis proses pengamatan kegiatan dengan menggunakan work sampling ini adalah sebagai berikut : a. Mempersiapkan semua peralatan yang dibutuhkan untuk pengamat b. Setiap pelaksana pengamatan (observer) mengamati 5 orang tenaga perawat di satu ruangan. c. Memulai pelaksanaan kegiatan pengamatan mulai pukul 07.00 pagi. d. Menetapkan waktu interval pengamatan setiap 5 menit. e. Bentuk pengamatan sebagai berikut : 1) Pada menit pertama, observer mengamati kegiatan perawat A 2) Pada lima menit kedua, observer mengamati kegiatan perawat B 3) Pada lima menit ketiga,observer mengamati kegiatan perawat C
Universita Sumatera Utara
4) Pada lima menit keempat, observer mengamati kegiatan perawat D 5) Pada lima menit kelima, observer mengamati kegiatan perawat E 6) Pada lima menit keenam, observer mengamati kegiatan perawat A, demikian seterusnya. Pengamatan pada hari kedua dan seterusnya dapat dilakukan pada perawat yang berbeda sepanjang perawat tersebut masih bertugas pada ruangan yang sedang diobservasi beban kerjanya. Teknik work sampling merupakan cara yang efektif dalam mengumpulkan data mengenai jenis dan waktu perawatan karena laporan tersebut sedikit bias oleh minat pribadi. Untuk memastikan adanya objektivitas dan kepercayaan, maka pengamat harus dilatih dalam hal pengamatan (Gillies, 1994). 3. Continous sampling Sama dengan work sampling, perbedaannya terletak pada cara pengamatan yang dilakukan terus-menerus terhadap setiap kegiatan perawat dan dicatat secara terperinci serta dihitung lamanya waktu untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Pencatatan dilakukan mulai perawat datang sampai pulang. Pengamatan dapat dilakukan pada satu atau lebih responden secara bersamaan. Bentuk formulir observasi kegiatan yang digunakan terlihat pada tabel berikut.
Universita Sumatera Utara
Tabel 2.4. Format Observasi Kegiatan Keperawatan Pengamat : Ruang : Tanggal : Dinas pagi/sore/malam*) No. Kegiatan Perawat 1 2 3 4 Dst Total jumlah kegiatan Total waktu (dalam menit)
Dimulai
Diakhiri
Jumlah Waktu
= =
4. Self Reporting (variasi time study and task frequency) Perawat memeriksa daftar kegiatan yang ditetapkan lebih dahulu atau formulir tugas harian yang dilaksanakan. Catatan-catatan dalam formulir tugas harian dapat dibuat untuk periode waktu tertentu untuk pekerjaan-pekerjaan yang ditugaskan. Dengan formulir tugas harian akan didapatkan data tentang jenis kegiatan, waktu dan lamanya kegiatan dilakukan. Masih menurut Ilyas (2004) cara lain untuk menghitung beban kerja personal perawat dapat dilakukan dengan cara : a. Time and Motion Study Observer mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh perawat yang sedang diamati. Teknik ini tidak sekedar mengetahui beban kerja dari personel/perawat tetapi juga dapat mengetahui kualitas/mutu kerja personel yang diamati. Pada teknik ini ditetapkan sampel perawat yang diklasifikasikan sebagai tenaga perawat mahir, maka penentuan sampling dengan cara purposive sampling. Jumlah perawat yang diamati dapat satu orang saja sepanjang perawat tersebut
Universita Sumatera Utara
dapat mewakili klasifikasi perawat mahir. Pelaksana pengamatan juga dilakukan oleh perawat mahir yang memiliki kompetensi dan fungsi perawat mahir bidangnya dari rumah sakit yang berbeda. Penelitian dengan time dan motion study dapat juga untuk mengevaluasi tingkat kualitas suatu pelatihan dan pendidikan bersertifikat keahlian.
b. Daily Log Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling. Kegiatan pada teknih ini adalah orang yang diteliti menulis sendiri kegiatan yang ia lakukan dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut . Daily log sangat bergantung pada relatif sederhana dan murah karena peneliti hanya menyiapkan pedoman dan formulir . Gillies (1994) mengatakan metode atau teknik daily log ini memiliki kelemahan seperti ketidakcakapan beberapa perawat dalam melaporkan kegiatan yang mereka lakukan secara objektif atau mengatur waktunya secara akurat. Bahkan perawat bisa cenderung untuk menghitung waktu yang digunakan pada kegiatan yang bernilai tinggi saja misalnya kegiatan mengganti balutan dan mengabaikan menghitung waktu untuk kegiatan yang dianggap tidak penting, misalnya mengambil hasil foto ke bagian radiologi, dan sebagainya. Dalam penelitian ini beban kerja yang akan diteliti dengan menggunakan
teknik
continous
sampling
(modifikasi)
dengan
pertimbangan teknik ini sesuai dengan tujuan dimana akan diketahui
Universita Sumatera Utara
beban kerja pada setiap responden yang diasumsikan akan berpengaruh terhadap pelaksanaan perilaku Caring
2.12. Beban Kerja Perawat di ICU Berdasarkan penelitian Padilha, Sousa, Kimura, Miyadahira, Da Cruz, Vattimo, Fusco, Decampos, Mendes, Mayor (2006), penelitiannya di Sao Paulo Brazil tentang hubungan antara karakteristik penyakit pasien dan beban kerja perawat di intensive care unit dengan menggunakan instrumen TISS bahwa, beban kerja perawat tinggi. Waktu kerja perawat yang diperlukan untuk melakukan intervensi pada pasien dengan liver transplantasi 339,2 menit/shift, dan pasien dengan kasus trauma (296,8 menit/shift). Untuk kedua kasus tersebut diatas dibutuhkan rasio perawat pasien 1:1. Sedangkan, pasien dengan hematologi (275,6 menit/shift), nefrologi (265 menit/shift), internal medicine (265 menit/shift), medical emergency (243,8 menit/shift). Surgery (233,2 menit/shift), neurologi (233menit/shift), mempunyai score TISS 22-26 sehingga kebutuhan perawat pasien tetap 1:1 dan kelebihan waktu perawat diberikan untuk intervevsi pasien dengan score TISS 34. Sedangkan rasio perawat pasien 1:2 dilakukan pada pasien dengan score TISS yang rendah pada kasus surgical support (222,6 menit), penyakit infeksi (199,8 menit), luka bakar (148,4 menit), kasus dengan score TISS kurang dari 22. Pada penelitian yang dilakukan oleh Padilha, desousa, Queijo, Mendes, Miranda (2007), di Sao Paulo Brazil dengan menggunakan instrumen NAS bahwa beban kerja perawat 67,2% termasuk dalam kategori tinggi. Dari hasil penelitiannya terdapat hubungan yang bermakna antara beban kerja perawat yang
Universita Sumatera Utara
tinggi dengan lama rawat (LOS) dan peristiwa terjadinya kematian. Maksudnya, lama rawat pasien 1,07 kali menyebabkan beban kerja perawat tinggi dan peristiwa kematian 2,65 kali menyebabkan beban kerja perawat tinggi, hal ini dapat dimaknai bahwa jika pasien dirawat dalam waktu yang lama kemungkinan berhubungan dengan kondisi keparahan penyakit sehingga membutuhkan banyak intervensi keperawatan atau akhirnya mengalami kematian karena keparahan penyakit. Pada penelitian dilakukan Stafseth, Solms, Bredal (2011) di Norwegia didapatkan data bahwa, beban kerja perawat pada 4 unit ICU dalam kategori tinggi (75%-90%) untuk shift 8-10 jam. Hal ini disebabkan karena perawat di Norwegia benar-benar berada bersama pasien selama waktu tugas. Hal yang berbeda dengan di Brazil dimana perawat dapat meninggalkan pasien sendiri di ruangan dengan melakukan restrain. Berdasarkan penelitian Panunto, Guiraldello (2011) di rumah sakit pendidikan Sao Paulo Brazil dengan menggunakan instrumen NAS bahwa beban kerja perawat 62,2% termasuk dalam kategori tinggi. Dari identifikasi kegiatan perawat selama 24 jam dalam hubungannya dengan beban kerja perawat bahwa, frekuensi aktivitas perawat yang paling tinggi :pemeriksaan laboratorium (97%), pengobatan (97%), prosedur tindakan higine (81,5%), pengaturan posisi >3 x 24 jam (70,7%), memberi dukungan pada keluarga i jam tiap shift (93,2%), tugas rutin administrasi dan manajerial (71,1%), dukungan respiratori (83,6%), mengukur output urin (96,7%). Sedangkan frekuensi aktifitas yang rendah dalam aktivitas perawat sebagai berikut : menghitung balancing cairan (57,5%), observasi rutin disamping pasien
Universita Sumatera Utara
selama 2 jam atau lebih (35,9%), pengamatan kelancaran sirkulasi (53,7%), penanganan peningkatan fungsi paru (64,8%), pengobatan vaso aktif (49,1%), memberi makan enteral (37,5%). Beberapa aktifitas yang sangat rendah, kuarng dari 1% adalah : prosedur kebersihan setelah 4 jam dalam setiap shift (0,2%), administrasi intravena karena kekurangan cairan yang banyak (0,2%), CPR dalam 24 jam (0,7%), mengukur tekanan intrakrania (0,3%), pemeriksaan alkalosis dan alsidosis (0,2%). Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dan rata beban kerja perawat adalah 62, 2%. (SD= 20,8). Menurut penelitian yang dilakukan Padilha, de sousa, Garcia, Bento, Finardi, Hatarshi (2009), diperoleh data pengukuran beban kerja perawat di ICU selama 1 bulan, diketahui bahwa terjadi kelebihan tenaga profesional perawat sebesar 0,8-4,8 orang untuk shift 6 jam kerja. Dari hasil pengamatannya terjadi kekurangan tenaga perawat hanya pada hari ke – 16, yaitu sebesar 1,2 jam. Proporsi perawat pasien 1:1,5 di unit intensive care Brazil merupakan proporsi yang berlebih pada tenaga perawat profesional hampir setiap harinya. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien. Penelitian kualitatif yang dilakukan Adomat, Hicks (2003) dengan menghitung beban kerja perawat menggunakan rasio perawat pasien 1:2 dan 1:1 bahwa, penghitungan waktu kerja perawat yang diobservasi tidak dapat memberikan gambaran terhadap kebutuhan pelayanan keperawatan pasien berdasarkan rasio. Hal demikian terlihat dalam observasi yang dilakukan pada pasien dengan kategori 1, perbandingan perawat pasien 0,5:1. Hasil penjumlahan waktu yang dibutuhkan untuk aktivitas perawat mulai dari intervensi keperawatan
Universita Sumatera Utara
18,78 menit, mencatat observasi 10,78 menit, berbicara dengan pasien 16,59 menit, observasi pasien 5,15 menit, berbicara dengan pengunjung 3,28 menit, persiapan pasien masuk 3,56 menit, persiapan pasien pulang 0,22 menit, pekerjaan domestik 0,93 menit, observasi 16,13 menit (not observed by the bedside). Keseluruhan aktivitas tersebut ± 76 menit/pasien. Sedangkan, pengkategorian rasio perawat pasien 1:1, aktivitas perawat mulai dari intervensi keperawatan 13,38 menit, mencatat observasi 17,43 menit, berbicara dengan pasien 1,52 menit, observasi pasien 1,93 menit, berbicara dengan pengunjung 1,12 menit, membimbing mahasiswa 1,39 menit, persiapan pasien masuk 0,37 menit, observasi 11,90 menit (not observed by the bedside), keseluruhan waktu yang diperlukan untuk aktivitas perawat/pasien sebanyak 50 menit/shift. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum pengukuran beban kerja perawat di intensive care unit bervariasi. Banyak faktor yang mempengaruhi beban kerja perawat : jumlah pasien, karakteristik penyakit pasien, keterampilan perawat, kondisi lingkungan rumah sakit sebagai organisasi, type sebuah rumah sakit. Seorang administrator harus secara terus-menerus melakukan evaluasi beban kerja perawat baik dalam waktu harian, bulanan maupun tahunan.hal ini menjadi penting karena dampak yang dapat timbul bila terjadi ketidaksesuaian antara jumlah tenaga perawat terhadap kebutuhan, perawatan terhadap pasien.
Universita Sumatera Utara
2.13 Hubungan Caring dan Beban Kerja Sobirin (2006) dalam penelitiannya tentang hubungan beban kerja dan motivasi dengan penerapan perilaku Caring di Rumah Sakit BRSUD unit Swadana kabupaten Subang bahwa, 52,5% perawat pelaksana dalam penerapan perilaku Caring kategori tinggi dan ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dan perilaku Caring, yaitu tinggi beban kerja maka semakin rendah perilaku Caring perawat. Perbandingan keperawatan langsung dan tidak langsung di Rumah Sakit BRSUD unit Swadaya Subang 60% : 40%. Hal yang serupa juga didaptkan Julianti (2009) dalam penelitiannya tentang hubungan beban kerja perawat pelaksana dengan pelaksanaan perilaku Caring menurut persepsi klien di Irna lantai jantung Rumah Sakit Husada Medan. Meilati (2010) dalam penelitiannya tentang hubungan lingkungan kerja dengan perilaku Caring perawat di Rumah Sakit PGI Cikini bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Caring perawat adalah pengembangan profesi dan dukungan organisasi perawat.
2.14 Landasan Teori Penghitungan beban kerja perawat dapat dilakukan berdasarkan tingkat ketergantungan dan klasifikasi kebutuhan klien terhadap kegiatan keperawatan ketika memberikan asuhan keperawatan. Klasifikasi kegiatan keperawatan terdiri dari kegiatan keperawatan langsung / direct care, kegiatan keperawatan tidak langsung / indirect care dan kegiatan non keperawatan / kegiatan pribadi perawat (Swansburg & Swansburg, 1999). Dalam melaksanakan tugas keperawatan dapat terjadi ketidakseimbangan dan ketidaktepatan jumlah personil perawat dan aktifitas yang harus dilakukan seorang perawat, karna kondisi pasien, tingkat
Universita Sumatera Utara
ketergantungan,jumlah pasien, rata-rata hari perawatan pasien , frekwensi masing – masing tindakan keperawatan, sehingga menimbulkan keletihan, kelelaha, dan menurunnya motivasi / semangat dalam melaksanakan tugas (Gillies, 1994 ). Motivasi adalah dasar bagi setiap orang dalam bertindak / berperilaku, termasuk berperilaku caring bagi perawat. Caring adalah inti / essensi dari pelayanan keperawatan terdiri dari 10 faktor caratif (Watson, 1985)
2.15 Kerangka Konsep Variabel Independen Beban kerja perawat pelaksana ( Swansburg, 1999) • Kegiatan produktif (kegiatan keperawatan langsung dan kegiatan keperawatan tidak langsung) • Kegiatan non-produktif (kegiatan pribadi perawat)
Variabel Dependen
Perilaku Caring Perawat yaitu melihat 10 faktor karatif dari Watson (1985)
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Universita Sumatera Utara