BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Harga Diri 1.1. Pengertian harga diri Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan (Coopersmith, 1998). Menurut Stuart dan Sundeen (1998)
harga diri adalah penilaian individu
terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat disimpulkan bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Secara singkat, harga diri adalah personal judgment mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya. 1.2. Pembentukan harga diri Harga diri mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga individu mempunyai perasaan harga diri (Burn, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Harga diri mengandung pengertian”siapa dan apa diri saya”. Segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu, atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan mendapat masukan dari orang lain dalam proses berinteraksi dimana proses ini dapat menguji
individu yang memperlihatkan standar dan nilai diri yang
terinternalisasi dari masyarakat dan orang lain. Harga diri seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. 1.3. Aspek-aspek harga diri Coopersmith (1998) membagi harga diri kedalam empat aspek yaitu: 1) Kekuasaan (power) Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain. 2) Keberartian (significance) Adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain. 3) Kebajikan (virtue) Ikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan. 4) Kemampuan (competence) Sukses memenuhi tuntutan prestasi.
Universitas Sumatera Utara
2. Konsep Harga Diri Rendah 2.1. Defenisi harga diri rendah Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadp diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1998). Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Harga diri meningkat bila diperhatikan/dicintai dan dihargai atau dibanggakan. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Harga diri tinggi/positif ditandai dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok, dan diterima oleh orang lain. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman (Yoseph, 2009). 2.2. Proses terjadinya harga diri rendah Berdasarkan
hasil
riset
Malhi
(2008,
dalam
http:www.tqm.com)
menyimpulkan bahwa harga diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya, hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu
Universitas Sumatera Utara
mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan, atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya. Dalam Purba (2008), ada empat cara dalam meningkatkan harga diri yaitu: 1) Memberikan kesempatan berhasil 2) Menanamkan gagasan 3) Mendorong aspirasi 4) Membantu membentuk koping Menurut Fitria (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi proses terjadinya harga diri rendah yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. 2.2.1. Faktor predisposisi Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain ideal diri yang tidak realistis. 2.2.2. Faktor presipitasi Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah hilannya sebagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, mengalami kegagalan serta menurunya produktivitas. Sementara menurut Purba, dkk (2008) gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situasional dan kronik. Gangguan harga diri yang terjadi secara situasional bisa disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan, menjadi korban perkosaan, atau menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara. Selain itu, dirawat di rumah sakit juga
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan rendahnya harga diri seseorang diakibatkan penyakit fisik, pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak tercapai akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh, serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang mengharagai klien dan keluarga. Sedangkan gangguan harga diri kronik biasanya sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat dan menjadi semakin meningkat saat dirawat. Menurut Peplau dan Sulivan dalam Yosep (2009) mengatakan bahwa harga diri berkaitan dengan pengalaman interpersonal, dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti good me, bad me, not me,
anak sering
dipersalahkan, ditekan sehingga perasaan amannya tidak terpenuhi dan merasa ditolak oleh lingkungan dan apabila koping yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri rendah. Menurut Caplan, lingkungan sosial akan mempengaruhi individu, pengalaman seseorang dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah. Caplan (dalam Keliat 1999) mengatakan bahwa
lingkungan sosial,
pengalaman individu dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah. 2.3. Tanda dan gejala harga diri rendah Keliat (2009) mengemukakan beberapa tanda dan gejala harga diri rendah adalah: a. Mengkritik diri sendiri. b. Perasaan tidak mampu.
Universitas Sumatera Utara
c. Pandangan hidup yang pesimis. d. Penurunan produkrivitas. e. Penolakan terhadap kemampuan diri. Selain tanda dan gejala tersebut, penampilan seseorang dengan harga diri rendah juga tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun,tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan bicara lambat dengan nada suara lemah. 2.4. Pohon masalah
Resiko Kekerasan
Perilaku
Gangguan Sensori
Persepsi
Harga Diri Rendah
Koping Individu Tidak Efektif
Traumatik Kembang
Tumbuh
Sumber: Yosep (2009). Skema 2.4. Pohon masalah harga diri rendah
Universitas Sumatera Utara
2.5. Masalah keperawatan Adapun masalah keperawatan yang muncul keperawatan yang muncul adalah: 1) Harga diri rendah kronid 2) Koping individu tidak efektif 3) Isolasisosial 4) Perubahan persepsi sensori: Halusinasi 5) Resiko tinggi perilaku kekerasan.
3. Strategi Pelaksanaan Komunikasi 3.1. Pengertian strategi pelaksanaan komunikasi Strategi pelaksanaan komunikasi adalah salah satu tindakan keperawatan jiwa terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperwatan jiwa yang ditangani (Fitria, 2009). Berdasarkan standar asuhan keperawatan yang tersedia, asuhan keperawatan harga diri rendah dilakukan dalam dua sesi pertemuan. Pada setiap pertemuan, pasien memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalahnya ke dalam jadwal kegiatan. Strategi pelaksanaan komunikasi pada pasien harga diri rendah terdiri dari dua sesi petemuan yaitu sesi pertemuan pertama (SP1) dilakukan pada sesi pertama dan sesi pertemuan kedua (SP2). Kegiatan yang dilakukan pada SP1 adalah mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien memilih atau menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilihdan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana jadwal pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
harian pasien. Sedangkan kegiatan yangdilakukan pada SP2adalah melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien. Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang dimiliki dapat meningkatkan harga diri pasien. No. A 1. (SP1)
Kemampuan/Kompetensi Kemampuan Merawat Pasien 1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien. 2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat dilakukan. 3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan kemampuan pertama pasien. 4. Melatih pasien sesuai dengan kemampuan yang dipilih. 5. Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien. 6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. 2. 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. (SP2) 2. Melatih kemampuan kedua. 3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Sumber: Purba, dkk(2008).
Table 3 : Strategi pelaksanaan komunikasi pada pasien harga diri rendah Adapun tujuan tindakan keperawatan jiwa pada pasien harga diri rendah adalah sebagai berikut: a) Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. b) Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan. c) Pasien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan. d) Pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih yang dipilih sesuai dengan kemampuan. e) Pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai dengan kemampuan. f) Pasien dapat melakukan kegiatan yang lain sesuai dengan jadwal pelaksanaan.
Universitas Sumatera Utara
Tindakan keperawatan keperawatan jiwa yang dilakukan pada pasien harga diri rendah adalah sebagai berikut: a) Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien. Untuk membantu pasien mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. 1) Diskusikan tentang sejumlah kemampuan dan aspek positifyang dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, dan di rumah. 2) Beri pujian yang realistik dan hindarkan penilaian yang negatif. b)
Bantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan dengan cara-cara berikut. 1) Diskusikan dengan pasien mengenai kemampuannya yang masih dapat digunakan saat ini. 2) Bantu
pasien
menyebutkannya
dan
beri
penguatan
terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan pasien. 3) Perlihatkan respon yang kondusif dan upayakan menjadi pendengar yang aktif. c) Membantu pasien untuk memilih / menetapkan kemampuan yang dilatih. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut. 1) Diskusikan dengan pasien kegiatan yang akan dipilih sebagai kegiatanyang akan pasien lakukan sehari-hari. 2) Bantu pasien untuk memilih kegiatan yang dapat pasien lakukan dengan bantuan minimal. d) Latih kemampuan yang dipilih pasien dengan cara berikut. 1) Diskusikan dengan pasien langkah-langkah pelaksanaan kegiatan.
Universitas Sumatera Utara
2) Bersama pasien, peragakan kegiatan yang ditetapkan. 3) Berikan dukungan dan pujian setiap kegitan yang dapat dilakukan pasien. e) Bantu pasien menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih. 1) Beri kesempatan kepada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatih. 2) Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari. 3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap kegiatan. 4) Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telahdilatih. 5) Berikan pasien kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah melakukan kegiatan.
4. Konsep kemampuan 4.1. Pengertian kemampuan
Menurut
Chaplin
(1997,
dalam
http://www.digilib.petra.ac.id)
ability
(kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya/ kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan.
Sedangkan
menurut
Robbins (2000, dalam http://www.digilib.petra.ac.id) dalam kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek. Robbin menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu: 1) Kemampuan intelektual (Intelectual ability) Merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental.
Universitas Sumatera Utara
2) Kamampuan fisik (physical ability) Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik. Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Skiner (1938) seorang ahli psikolog, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi terhadap suatu stimulus (rangsangan dari luar) (Notoatmodjo, 2007). Notoatmodjo ( 2007), membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain, ranah dan kawasan, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor. Selanjutnya ketiga ranah tersebut dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yang lebih dikenal sebagai pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan akan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia melalui mata dan telinga. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Sikap atau afektif merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007 menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Perilaku yang dipelajari oleh pasien untuk meningkatkan harga diri dimulai dari pengetahuan pasien dalam menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan dan menyusun jadwal pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan pertama yang akan dilatih. Setelah itu, pasien diajarkan latihan kemampuan pertama dan kedua yang telah dipilih, melaksanakan kemampuan yang telah dilakukan dan melakukan kegiatan sesuai jadwal pelaksanaan kemampuan. Agar pasien mampu meningkatkan harga diri mereka baik secara kognitif maupun psikomotor secara mandiri maka perlu dilakukan latihan setiap hari secara terjadwal sehingga tindakan yang dilakukan menjadi budaya budaya pasien untuk meningkatkan harga diri
mereka. Jadwal yang telah ditetapkan
bersama pasien akan dievaluasi oleh perawat secara terus-menerus hingga pasien mampu melakukan secara mandiri.
Universitas Sumatera Utara