BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep diri
2.1.1. Pengertian Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat individu mengetahui dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. konsep diri menurut Potter dan Perry (2005) merupakan citra subjektif dari percampuran yang kompleks antara perasaan, sikap, dan persepsi bawah sadar maupun sadar, mencakup bagaimana individu mengetahui dirinya dan seluruh aspek dalam kehidupannya, yang bergantung pada aspek psikologis dan spiritualnya serta memberikan kita pedoman dan acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Definisi lain dari konsep diri menurut Sunaryo (2004) merupakan cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Termasuk di dalamnya yaitu persepsi individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksi individu dengan orang lain maupun lingkungannya, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, serta tujuan, harapan dan keinginannya
8
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.2. Komponen Konsep Diri Terdapat lima komponen konsep diri menurut Stuart dan Sundeen (1991) yaitu gambaran diri (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self role), dan identitas diri (self identity). a) Gambaran diri (body image) Stuart dan Sundeen (1991) menyatakan bahwa gambaran diri merupakan sikap individu terhadap tubuhnya mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh saat ini, masa lalu, dan masa mendatang secara berkelanjutan dan dipengaruhi dengan pengalaman baru individu. Gambaran
diri
merupakan
persepsi,
perasaan,
sikap,
dan
pengalaman tentang tubuh individu termasuk pandangan tentang maskulinitas, dan feminimitas, kegagahan fisik, daya tahan, dan kapabilitas. Gambaran diri merupakan hal pokok dan dinamis karena tubuh individu sering berubah seiring dengan usia, persepsi, dan pengalaman-pengalaman baru yang diterima oleh individu dan dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu, atau bulan, bergantung pada stimulus eksternal pada tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, struktur, dan fungsi (Potter dan Perry, 2005). Menurut Sunaryo (2004) gambaran diri merupakan sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi: performance, potensi tubuh, fungsi tubuh, serta persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh, serta persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh.
Universitas Sumatera Utara
10
Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran diri menurut Potter dan Perry (2005), yaitu : 1. Faktor internal Pandangan pribadi tentang karakteristik mengenai kemampuan fisik, pertumbuhan kognitif, perkembangan hormonal, dan usia. 2. Faktor eksternal Pandangan dan persepsi orang lain terhadap individu serta nilai kultural dan sosial. Perubahan gambaran diri juga dipengaruhi oleh stresor yang dialami individu. Stresor yang mempengaruhi gambaran diri menurut Potter dan Perry (2005), yaitu: 1. Perubahan penampilan, struktur, atau fungsi bagian tubuh Amputasi,
perubahan
mastektomi,
penampilan
kolostomi,
ileostomi,
wajah
karena
kecelakaan,
hemiplegia,
paraplegia,
kelumpuhan, operasi plastik dan lain-lain dapat mengakibatkan stresor pada gambaran diri. 2. Penyakit kronis Penyakit jantung, stroke, ginjal, kanker, dan lain-lain yang mencakup perubahan fungsi yang mengakibatkan tubuh tidak lagi pada tingkat yang optimal dan mengakibatkan efek yang signifikan pada gambaran diri individu.
Universitas Sumatera Utara
11
3. Perubahan hormonal dan perkembangan fisik Kehamilan, penuaan, dan menopause merupakan hal yang normal dialami individu. Namun, hal ini dapat mengakibatkan perubahan pada gambaran diri individu yang bergantung pada penerimaan individu. 4. Efek pengobatan dan terapi Kemoterapi, terapi radiasi, dan hemodialisa yang pada umumnya menyebabkan
perubahan
pada
penampilan
seperti
mengalami
kerontokan rambut, kulit kusam, dan timbul bintik kehitaman dikulit mejadi stresor bagi gambaran diri individu. Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan gambaran diri positif menunjukkan sikap bersyukur dengan perubahan fisik yang terjadi, tetap menyukai, dan tidak menyalahkan Tuhan atas kondisi yang dialami. Individu dengan gambaran diri negatif menunjukkan penolakan untuk menyentuh bagian tubuh yang berubah, ketidak nyamanan yang terus menerus dirasakan akibat perubahan fisik yang terjadi, merasa tidak menarik akibat perubahan tubuh, sering mengeluh dan mengkritik diri sendiri, memiliki pandangan negatif, depersonalisasi, serta menolak menerima penjelasan perubahan tubuh.
b) Ideal diri (self ideal) Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan ideal diri merupakan persepsi individu tentang perilaku individu berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu yang dipengaruhi oleh norma, kebudayaan, keluarga, dan ambisi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal
Universitas Sumatera Utara
12
diri antara lain faktor spiritualitas, kecenderungan individu dalam menetapkan ideal pada batas kemampuannya, faktor sosial, kultural, dan budaya yang mempengaruhi, ambisi dan keinginan yang kuat untuk bisa lebih dan mencapai keberhasilan yang menyangkut harga diri individu, serta perasaan cemas, kebutuhan yang realistis, dan keinginan untuk menghindari kegagalan. Ideal diri adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan keinginan, tipe orang yang diidam-idamkan, dan nilai yang ingin dicapai (Sunaryo, 2004). Ideal diri mempermudah individu dan berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu saat mengahadapi konflik atau kondisi yang mengancam sehingga, tercapailah keseimbangan fisik dan mental. Ciri-ciri individu yang mempunyai ideal diri yang realistis menurut Stuart dan Sundeen (1991), antara lain: 1. Semangat untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga mengakibatkan individu memiliki perasaan berharga. 2. Tidak ingin bergantung terhadap orang lain dan tidak menyalahkan orang lain maupun Tuhan terhadap perubahan yang terjadi walaupun tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. 3. Giat dalam bekerja dan berusaha, serta tidak mudah menyerah. Penetapan ideal diri sebaiknya harus cukup tinggi tetapi realistis agar memacu individu untuk menggapainya. Namun, individu yang tidak
Universitas Sumatera Utara
13
dapat memenuhi ideal diri sesuai standar dan kriteria yang ditetapkan (tidak realistis) mengakibatkan harga diri rendah, merasa lebih buruk dari yang lain, dan menyebabkan individu tidak berdaya (Keliat, 2000).
c) Harga diri (self esteem), Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa harga diri adalah bentuk
penilaian
individu
terhadap
hasil
yang
dicapai
dengan
mempertimbangkan dan menganalisa seberapa jauh perilaku individu sesuai dengan ideal diri. Apabila ideal diri berupa cita-cita harapan keinginan tercapai, akan langsung menghasilkan perasaan berharga didalam diri. Jika individu berhasil maka memiliki harga diri yang tinggi, namun apabila individu selalu gagal mengakibatkan individu memiliki harga diri yang rendah. Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri (Sunaryo, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Poter dan Perry (2005) yaitu: 1. Harga diri dipengaruhi oleh ideal diri. Ideal diri yang dibentuk dari aspirasi, tujuan, nilai-nilai, dan budaya serta standar perilaku individu. Individu yang hampir memenuhi ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi, sementara individu yang mempunyai variasi yang luas terhadap ideal diri dan sulit untuk dicapai individu menyebabkan harga diri yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
14
2. Evaluasi diri. Evaluasi diri pribadi maupun evaluasi dari orang lain mempengaruhi harga diri individu. Evaluasi diri yang baik mengakibatkan peningkatan harga diri dan individu akan mempertahankannya, namun evaluasi diri yang buruk menyebabkan penurunan harga diri. 3. Harga diri dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup. Banyak
stresor
yang
mempengaruhi
harga
diri,
yaitu
ketidakmampuan untuk memenuhi harapan orang tua atau orang dicintai, kritik yang tajam, hukuman yang tidak konsisten, persaingan antar saudara, kekalahan berulang, ketidak berhasilan dalam pekerjaan, kegagalan dama berhubungan, penyakit, pembedahan, kecelakaan, perubahan lain dalam kesehatan mempengaruhi harga diri individu. Semakin besar kejadian yang menganggu individu semakin besar pula penurunan harga diri yang terjadi (Potter dan Perry, 2005). Stuart dan Sundeen (1991) menjelakan beberapa perilaku individu dengan harga diri rendah, yaitu mengkritik diri sendiri dan orang lain, putus asa, kecewa, malu, menarik diri dari interaksi sosial, tertekan dan merasa tidak berguna, penurunan produktivitas, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, merasa bersalah, mudah tersinggung, pandangan yang pesimis, dan memiliki rasa khawatir berlebihan. Individu dengan harga diri tinggi mempunyai keyakinan yang tinggi, berserah pada Tuhan, dan timbul kepercayaan diri yang kuat.
Universitas Sumatera Utara
15
d) Peran diri (Self role) Menurut Stuart dan Sundeen (1991) peran diri merupakan serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial. Peran dibagi menjadi 2 yaitu peran yang telah ditetapkan dan peran yang diterima. Peran yang ditetapkan seperti peran menjadi orangtua, anak, ibu, ayah dan lain-lain, sementara itu, peran yang diterima (dipilih individu) seperti peran menjadi pelajar, peran menjadi pekerja swasta, atau pekerja negeri, dan lain-lain. Potter dan Perry (2005) menjelaskan Peran diri yaitu mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh keluarga, komunitas, dan kebiasaan yang didasarkan pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi. Peran diri merupakan label individu yang mempunyai berbagai peranan didalam kehidupan yang terintegrasi dalam pola fungsi individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi individu dalam menyesuaikan diri dengan peran yang dilakukan menurut Stuart dan Sundeen (1991) yaitu: 1. Kejelasan perilaku dan penghargaan yang sesuai dengan peran. 2. Respon yang tetap dan konsisten terhadap peran yang dilakukan. 3. Kesesuaian dan keseimbangan antar semua peran. 4. Keselarasan budaya dan harapa terhadap peran. 5. Dukungan orang terdekat terhadap peran yang dilakukan. 6. Pemisahan situasi yang menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.
Universitas Sumatera Utara
16
Setiap individu memiliki lebih dari satu peran dan memungkinkan untuk mengalami gangguan peran diri. Gangguan peran diri atau stres peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dengan nilai dan keinginan individu, dan peran berlebih. Perilaku individu dengan gangguan peran atau peran yang tidak memuaskan menunjukkan ketidakpuasan individu terhadap peran yang sedang dilakukannya,
mengingkari
ketidakmampuan
menjalankan
peran,
kegagalan menjalankan peran yang baru, ketegangan menjalankan peran yang baru (Potter dan Perry, 2005). Stuart dan Sundeen (1991) menambahkan perilaku yang timbul apabila individu mengalami peran diri yang tidak memuaskan seperti perasaan tidak mampu, gagal, putus asa, apatis, dan kurang bertanggung jawab. Sementara itu, individu yang dapat beradaptasi dengan berbagai peran dan puas terhadap peran yang dilakukan akan lebih meningkatkan perasaan berharga, dihormati, mempunyai ambisi, semangat yang kuat, dan ingin terus meningkatkan kualitas dalam peran yang sedang dilakukan.
e) Identitas diri (self identity) Identitas diri merupakan perasaan internal mengenai individualitas, keutuhan, dan konsistensi dari individu sepanjang waktu dan dalam berbagai hal, yang menunjukkan individu berbeda dan terpisah dari orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik (Potter dan Perry, 2005). Rasa identitas terjadi secara kontinu timbul dan dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup. Individu dengan rasa identitas yang kuat akan merasa
Universitas Sumatera Utara
17
terintegrasi bukan terbelah. Menurut Sunaryo (2004) Identitas diri adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis semua aspek konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh. Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa individu dengan identitas diri yang jelas dilihat dari perilaku dan karakteristik seperti individu mengenal dirinya secara terpisah dan berbeda dengan orang lain, dan menyadari keunikan masing masing, tetap bangga menjadi diri sendiri, mengenali dan menyadari jenis seksualnya, sadar akan hubungannya masa lalu, saat ini, dan masa mendatang, tetap berkarya, mempunyai tujuan yang dapat dicapaidan direalisasikan, mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya, menghargai, mengakui, dan tetap percaya diri terhadap berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai, dan perilaku secara harmonis. Identitas diri dipengaruhi oleh stresor sepanjang hidup, stresor tersebut adalah stresor kultural, stresor sosial, dan stresor personal. Individu yang tidak dapat mengatasi dan tidak mampu beradaptasi dengan stresor yang terjadi akan membuat individu mengalami gangguan identitas diri. Gangguan identitas diri atau individu yang memiliki identitas diri yang tidak jelas ditunjukkan dengan perilaku ketidakpastian memandang diri sendiri, penuh keraguan, menunjukkan individu tidak mampu untuk mengambil keputusan, perilaku tidak percaya diri, menganggap diri tidak sempurna, ketergantungan, kepribadian yang bertentangan, masalah
Universitas Sumatera Utara
18
interpersonal,
mempunyai
perasaan
yang
hampa
(mengambang),
kerancuan gender, tingkat ansietas yang tinggi, dan ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain (Stuart dan Sundeen, 1991).
2.1.3. Jenis-jenis konsep diri Menurut Calhoun dan Acocella (1995), konsep diri terbagi atas dua jenis yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. a) Konsep diri positif Konsep diri positif lebih kepada penerimaan dan bukan suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang mempunyai konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realita, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. b) Konsep diri negatif Konsep diri negatif ini dibagi atas dua tipe, yaitu: a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan, kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau yang dihargai dalam kehidupannya
Universitas Sumatera Utara
19
b. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena individu di didik dengan cara yang sangat keras sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat. Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif ditunjukkan melalui citra tubuh yang positif dan sesuai, ideal diri yang realistis dan semangat untuk menggapainya, harga diri yang tinggi, performa peran yang memuaskan, dan rasa identitas yang jelas. Individu yang memiliki konsep diri negatif berarti memiliki respon yang maladaptif terhadap masalah yang dihadapi, memiliki citra tubuh yang negatif, ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah, peran yang tidak memuaskan, dan identitas diri yang tidak jelas. Konsep diri negatif yang dialami menyebabkan individu tidak percaya diri, menarik diri, dan merasa tidak mampu untuk melakukan segala sesuatu, tidak dapat mencapai tujuan dan harapan hidupnya. Individu dengan konsep diri negatif dapat juga ditunjukan dari perasaan putus asa, tidak menyukai diri sendiri, mengkritik diri sendiri, sering mengalami perasaan kecewa, bahkan hingga menurunkan energi dan semangat menjalani hidup (Stuart dan Sundeen, 1991).
Universitas Sumatera Utara
20
2.1.4. Gangguan konsep diri a) Gangguan gambaran diri Gambaran pada gambaran diri seseorang lebih ditujukan pada perubahan fisiologi tubuh yang juga akan dimanifestasikan kepada perubahan psikologinya dalam bentuk prilaku baik secara adaptif maupun maladaptif. Faktor-faktor yang mengganggu gambaran diri apabila: kehilangan atau kekerasan bagian tubuh baik (anatomi dan fungsi), perubahan ukuran, bentuk, penamppilan tubuh akibat penyakit, dan proses pengobatan yang dapat menyebabkan perubahan bentuk tidak fungsi tubuh (Suliswati, 2005). b) Gangguan ideal diri Faktor yang mempengaruhi gangguan ideal diri, yaitu kebudayaan yang akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri, ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri, jika semua ini terpenuhi akan memperlihatkan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi tapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai. c) Gangguan harga diri Sumber-sumber stress yang dapat membuat seseorang merasa harga dirinya rendah antara lain Taylor (1993) antara lain: tidak dicintai dan diterima dalam kelompok, kurang mendapat penghargaan atas usaha yang dilakukan, jarang mendapat pujian dari orang lain, dan gagal dalam
Universitas Sumatera Utara
21
mencapai suatu tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri maupun orang lain, dan gagal dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri maupun orang lain. Manifestasi perilaku dari seseorang dengan perasaan harga diri yang rendah adalah suka mengkritik diri sendiri atau orang lain, menyangkal kesenangan atau kepuasan diri, gangguan hubungan interpersonal (menarik diri), membesar-besarkan diri sebagai orang penting, rasa bersalah yang tinggi dan tindakan merusak dan penyalahgunaan obat-obatan. d) Gangguan penampilan peran Konflik yang timbul apabila orang yang mempunyai ketegangan peran menjadi frustasi karena mereka merasa atau dibuat merasa tidak cukup baik atau tidak cocok untuk menjalankan suatu peran yang diberikan kepadanya. Hal ini diukur berdasarkan standar-standar yang telah ditetapkan dan disepakati bersama didalam suatu kelompok atau masyarakat (Kozier, 2004). Taylor (1993) sumber-sumber stress yang dapat mempengaruhi peran dan menyebabkan terjadinya gangguan penampilan peran pada seseorang antara lain: transisi peran
yang terjadi pada proses
perkembangan, perubahan situasi dan keadaan sehat sakit dan ketegangan peran (role strain): a. Konflik peran, yaitu menghadapi dua harapan yang bertentangan dan secara terus menerus tidak dapat dipenuhi b. Keraguan peran, yaitu kurangnya pengetahuan tentang harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
22
Manifestasi yang ditunjukkan akibat adanya gangguan penampilan peran dapat berupa tingkat kecemasan yang tinggi, ketidakpastian dalam merasakan diri, konflik dengan orang lain disekitarnya, memaksakan diri menjalankan peran yang diberikan dan dalam keadaan yang kronis dapat timbul waham kebesaran. e) Gangguan identitas personal Sumber stress yang dapat mengganggu identitas personal seseorang antara lain: proses menjadi tua, perubahan struktur sosial (Suliswati, 2005). Manifestasi
yang
ditunjukkan
seseorang
yang
mengalami
gangguan identitas personal adalah depersonalisasi yaitu: -
Afek, berupa kehilangan identitas diri, merasa tidak aman, takut dan malu dan merasa sangat terisolasi
-
Persepsi, berupa halusinasi auditorik dan visual, sukar membedakan diri sendiri dengan orang lain dan menjalani kehidupan seperti mimpi
-
Cara berpikir, berupa bingung sehingga disorientasi, cara berpikir menyimpang, gangguan daya ingat dan gangguan daya menilai
-
Tingkah laku, yaitu tidak responsif, tidak spontan dan tidak bersemangat, tidak ada inisiatif dan menarik diri secara sosial (Taylor, 1993) dalam Suliswati (2005).
Universitas Sumatera Utara
23
2.2.
Karsinoma Nasofaring (KNF)
2.2.1. Pengertian Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Arima, 2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009).
2.2.2. Epidemiologi KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 – 54 tahun. Lakilaki lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 2 – 3 : 1. Kanker nasofaring tidak umum dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini di Amerika Syarikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000 (Nasional Cancer Institute, 2009).
2.2.3. Etiologi Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah: a.
Kerentanan Genetik Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen
Universitas Sumatera Utara
24
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring (Pandi, 1983 dan Nasir, 2009) b.
Infeksi Virus Eipstein-Barr Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan
dengan
(undifferentiated)
dan
karsinoma karsinoma
nasofaring nasofaring
tidak
berdifrensiasi
non-keratinisasi
(non-
keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung
dengan
tumor
sel
skuamosa
atau
elemen
limfoid
dalamlimfoepitelioma (Nasir, 2009 dan Nasional Cancer Institute, 2009). c.
Faktor Lingkungan Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat (Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009).
Universitas Sumatera Utara
25
2.2.4. Klasifikasi & Histopatologi Berdasarkan klasifikasi histopatologi menurut WHO, KNF dibagi menjadi tipe 1 karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi, tipe 2 gambaran histologinya karsinoma tidak berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang lebih ke arah diferensiasi baik, tipe 3 karsinoma tanpa diferensiensi adalah sangat heterogen, sel ganas membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas. Jenis KNF yang banyak dijumpai adalah tipe 2 dan tipe 3. Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa diferisiensi mempunyai sifat radiosensitif dan mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus Epstein-Barr (Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009).
2.2.5. Gejala Klinis Karsinoma Nasofaring 2.2.5.1. Gejala Dini KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting (Roezin,Anida, 2007). Gejala pada telinga dapat dijumpai sumbatan Tuba Eutachius. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga
Universitas Sumatera Utara
26
akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran ( Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009). Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah muda. Selain itu,sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadangkadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lainlainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang ( Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009 ).
2.2.5.2. Gejala Lanjut Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfa, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor meluas ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfa leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter (Nutrisno , Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009 ).
Universitas Sumatera Utara
27
Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh (Arima, 2006 dan Nurlita, 2009). Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Pandi, 1983 dan Arima, 2006).
2.2.6. Penanggulangan 2.2.6.1. Radioterapi Radioterapi merupakan pengobatan utama pada Karsinoma Nasofaring (KNF). Dosis radioterapi untuk KNF adalah 1,8-2 GY setiap pemberian, sebanyak lima kali pemberian setiap minggu selama tujuh minggu, dengan total dosis 60-70 Gy. Setiap tipe histopatologi KNF mempunyai perbedaan respon terhadap radioterapi.
Universitas Sumatera Utara
28
2.2.6.2. Brakiterapi Brakiterapi adalah pemberian ion radiasi dosis tinggi terhadap jaringan dengan volume kecil. Pemberian brakiterapi terhadap tumor primer KNF, dapat dibagi berdasarkan beberapa indikasi. Indikasi tersebut adalah tumor persisten lokal setelah empat bulan pemberian radioterapi primer, sebagai adjuvant setelah radioterapi eksternal dan untuk tumor persisten regional dimana brakiterapi diberikan pada penderita yang akan menjalani diseksi leher.
2.2.6.3. Kemoterapi Kemoterapi biasanya digunakan pada kasus KNF recurrent atau yang telah mengalami metastasis. Obat kemoterapi dapat bekerja menghambat pembelahan sel pada semua siklus sel (Cell Cycle non Spesific) baik dalam siklus pertumbuhan sel maupun dalam keadaan istrahat.
2.2.6.4. Pembedahan Pembedahan tidak hanya berperan pada penanggulangan KNF. Tindakan bedah terbatas pada reseksi sisa masa tumor yang kambuh atau tidak terkontrol di nasofasofaring dan leher setelah radioterapi.
2.2.6.5. Imunoterapi Imunoterapi dan terapi gen merupakan terapi pilihan di masa datang. Defisiensi imunitas seluler merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi pada KNF (Munir, 2010).
Universitas Sumatera Utara
29
2.3.
Kemoterapi
2.3.1. Definisi Kemoterapi Menurut Sukardja (2002), kemoterapi adalah terapi untuk membunuh selsel kanker dengan obat-obat anti kanker yang disebut dengan sitostatika. Sedangkan menurut Brunner (2002), kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik
sebagai
upaya
untuk
membunuh
sel-sel
kanker
dengan
mengganggu fungsi dan reproduksi selular. Kemoterapi memiliki beberapa tujuan berbeda, yaitu: kemoterapi kuratif, kemoterapi adjuvan, kemoterapi neoadjuvan, kemoterapi paliatif dan kemoterapi investigatif.
2.3.2. Efek Samping Kemoterapi Obat sitotoksik menyerang sel – sel kanker yang sifatnya cepat membelah.Namun, terkadang obat ini memiliki efek pada sel – sel tubuh normal yang mempunyai sifat cepat membelah seperti rambut, mukosa ( selaput lendir ), sum – sum tulang, kulit dan sperma. Beberapa efek samping yang sering ditemui pada pasien adalah sebagai berikut (Sudoyo, 2009) : a.
Supresi sum–sum tulang Trombositopenia, anemia, dan leukopenia adalah efek samping yang terjadi akibat kemoterapi.
b.
Mukositis Mukositis dapat terjadi pada rongga mulut (stomatitis), lidah (glositis), tenggorokan (esofagitis), usus (enteritis), dan rektum (proktitis).Umumnya mukositis terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah kemoterapi.
Universitas Sumatera Utara
30
c.
Mual dan Muntah Mual dan muntah terjadi karena peradangan dari sel–sel mukosa yang melapisi saluran cerna. Muntah dapat terjadi secara akut, dalam 0-24 jam setelah kemoterapi, atau tertunda 24 – 96 jam setelah kemoterapi.
d.
Diare Diare disebabkan karena kerusakan sel epitel saluran cerna sehingga absorpsi tidak adekuat. Obat golongan antimetabolit sering menimbulkan diare.Pasien dianjurkan untuk makan rendah serat, tinggi protein dan minum cairan yang banyak.
e.
Alopesia Kerontokan rambut sering terjadi pada kemoterapi akibat efek letal obat terhadap sel-sel folikel rambut. Pemulihan total akan terjadi setelah pengobatan dihentikan.
f.
Infertilitas Spermatogenesis dan pembentukan folikel ovarium merupakan hal yang rentan terhadap efek toksik obat antikanker. Pria yang kemoterapi seringkali produksi
spermanya
menurun.Kemoterapi
seringkali
menyebabkan
perempuan pramenopause mengalami penghentian menstruasi sementara atau menetap dan timbul gejala-gejala menopause. g.
Kulit Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna, lebih sensitif terhadap matahari, kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.
Universitas Sumatera Utara
31
2.3.3. Faktor – Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Melakukan Kemoterapi Menurut Sudoyo (2009), beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kemoterapi adalah sebagai berikut: 1.
Faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan kemoterapi adalah: pilihan rejimen pengobatan, dosis, cara pemberian, dan jadwal pemberian.
2.
Faktor yang harus diperhatikan pada pasien adalah: Usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, status gizi, status penampilan, cadangan sumsum tulang, serta fungsi hati, paru, ginjal, jantung, dan penyakit penyerta
3.
Faktor yang berhubungan dengan tumor seperti: jenis dan derajat histologi, tumor primer atau metastasis, lokasi metastasis, ukuran tumor, adanya efusi.
Universitas Sumatera Utara