BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Kata transportasi berasal dari kata Latin yaitu tranportare, dimana trans berarti seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atau membawa. Jadi tansportasi berarti mengangkut atau membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya (Kamaludin, 1987). Terdapat pengertian lain menurut SK Dirjen Perhubungan Darat N0. 678 (2002) mengenai transportasi yaitu pergerakan orang dan barang bisa dengan kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor atau jalan kaki, namun di Indonesia sedikit tempat atau tidak tersedianya fasilitas yang baik untuk pejalan kaki dan hampir dilupakan dari bentuk transportasi. Kebutuhan akan pelayanan transportasi bersifat sangat kualitatif dan mempunyai ciri yang berbeda-beda sebagai fungsi waktu, tujuan perjalanan, frekuensi, jenis kargo yang diangkut, dan lain-lain (Tamin, 2000). Transportasi sifatnya dinamis dan selalu berkembang dengan berjalannya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia sehingga setiap waktu selalu diperlukan solusi baru untuk memecahkan masalah transportasi yang juga baru. Apalagi wilayah perkotaan memerlukan dukungan transportasi yang handal, karena adanya berbagai aktivitas dengan intensitas yang tinggi. Ada dua konsep dasar yang melatar belakangi kajian angkutan dan membentuk sistem transportasi (Tamin, 2000) antara lain: 1.
Pergerakan tidak-spasial (tanpa batas ruang) di dalam kota, ciri pegerakannya antara lain:
1
2
a.
Sebab terjadinya pergerakan; sebab terjadinya pergerakan dapat dikelompokkan berdasarkan maksud perjalanan dengan ciri dasarnya ekonomi, sosial, pendidikan, dan agama.
b.
Waktu terjadi pergerakan; waktu terjadinya pergerakan sangat tergantung pada kapan seseorang melakukan aktivitas sehari-harinya dan maksud perjalanan.
c.
Jenis sarana angkutan yang digunakan; penentuan pilihan jenis angkutan umum, orang mempertimbangkan faktor maksud perjalanan, jarak tempuh, biaya, dan tingkat kenyamanan.
2. Pergerakan spasial (dengan batas ruang) di dalam kota, ciri pergerakannya antara lain: a.
Pola perjalanan orang; perjalanan dibentuk karena aktivitas yang dilakukan, bukan tempat tinggal sehingga pola sebaran tata guna lahan suatu kota akan sangat mempengaruhi pola perjalanan orang.
b.
Pola perjalanan barang; pola perjalanan sangat dipengaruhi oleh aktivitas produksi dan konsumsi, yang sangat tergantung pada sebaran pola tata guna lahan pemukian (konsumsi) dan industri serta pertanian.
B. Moda Transportasi Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi dapat dikelompokkan menjadi empat (Tamin, 2000), meliputi:
3
1. Ciri pengguna jalan yang dipengaruhi oleh: a. Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi; semakin tinggi pemilikan kendaraan pribadi akan semakin kecil pula ketergantungan pada angkutan umum. b. Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM). c. Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun, bujangan, dan lain-lain). d. Pendapatan: semakin tinggi pendapatan akan semakin besar peluang menggunakan kendaraan pribadi. e. Faktor lain misalnya keharusan menggunakan mobil ke tempat kerja dan keperluan mengantar anak sekolah. 2. Ciri pergerakan yang dipengaruhi oleh: a. Tujuan pegerakan contohnya, pergerakan ke tempat kerja di negara maju biasanya lebih mudah dengan memakai angkutan umum karena ketepatan waktu dan tingkat pelayanannya sangat baik dan ongkosnya relatif murah dibanding dengan angkutan pribadi. Akan tetapi hal sebaliknya terjadi di negara berkembang; orang masih tetap menggunakan kendaraan mobil pribadi ke tempat kerja, meskipun lebih mahal, karena ketepatan waktu, kenyamanan, dan lain-lainnya tidak dapat dipenuhi oleh angkutan umum. b. Waktu terjadi pergerakan misalnya, kalau seseorang ingin bergerak pada tengah malam, seseorang pasti membutuhkan kendaraan pribadi karena pada saat itu angkutan umum tidak atau jarang beroperasi.
4
c. Jarak perjalanan, seseorang cenderung memilih angkutan umum dibandingkan dengan angkutan pribadi. 3. Ciri fasilitas moda transportasi, dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: pertama faktor kuantitatif seperti: a. Waktu perjalanan; waktu menunggu di tempat berhenti bus, waktu berjalan kaki ke tempat perhentian bus, waktu selama bergerak, dan lain-lain. b. Biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar, dan lain-lain) c. Ketersediaan ruang dan tarif parkir. 4. Ciri kota atau zona, beberapa ciri yang dapat mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak pusat kota dan kepadatan penduduk. C. Permintaan Jasa Transportasi Permintaan jasa transportasi merupakan permintaan turunan (derived demand), artinya suatu permintaan yang timbul dari suatu permintaan yang lain. Dengan demikian, permintaan jasa transportasi timbul dalam rangka memenuhi kebutuhan lain. Misalnya, pada setiap hari kerja para pekerja pergi ketempat kerja, hal ini menimbulkan permintaan jasa transportasi untuk sampai ke tempat kerjanya yang dibedakan karena adanya perbedaan lokasi antara tempat kerja dan tempat tinggal. Menurut Wells (1978), kendaran pribadi walaupun menimbulkan persoalan lalu lintas (Besarnya ruang untuk tiap penumpang 3,3 m2 per penumpang, dibandingkan dengan angkutan kota yang 1,7 m2 per penumpang, atau bus kota yang 0,75 m2 per penumpang) masih merupakan alat transportasi yang luwes.
5
Kendaraan umum mengalami kesulitan bersaing dengan kendaraan pribadi yang melayani secara door to door. D. Perencanaan Transportasi Perencanaan transportasi dapat didefinisikan sebagai proses yang tujuannya mengembangkan sistem angkutan yang memungkinkan manusia dan barang dapat bergerak dengan cepat, aman, nyaman, dan murah. Kegiatan transportasi suatu daerah erat kaitannya dengan sosio-ekonomi di suatu tempat. E. Pengertian Angkutan Umum Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan, Angkutan umum adalah pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan untuk umum disini adalah penumpang atau orang secara umum, tidak membedakan strata sosial, umur, jenis kelamin, dan lain sebagainya. Siapapun boleh menaiki angkutan umum asal mampu membayar ongkos sesuai rute yang ditempuh ke tempat yang dituju. Menurut Warpani (1990) angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar dan tujuan diselenggarakannya angkutan umum adalah memberikan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat. Sedangkan menurut Vuchic (1981) menyatakan bahwa angkutan adalah sarana transportasi penumpang perkotaan yang biasanya dijalankan di jalan raya pada kondisi lalu lintas campuran (mixed traffic) yang disediakan oleh swasta atau operator umum dan berada dalam kelompok dan rute tertentu.
6
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa, angkutan umum adalah kendaraan umum untuk mengangkut barang atau orang dari satu tempat ke tempat lain, yang disediakakan oleh pribadi, swasta, atau pemerintah, yang dapat digunakan oleh siapa saja dengan cara membayar atau sewa. Keberadaan angkutan umum sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya bagi golongan masyarakat yang tidak dapat memfasilitasi pergerakannya dengan angkutan pribadi. 1. Jenis angkutan umum Jenis angkutan umum dapat dibedakan menjadi (Munawar, 2004): a. Dari segi kualitas angkutan umum meliputi: 1) Bus umum: penumpang tidak menjamin mendapat tempat duduk. 2) Bus patas: semua penumpang mendapat tempat duduk. Bus patas A.C : semua penumpang mendapatkan tempat duduk yang nyaman dengan waktu perjalanan yang cepat. Dari segi kapasitas misalnya, mikrolet sekitar 12 orang, bus sedang memiliki kapasitas 40 orang, bus besar kapasitas 60 orang, bus tingkat kapasitas 100 orang, dan bus gandeng memiliki kapasitas sekitar 150 orang. 2. Pengguna angkutan umum Menurut Gray (1997), pengguna angkutan umum di pengaruhi oleh beberapa faktor lain: a. Keselamatan baik di dalam kendaraan maupun di tempat pemberhentian, termasuk keselamatan dari kecelakaan dan keselamatan penumpang dan pencurian dan kekerasan fisik serta keselamatan dari pengerusakan.
7
b. Kenyamanan, mencakup kenyamanan fisik penumpang di dalam kendaraan dan di tempat pemberhentian (kualitas perjalanan pada saat naik, pengawasan lingkungan yang memadai, keadaan tempat duduk, tempat masuk dan keluar serta akomodasi paket atau barang), kualitas estetika dari sistem (kebersihan dan hiburan di dalam kendaraan, tempat pemberhentian yang menarik, terminal dan fasilitas lainnya), perlindungan lingkungan bagi pengguna (kebisingan dan gas buang), fasilitas terhadap pengguna dan layanan yang baik dari operator. c. Aksebilitas (kemudahan pencapaian) secara tidak langsung merupakan tercukupinya distribusi rute diseluruh area yang dilayani, kapasitas kendaraan, frekuensi pelayanan dan rentang waktu operasi, ciri khas pemberhentian dan kendaraan serta distribusi informasi mengenai jarak, jadwal dan lain-lain. d. Reabilitas, bergantung pada kecilnya rata-rata penyimpangan pelayanan khusus yang disediakan pada saat penyimpangan terjadi, ketaatan pada jadwal dengan cukupnya informasi mengenai berbagai perubahan pelayanan dan terjaminnya ketersediaan transfer. e. Perbandingan biaya, berarti kelayakan berdasar jarak minimum dan kemudahan mekanisme transfer dan kemungkinan pengurangan biaya bagi penumpang dan kelompok-kelompok khusus (pelajar, anak-anak, lansia, dan lain-lain). f. Efisiensi, termasuk tingginya kecepatan rata-rata dengan waktu singgah atau tinggal minimum dan ketiadaan tundaan lalu lintas, cukupnya
8
pemberhentiannya dengan waktu berjalan minimum (tetapi tidak terlalu banyak karena dapat meningkatkan waktu perjalanan) jadwal dan tempat transfer yang terkoordinasi dengan pengguna yang tidak dapat dilayani minimum, rute langsung serta pelayanan ekspres dan khusus yang terjamin. Efisiensi juga mencakup kemudahan sistem pemeliharaan dengan fasilitas-fasilitas
pemeliharaan
yang
menandai,
efisiensi
sistem
manajemen. 3. Pengguna angkutan umum dapat dibagi menjadi: a. Kelompok captive user yaitu sekelompok masyarakat yang memenuhi kebutuhan mobilitasnya tergantung pada angkutan umum (tidak umum), kelompok ini tidak memenuhi salah satu syarat sebagai berikut: 1) Fisik: sedang sakit, penyandang cacat, sudah uzur. 2) Legal formal: tidak punya SIM. 3) Finansial: tidak punya kendaraan pribadi. b. Kelompok choice user yaitu sekelompok masyarakat yang dalam pemenuhan kebutuhan mobilitasnya mempunyai alternatif lain (tidak tergantung pada angkutan umum). 1) Legal formal: punya SIM. 2) Finansial: punya kendaraan pribadi. 3) Wilayah pelayanan angkutan umum. Wilayah pelayanan angkutan perkotaan adalah wilayah yang di dalamnya bekerja satu sistem pelayanan angkutan penumpang umum karena adanya kebutuhan pergerakan penduduk dalam wilayah perkotaan (SK Dirijen
9
Perhubungan Darat No. 687, 2002). Penentuan wilayah angkutan penumpang umum ini diperlukan untuk: 1. Merencanakan sistem pelayanan angkutan penumpang umum. 2. Menetapkan kewenangan penyediaan, pengelolaan, dan pengaturan pelayanan angkutan penumpang umum. Menurut Warpani (1990), trayek merupakan rute kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus mempunyai asal, tujuan, lintasan dan jadwal tetap. Kumpulan trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan orang membentuk jaringan trayek yang ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor sebagai berikut (SK.Dirjen Perhubungan Darat No. 687, 2002): 1. Pola tata guna lahan Pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksebilitas yang baik, yaitu lintasan angkutan umum diusahakan melewati tata guna lahan dengan potensi permintaan yang tinggi dan potensi permintaan yang tinggi dan potensial tujuan bepergian. 2. Pola pergerakan penumpang angkutan umum Rute angkutan umum yang baik adalah arahnya mengikuti pola pergerakan penumpang angkutan sehingga tercipta pergerakan yang lebih efisien. 3. Kepadatan penduduk Trayek angkutan diusahakan sedekat mungkin menjangkau wilayah kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi.
10
4. Daerah pelayanan Pelayanan angkutan umum juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada, sehingga terjadi pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum. 5. Karakteristik jaringan Kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Khisty and Lall, (2003), menyatakan bahwa pelayanan angkutan umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan jenis rute dan perjalanan yang dilayaninya. 1. Angkutan jarak pendek ialah pelayanan kecepatan rendah di dalam kawasan sempit dengan densitas perjalanan tinggi, seperti kawasan perdagangan utama (central Business district-CBD). 2. Angkutan kota, yang merupakan jenis yang paling lazim, melayani orangorang yang membutuhkan transportasi di dalam kota. 3. Angkutan regional melayani perjalanan jauh, berhenti beberapa kali, dan umumnya memiliki kecepatan tinggi. Sistem kereta api cepat dan bus ekspres termasuk ke dalam kategori ini. Ditinjau dari sistem pengoperasian angkutan umum, jaringan rute adalah sekumpulan lintasan rute, titik perhentian dan terminal yang memungkinkan terjadinya pergerakan penumpang secara aman, efisien, dan efektif (Santoso, 1996). Pada kebanyakan kota, sistem jaringan angkutan kota menggunakan
11
beberapa tipe secara kombinasi yang sesuai dengan karakteristik kota yang bersangkutan. Oleh Direktorat BSLLAK Dirjen Perhubungan Darat (1998), disarankan agar trayek yang melalui pusat kota tidak berhenti dan mangkal di pusat kota tetapi jalan terus, karena hal ini akan berdampak kepada kemacetan lalu lintas di sekitar terminal pusat kota. F. Barang Publik Barang publik memiliki ciri khas yaitu tersedianya adalah berkat campur tangan pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa yang relatif murah karena harganya ditentukan rendah atau subsidi oleh pemerintah, tidak dapat dikecualikan (non-excludable), karena dapat dinikmati oleh orang lain dan tidak pula bersaing (non-rival) (Soekanto, 2001). Penyediaan barang publik melengkapi penyediaan barang swasta yang semuanya
dimaksudkan
untuk
mensejahterakan
kehidupan
bangsa.
Bagaimanapun peran pemerintah dapat pula gagal seperti halnya swasta apabila pemerintah itu “kebablasan” di dalam fungsinya, misalnya merasa mewakili rakyat dan menentukan barang dan jasa publik yang sebenarnya tidak dikehendaki masyarakat atau vested dan terlalu jauh mencampuri atau mengatur aspek kehidupan masyarakat. Peran Pemerintah akan Barang Publik. Pemerintah adalah organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kewenangan atau kekuasaan atas mereka yang hidup bermasyarakat dan menyelenggarakan pelayanan dan pendanaannya. Untuk maksud itu pemerintah menarik pajak, dan pungutan lain. Pelayanan pemerintah berupa penyediaan barang dan jasa, misalnya pertahanan dan keamanan,
12
peradilan, dan pendidikan. Semula terbatas pada hal-hal itu saja, namun dengan berlalunya waktu pemerintah memandang perlu untuk melaksanakan programprogram demi kesejahteraan masyarakat, misalnya asuransi (hari tua dan pengangguran), penanggulangan kebakaran, penyediaan angkutan, kesehatan, dan lain-lain. Dewasa ini fungsi atau peran pemerintah dapat dikelompokkan ke dalam (1) fungsi alokasi, (2) fungsi distribusi, dan (3) fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi, semula barang dan jasa itu dihasilkan oleh swasta dan dijual di pasar. Namun dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat, ada barang dan jasa yang tidak disediakan swasta di pasar dan barang serta jasa itu dikenal dengan nama barang dan jasa publik, yaitu barang dan jasa yang tidak dapat disediakan melalui transaksi antara penjual dan pembeli di pasar. Barang dan jasa tersebut disediakan oleh pemerintah sebagai “wakil” masyarakat dan mengetahui barang dan jasa apa saja yang diinginkan masyarakat selain barang dan jasa yang disediakan swasta. Barang swasta murni (pure private goods) merupakan barang yang dibeli sesuai dengan pilihan individu, sifatnya dapat dikecualikan dan dihasilkan oleh swasta, dijual di pasar, dan hasil penjualannya untuk membiayai pembuatannya. Misalnya sandang, pangan, sabun, pulpen, dan banyak saingannya. Diantara barang swasta dan publik murni ada barang swasta campuran (quasi private), yang manfaatnya dirasakan positif oleh orang lain, dijual dipasar atau langsung oleh pemerintah, seperti rumah sakit, angkutan, serta barang publik campuran (quasi public) yang manfaatnya juga dirasakan oleh orang lain dan
13
dikonsumsikan bersama tetapi dapat terjadi kemacetan, kepadatan (eksternalitas negatif), dijual melalui pasar atau langsung oleh pemerintah seperti taman. Fungsi distribusi, pemerintah berupaya untuk mendistribusikan pendapatan atau kekayaan agar supaya masyarakat sejahtera. Tetapi bagaimanapun juga upaya ini tidaklah mudah karena banyak faktor yang mempengaruhi perolehan pendapatan, misalnya kepemilikan faktor produksi, permintaan dan penawaran faktor produksi, sistem warisan dan kemampuan seseorang. Distribusi pendapatan dan kekayaan melalui pasar walau efisien namun tidak adil. Oleh karena itu pemerintah harus campur tangan. Efisiensi adalah objek ekonomi namun keadilan merupakan
objek
penelitian.
Efisiensi
terjadi
apabila
perubahan
tidak
memperburuk keadaan golongan lain namun hal ini mustahil dilakukan di dalam dunia nyata, kecuali bila yang terkena pengaruh memperoleh kompensasi. Dengan demikian pemerintah harus mengambil kebijaksanaan untuk membantu mereka yang menghadapi ketidakadilan ini dengan (progresif) memberikan subsidi yang dananya diambilkan dari pajak yang dikenakan pada mereka yang memperoleh pendapatan atau kekayaan tertentu (Richard dan Peggy, 1980). Fungsi
stabilisasi
pemerintah
dengan
kebijakan
fiskal
perlu
mempertahankan atau mencapai tujuan seperti kesempatan kerja yang tinggi, stabilitas tingkat harga, rekening luar negeri yang baik serta tingkat pertumbuhan yang memadai. Adapun instrumen yang dipakai berupa pengeluaran pemerintah yang ekspansif (defisit anggaran) namun perlu dipertimbangkan apakah pengeluaran pemerintah itu “crowding out” pengeluaran swasta, artinya apakah swasta lalu mengurangi pengeluarannya karena takut terhadap tindakan
14
pemerintah “mengambil alih” atau mengganti perannya. Sebaliknya pemerintah dapat mengurangi pajak untuk merangsang swasta melakukan investasi yang mengarah ke peningkatan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Kegagalan Pemerintah Kita semua mengetahui bahwa pasar yang gagal menimbulkan intervensi pemerintah dengan program-programnya. Bagaimanapun juga pemerintahpun bisa gagal (government failure) (Joseph dalam Mangkoesoebroto, 1995) karena: 1. Pemerintah tidak dapat mengantisipasi akibat kebijaksanaan yang diambilnya. Sering kebijaksanaan yang diambil menimbulkan reaksi masyarakat yang tidak sesuai dengan harapan pemerintah. Misalnya, pemerintah memberikan subsidi pada BBM agar masyarakat luas dapat menikmati BBM, namun ternyata yang memanfaatkannya adalah yang kaya. 2. Pemerintah terbatas dalam mengendalikan akibat kebijaksanaan. Misalnya saja, pemerintah mengendalikan harga sewa rumah yang dimaksudkan agar yang miskin dapat menyewa rumah secara murah. Ternyata pengembang mengalihkan investasinya pada proyek lain. 3. Pemerintah di dalam membuat kebijaksanaan sering tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya karena birokrasinya tak mampu. 4. Pemerintah pada hakikatnya memberikan pelayanan pada kelompok tertentu atau kepetingan tertentu (vested interest) dan mungkin memilki kepentingan sendiri (self-interest), serta bertentangan kepentingan (conflict of interest).
15
Dengan demikian seyogyanya pemerintah berhati-hati untuk tidak terlalu jauh mengintervensi hal-hal yang dapat diselesaikan melalui mekanisme pasar, kecuali pemerintah telah memikirkan akibat kebijakannya secara cermat. G. Kebijaksanaan dan Bantuan Pemerintah Pada Bidang Transportasi 1. Perlunya Campur Tangan dan Bantuan Pemerintah Pemerintah pada umumnya memandang bahwa bidang transportasi adalah sangat vital untuk kepentingan negara baik dari sudut perekonomian maupun dari
sudut
sosial,
politik,
pemerintahan,
pertahanan-keamanan
dan
sebagainya. Karena itu pemerintah berpendapat bahwa bidang transportasi ini perlu mendapat perhatian dan bantuan, bahkan seringkali pula berpandangan bahwa bagian-bagian yang terpenting dibidang transportasi ini perlu diusahakan
sendiri
oleh
pemerintah.
Pada
waktu
ini
yang
telah
diselenggarakan oleh pemerintah kita mulai Badan Usaha Milik Negara adalah pengangkutan kereta api, pengangkutan udara, pelayaran antar pulau disamping bidang-bidang komunikasi lainnya seperti telepon, pos, telegram, dan sebagainya. Di samping hal tersebut di atas banyak pula usaha di bidang transportasi ini yang dimiliki, diselenggarakan dan diusahakan oleh pihak swasta, seperti pada angkutan jalan (misalnya usaha angkutan bus, truk, oplet, dan taksi), angkutan laut, angkutan udara dan sebagainya. 2. Alasan-alasan dan Manfaat Pemberian Subsidi Adanya subsidi atau bantuan pemerintah kepada industri-industri khususnya industri atau perusahaan angkutan didasarkan kepada berbagai alasan atau pertimbangan yang terutama di antaranya adalah sebagai berikut:
16
a. Infant Industry Argument Untuk mempercepat perkembangan dan petumbuhan industri angkutan, maka kebanyakan industri tersebut seringkali mendapatkan subsidi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, dengan alasan bahwa industri-industri yang baru tumbuh (infant, bayi) selalu mengalami berbagai kesulitan yang antara lain karena adanya persaingan yang besar dari industri-industri yang lama yang sudah ada dan yang telah berjalan dengan efisiensi yang tinggi dan berpengalaman, kesukaran dalam menarik langganan, dan lain sebagainya. Dan juga pemberian subsidi kepada industri yang baru tumbuh itu dimaksudkan supaya mereka dapat mendorong dan mempercepat pemakaian teknologi yang lebih maju dalam alat angkutan dan perlengkapan yang digunakannya. Sesungguhpun ada alasan kuat dan pertimbangan yang demikian itu seringkali terdapat pula berbagai keberatan atau kelemahan dalam pemberian subsidi tersebut, yaitu antara lain adalah sebagai berikut: 1)
Cenderung mengakibatkan timbulnya pembangunan atau perluasan yang berlebih-lebihan pada beberapa industri angkutan yang disubsidi tersebut, sehingga mungkin banyak didirikannya industri atau usaha angkutan pada trayek-trayek tertentu yang secara ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan.
2)
Menuju kepada terjadinya korupsi dan penyalahgunaan wewenang, karena sukar untuk diketahui dan dikontrol dengan pasti apakah subsidi atau bantuan tersebut (sebagian atau seluruhnya) betul-betul
17
untuk memperkembangkan industri-industri baru secara wajar ataukah hanya untuk kepentingan bebarapa orang atau golongan tertentu. 3)
Kemungkinan subsidi tersebut diberikan terlalu lama, terutama pada industri-industri yang relasinya sangat dekat (punya koneksi) dengan pemerintah atau pihak yang berwenang, sehingga alasan melindungi “infant industry” adalah tidak tepat lagi.
4)
Kemungkinan timbulnya industri-industri angkutan yang bermental vested interest dan industri-industri yang selalu dalam keadaan lemah, kurang ketekunan dan usaha serta rasa kurang kepercayaan kepada kekuatan diri sendiri, sehingga sering kali mereka tidak dapat berkembang dan hidup tanpa ditunjang dengan bantuan pemerintah tersebut. Oleh karena adanya berbagai keberatan tersebut di atas maka
pemberian subsidi itu harus dijalankan dengan seksama dan subsidi tersebut harus dihentikan apabila tingkat momentum (kedewasaan) industri yang bersangkutan telah tercapai di mana perkembangan selanjutnya dari industri pengangkutan tersebut dapat berjalan sendiri tanpa perlu subsidi lagi. b. Untuk Menstimulir Konkurensi atau Persaingan Pertimbangan pemberian subsidi disini didasarkan pada pandangan bahwa adanya konkurensi sampai batas-batas tertentu adalah baik dan bermanfat ditinjau dari segi kepentingan umum. Misalnya konkurensi tersebut akan
18
dapat mengakibatkan adanya usaha-usaha untuk meningkatkan efisiensi, untuk menurunkan tarif angkutan, untuk mempebaiki pelayanan jasa yang diberikan dan sebagainya. c. Untuk Pertahanan dan Keamanan Nasional Alasan untuk pertahanan dan keamanan nasional ini terutama berlaku dalam hubungan dengan bantuan atas usaha angkutan udara dan juga bantuan atas perkembangan usaha angkutan laut. Pertimbangan ini memang dapat juga sebagai alasan untuk pemberian subsidi oleh pemerintah kepada perusahaan angkutan yang bersangkutan dengan maksud agar supaya pemerintah dapat turut campur tangan dan mempunyai wewenang untuk mencampuri usaha angkutan tersebut. 2. Keberatan dan Kelemahan dalam Pemberian Subsidi Sungguhpun pemberian subsidi tersebut mengandung banyak kebaikankebaikan bagi perkembangan indudtri angkutan serta keuntungan-keuntungan lainnya bagi kepentingan masyarakat dan perkembangan perekonomian dan lain-lain, tetapi terdapat pula banyak keberatan-keberatan umum dengan adanya subsidi tersebut, yaitu antara lain sebagai berikut: a. Subsidi pemerintah dapat mengakibatkan adanya hubungan persaingan secara tidak fair diantara berbagai pihak industri atau pihak transport tersebut. b. Subsidi dapat menyebabkan terjadinya pemborosan baik dalam arah investasi modal maupun dalam bentuk jumlah penyediaan transport yang berlebihan.
19
c. Subsidi dapat menimbulkan ketidakadilan diantara para pemakai jasa transport dan para pembayar pajak umum yang tidak langsung merasa manfaatnya. 3. Kebijan Subsidi secara Umum Untuk menghindari kelemahan dan keburukan di atas maka kebijakan bantuan atau subsidi yang diberikan pemerintah diberlakukan seperti: a. Pemberhentian atau pemutusan dana yang disalurkan pemerintah untuk pemberian subsidi bidang transportasi sudah dianggap diperhitungkan layak dan tepat. b. Memberikan bantuan yang lebih besar kepada perusahaan-perusahaan transport yang secara komperatif lebih patut dibantu. c. Memperbolehkan jenis usaha angkutan tertentu yang patut diberi subsidi, misal: memakai terminal, kereta api, dan angkutan ferri. d. Menghapus subsidi pemerintah dengan menempatkan semua alat transport sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka untuk berjalan atas dasar self supporting melalui user chargers yang jumlahnya cukup untuk menutup atau melebihi ongkos yang dikeluarkan untuk menghasilkan jasa angkutan tersebut. H. Pentingnya Transportasi Hubungan antara pembangunan ekonomi dengan jasa pengangkutan adalah sangat erat dan saling tergantung satu sama lainnya, oleh karena itu untuk membangun perekonomian sendiri perlu di dukung dengan perbaikan dalam bidang transport atau pengankutan ini. Perbaikan dalam transportasi ini pada
20
umumnya berarti akan dapat menghasilkan terciptanya penurunan ongkos pengiriman barang-barang, terdapatnya pengangkutan barang-barang dengan kecepatan yang lebih besar dan perbaikan dalam kualitas atau sifat daripada jasajasa pengangkutan tersebut sendiri (Kamaludin, 1987). I. Tarif Angkutan Berdasarkan Jarak Masalah pokok dalam penentuan tarif (rate scale) adalah dasar penentuan tarif angkutan yang dikaitkan dengan jarak. Oleh karena biasanya biaya angkutan berubah-ubah menurut jarak yang harus ditempuh, maka struktur daftar tarif angkutan yang lazim dipakai ialah “mileage basis” yaitu berdasarkan faktor jarak yang dinyatakan dalam mil atau km, dengan perkataan lain dihubungkan atau disesuaikan dengan jarak yang harus ditempuh. Sifat utama daripada tarif angkutan yang didasarkan pada mileage basis tersebut adalah sebagai berikut (Kamaludin 1987): 1. Tarif angkutan tidak dimulai dengan 0 (nol) atau tanpa pembebanan tarif karena adanya ongkos terminal, ongkos tetap dan sebaiknya yang perlu dibebankan kepada muatan barang yang diangkut. Jadi walaupun hanya beberapa puluh meter saja barang dan juga penumpang yang bersangkutan diangkut, tetap dikenakan tarif atau biaya angkutnya. 2. Tarif angkutan naik sesuai dengan panjang jarak yang ditempuh, tetapi tidak naik secara proporsional. Hal ini antara lain disebabkan oleh karena ongkos terminal, ongkos overhead serta ongkos-ongkos lainnya dapat disebarkan pada jarak-jarak yang semakin jauh, sehingga ongkosnya per unit menjadi semakin kecil jika jarak angkutannya menjadi semakin jauh.
21
3. Tarif angkutan tidak dipungut untuk setiap mil atau km, tetapi dengan cara sekumpulan mil (blocks of miles). Misalnya untuk jarak 1 – 5 km/mil dengan suatu tarif tertentu, sedangkan untuk jarak 5 – 10 km/mil dengan tarif tertentu lainnya. Dan pada umumnya dengan semakin jauh jarak yang ditempuh maka “blocks of miles” tersebut akan semakin besar pula. Terdapat sebagai keuntungan atau kebaikan maupun keburukan atau kerugian dengan menggunakan tarif angkutan yang berdasarkan mileage basis tersebut. Keuntungan atau kebaikan tarif angkutan berdasarkan mileage basis tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Cara penetapan tarif tersebut lebih sesuai dengan cost of service principles, karena ongkos transpor pada umumnya memang semakin jauhnya jarak yang ditempuh, sehingga adalah wajar untuk dikenakan tarif yang semakin tinggi pula. 2. Rate structure dengan sistem tersebut akan lebih lama stabil daripada diambil atau digunakan kriteria lain sebagai dasar dalam penetapannya. 3. Tarif angkutan berdasarkan jarak tersebut akan mengurangi “wasteful transportation” oleh karena hanya transpor yang menghubungi rute yang relatif terpendek pada umumnya yang akan dapat menguasai trafik. 4. Tarif berdasarkan jarak tersebut mengurangi “bargaining advantage” daripada industri-industri “tua” yang telah ada memungkinkan bertumbuhnya industri-industri baru yang dilihat dari sudut transportasi mempunyai kedudukan lokasi yang lebih tepat.
22
5. Tarif yang didasarkan jarak ini relatif lebih mudah untuk diterima dan dimengerti serta lebih sederhana menghitungnya. Disamping keuntungan dan kebaikan yang dikemukakan di atas, terdapat pula berbagai kekurangan dan kelemahan jika tarif didasarkan pada jarak tersebut, adalah sebagai berikut: 1. Kadang-kadang tarif berdasarkan mileage tersebut mengurangi volume angkutan daripada trafik terutama trafik dari barang-barang yang mempunyai nilai atau harga yang rendah (low grade commodities). 2. Cara penentuan tarif tersebut mengurangi kemungkinan konsekuensi carrier atau perusahaan angkutan sendiri serta di antara para shipper yang berasal dari berbagai tempat yang jauh. Harus diingat bahwa adanya konkurensi sampai batas-batas tarif umum. 3. Sistem penentuan itu akan membatasi atau menghalangi pertumbuhan kotakota beserta industri-industri yang terpencil atau semata-mata didasarkan kepada jarak tersebut mengakibatkan sangat tingginya ongkos angkutan untuk barang-barang dari jarak jauh, sehingga perkembangan industri-industri yang sangat jauh sekali dari pasar tidak akan dapat bertumbuh. Pada umumnya faktor jarak bukanlah satu-satunya faktor penentu dalam penetapan tarif angkutan, dan bahkan kadang-kadang ada pula tarif angkutan yang tidak didasarkan pada distance scale sama sekali. Sehubungan dengan itu, dalam batas-batas pengaturan pemerintah, maka para pengusaha angkutan (carriers) dalam membuat dan memakai cara penentuan tarif angkutan barangnya pada umumnya mengambil kebijaksanaan yang didasarkan
23
pada pertimbangan-pertimbangan cost, compromise dan competition. Hal ini lazim disebut ”3 C policy” dalam penentuan tarif angkutan. 1. Cost. Bagaimanapun juga tarif angkutan tersebut harus dapat menutupi ongkosongkos yang dikeluarkan untuk menghasilkan jasa angkutan yang bersangkutan. Karena itu para carriers harus mengkalkulasikannya di dalam penentuan tarif tersebut, ini disebut sebagai cost accounting principle. 2. Compromise. Di dalam penentuan tarif tersebut harus dipertimbangkan pula permintaan atau desakan dari para shippers yang menghendaki tersedianya jasa angkutan dengan tarif yang lebih rendah atau supaya diklasifikasikan pada golongan atau kelas tarif yang lebih rendah. 3. Competition. Sering kali pula para carriers harus mempertimbangkan faktor konkurensi yang dihadapi oleh para shippers yang bersangkuatan sendiri. Jadi supaya barang-barang milik shippers lainnya, maka para pengusaha angkutan terpaksa menetapkan tarif angkutan terlepas dari perhitungan jarak dan perhitungan yang berlaku umum. Dengan mengambil ”3 C policy”
tersebut di atas maka para shippers
khususnya yang mendapatkan keringanan akan beroleh manfaat, dorongan berkembang dan mempunyai kekuatan yang berimbang terhadap yang lainnya. Sebaliknya para perusahaan angkutan, baik secara tersendiri maupun secara
24
keseluruhan, akan tetap mempertahankan kondisi dan beroleh keuntungan yang sewajarnya. J. Tarif Angkutan Penumpang Penentuan tarif angkutan pada prinsipnya hampir sama saja dengan penentuan tarif angkutan barang. Hanya saja tarif penumpang adalah lebih sederhana susunannya daripada tarif angkutan barang. Berbagai alasan yang dapat dikemukakan kenapa lebih simpelnya tarif angkutan penumpang itu, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Bisnis angkutan penumpang hanya mempunyai penentuan kelas jasa angkutan yang terbatas jumlahnya, termasuk dalam hal kelas ekonomi, kelas satu dan penukaran jurusan. Khusus untuk mendorong kepariwisataan beberapa perusahaan angkutan juga menyediakan jasa kelas menengah antara kelas satu dengan kelas ekonomi. 2. Tarif angkutan penumpang itu pada umumnya ditetapkan berdasarkan jarak, terlepas dari berat penumpang perusahaan angkutan menetapkan tarif dasar per penumpang-km atau per penumpang-mil, dan pembebanan biaya angkutan untuk suatu perjalanan hanya ditetapkan dengan mengaplikasikan tarif ini terhadap jarak perjalanan tersebut dengan suatu “pembulatan” beban biaya angkutan. Tarif Angkutan Dalam Kota Tarif angkutan yang dibebankan oleh perusahaan angkutan bus di dalam kota atau bus kota ada berbagai macam ragamnya. Bus kota yang dioperasikan sebagai pelengkap dan penunjang terhadap usaha angkuatan kota lainnya dan usaha
25
angkutan transit cepat biasanya dioperasikan oleh perusahan transit lokal atau oleh perusahaan angkutan pemerintah kota. Tingkat tarif angkutan yang dibebankan dalam perusahaan angkutan terakhir ini pada dasarnya hampir sama dengan tarif yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan transit. Jika di dalam masyarakat kota di mana terdapat persaingan antara usaha angkutan kereta api dengan usaha angkutan bus, maka tarif angkutan penumpang adalah hampir sama atau identik di antaranya keduanya. Tetapi bilamana perusahaan angkutan bus menyediakan jasanya pada wilayah kota yang berlainan dengan pelayanannya yang lebih baik daripada kereta api, maka tarif angkutan bus kota agak sedikit lebih tinggi daripada tarif angkutan kereta api. Disamping bus kota dan kereta api dalam kota, maka mobil taksi merupakan pelengkap dan bersaingan dengan usaha angkutan lainnya tersebut, sehingga tarif angkutan taksi perlu mendapat perhatian pula. K. Koordinasi Dalam Transportasi Koordinasi dalam pengertian umum berarti melaksanakan integrasi, sinkronisasi atau pola usaha grup secara tertib dan teratur di dalam suatu organisasi untuk mengerjakan dan mencapai tujuan bersama. Koordinasi itu menjamin pendekatan untuk persatuan, keterpaduan dan keharmonisan dalam mencapai tujuan yang bersangkutan. Dia berarti menghindarkan semua usaha yang dapat merusak kesatuan aksi dari pekerjaan yang bertujuan silang atau konflik atar perorangan. Konflik dan persengketaan diselesaikan dengan cepat melalui koordinasi. Pada prinsipnya definisi tersebut mengandung dasar, unsur, dan tujuan yaitu:
26
1. Terciptanya dan dirasakan perlunya adanya kerja sama di antara berbagai jenis perusahaan angkutan sehingga diperlukan kebijaksanaan dan pengaturan usaha untuk kepentingan bersama. 2. Adanya pengaturan usaha pengangkutan di antara berbagai jenis transportasi yang seekonomis mungkin serta menghindarkan terjadinya persaingan yang merugikan atau mematikan di antara sesama perusahaan pengangkutan. 3. Mengusahakan agar terciptanya efisiensi ongkos yang serendah mungkin melalui
tindakan
bersama
sehingga
akan
memungkinkan
dan
mengakibatkan dapat diberikannya tarip yang relatif murah atau serendah mungkin. 4. Terdapatnya pengawasan dan pengaturan oleh pemerintah di bidang usaha transportasi. Koordinasi transportasi ini dirasakan penting oleh pemerintah karena efeknya langsung dirasakan masyarakat dan langsung mempengaruhi kehidupan perekonomian Negara pada umumnya. L. Status Sosial Ekonomi Status atau kedudukan menurut Soekanto (1990), adalah tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang-orang lainnya dalam kelompok tersebut atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-kelompok lainnya di dalam kelompok yang lebih besar lagi. Status menurut Astrid (1985), adalah konsep perbandingan peranan dalam masyarakat, status merupakan cerminan dari hak dan kewajiban dalam tindakan manusia.
27
Status Sosial menurut Soekanto (1990), adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain. Dalam arti khusus lingkungan pergaulannya, prestasinya dan hak-hak serta kewajibannya. Status sosial ekonomi menurut Rossides dalam Yulisanti (2000), adalah kedudukan seseorang dalam suatu rangkaian strata yang tersusun secara hierarkhis yang merupakan kesatuan tertimbang dalam hal-hal yang menjadi nilai dalam masyarakat yang biasanya dikenal sebagai previlese berupa Kekayaan, serta pendapatan, dan prestise berupa status, gaya hidup dan kekuasaan. Tinggi rendahnya status sosial ekonomi seseorang ditentukan oleh pendidikan, pekerjaan dan penghasilan (Yulisanti, 2000). 1. Pendidikan Jenis dan tinggi rendahnya pendidikan akan mempengaruhi jenjang status sosial seseorang. Pendidikan bukan sekedar memberikan keterampilan kerja, tetapi juga mengubah selera, minat, etiket dan cara bicara seseorang. 2. Pekerjaan / Jabatan Pendidikan yang memadai akan memudahkan dalam mencari pekerjaan. Ada beberapa jenis pekerjaan tertentu yang dapat membuat seseorang menjadi lebih terhormat daripada orang lain. Pekerjaan yang dimaksud sangat berkaitan erat dengan jabatan/posisi seseorang dalam lingkungan kerjanya. Menurut Paul Pigors dan Charles A.Myers dalam Moekijat (1998), suatu jabatan dapat dirumuskan sebagai sekelompok posisi (masing-masing memerlukan pelayanan dari seorang individu) yang sama dipandang dari
28
sudut tugas-tugas pokok atau yang penting. Jabatan menurut Yoder dalam Moekijat (1998) adalah sekelompok tugas, kewajiban dan tanggung jawab, sebagai satu keseluruhan dipandang sebagai pekerjaan yang sudah biasa bagi seorang pegawai. Jabatan juga merupakan sekelompok posisi yang mengandung persamaan dalam kewajiban, kecakapan, pengetahuan dan tanggung jawab. 3. Penghasilan Jika produktifitas tinggi maka penghasilan yang diterima akan tinggi, atau jenis-jenis pekerjaan yang berprestasi tinggi pada umumya memberikan penghasilan yang tinggi pula. M. Pengaruh Pencemaran Udara terhadap Kesehatan Zat yang terdapat di udara sangat banyak macamnya, akan tetapi yang dianggap sebagai yang utama adalah karbonmonoksida, sulfur dioksida, oksida nitrogen, hidrokarbon, dan debu (partikel-partikel). Pengaruh langsung yang dapat diamati dari kelima zat diatas terhadap kehidupan manusia dan bentuk kehidupan lainnya sangat berbeda-beda, dari pengaruh yang berat (mematikan) sampai pengaruh yang ringan (menimbulkan perasaan jengkel). Adanya zat pencemar di udara disertai oleh pengaruh yang lain mempunyai kecenderungan untuk menaikkan jumlah penderita atau memperberat penyakit-penyakit kanker paruparu, emphysema, TBC, pneumonia, bronchitis, asthma, dan bahkan influenza (Allen dalam Reksohadiprojo 2001). Pencemaran udara ialah bila udara di sekeliling atau di sekitar rumah mengandung zat pencemar dalam kadar yang berbahaya bagi manusia atau lingkungannya.
29
Pengaruh karbondioksida, karbonmonoksida berasal dari unsur arang (karbon) yang terdapat dalam batu bara, arang kayu, kayu, kertas, minyak tanah, oli, solar, dan bensin yang terbakar secara tidak sempurna. Pengaruh sulfurdioksida, seperti batu bara dan minyak bumi dibakar guna pemanasan ruangan atau pembangkit tenaga listrik mengandung beberapa unsur yang menyebabkan kedua zat tersebut tidak murni, salah satunya adalah belerang (sulfur). Pengaruh adanya zat belerang dioksida di udara terhadap manusia adalah sangat mengganggu bekerjanya paru-paru bila kadarnya tinggi dan dihirup dalam waktu singkat (akut). Zat ini juga merusakkan cat rumah dan mobil, merusak tanaman, dan benda lainnya. Sulfur dioksida yang tedapat di udara pada kadar rendah dan dihirup dalam waktu lama sudah terbukti merugikan kesehatan manusia, yang berakibat naiknya angka kematian. Pengaruh oksida nitrogen, oksida nitrogen terbentuk dalam proses pembakaran di dalam mesin mobil atau pembangkit tenaga listrik. Oksida nitrogen dapat berbentuk nitrogen oksida atau nitrogen dioksida, keduanya digolongkan sebagai pencemar primer. Kedua zat ini di udara membentuk zat pencemar sekunder, yaitu kabut photokima, bersama dengan zat pencemar lainnya Nitrogen dioksida pada kadar yang tinggi terbukti merusakkan kesehatan hewan percobaan di dalam laboratorium, merusakkan daun tanaman dan menurunkan tingkat pertumbuhan tumbuhan-tumbuhan. Nitrogen dioksida dapat juga merusakkan kesehatan manusia. Pengaruh hidrokarbon, hidrokarbon yang ada di udara berasal dari hidrokarbon yang tidak terbakar sempurna di dalam mesin-mesin sistem
30
pembakaran dalam. Konsentrasi hidrokarbon di udara yang dapat diamati sampai sekarang ini belum diketahui pengaruh buruknya yang langsung terhadap kesehatan manusia. Akan tetapi pada konsentrasi yang rendah hidrokarbon bereaksi secara photokimia dengan oksida nitrogen membentuk kabut photokimia dengan oksida nitrogen membentuk kabut photokimia yang bersifat mematikan. Pengaruh debu (partikel-partikel). Yang dimaksud partikel adalah sisa yang terdapat di udara yang terdiri dari campuran heterogen zat padat dengan zat cair (dalam hal ini udara). Bentuk khusus adalah sisa timbal yang terdapat dalam bensin, atau fluor. Timbal beracun bagi manusia sedangkan fluor menyebabkan Fluorosis (belang-belang pada gigi ternak) dan merusak tanaman. Partikel mempunyai sifat saling memperkuat pengaruh beracunnya bila dihisap bersamasama dengan zat pencemar lainnya.
31 N. Kajian Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Posisi Penelitian Terdahulu dan Penelitian Ini No
Judul Penelitian
Penulis
1
Analisis Kineja Batik Solo Trans (Studi Kasus Kota Surakarta)
Muhammad Nur „Aziz
2
Pengaruh Status Sosial Ekonomi terhadap Pemilihan Moda
Wiji Lestarini
Tahun Metode Penelitian 2011 Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer Batik Solo Trans yang kemudian dianalisis sesuai dengan indikator kinerja angkutan umum. Perhitungan analisis kinerja angkutan umum berdasarkan atas standar Departemen Perhubungan dan Standar World Bank
2007
Penelitian ini dilakukan dengan teknik angket yaitu menyebarkan kusioner
Hasil Kinerja angkutan umum batik solo trans yang menggunakan rute A DAMRI (Palur-Kartasura), maka dari tujuh belas indikator yang ditentukan, BST memenuhi dua belas indikator, sedangkkan enam indikator yang lain tidak memenuhi. Perinciannya adalah, yang memenuhi syarat yaitu waktu tunggu penumpang, waktu tempuh, kecepatan, headway, tingkat ketersediaan, tingkat kerusakan, umur kendaraan, konsumsi bahan bakar, kebutuhan suku cadang, tinkat kecelakaan, jarak jalan kaki ke shelter, dan jumlah penggantian moda. Kemudian yang tidak memenuhi yaitu jumlah penumpang, utilitas kendaraan, operating ratio, load factor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik penggunaan moda (moda pribadi, angkutan umum, jalan kaki) nampak
Keterangan
32 Transportasi untuk Perjalanan Kerja
kepada karyawan untuk mengetahui karakteristik responden yang berkaitan dengan penggunaan moda untuk perjalanan kerja serta teknik wawancara dan pemeriksaan dokumentasi untuk mengetahui kondisi perusahaan dan data sekunder lainnya.Teknik pengambilan sampel kuesioner karyawan menggunakan probability sampling dengan stratified random sampling. Metode analisa didasarkan pada analisa regresi, korelasi dan tabulasi silang (crosstab).
dipengaruhi oleh karakter responden yang paling dominan. Pemilihan moda dipengaruhi oleh faktor status sosial ekonomi (pendidikan, jabatan, penghasilan), serta faktor-faktor lain selain status sosial ekonomi seperti faktor kepemilikan moda, biaya perjalanan/jarak perjalanan dan waktu perjalanan. Dengan Demikian dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden melakukan perjalanan kerja menggunakan moda pribadi 49,86 %, berdomisili di Kabupaten Wonoosobo 49,59% tepatnya diwilayah Sapuran 20,45%, berstatus sosial ekonomi rendah. Faktor status sosial ekonomi karyawan berpengaruh terhadap pemilihan moda transportasi (r = 0,315), semakin tinggi status sosial ekonomi responden kecenderungan penggunaan moda pribadi akan meningkat, sebaliknya semakin rendah status sosial ekonomi terjadi peningkatan penggunaan angkutan umum dan jalan kaki. Selain faktor status sosial ekonomi, pemilihan moda pada karyawan PT. SSSWI juga dipengaruhi faktor kepemilikan moda, biaya perjalanan dan jarak perjalanan
33
3
Analisis Aspek Sosial, Transportasi dan Ekonomi Dari Kegiatan Pemeliharaan Jalan Provinsi di Kabupaten Gorontalo
Istanto Ruchban, Akhmad, dan Rahardjo Adisasmita
2009
dengan r = 0,781 (nilai cukup tinggi). Untuk mengevaluasi 1. Hasil analisis terhadap aspek manfaat kegiatan manfaat sosial; jumlah penduduk pemeliharaan jalan dan fasilitas umum pada ruas jalan dilakukan dengan analisis Isimu-Batudaa lebih banyak kualitatif dan kuantitatif. dibandingkan ruas jalan GorontaloAnalisis kualitatif Biluhu Barat dan ruas jalan Bilatomengambarkan hal-hal Tangkobu. Hal ini disebabkan ruas yang berkaitan dengan jalan tersebut merupakan kawasan aspek-aspek yang akan padat permukiman penduduk dan diteliti. Selanjutnya penghubung ke ibukota provinsi analisis kuantitatif sehingga ruas jalan Isimu-Batudaa dilakukan guna mempunyai kecenderungan lebih mengetahui besaran dari cepat berkembang dibandingkan masing-masing aspek kedua ruas lainnya. yang ditetapkan yang 2. Hasil analisis terhadap aspek selanjutnya akan layanan transportasi; untuk kriteria digunakan sebagai acuan volume lalu lintas dan aksesibiltas, penentuan kegiatan ruas jalan Isimu-Batudaa kepadatan pemeliharaan jalan. lalu lintasnya lebih tinggi dibandingkan kedua ruas jalan lainnya. Untuk kondisi jalan, dari hasil pengamatan dilapangan menunjukkan ruas jalan GorontaloBiluhu Barat dan ruas jalan BilatoTangkobu dalam keadaan rusak berat, sedangkan ruas jalan IsimuBatudaa kondisi jalannya rusak ringan. Dengan demikian, secara umum penanganan pemeliharaan berkala diperlukan pada kedua ruas jalan tersebut, sedangkan untuk
34
4
5
Peran Peningkatan sistem Informasi Kualitas Jasa untuk Menciptakan Keunggulan Kompetitif pada Industri Transportasi Darat (Studi Kasus : PT. KERETA API INDONESIA) Implementasi Kebijakan
Aminah, Hayati Fatimah
2011
Muh. 2015 Kadarisman,
Metode deskriptif kualitatif, Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan memberikan kuesioner dan melakukan wawancara manajemen dengan manajemen PT KAI dan dengan beberapa pihak terkait Penelitian ini menggunakan metode
ruas jalan Isimu- Batuda dapat dilakukan dengan kegiatan pemeliharaan rutin karena kondisi kerusakannya ringan. 3. Hasil analisis terhadap aspek manfaat ekonomi, dana yang digunakan untuk pemeliharaan jalan menunjukkan penggunaan tingkat suku bunga 10%, 12%, dan 15% untuk ketiga ruas jalan semuanya menguntungkan. Dengan demikian, untuk aspek manfaat ekonomi, penanganan pemeliharaan berkala pada ruas jalan IsimuBatudaa dan ruas jalan GorontaloBiluhu Barat sudah sesuai dengan kebutuhan daerah. Hasil pembahasan diperoleh bahwa perumusan strategi dengan implementasi strategi khususnya dalam hal pelayanan kepada konsumen yang dilakukan oleh PT. KA (Persero) masih belum memadai sehingga hasil yang diperoleh masih belum optimal. Padahal antara strategi perusahaan dengan implementasi strategi harus sesuai sehingga tujuan yang tertuangdalam misi perusahaan dapat tercapai. Hasil penelitian adalah sebagai berikut. Implementasi kebijakan
35
6
Sistem Transportasi Darat dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Sosial di Jakarta
Aang Gunawan, Ismiyati
Kajian Sosio Ekonomi Eksistensi Transportasi Bus Batik Solo Trans
Biana Rahmat Kristi
deskriptif-kualitatif. Penelitian ini merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Anderson (dalam Tachjan, 2006: 23) dan Sarana, dkk (2009: 9).
2015
Metode penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi partisipan dan
sistem transportasi di Jakarta telah mampu meningkatkan kesejahteraan sosial sebagian warga masyarakat, artinya; sebagian masyarakat telah merasakan dan menikmati hasil pembangunan transportasi di Jakarta. Selanjutnya, sebagian yang lain belum secara maksimal merasakan dampak positif atas kebijakan tersebut. Bahkan yang dirasakan adalah dampak negatif; misalnya kemacetan yang hampir merata di seluruh wilayah Jakarta sehingga menimbulkan pencemaran udara yang cukup tinggi, aktivitas ekonomi masyarakat terhambat dan menimbulkan ekonomi biaya tinggi sehingga kesejahteraan sosial pun turut melemah. Hal ini diperkuat dengan angka kemiskinan yang terus meningkat di tahun 2014 mencapai 393,98 ribu orang dibanding tahun-tahun sebelumnya.
36 wawancara kepada informan-informan yang berperan langsung dalam penelitian terhadap BST yang bisa memberikan informasi-informasi utama yang dibutuhkan dalam penelitian.
O. Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan sebagai bahan penelitian yaitu mengenai kajian sosio ekonomi eksistensi transportasi. Dengan melihat kondisi kepadatan lalu lintas yang saat ini semakin bertambah kebijakan dari pemerintah untuk menciptakan transportasi baru yang bisa digunakan masyarakat untuk mengubah pola pikir dengan memanfaatkan fasilitas yang ada untuk sampai saat ini pemerintah masih menata ulang transportasi tersebut sehigga dapat diterima oleh masyarakat. Saat ini sudah berjalan untuk pengoperasian BST sendiri yang dikelola oleh Perum Damri dan swasta. Untuk itu peneliti ingin mengetahui bagaimana kajian sosio ekonomi keberadaan atau eksistensi dari bus Batik Solo Trans bagi pengelola atau operator jasa transportasi, bagi pengguna jasa, dan bagi non pengguna, sehingga natinya akan dapat mengetahui implikasi sosio ekonomi keberadaan BST. Dari setiap pemaparan tersebut peneliti juga melandasi dengan teori-teori yang ada untuk lebih dijadiakan acuan dalam penelitian dan juga melihat referensi penelitian-penelitian terdahulu. Agar lebih jelas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Gambar. 2.1. Kerangka Pemikiran
Mengetahui Pentingnya Pengadaan BST
Mengetahui Pengguna Memilih BST dan Penilaian Masyarakat Akan Adanya BST
Melandasi dengan Teori Mengenai Ekonomi Publik dan Dasar-dasar Ekonomi Transportasi Mengkaji dari Penelitian-penelitian Terdahulu dengan Topik Penelitian yang Sama yaitu Mengenai Pengelolaan Transportasi Publik.
Kajian Sosio Ekonomi Keberadaan Transportasi BST