BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Prestasi Kerja Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada “prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”. Tetapi karena kata tersebut berasal dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai (Rivai, 2005). Ruky (2004) mengatakan bahwa “kinerja/prestasi seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan kemungkinan misalnya, standar, target atau sasaran yang telah ditentukan terlebih dahulu atau disepakati bersama. Menurut Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa istilah kinerja berasal darri kata job performance (prestasi kerja atau prestasi yang sesungguhnya dicapai seseorang) jadi prestasi kerja adalah hasil kerja seseorang yang dilihat dari kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab tugasnya. 2.1.1. Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja dalam bahasa inggris disebut sebagai performace appraisal. Menurut Bittel (1996) dalam Rivai (2005) menyebutkan suatu evaluasi
Universitas Sumatera Utara
formal dan sistematis tentang seberapa baik seseorang melakukan tugasnya dan memenuhi perannya yang sesuai dalam organisasi.Blanchard dan Spencer (1982) dalam Mangkunegara (2005) menyebutkan penilaian prestasi kerjamerupakan proses organisasi yang mengevaluasi prestasi kerja karyawan terhadappekerjaannya. Esensinya, supervisor dan karyawan secara formal melakukanevaluasi terus menerus. Kebanyakan mereka mengacu pada prestasi kerjasebelumnya dan mengevaluasi untuk mengetahui apa yang akan dilakukanselanjutnya. Ketika prestasi kerja tidak memenuhi syarat, maka manajer atausupervisor harus mengambil tindakan, demikian juga apabila prestasi kerjanyabagus maka perilakunya perlu dipertahankan. Penilaian prestasi kerja membuat pegawai mengetahui tentang hasil kerja dan tingkat produktifitasnya hal tersebut berguna sebagai bahan pertimbangan yang paling baik dalam menentukan pengambilan keputusan dalam hal promosi jabatan. Selain itu pelaksanaan penilaian prestasi kerja sangat penting dilakukan untuk membantu pihak manajemen di dalam mengambil keputusan mengenai pemberian bonus, kenaikan upah, pemindahan maupun pemutusan hubungan kerja karyawan. 2.1.2. Manfaat Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja bermanfaat untuk perbaikan prestasi kerja, penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan, kebutuhan untuk latihan dan pengembangan, perencanaan dan pengembangan karier, penyimpangan proses staffing, ketidakakuratan informasional, kesalahan desain pekerjaan, kesempatan kerja yang adil, dan tantangan eksternal. Ada banyak metode untuk melakukan penilaian prestasi kerja karyawan, namun tidak ada satupun metode yang dapat
Universitas Sumatera Utara
diberlakukan secara umum. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri. Jadi kuncinya adalah mengenali keterbatasan metode yang dipergunakan perusahaan dan mengolahnya sebisa mungkin. Kadang-kadang, pendekatan baru yang lebih rumit terhadap penilaian prestasi kerja ternyata lebih buruk dari yang lebih sederhana. Menurut Mangkunegara (2006), ada tiga pendekatan yang paling sering dipakai dalam penilaian prestasi kerja karyawan: 1) Sistem Penilaian (Rating System) Sistem ini terdiri dari dua bagian, yaitu suatu daftar karakteristik, bidang, ataupun perilaku yang akan dinilai dan sebuah skala ataupun cara lain untuk menunjukkan tingkat kinerja dari tiap halnya. Organisasi yang menggunakan sistem ini bertujuan untuk menciptakan keseragaman dan konsistensi dalam proses penilaian prestasi kerja. Kelemahan sistem ini adalah karena sangat mudahnya untuk dilakukan, para manajerpun jadi mudah lupa mengapa mereka melakukannya dan sistem inipundisingkirkannya. 2) Sistem Peringkat (Ranking System) Sistem peringkat memperbandingkan karyawan yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, misalnya: total pendapatan ataupun kemampuan manajemen. Sistem ini hampir selalu tidak tepat untuk digunakan, karena sistem ini mempunyai efek samping yang lebih besar daripada keuntungannya. Sistem ini memaksa karyawan untuk bersaing satu
Universitas Sumatera Utara
sama lain dalam pengertian yang sebenarnya. Pada kejadian yang positif, para karyawan akan menunjukkan kinerja yang lebih baik dan menghasilkan lebih banyak prestasi untuk bisa mendapatkan peringkat yang lebih tinggi. Sedangkan pada kejadian yang negatif, para karyawan akan berusaha untuk membuat rekan sekerja (pesaing)-nya menghasilkan kinerja yang lebih buruk dan mencapai prestasi yang lebih sedikit dibandingkan dirinya. 3) Sistem Berdasarkan Tujuan (Object-Based System) Berbeda dengan kedua sistem diatas, penilaian prestasi berdasarkan tujuan mengukur kinerja seseorang berdasarkan standar ataupun target yang dirundingkan secara perorangan. Sasaran dan standar tersebut ditetapkan secara perorangan agar memiliki fleksibilitas yang mencerminkan tingkat perkembangan serta kemampuan setiap karyawan.
2.2. Komitmen Kerja Secara garis besar, Spector (2011) mengaggap komitmen sebagai sebuah keadaan psikologis yang mengkarakteristikkan hubungan karyawan dengan organisasi, dan memiliki implikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan keanggotaan dalam organisasi. Sedangkan menurut Munandar (2006), secara umum komitmen kerja melibatkan keterikatan individu terhadap pekerjaannya. Komitmen kerja merupakan sebuah variable yang mencerminkan derajat hubungan yang dianggap dimiliki oleh individu terhadap pekerjaan tertentu dalam organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Spector (2011) membagi komitmen kerja menjadi tiga komponen, yaitu affective commitment (komitmen afektif), continuance commitment (komitmen kontinuans), dan normative commitment (komitmen normatif). Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat, cenderung bertahan pada pekerjaannya karena keinginannya sendiri, sementara karyawan dengan komitmen kontinuans yang tinggi, akan bertahan pada pekerjaannya atas dasar kebutuhan. Adapun karyawan dengan komitmen normatif yang kuat bertahan pada pekerjaannya karena merasakan adanya keharusan atau kewajiban. Ketiga komponen komitmen ini hadir dalam diri setiap karyawan, namun dalam kadar yang berbeda-beda sehingga akan menghasilkan perilaku yang berbeda pula sebagai latar belakang dalam mempertahankan pekerjaannya. Beberapa faktor
yang memengaruhi komitmen kerja individu dalam
organisasi antara lain faktor personal dan faktor organisasi dapat meningkatkan komitmen terhadap pekerjaan. Spector (2011) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap pekerjaan adalah karakteristik pekerjaan, kesempatan akan adanya pekerjaan lain, karakteristik individu serta perlakuan organisasi terhadap karyawan baru. Rendahnya komitmen individu dalam organisasi berimplikasi terhadap keinginan pindah kerja ke organisasi lain. Definisi hasrat untuk keluar (turnover intentions) Munandar (2006) adalah suatu keinginan maupun tindakan dari karyawan untuk meinggalkan organissai dan mencari alternatif pekerjaan yang lainnya. Berdasarkan dua definisi hasrat untuk keluar (turnover intentions) di atas maka dapat
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa hasrat keluar merupakan suatu tindakan yang dilakukan seorang individu sebagai ungkapan atas ketidakpuasan yang dirasakannya atau keingian untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
2.3. Karakteristik Pekerjaan Kesediaan individu dalam suatu organisasi untuk tetap bertahan dan bekerja seperti biasanya juga dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan (Munandar, 2006). Karakteristik pekerjaan diperlukan dalamorganisasi guna melakukan desain ulang suatu pekerjaan. Karakteristik dari masing-masing pekerjaan dapat dianlisis untuk dijadikan bahan bagi para manajer dalam menentukan karakteristik mana yang akan diubah. Menurut Gitosudarmono dan Sudita (1997) dalam Spector (2011), menguraikan karateristik pekerjaan terdiri atas cakupan pekerjaan, kedalaman pekerjaan, atribut tugas, model karakteristik pekerjaan, hasil kerja, keadaan fsikologis dan dimensi intipekerjaan (core job dimensions). Selanjutnya dikatakan bahwa cakupan pekerjaan berkaitan dengan jumlah aktivitas yang berbeda oleh suatu pekerjaan tertentu dan pengulangan siklus pekerjaan. Semakin sedikit jumlah tugas semakintinggi frekuensi pengulangan, maka semakin sempit atau rendah cakupan pekerjaan. Kedalam pekerjaan berkaitan dengan kadar sejauh mana seseorang dapat mengendalikan tugasnya. Selanjutnya dikatakan bahwa apabila para pekerja ditentukan tujuan dan tugas pokokonya, kemudian diberikan sepenuhnya kepada pekerja untuk menentukan cara
Universitas Sumatera Utara
yang terbaik untuk melaksanakannya, maka kedalaman pekerjaannya tinggi. Sebaliknya apabila manajer mengorganisasi pekerjaan dengan sangat rinci, menetapkan standar pekerjaan dengan kaku, dan pengawasan dilakukan dengan ketat, maka kedalaman pekerjaan rendah. Karakteristik pekerjaan merupakan sifat dan tugas yang meliputi tanggung jawab, macam tugas dan tingkat kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan yang secara intrinsik memberikan kepuasan akan lebih memotivasi bagi kebanyakan orang dari pada pekerjaan yang tidak memuaskan. Hackman dan Oldham dalam Munandar (2006) mengidentifikasikan bahwa pekerjaan dirancang menggunakan lima dimensi pekerjaan pokok, yaitu: variasi keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik agar kebutuhan psikologis karyawan dalam bekerja terpenuhi. Tiga dimensi pertama bersama-sama menciptakan kerja yang bermakna, pekerjaan yang memiliki otonomi memberikan rasa tanggung jawab dan jika pekerjaan memberikan umpan balik, karyawan akan tahu seberapa efektif mereka bekerja. Membahas masalah karakteristik pekerjaan tidak lepas dari membahas perancangan pekerjaan. Pekerjaan yang tinggi harus lebih tinggi dari sekedar sekumpulan tugas yang harus dilakukan sebagaimana yang dihasilkan oleh informasi analisis. Dalam merancang bangun pekerjaan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, dalam merancang bangun pekerjaan harus mencerminkan usaha pemenuhan tuntutan lingkungan, organisasional dan keperilakuan terhadap pekerjaan yang dirancang bangun itu. Kedua, mempertimbangkan ketiga tuntutan
Universitas Sumatera Utara
tersebut berarti upaya diarahkan pada pekerjaan yang produktif dan memberikan kepuasan pada prilakunya, meksipun dapat dipastikan bahwa tingkat produktivitas dan kepuasan itu tidak akan sama pada setiap orang. Ketiga, tingkat produktivitas dan kepuasan para pelaksana pekerjaan harus mampu berperan sebagai umpan balik (Robbins,2006). Karakteristik pekerjaan menurut Robbins (2001) adalah pekerjaan yang dirancang dengan menggunakan lima dimensi pekerjaan pokok, yaitu variasi keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik agar kebutuhan psikologis karyawan dalam bekerja terpenuhi. Variabel ini diukur dari persepsi karyawan terhadap lima dimensi indikator. 1. Variasi keterampilan adalah banyaknya keterampilan yang diperlukan karyawan di dalam menyelesaikan pekerjaan yang melibatkan penggunaan sejumlah keterampilan individu dan bakatnya, dengan indikator variasi kegiatan dan ragam tanggung jawab. 2. Identitas tugas adalah tugas yang dapat diidentifikasi dengan melihat keterlibatan dan kesempatan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, dengan indikator kesempatan dan keterlibatan untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan, serta menyelesaikan bagian-bagian pekerjaan dari awal sampai akhir. 3. Signifikansi tugas adalah arti penting dari suatu pekerjaan dan dampak substansial atas orang lain dalam lingkup organisasi, dengan indikatornya adalah kepentingan bagi organisasi, kepentingan bagi pihak lain, dan pengaruhnya bagi pihak lain.
Universitas Sumatera Utara
4. Otonomi tugas adalah kebebasan yang diberikan kepada pekerja individu secara substansial, kemandirian dan keleluasaan untuk merencanakan pekerjaan dan menentukan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikannya, dengan indikatornya adalah kesempatan untuk mengatur pekerjaan sendiri, kebebasan melaksanakan pekerjaan, dan kebebasan berpikir dan bertindak. 5. Umpan balik adalah tingkatan pelaksanaan kegiatan memperoleh masukan yang jelas dan cepat dari suatu pekerjaan sehingga diperoleh informasi yang jelas tentang efektivitas pekerjaannya, dengan indikatornya adalah cara melaksanakan pekerjaan dan hasilnya. Individu dalam organisasi yang pekerjaannya melibatkan adanya ketinggian tingkat dari variasi keterampilan, identitas tugas dan signifikansi tugas akan menganggap pekerjaan mereka sangat berarti. Tingkat otonomi yang tinggi akan membangkitkan rasa tanggung jawab yang lebih besar, serta apabila disediakan umpan balik yang memadai karyawan akan mengembangkan suatu pemahaman yang berguna mengenai peranan dan fungsi mereka dengan lebih tinggi. Selanjutnya rasa keberartian, tanggung jawab dan pemahaman hasil pekerjaan akan mempengaruhi motivasi dan komitmen karyawan. Dengan demikian, makin besar kadar kelima karateristik tugas dalam suatu pekerjaan, maka makin besar pula kemungkinan karyawan akan lebih termotivasi dalam bekerja dan makin tinggi tingkat komitmen organisasi karyawan terhadap perusahaan (Djastuti, 2011). Hackman dan Oldham (1976) dalam Munanda (2006) mengusulkan bahwa tiga kondisi psikologis dari pegawai menunjukkan hasil dalam peningkatan performa
Universitas Sumatera Utara
kerja, motivasi internal, serta berkurangnya ketidakhadiran dan pergantian. Hackman dan Oldham percaya bahwa lima dimensi pekerjaan inti menghasilkan tiga kondisi psikologis. Tiga kondisi psikologis didefinisikan dalam istilah-istilah berikut: 1. Pemahaman Tentang Kerja Sejauh mana karyawan merasa pekerjaan tersebut bermakna, berharga, dan penting. Berkaitan dengan penelitian ini, para kader posyandu menyadari bahwa pekerjaan yang mereka lakukan merupakan pekerjaan yang bermakna, berharga dan penting yaitu berkaitan dengan keseluruhan tugas-tugas pokok dan tambahan dalam program posyandu. 2. Tanggung Jawab Sejauh mana karyawan merasa dan bertanggung jawab atas hasil pekerjaan mereka. Dalam penelitian ini, para kader posyandu merasa bahwa mereka memiliki tanggung jawab mengenai keadaan kesehatan bayi dan balita, ataupun ibu-ibu yang hamil, dan ibu pasca melahirkan walaupun tidak ada peraturan yang mengharuskan demikian. 3. Hasil dari Aktivitas Kerja Sejauh mana individu dalam organisasi mengetahui dan memahami seberapa baik mereka melakukan pekerjaan (tugas-tugasnya). Pada penelitian ini, para kader posyandu mengetahui informasi mengenai kinerja kader posyandu dari informasi puskesmas, dan dinas kesehatan. Meskipun kelima karakteristik pekerjaan diterima secara luas, bukti menunjukkan bahwa serangkaian karakteristik pekerjaan lebih memprediksi sikap
Universitas Sumatera Utara
karyawan dan perilakunya. Lebih lanjut, karakteristik pekerjaan tersebut harus sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan pelaku pekerjaan. Model karakteristik pekerjaan akan bekerja dengan baik ketika kondisi tertentu terpenuhi. Salah satu kondisi adalah bahwa karyawan harus memiliki keinginan psikologis untuk otonomi, variasi, tanggung jawab, dan tantangan untuk memperkaya pekerjaan. Ketika karakteristik individu di atas tidak ada, karyawan mungkin menolak usaha untuk mendesain ulang pekerjaan. Di samping itu, upaya desain ulang hampir selalu gagal jika karyawan tidak memiliki keterampilan fisik atau mental, kemampuan, atau pendidikan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan. Memaksakan memperkaya pekerjaan pada individu yang tidak memiliki sifatsifat yang tersebut diatas dapat mengakibatkan frustrasi karyawan. Karakteristik pekerjaan yang sama dapat menghasilkan perbedaan tingkat kepuasan kerja pada masing-masing individu. Bagi orang tertentu, pekerjaan yang penuh tanggung jawab dan yang menantang, mungkin menghasilkan perolehan yang netral, atau bahkan yang negatif. Bagi orang lain, perolehan pekerjaan semacam itu mungkin mempunyai nilai yang sangat positif (Mangkunegara, 2006). Hubungan antara karakteristik pekerjaan terhadap kepuasan kerja diperkuat oleh kebutuhan aktualisasi diri yang merupakan salah satu variabel kebutuhan untuk berkembang pada model karakteristik pekerjaan Hackman-Oldham’s (1976). Dalam Munandar (2006) menyebutkan bahwa kebutuhan karyawan untuk berkembang terdiri dari kebutuhan untuk dihargai dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
aktualisasi diri berada pada tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan untuk dihargai.
2.4. Posyandu 2.4.1. Definisi Posyandu Posyandu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi(Kementerian Kesehatan RI, 2006) UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat dengan bimbingan dari petugas puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. (Kementerian Kesehatan RI, 2006). Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat non intruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat. Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dimana masyarakat melalui kader-kader PKK menyelenggarakan pelayanan lima program prioritas secara terpadu pada suatu tempat dan pada waktu yang sama dengan bantuan pelayanan langsung
Universitas Sumatera Utara
dari petugas puskesmas. Kegiatan di posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat, yang dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar (Kementerian Kesehatan RI, 2010). 2.4.2. Tujuan Posyandu Tujuan umum dari posyandu adalah menunjang percepatan penurunan AKI dan AKB di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut: a) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan AKI dan AKB. b) Meningkatkan peran lintas sektoral dalam penyelenggaraan posyandu terutama yang berkaitan dengan AKI dan AKB. c) Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan dasar terutama yang berkaitan dengan AKI dan AKB. Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat dan utamanya adalah (a) bayi, (b) anak balita, (c) ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui, dan (b) pasangan usia subur (PUS).
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Fungsi Posyandu Fungsi posyandu diantaranya adalah: a) sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan ketrampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB. b) Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB. 2.4.4. Manfaat Posyandu Manfaat posyandu dirasakan oleh beberapa pihak antara lain: a. Bagi Masyarakat 1) memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar 2) memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan terkait kesehatan ibu dan anak 3) efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor lain terkait. b. Bagi Kader, Pengurus Posyandu dan TOMA 1) mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI dan AKB. 2) dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB.
Universitas Sumatera Utara
c. Bagi Puskesmas 1) optimaslisasi fungsi puskesmas sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi setempat. 2) meningkatkan efisiensi waktu, tenaga, dan dana melalui pemberian pelayanan secara terpadu. d. Bagi Sektor Lain 1) dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan AKB sesuai kondisi setempat. 2) meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan tupoksi masing-masing sektor. 2.4.5. Kegiatan Posyandu Kegiatan posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/ tambahan adalah sebagai berikut. Kegiatan utamanya sebagai berikut: a. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui dan bayi dan balita.
Universitas Sumatera Utara
b. Keluarga Berencana (KB) 1) Pelayanan KB di Posyandu yang diselenggarakan di posyandu antara lain:pemberian pil dan kondom dan suntikan jika tenaga kesehatan ada yang dapat melakukan suntikan. 2) KB dan konseling KB, apabila tersedia ruangan dan peralatan yang menunjang dilakukan pemasangan IUD (Intra Uterine Device) c. Imunisasi Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilakukan apabila ada petugas kesehatannya. d. Gizi Pelayanan gizi di posyandu dilakukan oleh kader. Sasarannya adalah bayi, balita, bumil, WUS. Jenis pelayanannya penimbangan Berat Badan (BB), deteksi dini gangguan pertumbuhan. Dapat dilakukan dengan cara:penyuluhan gizi, pemberian PMT dan Vitamin A. e. Pencegahan dan penanggulangan diare Pencegahan diare di posyandu dilakukan antara lain dengan penyuluhan PHBS, pemberian LGG yang dibuat sendiri oleh masyarakat atau pemberian oralit. Sedangkan kegiatan pengembangan/tambahannya sebagai berikut: a) Bina Keluarga Balita (BKB) b) Kelompok Peminat Kesehatan Ibu dan Anak (KP-KIA) c) Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) d) Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD)
Universitas Sumatera Utara
e) Penyediaan Air Bersih da Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PAB-PLP) f) Program Diversifikasi Taman Obat Keluarga (TOGA) g) Desa Siaga dan Pos Malaria Desa (Posmandes) h) Kegiatan Ekonomi Produktif, seperti: usaha peningkatan pendapatan keluarga (UP2K), usaha simpan pinjam, dan Tabungan ibu bersalin (Tabulin), tabungan masyarakat (Tabumas). 2.4.6. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan oleh kader segera setelah kegiatan-kegiatan dilaksanakan. Pencatatan dilakukan dengan menggunakan format baku sesuai dengan sistem informasi posyandu (SIP) terdiri dari: a. Format 1 (catatan kelahiran bayi, kematian bayi, ibu hamil dan kematian ibu) b. Format 2 (register bayi) c. Format 3 (register balita) d. Format 4 (register PUS dan WUS) e. Format 5 (register bumil dan bulin) f. Format 6 (rekapan hasil kegiatan bayi dan balita) g. Format 7 (rekapan hasil kegiatan ibu) 2.4.7. Keberhasilan Posyandu Salah satu indikator keberhasilan posyandu adalah pencapaian angka partisipasi masyarakat (D/S) yang tinggi. D/S merupakan suatu rasio tingkat kehadiran anak balita di posyandu (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.4.8 Tingkat Perkembangan Posyandu Perkembangan masing-masing posyandu tidak sama. Untuk mengetahui tingkat perkembangan posyandu telah dikembangkan metode dan alat telaah yaitu telaah kemandirian posyandu. 1) Posyandu Pratama (Warna Merah), yaitu posyandu yang masih belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin setiap bulan dan keaktifan kader terbatas. Posyandu pratama memenui kriteria sebagai berikut: (a) frekuensi penimbangan kurang dari 8 kali pertahun, dan (b) rata-rata jumlah kader yang bertugas pada hari buka posyandu < 5 orang. 2) Posyandu Madya (Warna Kuning), yaitu posyandu yang sudah melaksanakan penimbangan lebih dari 8 kalipertahun dengan rata-rata jumlah kader yang bertugas pada hari bukaposyandu adalah 5 orang. Namun, cakupan program utamanya kurang dari50%, Kriteria Posyandu madya adalah sebagai berikut: (a) frekuensi penimbangan 8 kali atau lebih per tahun, (b) rata-rata jumlah kader yang bertugas pada hari buka posyandu adalah 5orang atau lebih, dan (c) ratarata cakupan D/S dan kumulatif KB, KIA dan imunisasi < 50% pertahun. 3) Posyandu Purnama (Warna Hijau), yaitu posyandu yang sudah melaksanakan penimbangan lebih dari 8 kalipertahun dan rata-rata jumlah kader yang bertugas adalah 5 orang atau lebih.Cakupan program utamanya lebih dari 50% dan sudah ada program tambahandan mungkin ada dana sehat sederhana.Kriteria posyandu purnama adalah sebagai berikut: a. frekuensi penimbangan 8 kali atau lebih per tahun,
Universitas Sumatera Utara
b. rata-rata jumlah kader yang bertugas pada hari buka posyandu adalah 5orang atau lebih, c. rata-rata cakupan D/S dan kumulatif KB, KIA dan imunisasi > 50% pertahun, d. sudah ada program tambahan: pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut, pemberantasan penyakit menular, pemberantasan nyamuk, dana sehat dan lain-lain. Cakupan dana sehat < 50% KK 4) Posyandu Mandiri (Warna Biru), yaitu posyandu yang sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan program bagus dan ada program tambahan serta cakupan dana sehat telah menjangkau > 50% kk. Jadi kriteria posyandu mandiri adalah meliputi a. rata-rata jumlah kader yang bertugas pada hari buka posyandu adalah 5orang atau lebih, b. rata-rata cakupan D/S dan kumulatif KB, KIA dan imunisasi adalah 50% per tahun c. Sudah ada program tambahan: pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut, pemberantasan penyakit menular, pemberantasan nyamuk, dana sehat dan lain-lain. d. Cakupan dana sehat > 50% KK. Revitalisasi posyandu bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja posyandu terutama dalam pemantauan pertumbuhan balita. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan kegiatan: a) pelatihan dan orientasi petugas puskesmas, petugas sektor lain,
Universitas Sumatera Utara
dan kader kesehatan yang berasal dari masyarakat; b) pelatihan ulang petugas dan kader; c) pembinaan dan pendampingan kader; d) penyediaan sarana terutama dacin, KMS atau Buku KIA, panduan Posyandu, medik KIE, sarana pencatatan; e) penyediaan biaya operasional; e) penyediaan modal usaha kader melalui Usaha Kecil Menengah (UKM) dan mendorong partisipasi swasta. Pelaksanaan posyandu yang buruk berhubungan dengan malnutrizi yangmenindikasikan bahwa jika anak ditimbang secara teratur di posyandu akan menentukan status gizi balita terbaik (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
2.5. Kader Posyandu Kader adalah warga masyarakat pada tempat yang dipilih atau dituju oleh masyarakat, dengan kata lain kader kesehatan merupakan wakil dari warga setempat untuk membantu masyarakat dalam masalah kesehatan, agar diperoleh kesesuain ántara
fasilitas
pelayanan
dan
kebutuhan
masyarakat
yang
bersangkutan
(Kementerian Kesehatan RI, 2010). Kader adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau bekerja secara suka rela dan iklas, mau dan sanggup malaksanakan kegiatan usaha perbaikan gizi keluarga. Secara umum kader diartikan sebagai tenaga sukarela yang tertarik dalám bidang tertentu, tumbuh dalam masyarakat dan merasa berkewajiban untuk melaksanakan dan meningkatkan serta membina kesejahteraan termasuk dalam bidang kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Kader adalah tenaga suka rela yang dipilih oleh dan dari masyarakat yang bertugas mengembangkan masyarakat. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat Kementerian Kesehatan RI memberikan batasan kader, bahwa kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela (Handayani,2011). Mengingat bahwa kader bukanlah tenaga profesional dan teknis, melainkan hanya membantu dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar, untuk itu perlu adanya pembagian tugas yang diembankan padanya, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. 2.5.1. Tujuan Pembentukan Kader Posyandu Tujuan
pembentukan
kader
adalah
untuk
membantu
masyarakat
mengembangkan kemampuannya mengetahui dan memecahkan masalah kesehatan yang dihadapinya secara swadaya sebatas kemampuannya. Dalam pembentukan kader kesehatan didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut: a. Dari Segi Pengorganisasian dan Pelayanan Kesehatan Schumacer (1973) dalam Natoadmodjo (2010) menyimpulkan bahwa dalam usaha yang menyangkut kemasyarakatan, supaya berhasil dan langgeng diperlukan cara-cara dan alat yang murah sehingga dapat diterima oleh setiap orang. Dapat diterapkan untuk skala kecil dan sesuai dengan kebutuhan manusia untuk mengembangkan kreatifitas. Cara pengorganisasian disusun atau dijalankan dari bawah sehingga dapat disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
b. Dari Segi Kemasyarakatan Upaya kesehatan sangat erat hubungannya dengan sosial budaya masyarakat, terutama bila dikaitkan dengan usaha menumbuhkan peran serta masyarakat. Mengingat kader bukanlah tenaga profesional maka jenis tugas yang dilimpahkan kepada mereka adalah bersifat sederhana. 2.5.2. Peranan Kader dalam Pengelolaan Posyandu Dalam pelaksanaan kegiatan, tugas kader dalam kegiatan posyandu adalah sebagai berikut: (Kementerian Kesehatan RI, 2010) 1. Persiapan Hari Buka Posyandu a. Menyiapkan alat dan bahan, yaitu : alat penimbangan bayi, KMS, alat pengukur LILA, alat peraga dll. b. Mengundang dan menggerakkan masyarakat untuk datang ke posyandu. c. Menghubungi pokja posyandu, yaitu menyampaikan rencana kegiatan kepada kantor desa. d. Melaksanakan pembagian tugas, yaitu menentukan pembagian tugas diantara kader posyandu baik untuk persiapan maupun pelaksanaan kegiatan. 2. Melaksanakan Pelayanan 5 Meja a. Meja 1: Pendaftaran bayi, balita, bumil, menyusui dan PUS. b. Meja 2: Penimbangan balita dan mencatat hasil penimbangan c. Meja 3: Mengisi buku KIA / KMS d. Meja 4: (a) menjelaskan data KIA / KMS berdasarkan hasil timbang, (b) menilai perkembangan
balita sesuai
umur berdasarkan
buku
KIA.
Universitas Sumatera Utara
Jikaditemukan keterlambatan, kader mengajarkan ibu untuk memberikan rangsangan dirumah, (c) memberikan penyuluhan sesuai dengn kondisi pada saat itu (d) memberikan rujukan ke Puskesmas, apabila diperlukan. e. Meja 5: Bukan merupakan tugas kader, melainkan pelayanan sector yang dilakukan oleh petugas kesehatan, PLKB, PPL, antara lain : (1) Pelayanan imunisasi (2) Pelayanan KB (3) Pemeriksaan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui (4) Pemberian Fe/pil tambah darah, vitamin A (kader dapat membantu pemberiannya), kapsul yodium dan obat-obatan lainnya Untuk meja 1-4 dilaksanakan oleh kader posyandu dan untuk meja 5 dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya dokter, bidan, perawat, juru imunisasi dan sebagainya (Kementerian Kesehatan RI, 2010) 3. Tugas Kader Setelah Hari Buka Posyandu a. Memindahkan catatan dalam KMS ke dalam buku register atau buku bantu kader b. Mengevaluasi hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan dari posyandu yang akan datang c. Melaksanakan penyuluhan kelompok (kelompok dasa wisma yaitu kelompok yang terdiri dari sepuluh orang sasaran posyandu)
Universitas Sumatera Utara
d. Melakukan kunjungan rumah (penyuluhan perorangan) bagi sasaran posyandu yang bermasalah antara lain : 1. Tidak berkunjung ke posyandu karena sakit 2. Berat badan balita tetap selama 2 bulan berturut-turut 3. Tidak melaksanakan KB padahal sangat perlu 4. Anggota keluarga sering terkena penyakit menular Memudarnya peran kader kesehatan dan menurunnya kemandirian kader kesehatan dalam mengelola upaya kesehatan berbasis masyarakat terutama posyandu merupakan faktor-faktor yang tidak dapat dilepaskan dalam kemerosotan peran posyandu secara menyeluruh (Sasongko, 2010). Salah satu permasalahan yang berkaitan dengan kader adalah tingginya dropout kader. Menurut Adisasmito (2008) persentase kader aktif secara nasional adalah 69,2%. Peran sebagai kader merupakan pekerjaan sosial yang tidak mempunyai kekuatan mengikat dan regenerasi kader belum terencana dengan baik. Kader diharapkan melakukan pekerjaannya secara sukarela tanpa menuntut imbalan berupa uang atau materi lainnya (Ridwan, 2007). Penelitian oleh Ridwan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung bahwa faktor yang menyebabkan kader tidak aktif di posyandu karena umur lebih dari 50 tahun dan lama menjadi kader kurang dari 10 tahun. Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan masyarakat Hal ini di sebabkan karena kader berasal dari masyarakat setempat sehingga alih pengetahuan dan olah ketrampilan dari kader kepada tetangganya menjadi mudah (Adisasmito, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Peran kader dalam siap antar jaga kesehatan ibu anak adalah ibu harus selalu siap mengantar dan menjaga apabila ada ibu atau anak yang memerlukan pertolongan tenaga kesehatan. Peran kader dalam kasus ibu hamil dengan faktor risiko adalah dapat mengenal faktor risiko, menjelaskan kepada ibu/keluarga tentang faktor risiko, menjelaskan kepada ibu/keluarga untuk melakukan pemeriksaan kehamilan serta merujuk ibu hamil dengan faktor risiko (Kementerian Kesehatan RI, 2007). Peran kader dalam surveilans penyakit dan masalah kesehatan adalah: melihat, mendengar, mencatat untuk menemukan gejala dan masalah kesehatan, menemukan, melaporkan dan melakukan upaya pencegahan dan penanganan sederhana. Dalam pelaksanaan peran menemukan gejala, tanda serta masalah kesehatan yang ada di masyarakat termasuk faktor risiko ibu hamil informasi diperoleh dari posyandu, laporan dari masyarakat, laporan dasa wisma, kunjungan rumah, kegiatan sosial masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2008).
2.6. Landasan Teori Prestasi kerja hasil kerja seseorang yang dilihat dari kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang individu dalam suatu organisasi untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab tugasnya (Mangkunegara,2006).Menurut Rivai (2005), penilaian prestasi kerja ialah suatu alat yang bermanfaat tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para individu dalam organisasi, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi organisasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Selain itu penilaian prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasi-organisasi
Universitas Sumatera Utara
mengevaluasi atau menilai prestasi kerja individu (karyawan), kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Penilaian prestasi kader kesehatan dapat dilakukan berdasarkan hasil kerja kader sesuai dengan tugas-tugasnya. Menurut Soni (2007), Handayani (2011), penilaian prestasi kerja kader dapat dilakukan melalui pendekatan self assestment, dengan mengevaluasi setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan kader selama 3 (tiga) bulan terakhir terhadap uraian tugasnya sesuai dengan ketentuan dari Kementerian Kesehatan RI. Menurut Spector (2011), secara umum, komitmen kerja melibatkan keterikatan individu terhadap pekerjaannya. Komitmen kerja merupakan sebuah variabel yang mencerminkan derajat hubungan yang dianggap dimiliki oleh individu terhadap pekerjaan tertentu dalam organisasi. Komitmen kerja terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu sebagai berikut : a. Komitmen kerja afektif (affective occupational commitment), yaitu komitmen sebagai keterikatan afektif/psikologis karyawan terhadap pekerjaannya. Komitmen ini menyebabkan karyawan bertahan pada suatu pekerjaan karena mereka menginginkannya. b. Komitmen kerja kontinuans (continuance occupational commitment), mengarah pada perhitungan untung-rugi dalam diri karyawan sehubungan dengan keinginannya untuk tetap mempertahankan atau meninggalkan pekerjaannya. Artinya, komitmen kerja di sini dianggap sebagai persepsi harga yang harus
Universitas Sumatera Utara
dibayar jika karyawan meninggalkan pekerjaannya. Komitmen ini menyebabkan karyawan bertahan pada suatu pekerjaan karena mereka membutuhkannya. c. Komitmen kerja normatif (normative occupational commitment), yaitu komitmen sebagai kewajiban untuk bertahan dalam pekerjaan. Komitmen ini menyebabkan karyawan bertahan pada suatu pekerjaan karena mereka merasa wajib untuk melakukannya serta didasari pada adanya keyakinan tentang apa yang benar dan berkaitan dengan masalah moral. Menurut Hackman dan Oldham dalam Munandar (2006), terdapat lima karakteristik pekerjaan yaitu: 1. Keragaman ketrampilan (skill variety) adalah banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. 2. Jati diri tugas (task identity) adalah tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. 3. Tugas yang penting (task significance), adalah tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu organisasi yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.
Universitas Sumatera Utara
4. Otonomi adalah tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk
menyelesaikannya.
Pekerjaan
yang
memberi
kebebasan,
ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. 5. Umpan balik (feed back), adalah tingkat kinerja kegiatan kerja dalam memperoleh informasi tentang keefektifan kegiatannya. Adanya umpan balik, atau evaluasi dari hasil kerja dapat membantu meningkatkan tingkat kepuasan.
2.7. Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah Karakteristik Pekerjaan 1. Keragaman Keterampilan 2. Tugas Penting 3. Jati Diri Tugas 4. Otonomi 5. Umpan Balik
Prestasi Kerja Kader Posyandu
Komitmen Kerja 1. Komitmen Kerja Afektif 2. Komtimen Kerja kontinuas 3. Komitmen kerja Normatif
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel karakteristik kerja meliputi keragaman keterampilan, tugas penting, jati diri tugas, otonomi dan umpan balik, serta variabel komitmen kerja meliputi komitmen afektif, kontinuas dan normaitf. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah prestasi kerja kader Posyandu.
Universitas Sumatera Utara